Presentan:
Rizky Prasetyo
12100117169
Preseptor:
Wedi Iskandar, dr., Sp.A
Identitas Pasien
Nama : An. Z
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat, tgl lahir : Bandung, 30 September 2010
Umur : 8 Tahun
Anak ke : 1 dari 2 Bersaudara
Alamat : Cilangkreng
Tgl masuk : 24 Agustus 2018
Tgl pemeriksaan : 24 Agustus 2018
Saat ini pasien rencana diwarat di RS Al-Islam dan diberikan pengobatan. Ibu pasien
mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami keluhan panas badan yang sama dan
tidak mengetahui ada atau tidak adanya tetangga rumahnya yang menderita demam
berdarah. Tidak ada pengasapan di daerah tempat rumahnya. Lingkungan rumah
pasien banyak terdapat genangan air.
Riwayat Imunisai :
Pasien sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Usia 0 hari Hepatitis B (HB0)
Usia 1 bulan BCG, polio 1
Usia 2 bulan DPT-HB-Hib 1, polio 2
Usia 3 bulan DPT-HB-Hib 2, polio 3
Usia 4 bulan DPT-HB-Hib 3, polio 4, IVP
Usia 9 bulan Campak
Pemeriksaan Fisik
Antropometri :
Berat Badan : 41 kg
Tinggi badan : 125 cm
Status gizi : Gizi baik dengan perawakan normal
TB/U : -1 < SD < 0
BB/U : 2 < SD < 3
BMI : Obesity
Kepala
Bentuk : normochepal
Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)
Rambut : hitam halus, tidak mudah rontok
Mata : edema palpebrae (-), konjungtiva anemis -/-,
sclera icteric -/-, pupil bulat isokor, reflex cahaya +/+,
injeksi konjungtiva (-/-)
Telinga : lokasi normal, simetris, bentuk normal, sekret (-)
Hidung : lokasi normal, deviasi septum (-), sekret (-/-),
epistaksis (-/-)
Mulut :
Bibir : stomatitis (-) , perioral sianosis (-)
Gusi : gusi berdarah (+)
Mukosa : lembab, basah
Lidah : coated tongue (-)
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Leher
JVP : tidak meningkat
Kel. Tiroid : tidak ada pembesaran
KGB : tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks
Inspeksi : bentuk normal, pergerakan simetris, retraksi
intercostal (-)
Palpasi : gerakan simetris, sela iga tidak melebar.
Auskultasi :
Bunyi paru : VBS kanan = kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Bunyi jantung : S1, S2 murni regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Auskultasi : bising usus (+)
Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (-)
Palpasi : lembut, turgor normal, NT epigastrik (+),
hepatomegali(+) dan lien tidak teraba
pembesaran
Perkusi : timpanik
Anogenital : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Bentuk simetris, deformitas (-)
Sianosis perifer (-), petechiae (-) clubbing finger (-)
Akral hangat
CRT < 2 detik
RESUME
Seorang anak berusia 8 tahun dibawa oleh ibunta ke Poliklinik RS Al-Islam
dengan keluhan gelisah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Gelisah
muncul tiba-tiba yang sebelumnya diawali dengan adanya panas badan. Panas
badan sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Panas badan
dirasakan terus menerus dan naik turun tetapi tidak sampai ke suhu normal.
Keluhan disertai dengan lemas badan, nafsu makan turun, dan nyeri kepala.
Keluhan diikuti dengan gusi berdarah.Keluhan disertai mual dan nyeri pada
ulu hati. Pasien lahirkan dengan berat badan 2600 gram yang dirasakan cukup
bulan.
Pada pemeriksaan didapatkan tampak lesu, kesadaran compos mentis,
Terdapat hepatomegali.
Diagnosis Banding
Dengue Hemorrhagic Fever grade 3
Usulan Pemeriksaan
Darah rutin : Hb, leukosit, trombosit, Ht
IgM dan IgG dengue
Diagnosis Kerja
Dengue Hemorrhagic Fever grade 3
Penatalaksanaan
Umum
Rawat Inap
Infus RL, 10ml/Kgbb/jam = 10x41=410 ml/jam
Parasetamol sirup 3 x 1 cth
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit.
Khusus
Parasetamol syr 3 x 1 cth
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Patgen & Patfis DHF
Primer
Fagositosis o/APC
Sitolitik IFN
Migrasi Intrasel
sitokinT sitokinT
Sinyal Sinyal
makrofag
Aktivasi
spesifik
IgG & IgM
3 struktural protein C,Pr M,E 7 NS ->
NS1,NS 2A,NS
2B,NS3,NS4A,NS4V,NS5
Fagositosis virus -> opsonisasi
Peningkatan Imune complex dg
pd antibodi
IFN tan ROS epitop yg menempel
Translasi virak RNA o/ Ribosom RE - Peningka Mencapai treshold
> Single polipeptide ( dikontrol o/
celullar & viral protease)
treshold
Sitokin storm Mencapai
Fagositosis Gagagl
enhancment
Translasi dan folding Pr Inisiasi replikasi gonom dependent
M&E protein viral Antibody
Heterodimer Pr M/E
protein -> ke lumen Re RNA viral baru endositosis
mediated
membentuk timer
masuk via Fcr
Fasilitas virion
Dibungkus proten C
Sitokin storm
Engulfment
Ke transgolgi network
Deorganisasi antara
PRM/E dgn endoprotease
furin clevage
Terbentuk membran
protein M, Pr protein ->
stabilisasi E protein
Disosiasi protein Pr
Cox mengubah
Destruksi platelet Penurunan Peningkatan as. Arakhidonat di
di RES produksi permeabilitas hipotalamus
trombosit vaskuler
Prostaglandin
Trombositopenia Plasma leakage
Demam
Nyeri otot
Penurunan
volume
Intravaskular Torniquet test Ke Interstitial Vasodilatasi
vaskular
DSS
Peningkatan
simpatis Hipotensi
Penurunan perfusi
Vasodilatasi jaringan
Weak rapid pulse perifer
O2 menurun
Cold clammy
hands
ATP menurun
Otot Otak
Lemas Penurunan
kesadaran
1.NS1
Saat ini telah dikembangkan suatu pemeriksaan NS1 yang dapat mendeteksi atau
mendiagnosis infeksi virus dengue lebih awal,bahkan pada hari pertama onset demam
karena protein NS1 bersirkulasi dalam konsentrasi tinggi dalam darah selama awal
fase akut. Libraty dkk meneliti NS1 sudah terdeteksi pada hari ke 2 dan tertinggi
diapatkan pada hari ke 3.Dussart dkk meneliti 299 pasien demam dengue di
prancis.Didapatkan sensitivitas NS1 pada hari ke 1-4 demam adalah 87,6% dan 43%
pada hari ke 5-10 demam. Kumarasamy memperoleh bahwa hasil penelitiannya
sensitivitas NS1 utk virus dengue akut 93,4% dan spesifitas 100%.
Haemagglutination-inhibition(HI) test
Uji HI merupakan uji serologik yang dianjurkan menurut standar WHO dan dapat
mendeteksi antibodi anti dengue, baik IgM maupun IgG dalam serum. Infeksi virus
dengue akut ditandai dengan terdapat- nya peningkatan titer empat kali atau lebih
antara sepasang sera yaitu serum akut dan serum konvalesen.Akhir-akhir ini IgM
maupun IgG anti-dengue telah dapat dide- teksi dengan menggunakan pemeriksaan
Dengue Blot/Dengue Stick/Dot imunoassay Dengue. Uji ini merupakan salah satu uji
pilihan untuk diagnosis infeksi dengue akut, baik primer ataupun sekunder, dengan
meli- hat terdeteksinya kadar IgM anti-dengue pada serum tunggal. Terdeteksinya
IgG anti-dengue dapat dipakai untuk melihat apakah infeksi tersebut primer atau
sekun- der, tergantung dari standardisasi masing- masing reagen yang telah ditetapkan
setara dengan berapa kadar HI-nya
CAIRAN KRISTALOID DAN KOLOID
A. Definisi
1. Koloid
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan
suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen, dimana suatu zat
“didispersikan” ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran koloid berkisar
antara 1-100 nm.
Koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fase. Zat
yang didipersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan
untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi
bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi
bersifat kontinu. Pada campuran susu dengan air, fase terdispersi adalah
lemak, sedangkan medium dispersinya adalah air.
2. Kristaloid
Kristaloid adalah mayoritas berisi larutan air steril dengan elektrolit dan/atau
dekstrosa yang ditambahkan sesuai dengan kandungan mineral plasma
manusia. Kristaloid tersedia dalam berbagai formulasi, mulai dari hipotonik,
isotonik hingga hipertonik. Salah satu formulasi yang paling umum, normal
salin 0.9%, dirancang untuk perkiraan mineral dan konsentrasi elektrolit
plasma manusia.
Kristaloid merupakan cairan yang mempunyai komposisi mirip cairan
ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga
murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu
dilakukancross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik,
penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila
diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama
efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-
30 menit.
B. Mekanisme Kerja
1. Koloid
Cairan koloid adalah larutan kristaloid yang mengandung molekul besar
sehingga membran kapiler tidak permeabel terhadap cairan tersebut. Larutan
koloid merupakan pengganti cairan intravaskular. Darah total, plasma, dan
albumin pekat mengandung koloid alami dalam bentuk protein, terutama
albumin. Dextran danhydroxyethyl starches (HES) adalah koloid sintetis yang
dalam penggunaannya dapat digabung dengan darah total atau plasma, tetapi
tidak dianggap sebagai pengganti produk darah ketika albumin, sel darah
merah, antitrombin, atau protein koagulasi dibutuhkan.
Cairan koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan
efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume
vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan
larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya ¼ bagian tetap
tinggal dalam plasma pada akhir infus.2,4 Koloid adalah cairan yang
mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik.
Bila diberikan intravena, sebagian besar akan menetap dalam ruang
intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular,
namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma
akan menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai
ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada
volume yang diberikan.
2. Kristaloid
Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil
sehingga membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut. Cairan
kristaloid dapat mengganti dan mempertahankan volume cairan ekstraselular.
Oleh karena 75-80% cairan kristaloid yang diberikan secara IV menuju ruang
ekstravaskular dalam satu jam, maka cairan kristaloid sangat diperlukan untuk
rehidrasi interstisial. Konsentrasi natrium dan glukosa pada kristaloid
menentukan osmolalitas dan tonisitas larutan. Pada kebanyakan situasi kritis,
cairan kristaloid isotonis pengganti elektrolit yang seimbang, seperti cairan
Ringer laktat, digunakan untuk mengganti elektrolit dan bufer pada
konsentrasi khas cairan ekstraselular. Cairan kristaloid dalam volume besar
yang diberikan dengan cepat secara IV menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik intravaskular dan penurunan COP dengan cepat. Hal tersebut
mengakibatkan ekstravasasi ke interstisial.
C. Perbandingan
Komposisi cairan kristaloid:
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Sedangkan koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat
terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan
hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik.
Perbandingan kristaloid dan koloid
Kristaloid Kolloid
polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat diterima kanji
hidroksi (HES ) untuk pengantian volume paling mungkin akibat laporan-laporan
adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini. Laporan laporan
tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang terganggu dan
kecenderungan perdarahan yang meningkat sebagian besar berdasarkan pemakaian
preparat HES berat molekul tinggi ( HMW-HES ). Waktu paruh dari 90% partikel
HES adalah 17 hari.
Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi
anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian
HES adalah :Terapi dan profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapi
penggantian volume) berkaitan dengan pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok
traumatik), infeksi (syok septik), kombustio (syok kombustio). Sedangkan kontra
indikasi adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal (kreatinin serum >2
mg/dL dan >177 mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang
mengancam nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.
Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia. Albumin
dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 60 dalam 10 jam untuk meminimalisir resiko
transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus imunodefisiensi. Waktu paruh
albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan sekitar 90% tetap bertahan
dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.
ENTOMOLOGY
Fever
Vektor DBD adalah nyamuk. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk yang bisa menularkan
virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes scutellaris.
Aedes aegypti
A. MORPHOLOGY
a. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung
satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat
penampung air. Telur dapat bertahan sampai ± 6 bulan di tempat kering.
b. Jentik (larva)
Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu: 1)
Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm 2) Instar II : 2,5-3,8 mm 3) Instar III :
lebih besar sedikit dari larva instar II 4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm.
c. Pupa
Pupa berbentuk seperti ‘koma’. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping
dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.
d. Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ratarata nyamuk lain
dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan
kaki.
LIFE CYCLE
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) -pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa
hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam
waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung
6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan
dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan.
Aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti biasanya mulai pagi dan petang hari,
dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 - 17.00. Aedes aegypti
mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik,
untuk memenuhi lambungnya dengan darah.
C. CONTROL
2. Biology
DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo,
gabus, guppy, dll).
3. Management Lingkungan
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus
rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat
dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus
menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat
beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada
masyarakat/ individu untuk melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran
tokoh masyarakat untuk mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus
dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta
reward bagi yang berhasil melaksanakannya.
2.1.3.1 Definisi
Fogging merupakan suatu kegiatan penyemprotan insektisida dan PSN-DBD serta
penyuluhan pada masyarakat sekitar kasus dengan radius 200 meter, dilaksanakan 2
siklus dengan interval 7 hari oleh petugas.[28] Biasanya Fogging diadakan 2 kali di
suatu tempat menggunakan malathion dalam campuran solar dosis 438 g/ha. (500 ml
malathion 96%technical grade/ha). Sasaran adalah rumah serta bangunan di pinggir
jalan yang dapat dilalui mobil di desa endemis tinggi. Alat yang dipakai swing fog SN
1 untuk bangunan dan mesin ULV untuk perumahan. Waktu pengasapan pagi dan
sore ini dengan memperhatikan kecepatan angin dan suhu udara. Fogging dilakukan
oleh tim yang terlatih dari Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat sesudah survei dasar
.[29] Penanggulangan fogging fokus ini dilakukan dengan maksud untuk
mencegah/membatasi penularan penyakit. Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk
dewasa maupun larva. Untuk nyamuk dewasa saat ini dilakukan dengan cara
pengasapan (thermal fogging) atau pengagutan (colg Fogging = Ultra low volume).
Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada
dinding (resisual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada
dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian
yang tergantung. Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis
insektisida yang disemprotkan yang disemprotkan kedalan kamar atau ruangan
misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic