Anda di halaman 1dari 26

BED SIDE TEACHING

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Presentan:
Rizky Prasetyo
12100117169

Preseptor:
Wedi Iskandar, dr., Sp.A

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA
SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD AL IHSAN BANDUNG
2018
KASUS

Identitas Pasien

Nama : An. Z
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat, tgl lahir : Bandung, 30 September 2010
Umur : 8 Tahun
Anak ke : 1 dari 2 Bersaudara
Alamat : Cilangkreng
Tgl masuk : 24 Agustus 2018
Tgl pemeriksaan : 24 Agustus 2018

Identitas Orang Tua

Nama Ayah : Tn.I


Umur : 33th
Pekerjaan : PNS
Alamat : Cilengkrang 1

Nama Ibu : Ny.S


Umur : 30 th
Pekerjaan : IRT
Alamat : Cilengkrang 1
Anamnesis
Keluhan Utama :
Gelisah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik RS Al-Islam dengan keluhan gelisah. Gelisah dirasakan
sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Gelisah muncul secara tiba-tiba
dan dirasakan terus menerus. Gelisah muncul pada pasien semakin lama semakin
memburuk sehingga pasien tidak bisa tidur.
Keluhan gelisah pada pasien sebelumnya diawali dengan adanya panas badan. Panas
badan dirasakan sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Ibu pasien
mengatakan panas yang dialami anaknya dirasakan muncul secara tiba-tiba,
berlangsung terus menerus, dan naik turun. Panas badan saat turun masih terasa
hangat saat diperiksa oleh tangan ibunya. Panas badan dirasakan semakin hari
semakin tinggi tetapi mulai menurun pada hari ke 5. Saat muncul demam ibu pasien
tidak mengetahui suhu tertinggi pasien karena tidak memiliki alat pengukur panas
badan. Keluhan pasien disertai dengan lemas badan, nafsu makan yang turun, dan
nyeri kepala. Keluhan diikuti dengan gusi berdarah namun tidak disertai dengan
mimisan serta bintik-bintik kemerahan di daerah lengan atas dan bahu. Keluhan
disertai dengan adanya mual namun tidak diikuti dengan muntah. Pasien juga
mengatakan keluhan disertai dengan nyeri di bagian ulu hati. Ibu pasien mengatakan
sebelumnya jari tangan dan kaki pasien terasa dingin .Ibu pasien mengatakan keluhan
tidak disertai dengan nafas yang terlihat cepat dan BAK yang menjadi lebih
sedikit.Ibu pasien mengatakan keluhan tidak disertai dengan adanya pegal-pegal di
badan.
Ibu pasien mengatakan keluhan tidak disertai dengan adanya nyeri sendi yang berat,
sakit kepala, dan terdapat bercak kemerahan di badannya. Ibu pasien mengatakan
keluhan tidak disertai dengan adanya BAK yang menjadi lebih sering dari
biasanya,BAK menjadi lebih sering tetapi sedikit,nyeri pada saat BAK, perut menjadi
lebih cembung. Ibu pasien menyangkal adanya batuk pilek,nyeri tenggorokan,sakit
kepala,lemas dan mata berair. Ibu pasien mengatakan keluhan tidak disertai dengan
adanya hidung tersumbat, rasa menelan lendir,nyeri di bagian wajah dan nafas yang
terasa bau. Ibu pasien mengatakan keluhan tidak disertai dengan adanya batuk yang
memberat di malam hari, suara serak,suara menjadi tidak jelas dan suara mengorok.
Ibu pasien mengatakan keluhan tidak disertai dengan adanya sesak nafas, batuk terus
menerus,batuk yang disertai dahak, adanya nyeri dada. Ibu pasien mengatakan
keluhan tidak disertai dengan adanya nyeri pada telinga,adanya cairan yang keluar
dari telinga,adanya penurunan pendengaran. Keluhan tidak disertai dengan adanya
ruam yang diawali dari kulit kepala,wajah,leher dan ke seluruh tubuh yang terasa
gatal. Keluhan tidak disertai dengan adanya bintik kemerahan yang berawal dari
belakang telinga dan menyebar ke seluruh tubuh dan mata merah. Ibu pasien
mengatakan keluhan tidak disertai dengan adanya BAB mencret dan menjadi lebih
sering, BAB berdarah. Ibu pasien mengatakan keluhan tidak disertai dengan adanya
muntah darah, dan terlihat pucat. Keluhan tidak disertai dengan adanya penurunan
kesadaran,bicara meracau dan pasien tidak merespon terhadap lingkungan sekitar.

Saat ini pasien rencana diwarat di RS Al-Islam dan diberikan pengobatan. Ibu pasien
mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami keluhan panas badan yang sama dan
tidak mengetahui ada atau tidak adanya tetangga rumahnya yang menderita demam
berdarah. Tidak ada pengasapan di daerah tempat rumahnya. Lingkungan rumah
pasien banyak terdapat genangan air.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Keluhan baru pertama kali dialami oleh pasien,pasien belum pernah dirawat
sebelumnya. Sebelum dibawa ke rumah sakit ibu pasien telah memberikan obat
penurun panas.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak terdapat riwayat penyakit yang sama pada keluarganya.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Pasien merupakan anak pertama dari ibu G2P2AO. Selama masa kehamilan ibu
pasien melakukan kontrol kehamilan ke bidan. Selama masa kehamilan ibu pasien
tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan penyakit diabetes. Ibu pasien juga
menyangkal pernah mengalami demam, terjatuh saat hamil, mengkonsumsi obat-
obatan dan jamu-jamuan selama masa kehamilan, perdarahan, dan keputihan.
Keluarga pasien tidak memiliki hewan peliharaan binatang seperti kucing dan yang
lainya.
Pasien lahirkan dengan berat badan lahir 2600 gram, tinggi badan dan lingkar kepala
ibu pasien tidak mengingatnya melalui proses persalinan yang dibantu oleh bidan
pada kehamilan yang dirasakan cukup bulan. Menurut ibu ketuban berwarna jernih
dan tidak berbau. Setalah lahir pasien langsung menangis dan gerakan otot kuat.
Riwayat kuning pada bayi disangkal oleh ibu pasien.
Asupan Makanan
0 bulan – 6 bulan : ASI eksklusif
7 bulan – 15 bulan : ASI dan MPASI
15 bulan- 24 bulan : ASI + bubur nasi + menu keluarga
2 tahun keatas : Makanan keluarga (1 hari sebanyak 2-3 kali makan,konsumsi
makanan seperti nasi dengan lauk pauk,seperti sayuran dan daging)

Riwayat Imunisai :
Pasien sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Usia 0 hari  Hepatitis B (HB0)
Usia 1 bulan  BCG, polio 1
Usia 2 bulan  DPT-HB-Hib 1, polio 2
Usia 3 bulan  DPT-HB-Hib 2, polio 3
Usia 4 bulan  DPT-HB-Hib 3, polio 4, IVP
Usia 9 bulan  Campak
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak lesu


Kesadaran : Compos mentis
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 135 x/ menit
Respirasi : 26 x/ menit, reguler
Suhu : 37,2 ºC

Antropometri :
Berat Badan : 41 kg
Tinggi badan : 125 cm
Status gizi : Gizi baik dengan perawakan normal
TB/U : -1 < SD < 0
BB/U : 2 < SD < 3
BMI : Obesity
Kepala
Bentuk : normochepal
Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)
Rambut : hitam halus, tidak mudah rontok
Mata : edema palpebrae (-), konjungtiva anemis -/-,
sclera icteric -/-, pupil bulat isokor, reflex cahaya +/+,
injeksi konjungtiva (-/-)
Telinga : lokasi normal, simetris, bentuk normal, sekret (-)
Hidung : lokasi normal, deviasi septum (-), sekret (-/-),
epistaksis (-/-)
Mulut :
Bibir : stomatitis (-) , perioral sianosis (-)
Gusi : gusi berdarah (+)
Mukosa : lembab, basah
Lidah : coated tongue (-)
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Leher
JVP : tidak meningkat
Kel. Tiroid : tidak ada pembesaran
KGB : tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks
Inspeksi : bentuk normal, pergerakan simetris, retraksi
intercostal (-)
Palpasi : gerakan simetris, sela iga tidak melebar.
Auskultasi :
Bunyi paru : VBS kanan = kiri, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Bunyi jantung : S1, S2 murni regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Auskultasi : bising usus (+)
Inspeksi : datar, retraksi epigastrium (-)
Palpasi : lembut, turgor normal, NT epigastrik (+),
hepatomegali(+) dan lien tidak teraba
pembesaran
Perkusi : timpanik
Anogenital : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Bentuk simetris, deformitas (-)
Sianosis perifer (-), petechiae (-) clubbing finger (-)
Akral hangat
CRT < 2 detik
RESUME
Seorang anak berusia 8 tahun dibawa oleh ibunta ke Poliklinik RS Al-Islam
dengan keluhan gelisah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Gelisah
muncul tiba-tiba yang sebelumnya diawali dengan adanya panas badan. Panas
badan sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Panas badan
dirasakan terus menerus dan naik turun tetapi tidak sampai ke suhu normal.
Keluhan disertai dengan lemas badan, nafsu makan turun, dan nyeri kepala.
Keluhan diikuti dengan gusi berdarah.Keluhan disertai mual dan nyeri pada
ulu hati. Pasien lahirkan dengan berat badan 2600 gram yang dirasakan cukup
bulan.
Pada pemeriksaan didapatkan tampak lesu, kesadaran compos mentis,
Terdapat hepatomegali.

Diagnosis Banding
Dengue Hemorrhagic Fever grade 3

Usulan Pemeriksaan
Darah rutin : Hb, leukosit, trombosit, Ht
IgM dan IgG dengue

Diagnosis Kerja
Dengue Hemorrhagic Fever grade 3

Penatalaksanaan
Umum
Rawat Inap
Infus RL, 10ml/Kgbb/jam = 10x41=410 ml/jam
Parasetamol sirup 3 x 1 cth
Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit.
Khusus
Parasetamol syr 3 x 1 cth

PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Patgen & Patfis DHF

Gigitan nyamuk vektor DEN virus

DEN virus masuk ke dalam


darah/jaringan melalui kulit

Primer
Fagositosis o/APC

Sel target-> MN fagosit dgn Interaksi dgn PRR (c-type


FCR(monosit,makrofag,DC,langerhan leptin,TLR)
s cell) Presentasi antigen virion ke B
memory

Interaksi dg reseptor spesifik C type


leptin-> myeloid cell -> ICAM 3 Induksi sinyal via transkription factor
CD,mannose reseptor
B memory -> Plasma cell -> IgM/IgG

Induksi reseptor mediated endositosis NK cell DC cell


-> clathrin mediated pada clathrin
Opsonisasi -> immune complex dgn
coated pit
Ab

Sitolitik IFN
Migrasi Intrasel

-Roling over reseptor Fc portion menempel dg Fcr reseptor


-Virus reseptor complex Parakrin&autocrine effect

Aktivasi JAK Fagositosis & presentasi MHC di lympoid


S1 particle-> Rab s(+) early pathway -> aktivasi organ
endosome -> Rab 7(+) late endosome protein afector

Aktivasi naive T cell & b cell


Menurunka Meningk
n reolikasi atkan
Tho B cell
DEN V ekspresi
PH acid-> disosiasi hemodimer E -> MHC
exposure hydropobic fucion peptide class II Th1
DAM II ke target membran -> foiding Switching memory
DAM II -> menyatukan membran sel Class B
target dan virus -> fusi membran sel -
> pelepasan nucleocapsid ke sitosol NF sitotoksik
IFN,IL,T Aktivasi T (+) (-)

sitokinT sitokinT
Sinyal Sinyal
makrofag
Aktivasi
spesifik
IgG & IgM
3 struktural protein C,Pr M,E 7 NS ->
NS1,NS 2A,NS
2B,NS3,NS4A,NS4V,NS5
Fagositosis virus -> opsonisasi
Peningkatan Imune complex dg

pd antibodi
IFN tan ROS epitop yg menempel
Translasi virak RNA o/ Ribosom RE - Peningka Mencapai treshold
> Single polipeptide ( dikontrol o/
celullar & viral protease)
treshold
Sitokin storm Mencapai
Fagositosis Gagagl

enhancment
Translasi dan folding Pr Inisiasi replikasi gonom dependent
M&E protein viral Antibody

Heterodimer Pr M/E
protein -> ke lumen Re RNA viral baru endositosis
mediated
membentuk timer
masuk via Fcr
Fasilitas virion
Dibungkus proten C

Inisiasi virion budding infeksi


dipermukaan RE Meningkatkan
Nucleocapsid

Sitokin storm

Engulfment

Ke transgolgi network

Deorganisasi antara
PRM/E dgn endoprotease
furin clevage

Terbentuk membran
protein M, Pr protein ->
stabilisasi E protein

Disosiasi protein Pr

Virion mature ->


eksositosis dan infeksi
sekitar
Opsonisasi Sitokin Storm

Menempel pd Penurunan Interaksi dg Pirogenm endogen


platelet hemopoesis reseptor di
endotel

Cox mengubah
Destruksi platelet Penurunan Peningkatan as. Arakhidonat di
di RES produksi permeabilitas hipotalamus
trombosit vaskuler

Prostaglandin
Trombositopenia Plasma leakage

Gang. hematosis Set poin thermic Sistemik

Demam

Nyeri otot
Penurunan
volume
Intravaskular Torniquet test Ke Interstitial Vasodilatasi
vaskular

hipovolemia Hematokrit Ptechiea Asites, efusi


meningkat pleura Flushing

DSS

Peningkatan
simpatis Hipotensi

Penurunan perfusi
Vasodilatasi jaringan
Weak rapid pulse perifer

O2 menurun
Cold clammy
hands

ATP menurun

Otot Otak

Lemas Penurunan
kesadaran
1.NS1

Saat ini telah dikembangkan suatu pemeriksaan NS1 yang dapat mendeteksi atau
mendiagnosis infeksi virus dengue lebih awal,bahkan pada hari pertama onset demam
karena protein NS1 bersirkulasi dalam konsentrasi tinggi dalam darah selama awal
fase akut. Libraty dkk meneliti NS1 sudah terdeteksi pada hari ke 2 dan tertinggi
diapatkan pada hari ke 3.Dussart dkk meneliti 299 pasien demam dengue di
prancis.Didapatkan sensitivitas NS1 pada hari ke 1-4 demam adalah 87,6% dan 43%
pada hari ke 5-10 demam. Kumarasamy memperoleh bahwa hasil penelitiannya
sensitivitas NS1 utk virus dengue akut 93,4% dan spesifitas 100%.

IGM & IgG


IGM merupakan respon antibody primer di penderita yang terinfeksi virus dengue
untuk pertama kali, dapat ditemukan saat suhu tubuh turun atau setelah hari ke 3-
6.Kadarnya meningkat selam 1-3 minggu dan bertahan 60-90 hari.
IgG baru muncul setelah hari ke 14 .
Berdasarkan penelitian Sensitivitas rapid cassette adalah97,7%.Hal tersebut
disebabkan karena IgM&IgG menggunakan penggabungan kembali (rekombinan)
yang mengandung DEN 1,2,3,4 sehingga bersprektum luas dan dapat melacak
antibody terhadap semua serotip virus dengue.
Spesifitas IgM& IgG pada penelitian ini adalah 92,5%.Karena manggunakan
antihuman Igm&IgG monoclonal dan konjugat colloidal gold labeled monoclonal anti
dengue dan hanya dapat melacak antibody terhadap golongan flavivirus virus dengue.

Haemagglutination-inhibition(HI) test

Uji HI merupakan uji serologik yang dianjurkan menurut standar WHO dan dapat
mendeteksi antibodi anti dengue, baik IgM maupun IgG dalam serum. Infeksi virus
dengue akut ditandai dengan terdapat- nya peningkatan titer empat kali atau lebih
antara sepasang sera yaitu serum akut dan serum konvalesen.Akhir-akhir ini IgM
maupun IgG anti-dengue telah dapat dide- teksi dengan menggunakan pemeriksaan
Dengue Blot/Dengue Stick/Dot imunoassay Dengue. Uji ini merupakan salah satu uji
pilihan untuk diagnosis infeksi dengue akut, baik primer ataupun sekunder, dengan
meli- hat terdeteksinya kadar IgM anti-dengue pada serum tunggal. Terdeteksinya
IgG anti-dengue dapat dipakai untuk melihat apakah infeksi tersebut primer atau
sekun- der, tergantung dari standardisasi masing- masing reagen yang telah ditetapkan
setara dengan berapa kadar HI-nya
CAIRAN KRISTALOID DAN KOLOID

A. Definisi
1. Koloid
Koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaannya antara larutan dan
suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen, dimana suatu zat
“didispersikan” ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran koloid berkisar
antara 1-100 nm.
Koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fase. Zat
yang didipersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan
untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi
bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi
bersifat kontinu. Pada campuran susu dengan air, fase terdispersi adalah
lemak, sedangkan medium dispersinya adalah air.
2. Kristaloid
Kristaloid adalah mayoritas berisi larutan air steril dengan elektrolit dan/atau
dekstrosa yang ditambahkan sesuai dengan kandungan mineral plasma
manusia. Kristaloid tersedia dalam berbagai formulasi, mulai dari hipotonik,
isotonik hingga hipertonik. Salah satu formulasi yang paling umum, normal
salin 0.9%, dirancang untuk perkiraan mineral dan konsentrasi elektrolit
plasma manusia.
Kristaloid merupakan cairan yang mempunyai komposisi mirip cairan
ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga
murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu
dilakukancross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik,
penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila
diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama
efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-
30 menit.

B. Mekanisme Kerja
1. Koloid
Cairan koloid adalah larutan kristaloid yang mengandung molekul besar
sehingga membran kapiler tidak permeabel terhadap cairan tersebut. Larutan
koloid merupakan pengganti cairan intravaskular. Darah total, plasma, dan
albumin pekat mengandung koloid alami dalam bentuk protein, terutama
albumin. Dextran danhydroxyethyl starches (HES) adalah koloid sintetis yang
dalam penggunaannya dapat digabung dengan darah total atau plasma, tetapi
tidak dianggap sebagai pengganti produk darah ketika albumin, sel darah
merah, antitrombin, atau protein koagulasi dibutuhkan.
Cairan koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan
efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume
vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan
larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya ¼ bagian tetap
tinggal dalam plasma pada akhir infus.2,4 Koloid adalah cairan yang
mengandung partikel onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik.
Bila diberikan intravena, sebagian besar akan menetap dalam ruang
intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular,
namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma
akan menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai
ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada
volume yang diberikan.
2. Kristaloid
Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil
sehingga membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut. Cairan
kristaloid dapat mengganti dan mempertahankan volume cairan ekstraselular.
Oleh karena 75-80% cairan kristaloid yang diberikan secara IV menuju ruang
ekstravaskular dalam satu jam, maka cairan kristaloid sangat diperlukan untuk
rehidrasi interstisial. Konsentrasi natrium dan glukosa pada kristaloid
menentukan osmolalitas dan tonisitas larutan. Pada kebanyakan situasi kritis,
cairan kristaloid isotonis pengganti elektrolit yang seimbang, seperti cairan
Ringer laktat, digunakan untuk mengganti elektrolit dan bufer pada
konsentrasi khas cairan ekstraselular. Cairan kristaloid dalam volume besar
yang diberikan dengan cepat secara IV menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik intravaskular dan penurunan COP dengan cepat. Hal tersebut
mengakibatkan ekstravasasi ke interstisial.

C. Perbandingan
Komposisi cairan kristaloid:
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Sedangkan koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat
terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan
hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik.
Perbandingan kristaloid dan koloid

Kristaloid Kolloid

Efek volume - Lebih baik (efisien, volume


intravaskuler lebih kecil, menetap lebih lama
Efek volume interstisial Lebih baik -
Sembab paru Keduanya sama-sama potensial menyebabkan sembab
paru
Sembab perifer Sering Jarang
Koagulopati - Dekstran > kanji hidroksi etil
Aliran urine Lebih besar GFR menurun
Reaksi-reaksi Tidak ada Jarang
Harga Murah Albumin mahal, lainnya sedang

Syok Hipovolemik, Kristaloid atau Koloid?


Kristaloid disebutkan dapat menahan perpindahan cairan dengan cara
mempertahankan tekanan osmotik yang disebabkan oleh partikel elektrolit yang
terkandung, sedangkan cairan koloid memiliki kekuatan yang berasal dari gradien
tekanan onkotik yang ditimbulkan dari pemberian cairan koloid. Sehingga, efek
volume expansion dari darah disebabkan oleh tonisitas larutan dan juga kekuatan
tekanan onkotik.
Cairan kristaloid yang umumnya digunakan sebagai volume expansinon terbagi
dalam golongan cairan isotonik dan hipertonik dan juga dikategorikan menjadi cairan
nonbuffered (seperti isotonik saline/NaCl 0,9%) dan buffered (seperti RL, RA).
Sedangkan untuk cairan koloid dibagi menjadi 2 golongan, yaitu hipoonkotik (seperti
gelatin dan albumin 4%/5%) dan hiperonkotik (seperti, dextran, HES, dan albumin
20%/25%). Secara umum, cairan koloid dikatakan lebih efisien dibandingkan cairan
kristaloid dalam hal jumlah cairan yang dapat bertahan di dalam ruang intravaskuler,
sehingga jumlah cairan yang diperlukan lebih sedikit pada cairan koloid vs cairan
kristaloid untuk mencapai goal hemodinamik yang sama. Selain daripada itu, terdapat
kekhawatiran akan penggunaan HES yang dapat meningkatkan risiko kematian dan
juga kejadian AKI (acute kidney injury).
Pada sebuah studi terakhir yang dilakukan pada populasi pasien ICU yang
membandingkan penggunaan cairan resusitasi albumin 5% atau HES 6%
menunjukkan hasil yang sebanding dalam angka mortalitas yang dibandingkan
dengan penggunaan cairan saline isotonis. Meskipun demikian, pada tatalaksana
Surviving Sepsis Campaign yang terbaru, penggunaan cairan kristaloid lebih
direkomendasikan untuk digunakan sebagai terapi cairan pada pasien sepsis jika
dibandingkan dengan cairan HES.
Sebuah studi international terbaru yang diikuti oleh kurang lebih 57 ICU di
kawasan Eropa dilakukan untuk menilai efek dari pemberian cairan resusistasi
kristaloid vs koloid terhadap mortalitas pada pasien dengan penyakit kritis (CRISTAL
Study). Studi ini dilakukan secara acak dan dikelompokkan menjadi 2 kelompok
paralles yang mengikutsertakan 2857 pasien ICU yang mendapatkan terapi cairan.
Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, pada kelompok cairan koloid pasien dapat
menerima cairan koloid gelatin, albumin 4%/5%, dextran, HES, atau albumin
20%/25%, akan tetapi terdapat restriksi penggunaan dari HES, yaitu tidak melebihi 30
mL/kg berat badan. Pada kelompok cairan kristaloid, pasien dapat menerima cairan
saline isotonis atau cairan kristaloid buffered lainnya. Parameter utama yang dinilai
adalah mortalitas 28 hari dan 90 hari.
Berikut adalah hasil dari studi tersebut: angka kematian dalam 28 hari sebanding
antara kelompok koloid dan kristaloid (p=0,26). RR dari kristaloid: 0,96 [95%
CI;0,88-1,04]. Angka kematian dalam 90 hari secara bermakna lebih rendah pada
kelompok koloid jika dibandingkan dengan kelompok kristaloid (p=0,03). Jumlah
hari dapat hidup tanpa ventilator pada hari ke-7 dan hari-28 secara bermakna lebih
tinggi pada kelompok koloid jika dibandingkan dengan kelompok kristaloid (p=0,01).
Jumlah hari dapat hidup tanpa vasopressor pada hari ke-7 dan hari-28 secara
bermakna lebih tinggi pada kelompok koloid jika dibandingkan dengan kelompok
kristaloid (p=0,04 dan p=0,03).
Kesimpulan: Diantara pasien ICU yang mengalami hipovolemia, penggunaan dari
cairan koloid jika dibandingkan dengan kristaloid tidak memiliki perbedaan yang
bermakna dalam angka kematian 28 hari. Akan tetapi, mortalitas 90 hari secara
bermakna lebih rendah pada kelompok koloid, jika dibandingkan dengan kelompok
kristaloid.

Koloid versus kristaloid


Ada perbedaan mendasar antara koloid dan kristaloid dalam formulasinya.
Kristaloid didominasi oleh cairan air steril dengan elektrolit sehingga mirip dengan
kandungan mineral dari plasma darah manusia. Kristaloid tersedia dalam berbagai
formulasi, dari yang hipotonik daripada plasma hingga yang isotonik atau hipertonik.
Salah satu formulasi yang paling sering, normal saline 0,9%, dirancang untuk meniru
konsentrasi mineral dan elektrolit plasma manusia, namun masih ada perbedaan
substansial. Alternatif selain normal salin yang sering digunakan adalah Ringer laktat
yang lebih ketat meniru konsentrasi elektrolit plasma manusia serta mengandung
sejumlah kecil laktat.[3]
Koloid sering didasarkan pada larutan kristaloid sehingga mengandung air dan
elektrolit, namun memiliki komponen tambahan zat koloid yang tidak bebas berdifusi
melintasi membran semipermeabel.
Telah lama diduga bahwa pemberian setiap hasil cairan di atas tercantum dalam
resusitasi volume yang memadai dan aman berdasarkan catatan sejarah mereka
gunakan. Perbedaan utama antara kristaloid dan larutan koloid adalah kemampuan
koloid cairan untuk mempertahankan atau meningkatkan tekanan osmotik koloid bagi
pasien, dibandingkan dengan cairan kristaloid dimana tekanan osmotik berkurang
seiring terjadinya hemodilusi.
Perbedaan utama antara koloid dan kristaloid lainnya adalah bahwa koloid lebih
mahal daripada kristaloid. Karena perbedaan dalam biaya dan kurangnya data yang
menunjukkan superioritas, banyak rumah sakit dan organisasi kesehatan telah
membatasi penggunaan koloid dalam rangka untuk mengurangi pengeluaran biaya
farmasi.
Keamanan
Keamanan koloid pertama kali dipertanyakan oleh meta-analisis sederhana yang
dilakukan oleh Velanovich pada tahun 1989.[5] Sejak saat itu, telah ada sejumlah
tinjauan sistematis lainnya yang juga mempertanyakan keamanan koloid. Yang
pertama diterbitkan di BMJ pada tahun 1998 dimana satu kajian sistematis
mempertanyakan keamanan koloid secara umum,[6] dan yang lain mempertanyakan
secara khusus keamanan albumin.[7] Kedua meta-analisis menunjukkan bahwa ada
peluang kecil, tetapi secara statistik signifikan, untuk peningkatan risiko kematian
bagi pasien yang menerima koloid dibanding kristaloid. Sejak saat itu, dibuat meta-
analisis yang lebih ketat dan terfokus, termasuk penilaian komplikasi penggunaan
koloid, yang tidak menemukan perbedaan hasil antara pasien yang diobati dengan
koloid atau kristaloid.[8] Akhirnya, meta-analisis terbesar hingga saat ini masih
meneliti penggunaan albumin (sebagai lawan pengelompokan semua koloid) dan
kembali melaporkan bahwa tidak ada perbedaan dalam hasil bagi pasien yang dirawat
dengan albumin dibandingkan dengan kristaloid.[9]
Namun, pertanyaan mengenai keamanan koloid masih tetap ada dalam pikiran
dokter dan masih beredar dalam literatur. Berdasarkan masalah ini, Australia and New
Zealand Intensive Care Society’s Clinical Trials Group (ANZICS-CTG) merancang
dan melakukan salah satu percobaan terbesar dalam sejarah dalam bidang perawatan
kritis (critical care). Percobaan SAFE (Saline versus Albumin Fluid Evaluation)
secara acak memilih 7000 pasien sakit kritis yang memerlukan resusitasi cairan untuk
menerima kristaloid isotonik atau albumin isoonkotik. Dalam percobaan/studi ini,
tidak ada perbedaan secara keseluruhan dalam hasil berdasarkan apakah pasien
menerima koloid atau kristaloid (risiko relatif untuk kematian dengan penggunaan
koloid = 0,99; interval kepercayaan 95% 0,91-1,09, P=0,87). Namun, para peneliti
SAFE secara prospektif mendefinisikan 3 subkelompok penting untuk analisis
tertentu. Pasien dengan trauma dan memerlukan resusitasi cairan tampaknya lebih
cenderung mati jika mendapat koloid dan statistik ini benar untuk pasien dengan
cedera otak traumatis dibandingkan dengan pasien trauma secara keseluruhan (risiko
relatif untuk kematian = 1,62, interval kepercayaan 95% 1,12-2,34, P=0,009).
Peningkatan risiko kematian untuk pasien trauma cedera ini berbeda dengan pasien
sepsis berat yang mengalami penurunan kematian dengan menerima koloid (risiko
relatif = 0,87, interval kepercayaan 95% 0,74-1,02) .[10]
Larutan kristaloid cepat terdistribusi ke kompartemen cairan ekstraseluler
sehingga membutuhkan infus lebih besar daripada koloid untuk memperluas volume
intravaskular.[11] Selain itu, kristaloid diduga mengurangi konsentrasi protein serum
dan volume packed red cell. Perubahan ini tidak hanya mengganggu perbaikan
volume intravaskular, tetapi juga dapat meningkatkan risiko edema jaringan dan
penurunan perfusi jaringan. Selanjutnya, cairan berbasis salin mengandung sejumlah
besar klorida yang dapat mempengaruhi homeostasis bikarbonat dalam ginjal dan
menghasilkan asidosis metabolik hiperkloremik.[12] Pada kenyataannya, klorida
merupakan penentu signifikan aliran darah ginjal,[13] dan pemberian intravena cairan
normal salin telah dikaitkan dengan fungsi ginjal tertunda (delayed renal
function).[14] Akhirnya, pemberian cairan berbasis salin/garam yang hiperkloremik
untuk pasien bedah berusia tua diduga dapat memperburuk asidosis metabolik yang
berhubungan dengan operasi dan juga mengganggu perfusi mukosa lambung.[15]

Hydroxylethyl Starch (HES)


Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid sintetik

polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat diterima kanji
hidroksi (HES ) untuk pengantian volume paling mungkin akibat laporan-laporan
adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini. Laporan laporan
tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang terganggu dan
kecenderungan perdarahan yang meningkat sebagian besar berdasarkan pemakaian
preparat HES berat molekul tinggi ( HMW-HES ). Waktu paruh dari 90% partikel
HES adalah 17 hari.

Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi
anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian
HES adalah :Terapi dan profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapi
penggantian volume) berkaitan dengan pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok
traumatik), infeksi (syok septik), kombustio (syok kombustio). Sedangkan kontra
indikasi adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal (kreatinin serum >2
mg/dL dan >177 mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang
mengancam nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.

Albumin

Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia. Albumin
dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 60 dalam 10 jam untuk meminimalisir resiko
transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus imunodefisiensi. Waktu paruh
albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan sekitar 90% tetap bertahan
dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.
ENTOMOLOGY

Fever

Vektor DBD adalah nyamuk. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk yang bisa menularkan
virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes scutellaris.

Aedes aegypti

A. MORPHOLOGY

Morfologi tahapan Aedes aegypti sebagai berikut:

a. Telur

Telur berwarna hitam dengan ukuran ± 0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung
satu persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat
penampung air. Telur dapat bertahan sampai ± 6 bulan di tempat kering.

b. Jentik (larva)

Ada 4 tingkat (instar) jentik/larva sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu: 1)
Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm 2) Instar II : 2,5-3,8 mm 3) Instar III :
lebih besar sedikit dari larva instar II 4) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm.

c. Pupa

Pupa berbentuk seperti ‘koma’. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping
dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

d. Nyamuk dewasa

Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ratarata nyamuk lain
dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan
kaki.
LIFE CYCLE

Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu: telur - jentik (larva) -pupa - nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa
hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam
waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung
6-8 hari, dan stadium kepompong (Pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan
dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat
mencapai 2-3 bulan.

Aktivitas menggigit nyamuk Aedes aegypti biasanya mulai pagi dan petang hari,
dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00 -10.00 dan 16.00 - 17.00. Aedes aegypti
mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik,
untuk memenuhi lambungnya dengan darah.

C. CONTROL

Pengendalian spesies nyamuk ini dilakukan dengan berbagai cara: 1. Kimiawi

Dengan pemberian Larvasida (abate) ke dalam tempat penampungan air/penyimpanan


air bersih atau penggunaan insektisida seperti Organophospat (Malathion, methyl
pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine, Permethrine &
S-Bioalethrine) dengan cara fogging (pengasapan).

2. Biology

Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti predator/pemangsa,


parasite (Romanomermes iyengeri), bakteri (Baccilus thuringiensis israelensis),
sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor

DBD. Jenis predator yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo,
gabus, guppy, dll).

3. Management Lingkungan

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan sehingga tidak


kondusif sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction
seperti 3M plus (menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas, dan plus:
menyemprot, memelihara ikan predator, menabur larvasida dll); dan menghambat
pertumbuhan vektor (menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-
tempat yang gelap dan lembab di lingkungan rumah dll).

4. Pemberantasan Sarang Nyamuk(PSN)

Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus
rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat
dilakukan melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN-DBD) dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan, kegiatan 3 M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus
menerus/berkesinambungan. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat
beragam sering menghambat suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada
masyarakat/ individu untuk melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran
tokoh masyarakat untuk mau secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus
dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta
reward bagi yang berhasil melaksanakannya.

5. Pengendalian Vektor Terpadu (integrated Vector Management/IVM)


Fogging

2.1.3.1 Definisi
Fogging merupakan suatu kegiatan penyemprotan insektisida dan PSN-DBD serta
penyuluhan pada masyarakat sekitar kasus dengan radius 200 meter, dilaksanakan 2
siklus dengan interval 7 hari oleh petugas.[28] Biasanya Fogging diadakan 2 kali di
suatu tempat menggunakan malathion dalam campuran solar dosis 438 g/ha. (500 ml
malathion 96%technical grade/ha). Sasaran adalah rumah serta bangunan di pinggir
jalan yang dapat dilalui mobil di desa endemis tinggi. Alat yang dipakai swing fog SN
1 untuk bangunan dan mesin ULV untuk perumahan. Waktu pengasapan pagi dan
sore ini dengan memperhatikan kecepatan angin dan suhu udara. Fogging dilakukan
oleh tim yang terlatih dari Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat sesudah survei dasar
.[29] Penanggulangan fogging fokus ini dilakukan dengan maksud untuk
mencegah/membatasi penularan penyakit. Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk
dewasa maupun larva. Untuk nyamuk dewasa saat ini dilakukan dengan cara
pengasapan (thermal fogging) atau pengagutan (colg Fogging = Ultra low volume).
Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan menggunakan cara penyemprotan pada
dinding (resisual spraying) karena nyamuk Ae.aegypti tidak suka hinggap pada
dinding, melainkan pada benda-benda yang tergantung seperti kelambu dan pakaian
yang tergantung. Untuk pemakaian di rumah tangga dipergunakan berbagai jenis
insektisida yang disemprotkan yang disemprotkan kedalan kamar atau ruangan
misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic

Anda mungkin juga menyukai