Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

INFEKSI SALURAN KEMIH DAN DIARE AKUT DENGAN


DEHIDRASI RINGAN

Disusun Oleh :
Vania Kristianti (01073190059)
Wilbert Santoso (01073190051)

Pembimbing :
dr. Fransisca Handy , Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE - RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE JUNI - AGUSTUS 2021
TANGERANG
BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1. Identitas pasien


Nama : An. Z. N.
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 18 Juni 2020
Usia : 1 tahun 8 hari
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 91-73-xx
Tanggal masuk RS : 26/06/21, pukul 19.15
Tanggal pemeriksaan : 28/06/21, pukul 12.00

1.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien di Zarepath lantai 7
Siloam Hospital Lippo Village (SHLV) pada 28 Juni 2021.

Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Orang tua
mengatakan bahwa demam timbul mendadak dengan suhu 38 - 39oC. Pasien sudah
dibawa berobat ke poli dokter anak 3 hari yang lalu dan diberikan Tempra dan vitamin,
namun hanya hilang sebentar dan timbul lagi beberapa jam setelah minum obat. Orang
tua pasien juga mengatakan bahwa anaknya sering rewel jika sedang demam. Ibu pasien
mengaku bahwa pasien terlihat lemas dan nafsu makan menurun. BAK pasien juga
berwarna kuning pekat dan berbau pesing yang tidak disertai oleh darah. Orang tua
pasien juga mengaku bahwa ia sering melihat bercak kuning pekat pada popok anaknya.
Ibu pasien mengaku bahwa BAK pasien menjadi lebih sering. Hal ini dikarenakan ibu
pasien mengatakan bahwa dalam semalam ia dapat mengganti popok pasien sebanyak
dua kali dalam satu malam. Sebelum demam, ibu pasien mengaku bahwa ia biasanya

2
mengganti popoknya tidak sesering itu. Kejadian sering pipis ini merupakan yang
pertama kali dialami oleh pasien.
Ibunya mengatakan bahwa pasien tidak rewel atau menangis setiap kali pasien
berkemih. Selain itu ibu pasien berkata bahwa setiap kali selesai buang air besar, lubang
dubur dibersihkan dengan memakai tisu basah atau terkadang pasien langsung dibantu
dibersihkan di kamar mandi. Terkadang saat membersihkan anaknya setelah buang air
kecil maupun buang air besar, ibu pasien tidak membersihkannya dari depan ke
belakang.
Pasien tidak mengeluhkan adanya batuk maupun pilek. Pada awalnya pasien
juga tidak memiliki keluhan diare, namun sehari setelah dirawat di rumah sakit (tanggal
27 Juni 2021) frekuensi buang air besar pasien mulai meningkat hingga 5x sehari
dengan konsistensi cair. Tinja pasien berwarna kekuningan tanpa darah, lendir, maupun
bau busuk. Pasien juga lebih sering merasa haus dan sering rewel. Pasien juga mulai
merasa mual dan muntah setiap kali makan. Ibunya mengatakan bahwa selama ini
makanan pasien selalu dijaga kebersihannya dan dipastikan higienis sebelum diberikan
ke pasien.
Pasien tidak mengeluhkan adanya ruam di kulit. Pasien juga tidak mengeluhkan
adanya tanda pendarahan seperti mimisan maupun gusi berdarah. Pasien tidak
mengeluhkan batuk kering maupun adanya kontak dengan orang dengan keluhan batuk
karena cenderung pasien selalu di rumah.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa, namun pasien memiliki riwayat
dermatitis atopik dan alergi makanan laut. Pasien juga pernah mengalami diare saat
baru mulai makan serta terkena campak saat usia 9 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua menyangkal memiliki keluhan yang serupa. Riwayat tekanan darah tinggi
maupun kencing manis di sangkal. Namun ayah pasien memiliki riwayat alergi
makanan laut dan ibu pasien mengalami asma saat bayi.

Riwayat Kehamilan
Tidak ada masalah kehamilan ataupun komplikasi. Ibu tidak memiliki hipertensi,
preeklampsia, diabetes, infeksi tuberkulosis, kelainan jantung, kelainan darah, alergi,

3
penyakit tiroid, maupun asthma. Ibu juga tidak mengkonsumsi obat-obat rutin tertentu,
merokok, maupun minum alkohol.
Kesan : Riwayat kehamilan baik tanpa penyulit

Riwayat Persalinan dan Masa Perinatal


Ibu pasien mengatakan bahwa pasien lahir cukup bulan (38 minggu) secara sectio
caesarea (SC) atas indikasi cephalopelvic disproportion (CPD). Sewaktu lahir, pasien
langsung menangis, tidak tampak biru maupun kuning dan dilakukan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD). Pasien lahir dengan berat 3700 g dan panjang 48 cm.
Kesan : Riwayat persalinan dengan penyulit (CPD), sehingga dilakukan SC

Riwayat Nutrisi
Saat awal masa kelahiran pasien mengkonsumsi air susu ibu (ASI). Pasien mendapat
ASI eksklusif hingga 6 bulan. Pada usia 6 bulan, anak diberikan makanan pendamping
air susu ibu (MPASI). Saat ini pasien masih mengkonsumsi ASI sehari 5x, makanan
pokok 2-3 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk yang memiliki tekstur seperti nasi tim
maupun bubur fortifikasi, serta snack 2 kali sehari. Pasien sudah diberi makan daging
yang diblender serta sayur yang dicincang halus. Snack berupa biskuit (promina puff),
buah-buahan, dan terkadang makanan lain seperti bakwan.
Kesan: Kuantitas dan kualitas nutrisi cukup

Riwayat Perkembangan
Anak umur 12 bulan dari perkembangan motorik sudah dapat duduk stabil dari posisi
terlentang, sudah bisa berjalan merambat, dapat mengambil benda kecil menggunakan
2-3 jari dan ketika diambil kembali oleh pemeriksa cukup sulit, dapat berdiri selama 30
detik, jalan berpegangan dua maupun satu tangan dengan orang tua tapi masih belum
bisa berjalan sendiri.
Dari perkembangan bicara anak bisa mengucapkan “da-da, a-yah, bun-da”,
sudah mulai meniru kata-kata sederhana seperti “ng-gak”, “mau”.
Secara perkembangan sosial anak butuh waktu untuk adaptasi dengan orang
yang baru dikenal dan anak terlihat senang saat orang tua bermain “ciluk-ba”.
Kesan: Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik sesuai umur

4
Riwayat Imunisasi
Imunisasi pada pasien lengkap sesuai dengan imunisasi yang wajib anjuran pemerintah.

Kesan: Imunisasi dasar sesuai program pemerintah lengkap, sudah dilakukan booster
sesuai usia.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kondisi Lingkungan


Lingkungan tempat tinggal sekitar pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan ayah pasien bekerja sebagai karyawan
swasta. Pasien tergolong merupakan pasien menengah ke atas.

1.3. Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal, pukul, di Bangsal Zarepath LV lantai 7.
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital
Laju Nadi : 121x/min, reguler, kuat angkat
Laju Napas : 23x/menit
Suhu : 38º C
Tekanan darah : Tidak diukur
SpO2 : 98% room air

5
Status Gizi dan Antropometri

Kesan:
● BB sekarang: 11,3 kg
● Berat badan cukup

6
Kesan:
● PB sekarang: 77 cm
● Perawakan normal

Kesan:
● BB/PB = status gizi cukup

Kesan:
● LK sekarang = 48 cm
● normosefali

7
Pemeriksaan Fisik

Sistem Deskripsi

Kulit Warna sawo matang, lesi (-), jaundice (-), petekie (-), ruam
eritema (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-)
Scar (+) bekas BCG pada deltoid dextra

Kepala Normosefali, rambut hitam, tersebar merata.

Wajah Normofascies, pucat (-), ikterus (-), sianosis (-)

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)


Pupil bulat, isokor, ± 3mm / 3mm, RCL/RCTL (+/+), Air
mata (+/+)
Gerakan bola mata normal

Hidung Napas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)

Telinga Daun telinga simetris, sekret (-/-)

Mulut & Bibir kemerahan, lembab, sianosis (-), pucat (-), angular
tenggorokan chelitis (-)
Lidah hiperemis (-), lidah kotor (-), Mukosa lembab,
Perdarahan gusi (-), T1/T1, detritus (-), arkus faring simetris
(+), uvula di tengah, Faring hiperemis (-)

Leher Pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)

Thoraks Bentuk normal

Paru Inspeksi: perkembangan dinding dada saat statis dan dinamis


simetris, retraksi (-)
Palpasi: pengembangan dada simetris kanan dan kiri
Perkusi: Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung Inspeksi : Iktus kordis terlihat


Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Bunyi jantung S1 & S2 reguler, murmur (-),
gallop (-)

8
Abdomen Inspeksi: rata, lesi (-), skar (-)
Auskultasi: BU (+) 10x/menit
Perkusi: timpani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi: supel, hepatomegali (-), splenomegali (-), turgor
kulit kembali cepat <2 detik, NT epigastrik (-)

Punggung Massa (-), lesi (-), deformitas (-), nyeri ketuk CVA (-/-)

Ekstremitas Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

Neurologis GCS: E4M6V5


Tanda Rangsang Meningeal (-)
Saraf Kranialis: Kesan Normal
Motorik: Normotonus, kuat seluruh ekstremitas
Sensorik: Tidak dilakukan

1.4. Resume
Pasien anak perempuan usia 1 tahun 8 hari datang ke IGD dengan keluhan demam 4
hari SMRS dengan suhu tubuh sekitar 38 - 39oC. Pasien sudah mencoba diberikan
paracetamol dan vitamin, namun demam hanya hilang beberapa jam saja lalu muncul
kembali. Ibu pasien juga berkata bahwa pasien terlihat lemas. BAK pasien berwarna
kuning pekat berbau pesing yang tidak disertai darah. Ibu pasien berkata akhir-akhir ini
BAK pasien menjadi lebih sering dari biasanya. Setiap kali BAB ibu membersihkan
lubang dubur menggunakan tisu basah dan terkadang langsung dibersihkan di kamar
mandi serta setelah buang air kecil maupun buang air besar, ibu pasien tidak
membersihkannya dari depan ke belakang. Sehari setelah dirawat (27/06/2021) pasien
mengeluhkan diare hingga 5x sehari dengan konsistensi cair dengan tanda dehidrasi
ringan (haus dan rewel). Tinja berwarna kekuningan tanpa darah, lendir, maupun bau
busuk. Pasien juga menjadi lebih sering haus dan mau minum banyak air.
Pasien memiliki riwayat dermatitis atopik disebabkan oleh alergi makanan laut.
Pasien juga pernah mengalami campak pada usia 9 bulan. Pasien memiliki riwayat
penyulit persalinan berupa CPD sehingga dilakukan SC. Imunisasi dasar pasien
lengkap dengan tambahan seperti PCV dan rotavirus.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu meningkat hingga 38º C. Pemeriksaan
fisik lainnya dalam batas normal. Berat badan pasien cukup, perawakan normal, status
gizi cukup, serta kepala normosefali. Pasien tidak ada nyeri pinggang maupun nyeri

9
ketok CVA. Pasien tidak memiliki edema, turgor tidak menurun, air mata masih ada,
mukosa mulut lembab, dan laju nadi dalam batas normal.

1.5. Diagnosis
Diagnosis Awal
● Observasi febris ec suspek ISK
● Diare akut dengan dehidrasi ringan ec suspek infeksi non-GI DD/ infeksi virus,
bakteri
Diagnosis Banding
Infeksi COVID-19, demam dengue, demam tifoid

1.6. Pemeriksaan Penunjang

Test (26/06/2021) Value Unit Reference Range


Jam 16:40

Hematologi

FULL BLOOD COUNT

Hemoglobin 11,10 g/dL 10,80 – 12,80

Hematocrit 37,20 % 35,00 – 43,00

Erythrocyte 5.48 10^6/µL 3,60 – 5,20

White blood cell 36.17 10^3/µL 5,00 – 15,50


Differential count
Basophil 0 % 0-1
Eosinophil 0 % 1-3
Band neutrophil 3 % 2-6
Segment neutrophil 60 % 50-70
Lymphocyte 29 % 25-40
Monocyte 8 % 2-8

Platelet count 420 10^3/µL 150.00 – 440.00

ESR 35 mm/hours 0 – 10

MCV, MCH, MCHC

MCV 76.90 fL 73,00 – 101,00

MCH 24.30 Pg 23,00 – 31,00

MCHC 33.00 g/dL 26,00 – 34,00

BIOCHEMISTRY

CRP 188 mg/dL 0-6

10
Serologi:

Tanggal (26/07/2021) Value Reference range


Jam 16.40

Salmonella typhii tubex TF 0 < 2: Negatif


3: Borderline
4: Positif lemah infeksi
demam tifoid aktif
6-10: Positif kuat infeksi
demam tifoid aktif

Anti DHF Rapid


IgG Negatif Negatif
IgM Negatif Negatif
NS1 Negatif Negatif

PCR SARS-CoV-2 Negatif Negatif

Urinalisis

Test (26/06/2021) Value Unit Reference Range


Jam 18:44

MAKROSKOPIK

Color Yellow

Appearance Slightly cloudy Clear

Specific gravity 1.020 1.000-1.030

pH 6.00 4.50-8.00

Leukocyte esterase (2+) 125 cells/uL Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Protein (2+) 100 mg/dL Negatif

Glukosa Negatif mg/dL Negatif

Keton Negatif mg/dL Negatif

Urobilinogen 0.2 mg/dL Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Occult blood (2+) 80 cells/uL Negatif

MIKROSKOPIK

Erythrocyte 18 cells/uL 0-3

11
Leucocyte Many cells/uL 0-10

Epihtel (1+) (1+)

CastsL Negatif Negatif

CrystalsL Negatif Negatif

Bacteria (2+)

Kultur urine (29/06/2021):


Pada biakan urine didapatkan bakteri E. coli

Pemeriksaan Feses

Test (27/06/2021) Value Unit Reference Range


Jam 23:20

MAKROSKOPIK

Color Brown

Consistency Smooth

Mucus Negative

Blood Negative

MIKROSKOPIK

Erythrocyte 0-1 /HPF 0-1

Leucocyte 1-2 /HPF 1-5

Amoeba Not found

Egg worm Negative Negative

Yeast Negative Negative

DIGESTIVE

Amylum Negative

Fat Negative

Fibers Positive

Occult Blood Negative Negative

Rotavirus antigen Negative Negative

12
1.7. Diagnosis akhir
● ISK ec infeksi bakteri (E. coli)
● Diare akut dengan dehidrasi ringan ec infeksi non-GI

1.8. Tatalaksana
● D5% ½ NS IV 500 ml/24 jam
● Broadced (ceftriaxone) IV 2x500 mg (diberikan sejak 27/06/2021)
● Sanmol syrup (paracetamol) PO 3x5 ml
● Narfoz (ondansetron) IV 2x2 mg
● Interlac (probiotik) PO 1x5 gtt
● Daryazinc (Zinc) PO 1x2 ml

1.9. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam

1.10 Follow up

Tanggal Follow Up

29/06/2021 S: Hari perawatan ke-4


(Bangsal Pasien aktif, masih mengeluhkan buang air besar cair sekitar 5x
12.00) sehari, masih merasa haus dan sedikit rewel, nafsu makan mulai
membaik, mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), nyeri perut (-),
penurunan jumlah BAK (-)

O:
KU: Tampak sakit ringan, Kesadaran CM: E4M6V5
Laju Nadi: 104x/menit, reguler, kuat angkat
Laju Pernafasan: 24x/menit
Suhu: 36.7 C
Saturasi O2: 99% pada room air

Status Generalis:
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut & tenggorok: Bibir kemerahan, lembab, sianosis (-), pucat (-),
mukosa lembab
Thorax: Perkembangan dada simetris statis-dinamis, tidak ada
retraksi
Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-)

13
Cor : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel, BU (+), organomegali (-), turgor kembali cepat <2
detik
Punggung: nyeri ketuk CVA (-/-)
Ekstremitas: CRT <2 detik, akral hangat

A: ISK ec infeksi bakteri, diare akut ec infeksi non-GI


P:
● D5% ½ NS IV 500 ml/24 jam
● Broadced (ceftriaxone) IV 2x500 mg
● Sanmol syrup (paracetamol) PO 3x5 ml
● Narfoz (ondansetron) IV 2x2 mg
● Interlac (probiotik) PO 1x5 gtt
● Daryazinc (Zinc) PO 1x2 ml

30/06/2021 S: Hari perawatan ke-5


(Bangsal, Pasien aktif, buang air besar 2x sehari sudah tidak terlalu cair
14:00) (perbaikan), mual (-), muntah (-), demam (-), batuk (-), nyeri perut
(-), nafsu baik

O: KU Tampak sakit ringan, Kesadaran CM: E4M6V5


Laju Nadi: 100x/menit, reguler, kuat angkat
Laju Pernafasan: 24x/menit
Suhu: 36.8 C
Saturasi O2: 98% pada room air

Status Generalis:
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Mulut & tenggorok: Bibir kemerahan, lembab, sianosis (-), pucat (-),
mukosa lembab
Thorax: Perkembangan dada simetris statis-dinamis, retraksi berat
(+)
Pulmo : Vesikuler (+/+), rhonchi (-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1/S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel, BU(+), organomegali (-),turgor kembali cepat <2
detik
Ekstremitas: CRT <2 detik, akral hangat
Punggung: nyeri ketuk CVA (-/-)

A: ISK ec infeksi bakteri, diare akut ec infeksi non-GI


P:
● Pasien pulang

14
Test (30/06/2021) Value Unit Reference Range
Hematologi

FULL BLOOD COUNT

Hemoglobin 10,90 g/dL 10,80 – 12,80

Hematocrit 36,00 % 35,00 – 43,00

Erythrocyte 5.13 10^6/µL 3,60 – 5,20

White blood cell 8.29 10^3/µL 5,00 – 15,50


Differential count
Basophil 0 % 0-1
Eosinophil 0 % 1-3
Band neutrophil 3 % 2-6
Segment neutrophil 70 % 50-70
Lymphocyte 29 % 25-40
Monocyte 9 % 2-8

Platelet count 549 10^3/µL 150.00 – 440.00

ESR 18 mm/hours 0 – 10

MCV, MCH, MCHC

MCV 74.00 fL 73,00 – 101,00

MCH 23.00 Pg 23,00 – 31,00

MCHC 33.00 g/dL 26,00 – 34,00

BIOCHEMISTRY

CRP 12 mg/dL 0-6

Urinalisis

Test (30/06/2021) Value Unit Reference Range


MAKROSKOPIK

Color Yellow

Appearance Clear Clear

Specific gravity 1.005 1.000-1.030

pH 7.00 4.50-8.00

Leukocyte esterase Negatif cells/uL Negatif

Nitrit Negatif Negatif

Protein Negatif mg/dL Negatif

15
Glukosa Negatif mg/dL Negatif

Keton Negatif mg/dL Negatif

Urobilinogen 0.2 mg/dL Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Occult blood Negatif cells/uL Negatif

MIKROSKOPIK

Erythrocyte 1 cells/uL 0-3

Leucocyte 2 cells/uL 0-10

Epihtel (1+) (1+)

CastsL Negatif Negatif

CrystalsL Negatif Negatif

OthersL Negatif

16
BAB II
ANALISA KASUS

Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, diagnosa ISK
ec infeksi bakteri (E. coli) dan diare akut dengan dehidrasi ringan ec infeksi non-GI dapat
ditegakkan pada pasien tersebut.
Infeksi saluran kemih (ISK) atau urinary tract infection (UTI) merupakan suatu
penyakit yang disebabkan akibat adanya pertumbuhan dan perkembangbiakan kuman maupun
mikroba pada saluran kemih. Kondisi ini sering dijumpai pada anak dan merupakan penyebab
infeksi nomor 2 pada anak setelah infeksi saluran napas.1 ISK sendiri sering terjadi pada anak
usia dibawah 2 tahun, dimana pada tahun pertama kehidupan lebih sering terjadi pada anak
laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan, namun saat usia pra pubertas akan lebih sering
terjadi pada anak perempuan. Hal ini sesuai dengan pasien yang berusia 1 tahun 8 hari.1,2
ISK dapat dibedakan antara ISK asimtomatik dan simtomatik. Pada ISK asimtomatik,
dapat ditemukan bakteriuria yang bermakna tanpa adanya tanda dan gejala klinis, sementara
pada ISK simtomatik ditemukan bakteriuria yang bermakna disertai tanda dan gejala klinis.
Manifestasi klinis dari ISK pada anak tidak khas dan bervariasi, tergantung dari usia maupun
lokasi infeksi. Pada neonatus, gejala ISK seringkali tidak spesifik, namun ditandai adanya
gangguan atau lambatnya pertumbuhan, muntah, perut kembung, hingga ikterus. Pada usia 1
bulan - kurang dari 1 tahun, gejala ISK juga tidak khas dimana dapat berupa demam, tampak
sakit, penurunan nafsu makan, muntah, diare, ikterus, dan perut kembung. Sementara pada usia
prasekolah atau usia sekolah, gejala biasanya dapat berupa disuria, urgency, maupun frequency,
serta dapat ditemukan adanya nyeri perut, nyeri pinggang, dan demam. Selain itu, berdasarkan
lokasinya ISK dapat dibedakan berupa ISK atas (pielonefritis) dan bawah (sistitis). Pada
pielonefritis, gejala yang ditimbulkan lebih berat dimana dapat ditemukan demam tinggi (39-
40oC) disertai menggigil, adanya keluhan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya nyeri pinggang, serta dapat timbul gejala neurologis
berupa iritabel dan kejang. Sementara pada sistitis, demam biasanya lebih ringan dan disertai
dengan nyeri perut bagian bawah, gangguan berkemih berupa nyeri saat berkemih (disuria),
polakisuria, retensi urin, rasa tidak nyaman maupun nyeri pada suprapubik.1,2
Pasien ini datang dengan keluhan demam 4 hari SMRS dengan suhu 38 - 39oC dimana
ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien terlihat lemas dan akhir-akhir ini BAK pasien

17
menjadi lebih sering dari biasanya. Walaupun tidak ada manifestasi klinis yang khas pada ISK,
namun pasien memiliki keluhan demam, lemas, dan peningkatan frekuensi BAK. Demam yang
menjadi keluhan utama pasien merupakan salah satu gejala dari ISK dimana pada pasien ini
tidak terdapat gejala-gejala lain seperti nyeri kepala, nyeri otot maupun sendi sendi, ruam-ruam
pada kulit, batuk, pilek, sesak nafas, nyeri tenggorokan, jantung berdebar atau adanya tanda-
tanda perdarahan. Oleh karena tidak adanya keluhan lain yang menjadi sumber infeksi seperti
gejala pada saluran pernafasan, infeksi saluran pencernaan, serta infeksi-infeksi lainnya, maka
dapat dipertimbangkan demam diakibatkan oleh karena adanya infeksi saluran kemih. Terkait
lokasi, dicurigai bahwa pasien mengalami ISK bawah karena keluhan pasien cukup ringan
(demam 38-39oC). Selain itu ibu pasien juga mengatakan bahwa anaknya mengalami diare
hingga 5x sehari dengan konsistensi cair, dimana tinjanya berwarna kekuningan tanpa darah,
lendir, maupun bau busuk serta pasien juga menjadi lebih sering haus dan mau minum banyak
air. Kondisi diare pada pasien ini juga sesuai dengan gejala pada ISK dimana infeksi ISK dapat
menyebabkan kondisi diare dan pada pasien ini, pasien menjadi lebih sering haus dan mau
minum banyak air sehingga pasien mengalami kondisi diare akut dengan dehidrasi ringan yang
dicurigai disebabkan oleh infeksi non-GI, yaitu akibat infeksi saluran kemih yang diderita
pasien.
Patogenesis terjadinya ISK cukup kompleks dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti adanya obstruksi pada saluran kemih, kelainan struktural, urolithiasis, benda asing,
refluks, maupun konstipasi dalam waktu yang lama. Pada kasus bayi dan anak biasanya ISK
dapat disebabkan oleh adanya bakteri pada saluran kemih yang berasal dari tinja yang menjalar
secara ascending. Faktor yang berperan dalam terjadinya ISK adalah sebagai berikut:
a. Faktor penjamu
Adanya faktor penjamu seperti bakteri uropatogenik, refluks vesiko ureter, dan
stasis urin dapat meningkatkan virulensi bakteri pada saluran kemih. Bakteri
uropatogenik yang melekat pada sel uroepitel dapat mempengaruhi kontraktilitas otot
polos dinding ureter sehingga menyebabkan gangguan peristaltik. Pada anak,
normalnya perlekatan dan proliferasi bakteri pada mukosa kandung kemih dapat
dicegah oleh aliran urin yang deras serta adanya mekanisme pertahanan lokal mukosa
kandung kemih. Namun pertahanan ini dapat terganggu jika adanya kelainan anatomi
kongenital maupun kelainan yang didapat. Kondisi-kondisi tersebut dapat
meningkatkan risiko terjadinya ISK.
Refluks vesiko ureter merupakan kondisi kelainan saluran kemih yang paling
sering ditemukan pada ISK. Hal ini disebabkan adanya infeksi kronik pada vesika

18
urinaria sehingga membuat dinding vesika urinaria menjadi tebal dan banyak
mengandung jaringan fibrosa yang pada akhirnya dapat merusak ureter intramural atau
katup vesikoureter. Hal ini menyebabkan anak rentan mengalami ISK dikarenakan pada
kondisi refluks, bakteri dapat bertahan lebih lama dan meningkatkan kolonisasi bakteri
sehingga infeksi tersebut dapat naik dan menyebar ke parenkim ginjal hingga
menyebabkan kerusakan atau gangguan yang lebih parah.
Sementara stasis urin dapat terjadi akibat adanya obstruksi saluran kemih
maupun residu urin sehingga dapat mempermudah pertumbuhan bakteri pada saluran
kemih. Pada kondisi adanya benda asing seperti kateter pada saluran kemih juga dapat
memudahkan terjadinya ISK nosokomial pada anak, dimana kondisi ini terjadi pada
90% anak yang dirawat dengan pemasangan kateter urin.
b. Faktor mikroorganisme
Faktor mikroorganisme berupa virulensi bakteri juga berperan dalam terjadinya
ISK. Bakteri penyebab paling sering dari ISK adalah bakteri Escherichia coli (E.coli).
Pada perempuan kolonisasi bakteri biasanya ditemukan di introitus vagina, sementara
pada laki-laki ditemukan di periuretra dan preputium. E.coli memiliki sifat perlekatan
terhadap sel uroepitel yang didukung dengan adanya adhesin pada permukaan bakteri
tersebut sehingga hal ini memudahkan perlekatan bakteri pada permukaan sel uroepitel
yang dapat mempermudah dan meningkatkan virulensi bakteri tersebut. Hanya bakteri
yang memiliki virulensi uropatogenik yang dapat menginfeksi saluran kemih pada
kondisi anatomi yang normal. Sementara pada kondisi anak dengan kelainan anatomi,
infeksi mikroorganisme tidak terlalu penting sebagai penyebab dari ISK.3

19
Gambar 2.1 Patogenesis ISK.3

Sebagian besar kasus diare berkaitan dengan adanya infeksi pada gastrointestinal (GI)
atau saluran pencernaan seperti salmonella maupun rotavirus. Namun kondisi diare juga dapat
disebabkan oleh infeksi yang bukan pada saluran cerna, dimana dapat bersifat sistemik maupun
mempengaruhi organ lainnya. Pada diare akibat infeksi non-GI atau ekstraintestinal juga dapat
dipikirkan apakah diare merupakan efek samping terkait antibiotik, namun kondisi ini sangat
jarang terjadi. Patogenesis diare pada infeksi non-GI tidak diketahui dengan baik karena masih
banyak data terkait mekanismenya yang kurang. Namun beberapa penelitian menyebutkan
adanya peran sitokin pada patogenesis diare, seperti konsentrasi interferon gamma (IFN-γ),
interleukin (IL)-6 dan IL-10 meningkat pada serum anak dengan diare yang disebabkan oleh
rotavirus. Kadar IL-6 lebih tinggi pada pasien dengan demam, serta peningkatan kadar tumor
necrosis factor alpha (TNF-α) juga berkorelasi dengan adanya demam dan jumlah episode
diare. Selain itu TNF-α merupakan mediator sentral inflamasi usus yang juga terlibat dalam
sekresi klorida oleh epitel usus. Selain perubahan sitokin dan humoral, faktor penyebab diare
pada infeksi non GI atau sistemik mungkin termasuk pada invasi langsung sel epitel usus oleh
berbagai patogen, peradangan lamina propria dan lapisan lain dari dinding usus (termasuk
elemen sistem saraf enterik), serta rosetting dan sekuestrasi sel darah merah, yang
menyebabkan iskemia, apoptosis endotel, peningkatan permeabilitas mikrovaskuler usus dan
edema. Pada pasien ini, sehari setelah dirawat (27/06/2021) pasien mengeluhkan diare hingga
5x sehari dengan konsistensi cair dengan tanda dehidrasi ringan (haus dan rewel). Tinja pasien

20
berwarna kekuningan tanpa darah, lendir, maupun bau busuk. Pasien juga menjadi lebih sering
haus dan mau minum banyak air. Dari keluhan pasien dapat dipikirkan bahwa adanya infeksi
yang menyebabkan terjadinya diare pada pasien yang disertai dengan dehidrasi ringan
dikarenakan pasien sering rewel, sering haus, dan ingin minum banyak air. Oleh karena pasien
mengalami kondisi ISK maka dapat dipikirkan bahwa diare yang dialami pasien terkait dengan
kondisi ISK pasien sehingga pasien mengalami diare akut dengan dehidrasi ringan ec infeksi
non-GI. Terkait diare akibat pemberian antibiotik, memang pasien baru mengalami diare
setelah 1 hari dirawat di rumah sakit. Namun kondisi diare akibat antibiotik jauh lebih jarang
terjadi dibandingkan akibat infeksi non-GI, sehingga dapat dipikirkan kondisi diare pasien
akibat adanya infeksi non-GI berupa ISK.4

Gambar 2.2. Mekanisme diare

Pemeriksaan urinalisis dan kultur urin perlu dilakukan pada pasien ini, dimana anak
dengan demam yang tidak dapat dijelaskan dan tanpa gejala lain, serta dengan keluhan nyeri
suprapubik, dysuria, maupun adanya gejala yang mengarah pada ISK. Kultur urin sendiri
merupakan baku emas atau gold standard dalam mendiagnosa ISK. Diagnosis dari ISK pada
usia 2-24 bulan berdasarkan American Academy of Pediatric membutuhkan hasil tes dipstik
positif (leukosit esterase dan/atau nitrit), pemeriksaan mikroskopik positif pada pyuria dan
bakteriuria, serta ≥50.000 cfu/ml patogen pada spesimen dari kateter dan aspirasi suprapubik
dari kultur urin. Berdasarkan Canadian Pediatric Society, diagnosis ISK bisa berdasarkan hasil
positif pada tes dipstik serta hasil kultur urin positif (≥100.000 cfu/ml pada specimen urin

21
midstream atau ≥50.000 cfu/ml pathogen pada specimen dari kateter dan aspirasi suprapubic).
Diperlukan penilaian klinis pada ISK dimana pada beberapa kasus, kultur dapat menghasilkan
hasil negative pada keadaan yang sudah diberikannya antibiotik pada urin.1,5
Pada pemeriksaan laboratorium darah pasien didapatkan peningkatan dari leukosit
(36.17 103/ µL), ESR (35 mm/ jam) dan CRP (188 mg/L) yang menunjukan adanya tanda-
tanda infeksi. Pada urinalisis, tampak warna urin slightly cloudy, leukosit esterase positif (2+
(125) cells/uL), proteinuria positif (2+ (100) mg/dL), occult blood positif (2+ (80) cells/uL),
eritrosit (18), leukosituria positif, dan bakteri (2+). Pada hasil kultur urin didapatkan adanya
bakteri E. coli. Dari hasil uji urinalisis tersebut pasien mengalami ISK yang disebabkan oleh
bakteri E. coli. Selain itu riwayat riwayat kebiasaan ibu yang terkadang tidak membersihkan
dari depan ke belakang dapat menjadi salah satu faktor risiko akan terkenanya ISK.

Diagnosis banding
Infeksi COVID-19 masih dipikirkan sebagai diagnosis banding karena masih dalam masa
pandemi dan salah satu gejala utamanya berupa demam tinggi. Pasien tidak memiliki gejala
COVID-19 lain berupa batuk kering maupun pilek, serta pada tanda vital tidak ditemukan
adanya sesak napas/tachypnea.6 Saturasi oksigen juga masih baik (98% room air) dan pasien
tidak terlalu memiliki riwayat kontak dengan orang luar karena selalu dijaga di dalam rumah
oleh ibunya. Pada pemeriksaan laboratorium berupa swab PCR juga ditemukan hasil yang
negatif, sehingga diagnosis banding tersebut dapat disingkirkan.
Diagnosis banding lainnya berupa demam dengue karena prevalensi kasus dengue juga
mulai meningkat dalam beberapa waktu terakhir dan gejala utamanya juga demam tinggi.
Pasien datang dengan demam 4 hari SMRS dan tidak ada penurunan suhu (kecuali minum obat
seperti paracetamol), di mana secara kronologis demam dengue seharusnya sudah masuk masa
defervesence ke fase kritis, yaitu demam mulai menurun dan bisa mulai terlihat gejala plasma
leakage.7 Pasien ini dari awal juga tidak terlihat adanya petechiae, tidak muncul purpura, dan
tidak memiliki gejala pendarahan minor seperti epistaksis maupun gusi berdarah. Pemeriksaan
serologi pada pasien ini juga tidak didapatkan NS1 maupun IgM dengue yang positif, tidak ada
peningkatan hematokrit, tidak ada trombositopenia, serta tidak ada leukopenia (melainkan
leukositosis; WBC=36.17x10^3/µL), sehingga kemungkinan bukan infeksi virus dengue.

22
Gambar 2.3 Perjalanan penyakit infeksi dengue.8

Demam tifoid juga dipikirkan sebagai diagnosis banding karena selain demam pasien
juga mengeluhkan lemas, mual, muntah, serta adanya diare yang bisa muncul pada infeksi
tifoid. Demam yang dialami pasien tidak memiliki pola yang khas pada demam tifoid
(stepladder) melainkan demam terus menerus. Pemeriksaan TUBEX TF (khusus untuk
Salmonella typhii) yang mendeteksi antibodi anti-Salmonella O9 ditemukan hasil yang
negatif.9 Diagnosis demam tifoid kurang memungkinkan pada pasien ini atas alasan-alasan
yang sudah disebutkan di atas.
Diare karena infeksi virus menjadi salah satu diagnosis banding pada pasien ini karena
pasien mengeluhkan diare cair yang tidak berlendir maupun berdarah. Virus tersering yang
menyebabkan diare pada anak-anak adalah rotavirus dan memiliki gejala khas yaitu bau feses
yang sangat busuk, namun tidak ada di pasien ini. Ibunya juga mengaku selalu membuat sendiri
serta menjaga makanan yang diberikan ke anaknya agar tetap higienis. Pasien sudah pernah
mendapatkan vaksinasi rotavirus (hanya dosis pertama pada usia 2 bulan) dan pemeriksaan
antigen rotavirus pada feses juga didapatkan hasil yang negatif sehingga kurang
memungkinkan diare oleh karena infeksi rotavirus tersebut, namun bisa saja terkena infeksi
karena virus lainnya (adenovirus, norovirus). Diare karena infeksi bakteri terutama

23
enterotoxigenic E. coli bisa sering terjadi pada anak-anak terutama di negara berkembang.
Gejala terdiri dari demam, mual, muntah, serta diare cair tanpa lendir maupun darah
(enterotoksin hanya meningkatkan sekresi ion klorida dan air, tidak merusak dinding
mukosa).10 Investigasi lebih lanjut untuk mengetahui etiologi pasti dari diare tidak dilakukan
karena pada diare cair tanpa lendir atau darah bersifat self-limiting dan terapi cenderung sama,
yaitu terapi cairan, zinc, dan probiotik tanpa diberikan antibiotik.11

Tatalaksana ISK
Eradikasi infeksi akut dilakukan dengan pemberian antibiotik sambil menunggu hasil biakan
urin. Berdasarkan National Institute for Health and Care Excellence (NICE), anak >3 bulan
dengan ISK bawah yang simpleks direkomendasikan untuk mendapatkan antibiotik per oral
dan dirawat jalan bila tidak ada gejala klinis berat. Pasien ini memiliki gejala lemas, nafsu
makan berkurang, kesulitan asupan oral (mual dan muntah setiap makan), serta adanya diare
hingga 5x sehari sehingga sebaiknya diberikan antibiotik parenteral hingga gejala klinis
membaik. Pilihan antibiotik parenteral pertama yang diberikan sebelum mendapatkan biakan
urin adalah sefalosporin generasi ketiga (cefotaxime atau ceftriaxone)12, di mana pada kasus
ini diberikan ceftriaxone. Dosis parenteral ceftriaxone adalah 75 mg/kgBB/hari sehingga anak
ini memerlukan sekitar 850 mg ceftriaxone dalam sehari. Dosis tersebut dibagi setiap 12 jam
dengan dosis maksimum dua gram sehari, di mana pada kasus ini diberikan 500 mg ceftriaxone
dua kali sehari setiap 12 jam. Pasien tersebut mengalami perbaikan dalam waktu 48 jam setelah
pemberian antibiotik (Follow up tanggal 29/06/2021), di mana selain demamnya menurun
(karena juga diberikan sanmol) pasien mulai lebih aktif dan nafsu makan mulai membaik.
Lama pengobatan umumnya diberikan 5-7 hari, namun ada juga penelitian yang menunjukkan
bahwa pengobatan jangka pendek (3-5 hari) memiliki efektivitas yang sama dengan
pengobatan 5-7 hari.1
Pasien diperiksa kembali darah lengkap dan urinalisis pada tanggal 30/06/2021 dan
ditemukan adanya penurunan ESR dan CRP, menandakan pengobatan antibiotik bekerja
terhadap inflamasinya. Leukosit pasien juga sudah berkurang ke batas normal. Hasil urinalisis
sebelum pasien pulang juga sudah berada dalam batas normal, yaitu sudah jernih, tidak ada
leukosit esterase, leukosit berlebih, darah okulta, maupun bakteri, sehingga atas pertimbangan
tersebut pasien dapat dipulangkan.
Hasil dari biakan urin menunjukkan infeksi patogen E. coli yang berasal dari sistem
pencernaan. Ini bisa disebabkan oleh cara pembersihan yang kurang tepat setelah BAB
sehingga berakibat pada migrasi kuman ke saluran kemih. Ibu pasien perlu diberikan edukasi

24
cara membersihkan lubang dubur yang benar, yaitu membersihkan dari bagian depan ke
belakang serta sering-sering mengganti popok agar tetap menjaga kebersihan dan mencegah
ISK berulang.
Menurut NICE, pemberian antibiotik profilaksis pada anak dengan ISK pertama kali
tidak direkomendasikan dan hanya baru diberikan jika sudah terjadi infeksi berulang.
Pemberian profilaksis juga masih kontroversial karena dapat berpengaruh pada resistensi obat,
flora normal pada saluran pencernaan, efek samping antibiotik, serta kepatuhan pasien itu
sendiri.

Tatalaksana diare akut dengan dehidrasi ringan

Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare.11


Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala

Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah:


● Letargis/tidak sadar
● Mata cekung
● Tidak bisa minum atau malas minum
● Turgor kulit kembali sangat lambat (> 2 detik)

Dehidrasi Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah:


Ringan/sedang ● Rewel, gelisah
● Mata cekung
● Minum dengan lahap, haus
● Turgor kulit kembali lambat

Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi
ringan/sedang atau berat

Diare akut pasien muncul setelah dirawat di rumah sakit (27/06/2021) dan pada hari
tersebut pasien menunjukkan dua gejala dehidrasi ringan (rasa haus dan gelisah/rewel). Pada
pemeriksaan tinja tidak didapati adanya abnormalitas baik lendir, darah, bakteri, maupun
parasit sehingga pemberian antibiotik tidak diperlukan. Tatalaksana untuk diare dengan
dehidrasi ringan/sedang berupa terapi B yaitu pemberian oralit secara oral selama 3 jam dengan
dosis 75 ml/kgBB, namun pada pasien ini sudah diberikan cairan secara parenteral. Tatalaksana
berikutnya berupa edukasi ibu untuk memberikan cairan tambahan (oralit/cairan lain) untuk
mencegah dehidrasi. Karena anak masih mendapatkan ASI, maka ibu dinasihati untuk
menyusui anak lebih sering dan lebih lama setiap pemberian ASI. Anak juga bisa diberikan
cairan lain seperti sup, air tajin, serta kuah sayuran karena sudah mendapat MPASI. Anak
disarankan untuk diberikan cairan tambahan sebanyak yang anak dapat minum untuk

25
meringankan dehidrasi pasien. Follow-up tanggal 30/06/2021 sebelum pasien pulang sudah
tidak menunjukkan gejala dan tanda dehidrasi ringan seperti haus berlebihan maupun rewel.11
Terapi lain yang diberikan untuk diare anak ini berupa Daryazinc drop (zinc sulfate
monohydrate) di mana per ml setara dengan zinc elemental 10 mg. Anak di atas 6 bulan
disarankan untuk diberkan 20 mg zinc elemental per hari, sehingga terapi pada kasus ini sesuai
dengan pedoman di mana diberikan sebanyak 2 ml per hari yang dilakukan selama 10 hari.11
Probiotik juga disarankan pada anak dengan diare, sehingga pada kasus ini diberikan interlac
5 tetes per hari. Pasien juga diberikan ondansetron untuk gejala mual dan muntahnya, yaitu 2x2
mg secara parenteral.

Terapi cairan
Anak dengan berat 11,3 kg dengan rumus Holliday-Segar memerlukan cairan rumatan sebesar
1065 ml per 24 jam. Pada anak ini setengah cairan rumatan diberikan melalui intravena, yaitu
kristaloid D5% ½NS sebanyak 500 ml/24 jam dan sisa kebutuhan cairan didapat melalui
asupan berupa ASI maupun cairan tambahan dari makan dan minum sehari-hari. Cairan
tambahan diberikan sebanyak-banyaknya sesuai kemauan pasien untuk menangani dehidrasi
ringan pasien.

Prognosis
Kasus ISK simpleks pada anak memiliki prognosis yang baik jika diberikan terapi yang
adekuat. Kasus ISK anak khususnya pada perempuan memiliki kemungkinan tinggi terjadinya
infeksi berulang. Sekitar 40-50% kasus ISK simtomatik akan mengalami infeksi berulang
(bukan relaps) dalam dua tahun observasi. ISK berulang cenderung dapat dicegah dengan
meningkatkan status gizi, pola hidup sehat, mengatasi faktor risiko (seperti pemakaian toilet
paper yang benar, sering mengganti popok untuk menjaga kebersihan), serta asupan cairan
tinggi dan miksi secara teratur dapat membantu mencegah ISK berulang.1

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. Konsensus Infeksi Saluran Kemih pada Anak.
Jakarta: UKK Nefrologi IDAI; 2011. h1-30.
2. Stein R, Dogan HS, Hoebeke P, et al. Urinary Tract Infections in Children: EAU/ESPU Guidelines. European
Urology. 2015. p546 - 58.
3. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede PP,
penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002. h142-61.
4. Reisinger EC, Fritzsche C, Krause R, Krejs GJ. Diarrhea caused by primarily non-gastrointestinal
infections. Nat Clin Pract Gastroenterol Hepatol. 2005;2(5):216-222. doi:10.1038/ncpgasthep0167.
5. Pardede SO. Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak: Manifestasi Klinis dan Tatalaksana. Sari Pediatri.
April 2018; Vol 19, No.6.
6. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Clinical Presentation: History, Physical Examination, Complications
[Internet]. Emedicine.medscape.com. 2021 [cited 16 July 2021]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/2500114-clinical
7. Schaefer T, Panda P, Wolford R. Dengue Fever [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021 [cited 16 July 2021].
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430732
8. Hung N. Fluid management for dengue in children. Paediatrics and International Child Health.
2012;32(sup1):39-42.
9. Nugraha J, Marpaung F, Tam F, Lim P. Microbiological Culture Simplified Using Anti-O12 Monoclonal
Antibody in TUBEX Test to Detect Salmonella Bacteria from Blood Culture Broths of Enteric Fever Patients.
PLoS ONE. 2012;7(11):e49586.
10. Dunn N, Okafor C. Travelers Diarrhea [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021 [cited 16 July 2021]. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459348/
11. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children. [Place of publication not identified]:
World Health Organization; 2015.
12. Recommendations | Fever in under 5s: assessment and initial management | Guidance | NICE [Internet].
Nice.org.uk. 2021 [cited 16 July 2021]. Available from:
https://www.nice.org.uk/guidance/ng143/chapter/Recommendations#management-by-the-paediatric-
specialist

27

Anda mungkin juga menyukai