Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan di Indonesia yang telah dilaksanakan selama


ini memberikan dampak terhadap tingkat kesehatan dan gizi masyarakat yang
menggembirakan, hal ini tercermin dengan rendahnya angka balita yang
menderita gizi buruk. Untuk mengantisipasi akibat dari masalah gizi buruk lebih
lanjut serta upaya menanggulangi secara komprehensif tentunya dibutuhkan
adanya informasi yang akurat penyebab timbulnya kasus gizi buruk.
Kwashiorkor merupakan suatu istilah untuk menyebutkan
gangguan gizi akibat kekurangan protein. Kwashiorkor berasal dari bahasa salah
satu suku di Afrika yang berarti "kekurangan kasih sayang ibu". Tanda yang
khas adalah adanya edema (bengkak) pada seluruh tubuh sehingga orang yang
menderita akan tampak gemuk, terutama pada bagian wajah. Perut yang
membesar juga sering ditemukan akibat dari timbunan cairan pada rongga perut
sehingga memunculkan istilah "busung lapar".
 
               Ketidakseimbangan kandungan makanan akan berdampak pada
kesehatan salah satunya adalah kekurangan protein. Kekurangan protein
menyebabkan manusia menderita penyakit yang disebut kwashiorkor atau
busung lapar. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk dari gangguan yang dikenal
sebagai Kurang Gizi dan Protein (KEP).  
Gejala awal KEP dimulai dengan anak yang tidak mengalami pertambahan tinggi
maupun berat badan. Bila keadaan lebih lanjut, anak menjadi kurus dan berat
badan justru menurun. Gejala yang ada adalah anak akan lesu, apatis, selalu
gelisah, dan cengeng. Anak juga akan mudah terserang penyakit infeksi. 
Apabila keadaan menjadi lebih buruk, anak yang mengalami kekurangan energi
dan protein sekaligus akan menjadi kurus-kering. Gejala kurus kering demikian
disebut sebagai marasmus seperti yang telah disebut di atas.   
Marasmus adalah berasal dari kata Yunani yang berarti kurus-kering. Sebaliknya
walau asupan protein sangat kurang, tetapi si anak masih menerima asupan
hidrat arang (misalnya nasi ataupun sumber energi lainnya), maka yang terjadi
adalah gejala kwashiorkor seperti disebut di atas tadi.
Pemahaman yang tepat baik untuk praktisi kesehatan maupun masyarakat
mengenai penyakit ini sangat penting. Pemahaman tersebut salah satunya dapat
tercapai melalui pembahasan tentang hernia inguinalis berdasarkan kasus yang
dilaporkan dalam tulisan ini.

BAB II
LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : By. Fariz M. Ilham

Umur : 5 bulan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Berat badan : 3570 gram

Tinggi badan : 53,5 cm

Agama : Islam
Bangsa : Indonesia

Alamat : Jl. Naskah Sukakarya, Palembang

MRS : 6 Juli 2012

II. ANAMNESIS

(Alloanamnesis dengan ibu kandung penderita, 8 Juli 2012)

Keluhan utama : BAB cair dan muntah

Keluhan tambahan : BB turun

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita BAB cair, dengan frekuensi ±
10x/ hari, volume ¼ gelas belimbing, lebih banyak cair > ampas, tidak berlendir, darah
pada BAB disangkal. OS muntah setiap kali menyusu, dengan frekuensi ± 10x/hari,
volume 1/5 gelas belimbing, yang isinya susu. OS mengalami demam naik turun, tetapi
tidak terlalu tinggi. Batuk pilek disangkal, sesak tidak ada, kejang disangkal. Berat badan
tertinggi 5200 gram pada saat OS usia 4 bulan.

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit

1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


GPA : G1P0A 0

Masa kehamilan : Aterm

Partus : Spontan

Penolong : Dokter

Tanggal : 11 Februari 2012

Berat badan lahir : 2400 kg

Panjang badan : 35 cm
Keadaan saat lahir : bayi langsung menangis, warna kemerahan, gerak
aktif

2. Riwayat Makanan
Asi :-

Susu Formula : 0 – sekarang (susu formula terkahir : Bebelac dengan takaran 6


sendok makan + 120 cc air.

3. Riwayat Imunisasi
o BCG : (+)
o Polio : (+) (1 dan 2)
o DPT : (+) (1 dan 2)
o Hepatitis B : (+) (1 dan 2)
o Campak : (-)

4. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu

Nama : Roni Dwi

Umur : 22 Tahun 21 tahun

Agama : Islam Islam

Perkawinan : Pertama Pertama

Pendidikan : SMA SMP

Pekerjaan : Tukang parkir IRT

Penyakit yang pernah diderita:

o Riwayat muntah dalam keluarga disangkal


o Riwayat BAB cair dalam keluarga disangkal

5. Riwayat Perkembangan Fisik


Gigi Pertama :-
Berbalik : 4 bulan

Tengkurap : 4 bulan

Duduk :-

Merangkak :-

Berdiri dan Berjalan : -

Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal

6. Status Gizi
BB/U = 3,57/7,7 = 46%

TB/U = 57/65 = 87,7%%

BB/TB = 3,57/4,5 = 79,3%

Kesan : Gizi Buruk

(<-3SD)

7. Riwayat penyakit yang pernah diderita


Riwayat batuk pilek sebelumnya disangkal

Riwayat bronkopneumonia ± 2 bulan yang lalu

Riwayat telinga keluar cairan ± 1 bulan yang lalu

8. Riwayat Sosial Ekonomi


Secara ekonomi, keluarga penderita tergolong kurang mampu.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak rewel

Kesadaran : compos mentis

BB : 3,570 gram

TB : 53,5 cm
Gizi : Gizi buruk

Edema umum : tidak ada

Sianosis : tidak ada

Dyspnoe : tidak ada

Anemis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Pernapasan : 54 kali/ menit

Tipe pernafasan : abdomino-thoracal

Turgor : kembali lambat

Tekanan Darah : tidak diukur

Nadi : 140 kali/ menit, isi dan tegangan cukup, reguler

Suhu : 36,4 oC

Keadaan Spesifik

Kulit

Anemis (-), kulit keriput dan kendor, baggy pants (+)

Kepala

Bentuk : bulat, simetris, mikrosefali

UUB : datar

Lingkar kepala : 36 cm

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : mata cekung (+)

Palpebra
Konjungtiva : konjungtiva anemis (-), edema (-)

Sklera: ikterik (-)

Pupil : d= ¢ 1,5 mm, refleks cahaya +/+, pupil bulat, isokor

Mulut-Bibir

Bentuk : tidak ada kelainan

Warna : sianosis sirkumoral tidak ada

GIGI dan MULUT : dalam batas normal

FARING TONSIL : dinding faring hiperemis, T1-T1

LEHER : perbesaran KGB tidak ada

Hidung : sekret tidak ada, NCH tidak ada

Telinga : sekret tidak ada

Thorax Depan dan Paru

Paru-paru

Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi tidak ada, pernapasan


torakoabdominal, iga manggembung (+)

Palpasi : stremfremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).

Jantung

Inspeksi : pulsasi, iktus cordis dan voussure cardiaque tidak terlihat

Palpasi : thrill tidak teraba

Perkusi : jantung dalam batas normal


Auskultasi : HR= 140 kali/ menit, irama reguler, murmur dan gallop tidak ada

Bunyi Jantung I dan II normal

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, Baggy pants (+)

Ekstremitas

Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada

Pemeriksaan Neurologis

Fungsi Motorik :

Tungkai Lengan

Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan kiri


Gerakan Segala arah Segala arah Segala arah Segala arah

Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Klonus - - - -
Refleks fisiologis +N +N +N +N

Refleks patologis - - - -

Fungsi sensorik : dalam batas normal


Fungsi nervi kraniales : dalam batas normal

Dejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)

IV. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM (6 Juli 2012)


Hematologi LED : 78 mm/jam

Hb : 7,9 g/dl

Ht : 26 vol%

Leukosit : 21.200 /mm3

Trombosit : 200.000/mm3

Diff count : 0/0/1/35/48/15 Gambaran Darah Tepi

Rt : 4,1 jt/mm3 E : mikrositik, hipokromik

MCH : 19 L : meningkat, bentuk normal

MCV : 62 T : cukup, bentuk normal

MCHC : 31 K: gambaran anemia normositik


normokromik disertai leukosit

Kimia Klinik

BSS : 94mg/dl Na : 152 mmol/l

Kolestrol total: 91 mg/dl K : 3,9 mmol/l

Asam urat: 5,3 mg/dl Ca : 1,7 mmol/l

Ureum : 50 mg/dl Cl : 127 mmol/l

Kreatinin : 0,5 mg/dl

Protein total : 7,8 g/dl

Albumin : 3,1 g/dl

Globulin : 4,7 g/dl

SGOT : 125 u/l

SGPT : 176 u/l


V. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Cek ulang darah rutin
- Cek ulang gula darah sewaktu
- Cek ulang elektrolit

VI. DIAGNOSIS KERJA


Marasmus kondisi III

VII. PENATALAKSANAAN

-Berikan kehangatan  selimuti anak


Fase stabilisasi awal :

-Glukosa 10% 50 ml PO
-2 jam pertama : Resomal 5 ml/kg BB 17,5 cc per 30 menit NGT
-10 jam berikutnya : Resomal 5-10 ml/kgBB  17,5 cc per 2 jam dan diselingi tiap jam dengan
F75 35 cc.
Fase stabilisasi lanjutan :

-Setelah diare atau muntah berkurang, dan F75 sebelumnya dapat dihabiskan  F75 55 cc per3
jam
-Setelah tidak ada diare dan muntah, serta F75 sebelumnya dapat dihabiskan  F75 75 cc per 4
jam
-Evaluasi denyut nadi, laju nafas dan suhu.
-Elekmin 1 cc untuk koreksi elektrolit
-Vit B complex 1x1 cth
-As folat 1x1 mg
-Vit C 1x1 tab
-Ampisilin 50 mg/kgBB/hari setiap 6 jam selama 2 hari
-Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari 1x/hari selama 7 hari
Fase transisi:

-Bila F-75 dapat dihabiskan lanjutkan ke fase transisi


-F-75 diganti dengan F-100 setiap 4 jam dengan dosis sesuai BB (75ml per 4 jam) dan
pertahankan selama 2 hari
-Catat nadi, frekuensi napas dan asupan F-100 setiap 4 jam
-Pada hari ke-3, F-100 setiap 4 jam dengan dosis sesuai BB (90-130ml per 4 jam)
-Pada 4 jam berikutnya dosis F100 dinaikkan 10 cc hingga anak tidak dapat menghabiskan jumlah
F100 yang diberikan.
-Pada hari ke-4, F-100 90-130ml per 4 jam dipertahankan sampai hari ke 7-14 sesuai kondisi anak.
Fase rehabilitasi :

- Makanan terus diberikan sampai tercapai BB/TB-PB

> - 2 SD

I. BB < 7 Kg

• F-100
• Makanan bayi/lumat
• Sari buah
II. BB > 7 Kg

• F-100
• Makanan anak/lunak
• Buah
Fase tindak lanjut di rumah :

1. Makan lebih sering


2. Kontrol teratur
Bulan pertama, tiap minggu

Bulan kedua, tiap 2 minggu

Bulan ketiga, tiap bulan

3. Imunisasi

Campak setelah fase rehabilitasi

Booster imunisasi dasar (BCG, Polio, DPT, Hepatitis B)

4. Vitamin A setiap 6 bulan

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

X. FOLLOW UP

Tanggal

6 Juli 2012 S : muntah, diare, demam (39,2oC) A : fase stabilisasi kondisi III

O : BB = 3450 gram P : - Glukosa 50 ml PO

Kepala : mikrosefali, UUB cekung (-) -Resomal 17,5 cc per 30


menit NGT 20.00-
Mata : Konjungtiva anemis (+) 22.00 WIB
Hidung : NCH (-) -Resomal 17,5 cc per 2 jam
dan diselingi tiap jam
Mulut : bibir kering (-), terpasang NGT dengan F75 35 cc.
22.00 – 08.00 WIB
Thorax : simetris, retraksi (-), iga gambang (+)

Cor : BJ I dan II N, bising (-)

Pulmo : Vesikuler + N, rhonki (-/-), wheezing


(-/-)

Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba


membesar

Ekstremitas : akral hangat

Baggy pants (+), turgor lambat


7 Juli 2012 S : muntah (-), diare (-), demam (-) A : perbaikan

O : BB : 3570 gram P : - susu F75 12 x 35 cc +


elekmin 1 cc PO
Kepala : mikrosefali, UUB cekung (-)
-Vit B complex 1x1 cth
Mata : Konjungtiva anemis (-) -As folat 1x1 mg
Hidung : NCH (-) -Vit C 1x1 tab
- Cotrimoxazol 2x2 cc
Mulut : bibir kering (-), terpasang NGT
Thorax : simetris, retraksi (-), iga gambang (-)

Cor : BJ I dan II N, bising (-)

Pulmo : Vesikuler + N, rhonki (-/-), wheezing


(-/-)

Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba


membesar

Ekstremitas : akral hangat

Baggy pants (+), turgor lambat


8 Juli 2012 S : muntah (-), diare (-), demam (-) A : tetap

O : Kepala : mikrosefali, UUB cekung (-) P : - susu F75 12 x 35 cc +


elekmin 1 cc PO
Mata : Konjungtiva anemis (-)
-Vit B complex 1x1 cth
Hidung : NCH (-) -As folat 1x1 mg
Mulut : bibir kering (-), terpasang NGT -Vit C 1x1 tab
- Cotrimoxazol 2x2cc
Thorax : simetris, retraksi (-), iga gambang (-)

Cor : BJ I dan II N, bising (-)

Pulmo : Vesikuler + N, rhonki (-/-), wheezing


(-/-)

Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba


membesar

Ekstremitas : akral hangat

Baggy pants (+), turgor lambat

9 Juli 2012 S : muntah (-), diare (+), sesak napas A :

O : Kepala : mikrosefali, UUB cekung (-) P : - susu F75 12 x 50 cc +


elekmin 1 cc PO
Mata : Konjungtiva anemis (-)
-Vit B complex 1x1 cth
Hidung : NCH (-) -As folat 1x1 mg
Mulut : bibir kering (-), terpasang NGT -Vit C 1x1 tab
-Ampisilin 3 x 120 mg
Thorax : simetris, retraksi (-), iga gambang (-) -Gentamisin 2 x 8,5 mg
- Resomal 50 ml bila
Cor : BJ I dan II N, bising (-)
muntah / diare
Pulmo : Vesikuler + N, rhonki (-/-), wheezing
(-/-)

Abdomen : datar, lemas, H/L tidak teraba


membesar

Ekstremitas : akral hangat


Baggy pants (+), turgor lambat

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Marasmus adalah suatu kondisi dimana anak mengalami defisiensi energi dan
protein. Ini merupakan salah satu dari tiga bentuk serius kekurangan energi
protein (KEP).
Penentuan KEP dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan
umur.Untuk menyatakan bahwa balita dikategorikan KEP ringan, sedang, berat dengan
menggunakan standar baku BB/U WHO-NCHS (Depkes RI 1999).

a. KEP Ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna
kuning, atau BB/U 70% - 80% baku median WHO-NCHS
b. KEP Sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak dibawah garis merah
(BGM) atau BB/U 60% - 70% baku median WHO-NCHS
c. KEP Berat bila hasil penimbangan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS.

Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :


• Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh,
wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut
jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati,
otot mengecil (hipotrofi), bercak merah kecoklatan di kulit dan mudah terkelupas
(crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare
dan anemia.
• Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit,
wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutan
minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan
diare.
• Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

II. ETIOLOGI
Etiologi dari penyakit marasmus antara lain masukkan zat gizi yang tidak
adekuat, kebiasaan makan yang tidak tepat, kelainan metabolik dan malabsorbsi,
malformasi kongenital pada saluran pencernaan, penyakit ginjal menahun,
keadaan ekonomi keluarga (Arisman, 2004).

III. EPIDEMIOLOGI
Marasmus adalah masalah serius seluruh dunia yang melibatkan lebih dari 50
juta anak berusia kurang dari 5 tahun. Menurut WHO 49% dari 10,4 juta kematian
pada anak-anak usia kurang dari 5 tahun di negara-negara berkembang berkaitan
dengan PEM.
Di Indonesia, sebanyak 72% penderita gizi kurang ditemukan di daerah-daerah
kabupaten Indonesia dengan 2 – 4 dari 10 balita menderita gizi kurang.

IV. FAKTOR RESIKO


Beberapa faktor resiko untuk marasmus, yaitu:
- Kelaparan yang berkepanjangan
- Terpajan air yang terkontaminasi
- Kekurangan vit lain (vit A, E, K)
- Diet yang buruk, tidak seimbang dalam buah, sayur-sayuran, biji-bijian.

Secara garis besar penyebab marasmus, antara lain:


a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas
susu kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis
kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut
pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup.
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan.
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan
yang kurang akan menimbulkan marasmus.
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu
yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai
infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam
marasmus.
V. MANIFESTASI KLINIS

Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat mencolok adalah
hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak lonjong, berkeriput
dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya
lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih
jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60%
berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang.

Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :

1. Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit


2. Wajah seperti orang tua
3. Lethargi
4. Irritable
5. Kulit keriput (turgor kulit jelek), jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
(pakai celana longgar-baggy pants)
6. Ubun-ubun cekung pada bayi
7. Jaringan subkutan hilang
8. Malaise
9. Kelaparan
10. Apatis
11. Perut umumnya cekung
12. Tulang rusuk menonjol (Iga gambang, “piano sign”)
13. Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
14. Diare persisten

VI. PATOGENESIS
Petumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangkan
lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses
fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun
tidak didapat sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi
kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja
membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis
glukosa dan metabolik esensial lainnya asam amino untuk kepentingan
homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih
ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup
albumin.

Malabsorbsi, infeksi, Kegagalan melakukan sintesis


v
Sosial ekonomi anorexia kalori dan protein

Intake kurang dari


kebutuhan

Defisiensi protein dan kalori

Hilangnya lemak di bantalan kulit Daya tahan tubuh Asam amino esensial menurun
dan produksi albumin menurun

Turgor kulit menurun Keadaan umum lemah


dan keriput Atrofi / pengecilan otot

Resiko infeksi
Kerusakan integritas kulit Keterlambatan
pertumbuhan dan
Resiko infeksi saluran pencernaan
Anorexia, diare

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

 Anamnesis (penyakit & gizi)

o anamnesis awal  untuk mengetahui adanya tanda bahaya dan tanda penting:

 syok/renjatan

 letargis

 muntah dan atau diare atau dehidrasi

o anamnesis lanjutan  Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya gizi


buruk:

 riwayat kehamilan & kelahiran

 riwayat pemberian makan

 riwayat imunisasi & pemberian vit A

 riwayat penyakit penyerta/penyulit


 riwayat tumbuh kembang

 penyebab kematian pada saudara kandung

 status sosial, ekonomi dan budaya keluarga

 Pemeriksaan fisik (klinis dan antropometri)

o pemeriksaan fisik awal  untuk mengetahui adanya kedaruratan medis

 gangguan sirkulasi/syok

 gangguan kesadaran

 dehidrasi

 hipoglikemi

 hipotermi

o pemeriksaan fisik lanjutan

 Pengukuran dan penilaian antropometri


BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur),
LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut
tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan.

 Tanda klinis gizi buruk

Pada marasmus, anak kurus muncul dengan ditandai hilangnya lemak subkutan
dan pengecilan otot. Kulit tampak xerotik, keriput, dan longgar. Hilangnya bantalan
lemak bukal adalah karakteristik dari gangguan ini. Marasmus mungkin tidak memiliki
dermatosis klinis. Namun, temuan tidak konsisten termasuk kulit halus, rambut rapuh,
alopesia, pertumbuhan terganggu, dan fissuring pada kuku. Dalam kekurangan energi
protein, rambut lebih berada dalam fase (istirahat) telogen dari dalam fase (aktif)
anagen, kebalikan dari normal. Kadang-kadang, seperti pada anoreksia nervosa,
ditandai pertumbuhan rambut lanugo dicatat.

 Tanda defisiensi vitamin A pada mata dan mikronutrien lain


 Tanda dan gejala klinis penyakit penyerta/penyulit
 Pemeriksaan laboratorium/radiologi
Pemeriksaan Laboratorium WHO merekomendasikan tes laboratorium berikut:

 Glukosa darah
 Pemeriksaan pap darah dengan mikroskop atau pengujian deteksi langsung

 Hemoglobin

 Pemeriksaan urine pemeriksaan dan kultur

 Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit

 Serum albumin

 Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak, dan kerahasiaan
harus dipelihara.)

 Elektrolit

Hasil

 Temuan yang signifikan dalam kwashiorkor meliputi hipoalbuminemia (10-25 g /


L), hypoproteinemia (transferin, asam amino esensial, lipoprotein), dan
hipoglikemia.
 Plasma kortisol dan kadar hormon pertumbuhan yang tinggi, tetapi sekresi
insulin dan tingkat pertumbuhan insulin faktor yang menurun.

 Persentase cairan tubuh dan air ekstraseluler meningkat. Elektrolit, terutama


kalium dan magnesium, yang habis.

 Tingkat beberapa enzim (termasuk laktosa) yang menurun, dan tingkat lipid
beredar (terutama kolesterol) yang rendah.

 Ketonuria terjadi, dan kekurangan energi protein dapat menyebabkan


penurunan ekskresi urea karena asupan protein menurun. Dalam kedua
kwashiorkor dan marasmus, anemia defisiensi besi dan asidosis metabolik yang
hadir.

 Ekskresi hidroksiprolin berkurang, mencerminkan terhambatnya pertumbuhan


dan penyembuhan luka.
 Kemih meningkat 3-methylhistidine adalah refleksi dari kerusakan otot dan
dapat dilihat di marasmus.

 Malnutrisi juga menyebabkan imunosupresi, yang dapat menyebabkan hasil


negatif palsu tuberkulin kulit tes dan kegagalan berikutnya untuk secara akurat
menilai untuk TB.

 Biopsi kulit dan analisis rambut dapat dilakukan

 Analisis diet dan makanan

Riwayat  diet rinci  kuantitas asupan makanan (Food recall) dan kualitas asupan makanan
(Food frequency)

Pengukuran pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI), dan pemeriksaan fisik lengkap
ditunjukkan. Tindakan pengukuran tinggi badan-banding-usia atau berat badan-untuk-tinggi
pengukuran kurang dari 95% dan 90% dari yang diharapkan atau lebih besar dari 2 standar
deviasi di bawah rata-rata untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2 tahun, pertumbuhan
kurang dari 5 cm/th juga dapat menjadi indikasi defisiensi.

 Klasifikasi :
 KEP ringan   : > 80-90% BB  ideal terhadap TB (WHO-CDC)

 KEP sedang : > 70-80% BB  ideal terhadap TB (WHO-CDC)

 KEP berat : ≤ 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC).

VIII. PENATALAKSANAAN

Tetapkan Kondisi

Kondisi 1  Tanda Renjatan / Syok + Letargis/tidak sadar + muntah dan atau diare/dehidrasi

Kondisi 2  Letargis/tidak sadar + Muntah dan atau diare/dehidrasi

Kondisi 3  Muntah dan atau diare/dehidrasi

Kondisi 4  Letargis/tidak sadar

Kondisi 5  Jika tidak ditemukan tanda renjatan / syok + letargis/tidak sadar +


muntah/diare/dehidrasi
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :

Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)

 Penanganan hipoglikemi
 Penanganan hipotermi

 Penanganan dehidrasi

 Koreksi gangguan keseimbangan


elektrolit

 Pengobatan infeksi

 Pemberian makanan

 Fasilitasi tumbuh kejar

 Koreksi defisiensi nutrisi mikro

 Melakukan stimulasi sensorik dan


perbaikan mental

 Perencanaan tindak lanjut setelah


sembuh
Tatalaksana Khusus

1. Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia, yaitu apabila
kadar glukosa darah < 54mg/dL atau < 3mmol/L. Oleh karena itu, setiap anak gizi buruk
harus segera diberi makan atau larutan glukosa/ gula pasir 10% setelah masuk rumah
sakit. Pemberian makan yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk.
Apabila fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah,
maka semua anak gizi buruk harus dianggap mengalami hipoglikemia dan harus segera
ditangani sesuai panduan. Tanda anak yang mengalami hipoglikemia adalah letargis,
nadi lemah, dan kehilangan kesadaran.

2. Hipotermia
Diagnosis hipotermi adalah apabila suhu aksila <35,5oC. Tatalaksananya :

• Segera beri makan F-75, apabila diperlukan, lakukan rehidrasi terlebih


dahulu

• Pastikan bahwa anak berpakaian, termasuk kepalanya. Tutup dengan


selimut hangat dan letakan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau
lampu di dekatnya, atau letakan anak langsung pada dada atau perut ibunya. Apabila
menggunakan lampu listrik, letakan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh
anak

• Beri antibiotik sesuai pedoman

3. Dehidrasi
Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang
berlebihan mengenai derajat keparahannya pada anak gizi buruk. Hal tersebut
disebabkan oleh sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak
dengan gizi buruk, yaitu hanya dengan menggunakan gejala klinis saja. Anak gizi
buruk dengan diare cair, apabila gejala dehidrasi tidak jelas anggap dehidrasi ringan.
Tatalaksananya :

• Jangan menggunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat
dengan syok

23
• Beri ReSoMal secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
• Beri 5 mL/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
• Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 mL/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam
• Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang
keluar, dan apakah anak muntah
• Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
• Apabila anak masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare
• Usia <1 tahunà 50-100 ml setiap BAB
• Usia ≥1tahun 100-200 ml setiap BAB

4. Gangguan keseimbangan elektrolit


Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium
yang mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya.
Selain itu, pada anak dengan gizi buruk dapat terjadi kelebihan natrium total dalam
tubuh, walaupun kadar natrium dalam serum mungkin rendah. Kondisi tersebut dapat
menyebabkan terjadinya edema. Jangan obati edema dengan diuretikum. Pemberian
natrium yang berlebihan dapat menyebabkan kematian. Tatalaksananya :

• Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium dan magnesium yang


seudah terkandung di dalam larutan mineral mix yang ditambahkan dalam F-75,
F-100 atau ReSoMal
• Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
• Siapkan makanan tanpa menambah garam (NaCl)
5. Infeksi
Pada anak dengan gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti
demam, seringkali tidak ada. Padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering
terjadi pada gizi buruk. Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi
buruk mengalami infeksi saat mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani
dengan antibiotik. Tanda adanya infeksi berat adalah adanya hipoglikemia dan
hipotermia. Tatalaksananya :

24
- Antibiotik spektrum luas
• Apabila tidak ada komplikasi atau infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25
mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB) setiap 12 jam selama 5 hari
• Apabila terdapat komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat
letargis atau tampak sakit berat) atau anak terlihat sakit berat, maka berikan:
• Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilajutkan
dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau
ampisilin oral (50 mg/ kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total
selama 7 hari, ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap
hari selama 7 hari, ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV)
setiap hari selama 7 hari. Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam,
tambahkan Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5
hari
- Vaksin campak jika berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah
mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi
vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi bila syok.

6. Defisiensi zat gizi mikro

Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun
sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal. Tunggu sampai anak
mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya
pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah
infeksi. Berikan setiap hari selama 2 minggu:

- Multivitamin

- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selnjutnya 1 mg/ hari)

- Seng (2 mg Zn elemenatal/ kgBB/ hari)

- Tembaga (0,3 mg Cu/ kgBB/ hari)

- Ferosulfat 3 mg/ kgBB/ hari setelah berat badan naik (mulai fase rehibilitasi)

25
- Vitamin A diberikan secara oral pada hari pertama (kecuali apabila telah
diberikan sebelum dirujuk) dengan dosis:

• Anak < 6 bulan: 50.000 IU ( ½ kapsul biru)

• Anak 6-12 bulan: 100.000 IU (1 kapsul biru)

• Anak 1-5 tahun: 200.000 IU (1 Kapsul merah)

Pemberian makanan awal

Sifat utama yang menonjol dari pemberian makanan awal adalah:

• Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun
rendah laktosa
• Diberikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
• Apabila anak masih mendapatkan ASI, lanjutkan pemberian ASI, namun pastikan
bahwa jumlah F-75 yang ditentukan harus terpenuhi
Memberikan makanan untuk tumbuh kejar

Tanda yang menunjukan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:

• Kembalinya nafsu makan

• Edema minimal atau hilang

Tatalaksana :

Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke Formula tumbuh
kejar (F-100) (fase transisi) :

- Ganti F-75 dengan F-100, dan berikan F 100 dalam jumlah yang sama
dengan F-75 selam 2 hari berturut-turut
- Selanjutnya naikan jumlah F-100 sebanyak 10 mL setiap kali pemberian
sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya
hal tersebut terjadi ketika pemberian formula mencapai 200
mL/kgBB/hari. Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping
ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya
sebanding dengan F-100

26
- Setelah transisi bertahap, selanjutnya beri anak :
• Pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas
(sesuai kemampuan anak)
• Energi: 150-220 kkal/ kgBB/ hari
• Protein: 4-6 g/ kgBB/ hari
Apabila anak masih mendapatkan ASI, lanjutkan pemberian ASI, namun pastikan
bahwa anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan, karena ASI tidak
mengandung cukup energi untuk menunjang tumbuh kejar. Makanan-terpeutik-
siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF) yang mengandung energi
sebanyak 500 kkal/ sachet 92 g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.

7. Penilaian kemajuan
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah tahap
transisi dan mendapat F-100:

- Timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
- Hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/ kgBB/
hari
• Apabila kenaikan berat badan:
- Kurang (< 5g/kgBB/hari)à anak membutuhkan penilaian ulang secara
lengkap
- Sedang (5-10g/kgBB/hari)à periksa apakah target asupan terpenuhi,
atau mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi
- Baik (>10g/kgBB/hari)

8. Stimulasi sensorik dan emosional

Untuk memberikan stimulasi sensorik dan emosional, lakukan beberapa


tindakan berikut:

- Ungkapan kasih sayang

- Lingkungan yang ceria

27
- Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit per hari

- Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

- Keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya: menghibur, memberi makan,


memandikan, bermain)

Mempersiapkan pulang dan tindak lanjut di rumah

Apabila telah tercapai BB/TB>-2SD (setara dengan >80%), maka dapat dianggap
anak telah sembuh. Anak mungkin masih memiliki BB/U rendah karena anak
berperawakan pendek. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus
tetap dilanjutkan di rumah.

Berikan contoh kepada orang tua :

- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta
frekuensi pemberian makan yang sering
- Terapi bermain dan terstruktur
Selain itu juga sarankan ibu untuk melengkapi imunisasi dasar dan/atau ulangan
serta mengikuti program pemberian vitamin A.

9. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengukur kenaikan berat badan anak. Kenaikan
berat badan yang diharapkan adalah >50g/kgBB/minggu. Penyebab peningkatan
berat badan yang buruk antara lain:

• Pemberian makanan yang tidak adekuat, periksa :


• Bilamana pemberian makanan sudah benar
• Bilamana target intake energi dan protein tercapai
• Teknik pemberian makanan
• Kualitas perawatan
• Semua aspek penyediaan makanan
• Defisiensi nutrien spesifik, periksa :
• Keadekuatan komposisi mutivitamin
• Penyediaan elektrolit/mineral solution, dan apakah hal ini diresepkan dan
dikelola dengan benar

28
• Infeksi yang tidak diatasi
• Ulangi urinalisis untuk sel darah putih
• Periksa tinja
• Bila memungkinkan, lakukan X-ray dada
• HIV/AIDS
Selain memantau berat badan, perlu dilihat pula kondisi anak setelah pemberian
makanan, apakah terjadirefeeding syndrome atau tidak. Tanda refeeding syndrome
adalah timbulnya hipofosfatemia berat setelah uptake fosfat oleh sel selama minggu
pertama mulai refeed. Kadar fosfat dalam serum sebanyak ≤0,5 mmol/mL dapat
menimbulkan kelemahan, rabdomiolisis, disfungsi neutrofil, kegagalan kardiorespirasi,
arritmia, kejang, perubahan tingkat kesadaran, atau kematian mendadak. Kadar fosfat
harus dipantau selama refeeding, dan jika rendah, fosfat harus diberikan selama
refeeding untuk menangani hipofosfatemia berat.

IX. KOMPLIKASI
 Defisiensi Vitamin A
 Dermatosis
 Kecacingan
 Diare kronis
 Tuberkulosis

BAB IV

ANALISIS KASUS

Nama : By. Fariz M. Ilham

Umur : 5 bulan

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Berat badan : 3570 gram

29
Keluhan utama : BAB cair dan muntah

Keluhan tambahan : BB turun

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita BAB cair, dengan frekuensi
± 10x/ hari, volume ¼ gelas belimbing, lebih banyak cair > ampas, tidak berlendir,
darah pada BAB disangkal. OS muntah setiap kali menyusu, dengan frekuensi ±
10x/hari, volume 1/5 gelas belimbing, yang isinya susu. OS mengalami demam naik
turun, tetapi tidak terlalu tinggi. Batuk pilek disangkal, sesak tidak ada, kejang
disangkal. Berat badan tertinggi 5200 gram pada saat OS usia 4 bulan.

- Kesadaran : Komposmentis
- Denyut Nadi: 140 x/menit
- Laju Pernapasan : 54 x/menit
- Suhu : 36,4oC
- Kulit : Anemis (-), kulit kendor, baggy pants (+), turgor lambat kembali,
sianosis (-), ikterik (-).
- Kepala : Mikrosefali, UUB datar.
- Mata : Anemis (-), ikterik (-), produksi air mata cukup, mata cekung
- Telinga : Simetris, sekret (-)
- Mulut : Mukosa bibir kering (-)
- Toraks / paru : Simetris, ronkhi (-), wheezing (-), iga menggembung (+)
- Jantung : S1 = S2 tunggal, bising (-)
- Abdomen : Datar, lemas H/L tidak teraba membesar
- Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), sianosis (-)
- Genital, anus : ♂, DBN
- Pemeriksaan neurologis : DBN

30
Pada kasus ini, anak mempunyai masalah dengan saluran pencernaan dan
pernafasannya, di mana anak sering muntah, diare dan mengalami demam yang turun
naik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak rewel, adanya tanda-tanda gizi
buruk yaitu anak tampak sangat kurus tanpa edema, kulit keriput, turgor kembali
lambat, mata cekung, iga menggambang (piano sign), adanya baggy pants. Dan pada
pemeriksaan antoprometri didapatkan :

 BB/U = 3,57/7,4 = 48,2%  KEP Berat


 TB/U = 57/65 = 87,7%%
 BB/TB = 3,57/5 = 71,4% (z-score <-3SD)  Kesan : Gizi Buruk

Pada pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium didapatkan Hb yang menurun


dan peningkatan leukosit yang merupakan tanda terjadinya anemia dan infeksi yang
memang rentan terjadi pada anak dengan gizi buruk. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
perhitungan status gizi, dan pemeriksaan penunjang mengarah pada gizi buruk jenis
marasmus.

Penderita mengalami diare dan muntah, tetapi tidak mengalami syok ataupun
letargi, sehingga dimasukkan ke dalam kondisi 3. Sehingga penatalaksanaannya sesuai
dengan gizi buruk kondisi 3 dalam 10 langkah tatalaksana gizi buruk dari Direktorat Bina
Gizi.

31
BAB V
KESIMPULAN

Hernia adalah istilah umum yang menggambarkan adanya benjolan atau


protrusi suatu organ atau jaringan ke dalam jalur abnormal secara struktural. Kata
hernia berasal dari latin yang berarti “ruptur”. 1

Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen
muncul didaerah sekitar lipat paha. Hernia indirek lebih banyak daripada hernia
direk yaitu 2:1, dimana hernia femoralis lebih mengambil porsi yang lebih sedikit.

Secara umum hernia terjadi akibat kelemahan otot dinding abdomen dan
peningkatan tekanan intra abdomen.
Tatalaksana hernia terbagi menjadi tatalaksana operatif dan non operatif.
Tatalaksana nonoperatif terbatas pada tindakan reposisi dan pemakaian penyangga
atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Sedangkan tindakan operatif dapat dilakukan herniotomi atau herniorafi.
Prognosa tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan penanganan.
Tapi pada umumnya ‘baik’ karena kekambuhan setelah operasi jarang terjadi.
Pada penyakit hernia ini yang penting adalah mencegah faktor predisposisinya. 5

32

Anda mungkin juga menyukai