Pemeriksaan Fisik:
c. Suhu: hipotermia
c. KU: tampak lemah
Kesadaran: kompos mentis
TD: 85/50mmHg
Nadi: 96x/menit
Respirasi: 30x/menit
Suhu: 34,9o C d. Anemia (konjungtiva anemi)
d. Konjungtiva anemis, kelopak mata cekung, Dehidrasi (kelopak mata cekung)
Wajah anak lonjong, berkeriput, Marasmus
old man face, kulit kering, bersisik, (kulit kering, bersisik, lemak
subkutan tipis, baggy pants,
jaringan lemak subkutan tipis, baggy pants
old man face)
otot atrofi, pitting edema di kedua tungkai
Kwashiorkhor
bawah, ascites (atrofi otot, pitting edema,
ascites)
Pemeriksaan Laboratorium:
e. Hb 7 g/dl; Ht 18% e. Anemia
T f. Leukosit 6900/mm3 ; -/ 2/ 53 / 44 / 1 f. Tidak ada tanda infeksi
Trombosit 160.000/mm3 g. Defisiensi FE
g. ADT: Eritrosit hipokrom mikrositer h. Protein plasma
h. Protein serum 3,5 g/dl Hipoalbuminaria
Albumin: 2,3 g/dl i. Gangguan elektrolit
i. Na 125mEq/l; Kalium 3 mEq/l j. Hipogliikemi
j. GDS: 70 mg% k. Normal
k. Cholesterol 150 mg% l. Normal
l. SGOT 54 U/L; SGPT 40 U/L m. Tidak ada infeksi saluran kemih
m. Urin leukosit: 0/LPB
n. Kultur darah: belum ada hasil
Basic Science
Biokimia: metabolisme
KH, lemak, protein
Fisiologi: hormon
Patofisiologi dan Patogenesis kortisol, aldosterone,
vasopressin, tiroid,
↓ intake makanan penguraian PTH, insulin
cadangan makan ↑ gluconeogenesis
↑ lipolisis ↑ proteolisis
BHP marasmus kwashiokhor . Faktor risiko
- Faktor predisposisi :
Genetik, makanan, ada/
tidaknya gangguan
pencernaan
Epidemiologi - Faktor presipitasi : zat
DD gizi, daya beli keluarga,
- Pada anak < 5 tahun kepercayaan ibu tentang
- kematian anak balita Skenario 1: Anoreksia, makanan
akibat malnutrisi dehidrasi,
- Insidensi Negara Atrofi otot
berkemban Skenario 2: Marasmus,
- Pendidikan rendah kwasiokhor, xeroftalmus Pemeriksaan
- Sosial ekonomi rendah Skenario 3: Marasmus penunjang
kwasiokhor, anemia
- Pemeriksaan Darah
Lengkap
DK - Pemeriksaan Urin
- Pemeriksaan Feses
Penatalaksanaan .
Marasmus
kwashiokhor
BASIC SCIENCE
Prognosis
10 langkah Komplikasi
penatalaksanaan MAB
QAV : dubia
1. Hipoglikemia
QAF : ad bonam
a. Metabolisme Karbohidrat, Lemak, dan Protein
2. Over dehidrasi
3. Anemia
4. Gagal jantung
5. Hipotermi
6. Xeroftalmus
7. Noma
1. Metabolisme pada keadaaan cukup (Fed State)
Gambar 1 Metabolisme Karbohidrat, Lemak, dan Protein
(Fed State)
a. Karbohidrat
Makanan yang mengandung karbohidrat di dalam mulut akan di cerna menjadi maltose
(oleh ptialin) dan hasil akhirnya adalah glukosa Makanan yang mengandung
karbohidrat akan diserap oleh usus dalam bentuk glukosa, glukosa akan menjadi
asam piruvat melalui glukosa-6-fosfat dengan proses glikolisis yang akan diubah
menjadi triosa-fosfat dan menjadi asam piruvat. Apabila terdapat asupan oksigen,
maka asam piruvat akan mengalami dekarboksilasi oksidatif menjadi asetil KoA
melalui proses aerob, lalu akan mengalami siklus krebs, sehingga menghasilkan
ATP dan zat sisa yang berupa CO 2. Jika tidak ada asupan oksigen, maka akan
terjadi proses anaerob, yaitu asam piruvat akan menjadi asam laktat untuk
menghasilkan ATP yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan proses aerob.
Glukosa-6-fosfat akan diubah menjadi glikogen Apabila ATP dalam tubuh sudah
terpenuhi, selanjutnya melalui proses glikogenesis glukosa-6-fosfat akan
disimpan dalam hati dan otot yang dipengaruhi oleh hormon insulin, Jika
glikogen di hati dan otot sudah cukup, maka glukosa akan diubah menjadi lemak
dan protein.
b. Metabolisme karbohidrat menjadi lemak
Setelah glikogen dalam hati dan otot sudah mencukupi maka karbohidrat tidak akan
dibuang namun akan melanjutkan dengan proses lipogenesis dengan dipengaruhi
oleh hormon insulin. Proses ini berawal dari triosa-fosfat akan diubah menjadi
gliserol dan asetil KoA. Lalu asetil KoA akan diubah menjadi asam
lemak,kemudian VLDL dan LDL akan membawa gliserol dan asam lemak
menuju jaringan adiposa yang akan membentuk triasilgliserol (TAG).
c. Metabolisme karbohidrat menjadi protein
Jika lemak dalam dalam adiposa sudah cukup maka hormon
insulin,androgen,estrogen dan growth hormon akan mempengaruhi karbohidrat
untuk mengalami perubahan menjadi protein melalui proses proteogenesis .
Asam piruvat akan diubah menjadi alanin dengan bantuan NH3,asam amino
tersebut akan diubah menjadi protein fungsional dalam tubuh kita,terutama di
otot.
Pada keadaan kenyang tubuh masih menggunakan energi yang berasal dari glukosa
selama 0-4 jam sebanyak 10 – 40 g/hr.namun pada penggunaaan glukosa pada
keadaan kadarnya menurun yang asalnya kadar glukosanya 40 g/hr setelah 4 jam
menjadi 10 g/hr namun memasuki jam ke 5 (fasting state) total glukosa semakin
menurun. Hal ini mengakibatkan penggunaan glukagon di hati meningkat hingga
10g/hr. Setelah sampai ke 12 jam pertama (starved state) proses glukoneogenesis
di hati. Akibat kekurangan intake makanan sehingga proses tersebut akan
meningkat untuk menyalurkan glukosa ke otak sebagai energi. Namun jika
semakin bekurangnya intake makanan pertahanan metabolisme mannusia akan
berakhir pada hari ke 40.
b. Fisiologi Hormon
1. Hormon tiroid:
a. Hormon tiroid meningkatkan transkripsi sejumlah besar gen
b. Kebanyakan tiroksin yang disekresi oleh tiroid dikonversi menjadi
triiodotironin
c. Hormon tiroid mengaktivasi reseptor inti sel
d. Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolik selular
e. Hormon tiroid meningkatkan jumlah dan aktivitas sel mitokondria
f. Hormon tiroid meningkatakan transpor aktif ion-ion melalui membran sel
g. Efek hormon tiroid terhadap pertumbuhan
Hubungannya dengan Marasmus Kwasiorkor:
Hormon tiroid berfungsi untuk stimulasi pada metabolisme Karbohidrat dan
lemak. Pada pasien ini terdapat intake makanan yang sangat kurang sehingga hormon
tiroid tidak berfungsi dengan baik. Pada akhirnya tidak ada hormon tiroid yang dapat
menstimulasi karbohidrat dan lemak. Selain itu hormon tiroid memberikan efek pada
pertumbuhan anak-anak sehingga menyebabkan pertumbuhan anak menjadi sangat
terbelakang.
2. Hormon Mineralokortikoid-Aldosteron:
a. Aldosteron meningkatkan reabsorpsi natrium dan sekresi kalium di tubulus
ginjal.
b. Aldosteron yang berlebihan meningkatkan Volume cairan Ekstraselular dan
tekanan arteri tetapi hanya sedikit mempengaruhi konsentrasi natrium
plasma.
c. Aldosteron berlebihan menyebabkan hipokalemia dan kelemahan otot;
terlalu sedikit aldosteron menyebabkan hiperkalemia dan keracunan jantung.
d. Aldosteron berlebihan meningkatkan sekresi ion hidrogen tubulus, dan
menyebabkan alkalosis
e. Aldosteron merangsang transpor natrium dan kalium di kelenjar keringat,
kelenjar liur, dan sel epitel usus.
f. Mekanisme selular kerja aldosteron.
1. Faktor langsung
Makanan; karena pada kasus malnutrisi makanan memegang peran
penting sebagai faktor pencetus. Pengaruhnya dlihat dari jumlah, jenis
dan keseimbangan nutrisi di setiap asupannya. Idealnya setiap makan
kandungan nutrisinya dikatakan 4 sehat 5 sempurna dimana terdapat
karbohidrat, lemak, protein, serat serta vitamin yang cukup. Pada skenario
disebutkan bahwa komposisi makanan pasien adalah nasi dengan garam
atau kecap, kuah sayur sop, dan pemberian susu kemasan yang jarang.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa nutrisi pada makanan anak tidak
adekuat untuk memenuhi nutrisi untuk menunjang tumbuh kembang
pasien.
Ada atau tidaknya infeksi. Jika dilihat dari kasus, pasien tidak memiliki
infeksi apapun.
Gangguan pencernaan. Gangguan ini bisa menyebabkan gangguan
penyerapan atau metabolisme makanan.
2. Faktor tidak langsung
Daya beli keluarga. Pada kasus, terlihat dari makanan yang diberikan
pada pasien bahwa daya beli keluarga pasien kurang memadai sehingga
kebutuhan nutrisi pasien kurang terpenuhi.
Kepercayaan ibu tentang makanan.
Tingkat sosial ekonomi yang rendah
3. Kebersihan
4. Fenomena sosial atau keadaan lingkungan.
5. Usia < lima tahun
PATOFISIOLOGI
Dalam skenario, pasien mengalami gizi buruk akibat asupan makanan yang
tidak tercukupi. Pasien mengalami defisiensi makanan, dimana makanan itu ada yang
makaronutrien (karbohidrat, lemak, dan protein) dan mikronutrien (vitamin dan
mineral).
Saat dalam fase kelaparan, dimana gula darah menurun, tubuh akan
melakukan proses glikoneolisis akan merangsang lipolisis dan proteolisis. Yang
pertama pertama adalah lipolisis, yaitu pemecahan lemak dari jaringan adiposa
menjadi energi, apabila lipolisis terlalu berlebih maka lemak subkutan pun akan habis
sehinga kulit jadi terlihat tua atau old man face dan menjadi baggy pants.
Ketika tubuh melakukan protelolisis berlebihan sangat berbahaya karena
albumin, globin, globulin, enzim, hormon terbuat dari protein. Apabila albumin
berkurang maka tidak ada yang menjaga tekanan osmotik di pembuluh darah, karena
itu tekanan osmotik menjadi tinggi dan tekanan hidrostatikpun rendah sehingga
protein plasma dan zat-zat lainnyapun keluar ke jaringan intersisial yang
menyebabkan udem di kaki karena pengaruh gravitasi dan udem di perut di bagian
rongga peritoneal. Jika globin yang berkurang bisa menyebakan eritrosit hipokrom
mikrositer.Globulin menurun maka tidak terbentuk sel-sel sistem imun untuk
pertahanan tubuh, sehingga tubuh mudah terinfeksi, misalnya jadi mudah batuk pilek,
kalau infeksi saluran cerna bisa menyebabkan diare.
Akibat lainnya adalah aktin miosin di otot pun ikut terganggu yang
mengakibatkan tubuh manjadi lemah dan bisa juga jadi atrofi usus yang
menyebabkan pencernaan menurun yang akan menjadi diare lalu dehidrasi apabila
diare berlebih. Bukan hanya itu saja, jika protein terganggu, pembentuk enzimpun
terganggu, misalnya enzim pencernaan, bisa mengkibatkan diare. Dan homeostasis
tubuh juga terganggu apabila protein terganggu. Ada 6 hormon yang mengatur
homeostasis, yaitu hormon vasopresin, hormon tiroid, hormon paratiroid, hormon
mineralkortikoid, hormon krotisol, hormon insulin.
Bukan hanya makronutrien saja yang terganggu, tetapi mikronutrien juga
terganggu. Kalau vitamin yang terganggu misalnya vitamin A, jika mengalami
defisiensi vitamin A bisa menyebabkan rabun senja, conjutiva anemi. Defisiensi
vitamin C yang terganggu bisa mengakibatkan kulit menjadi kering, mudah terinfeksi
dan juga cepat keriput. Bukan itu saja, vitamin E dan B12 juga terganggu. Kalau
defisiensi vitamin E bisa jadi diare, dan defisiensi vitamin B12 bisa menyebabkan
anemia. Kalau yang meniral ada 2 yang terganggu, yaitu natirum dan kalium. Jika
natrium yang terganggu makan bisa jadi hiponatremia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Lengkap:
a. Hb
b. Ht
c. Leukosit
d. Natrium
e. Kalium
f. Gula Darah Sewaktu (GDS)
g. Protein
h. Albumin
i. Cholesterol Total
j. HDL
k. LDL
l. Apus Darah
Tujuan: Untuk mengetahui status kesehatan pasien
2. Kultur darah
Tujuan: Untuk mengetahui penyebab infeksi (agen infeksinya)
3. Urin
Tujuan: Untuk mengetahui etiologi infeksi saluran kemih
EPIDEMIOLOGI
Secara umum:
- Banyak pada usia < lima tahun.
- Terjadi pada masyarakat yang tingkat sosial ekonominya yang rendah.
- Di Indonesia, 50 % balita meninggal pada kasus ini.
a. Kwashiorkor
Merupakan kasus yang paling sering dijumpai di daerah miskin, dimana persediaan makanan
yang terbatas dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara-
negara miskin dan berkembang seperti di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan
Asia Selatan. Di Negara maju seperti Amerika Serikat kwashiorkor merupakan kasus
yang langka sedangkan menurut SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2000,
sebanyak 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita
gizi buruk.
b. Marasmus
Berdasarkan data stastistik Kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari
241.973.879juta penduduk Indonesia, 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita gizi
buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak dibawah usia 5 tahun (balita).
Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan
bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya
2-4 dari 10 balita menderita gizi kurang. Marasmus merupakan keadaan dimana
seorang anak mengalami defisiensi energi dan protein sekaligus. Mumnya kondisi ini
dialami masyarakat yang menderita kelaparan. Marasmus adalah permasalahan
serius yang terjadi di negara-negara berkembang. Menurut data WHO sekitar 49%
dari 10, 4 juta kematian yang terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di
Negara berkembang berkaitan dengan defisiensi energi dan protein sekaligus
c. Marasmus-Kwashiorkor
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkanlaporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami
gizi buruk dan dataSusenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk
sebesar 8,8%. Pada tahun 2005telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di
beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadidi dua propinsi yaitu Nusa Tenggara
Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei2005, Pemerintah Propinsi
Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk yangterjadi di NTT
sebagai KLB, dan Menteri Kesehatan telah mengeluarkan edaran tanggal 27
Meitahun 2005, Nomor 820/Menkes/V/2005 tentang penanganan KLB gizi buruk di
propinsi NTB.
KOMPLIKASI
1. Refeeding Syndrome
Refeeding syndrome (RFS) adalah suatu kondisi dimana terjadi perubahan
klinis dan metabolik yang timbul akibat rehabilitasi nutrisi yang agresif pada
pasien yang menderita malnutrisi berat.
Definisi lain mengatakan Refeeding syndrome (RFS) adalah kondisi yang
mengancam jiwa akibat dari gabungan masalah kardiovaskuler, paru-paru,
hati, ginjal, neuromuskular, metabolisme dan abnormalitas hematologi yang
mengikuti resusitasi yang tidak sesuai pada pasien malnutrisi berat atau
individu yang kelaparan.
Gejala akibat pemberian nutrisi secara tiba-tiba dalam jumlah besar pada anak
malnutrisi. Dapat terjadi:
a. Disfungsi hati: Produksi enzim yang meningkat secara tiba-tiba
b. Gagal jantung: Volume darah meningkat secara tiba-tiba
c. Gagal nafas akut: Efek setelah gagal jantung
d. Koma
2. Anemia
Akibat efek dari intake protein yang sangat sedikit pada pasien. Protein yang
salah satunya merupakan protein globin berperan sebagai energi untuk
pembentukan hemoglobin. Sehingga, jika pasien mengonsumsi protein
dengan jumlah yang sangat kecil atau bahkan tidak mengonsumsi protein
sama sekali akan menyebabkan pasien anemia, atau kekurangan konsentrasi
Hb dalam tubuh.
3. Hipotermia
Hipotermia atau yang disebut suatu kondisi dimana mekanisme tubuh untuk
pengaturan suhu kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin yang bisa
menyebabkan kematian . Pada kasus yang dibahas, dinyatakan bahwa pasien
masih berumur 3 tahun. Suhu dapat dikontrol dengan baik oleh tubuh dengan
metabolisme yang baik atau dengan lemak. Jika kita mengonsumsi makanan
dengan nutrisi yang baik, dengan bantuan hormon, metabolisme di tubuh akan
berfungsi dengan baik. Metabolisme yang baik akan menjaga suhu tetap pada
kondisi yang normal. Lemak berperan untuk menjaga suhu tubuh tetap hangat,
terutama lemak cokelat. Lemak cokelat banyak ditemukan pada bayi dan akan
tersisa sedikit pada dewasa. Pasien pada kasus marasmus kwashiorkhor
memiliki komplikasi dikarenakan kondisi pasien yang sudah tidak memiliki
banyak lemak pada tubuhnya, sehingga suhu dingin dari luar tidak dapat
dilindungi oleh lemak, dan akhirnya pasien mengalami hipotermia.
4. Dehidrasi
Dehidrasi atau gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh
dapat disebabkan karena gangguan elektrolit pada tubuh. Pada keadaan
normal, kita kehilangan cairan tubuh melalui keringat, air mata, urine
dan feces. Pada orang yang sehat kehilangan ini berimbang dengan
penggantian asupan cairan dari makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Pada keadaan abnormal, atau dalam hal ini pasien yang asupan cairan
makanan dan minumannya rendah, penggantian dari kehilangan carian tidak
berimbang. Hal ini akan menyebabkan tubuh banyak kehilangan kandungan
air dan garam-garam elektrolit yang sangat diperlukan tubuh seperti sodium
(natrium), potassium (Kalium), kalsium bikarbonat dan fosfat.
5. Infeksi
Infeksi adalah proses invasi mikroorganisme dan proliferasi mikroorganisme
dalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi yang biasa ditemukan pada
kasus marasmus kwasiorkhor adalah infeksi pada usus yang disebabkan
bakteri yang banyak berkembang di usus. Hal ini sebenarnya dapat terjadi
karena intake protein pasien yang tidak adekuat, sehingga pertahanan tubuh
pasien yang berasal dari protein globulin tidak dapat berfungsi dengan
optimal. Hasilnya, imun pasien tidak mampu mengalahkan bakteri yang
masuk, sehingga terjadilah infeksi, salah satunya yaitu diare.
PENATALAKSANAAN
Pada saat anak gizi buruk tiba di RS, seringkali terdapat komplikasi berat yang
mengancam jiwa seperti hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi dan lain-lain, sehingga
memerlukan tindakan segera. Pada penderita gizi buruk seluruh organ tubuhnya
mengalami atrofi (otot, usus, liver, pankreas, dan lain-lain), lemak subkutan sebagai
cadangan energi sangat tipis, kemampuan memproduksi enzim sangat terbatas,
kekebalan sangat terganggu dan reaksi tubuh sangat kacau (terdapat infeksi tetapi
justru hipotermi dan leukopeni) dan didapatkan gangguan elektrolit.
Dalam buku panduan WHO 1999 (Management of Severe Malnutrition)
tersebut tata laksana penderita gizi buruk yang dirawat di RS dibagi menjadi dua
tahap yaitu fase stabilisasi dan fase rehabilitasi dengan tindakan atau kegiatan yang
terdiri atas 10 langkah utama, yaitu :
1. Atasi / cegah hipoglikemia
2. Atasi / cegah hipotermia
3. Atasi / cegah dehidrasi
4. Koreksi ketidakseimbangan elektrolit
5. Atasi / cegah infeksi
6. Koreksi defisiensi mikronutrient
7. Memulai pemberian makan
8. Mengupayakan tumbuh-kejar
9. Memberikan stimulasi sensoris dan dukungan emosional
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut pasca perbaikan
Tabel 2 Bagan dan Jadwal Pengobatan KEP Berat
Fase
Langkah Stabilisasi Rehabilitasi Tindak Lanjut
Hari 1-2 Hari 3-7 Minggu 2-6 Minggu 7-26
1. Hipoglikemia
2. Hipotermia
3. Dehidrasi
4. Elektrolit - - - - Tanpa - - - +Fe
Fe
5. Infeksi -
6. Mikronutrient
7. Pemberian
mikronutrient
8. Tumbuh kejar
9. Stimulasi sensoris
10. Persiapan tindak lanjut
di rumah
PENCEGAHAN :
Untuk mencegah dehidrasi saat anak masih mengalami diare cair :
Tetap memberikan makanan dimulai dengan pemberian F75
Gantikan cairan sejumlah perkiraan jumlah cairan yang hilang dengan
ReSoMal
LANGKAH 4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Berikan ekstra Kalium 3 – 4 mmol/kg/hari
Ekstra Magnesium 0,4 – 0,6 mmol/kg/hari
Saat rehidrasi, berikan cairan rendah Natrium (misalnya ReSoMal)
Siapkan makanan tanpa garam
LANGKAH 5. Obati / Cegah Infeksi
Antibiotik spektrum luas (Metronidazole 7,5 mg/kg tiap 8 jam untuk 7 hari)
untuk mempercepat perbaikan usus dan mengurangi risiko kerusakan oksidatif
dan timbulnya infeksi sistemik pertumbuhan bakteri anaerob berlebih pada usus
halus
Jika pada anak tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, berikan
Kortimoksasol 5 ml larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari (2,5
ml jika berat < 6 kg)
Jika anak terlihat sangat sakit (apatis, letargi) atau terdapat komplikasi
(hipoglikemi; hipotermi; dermatosis; infeksi traktus respiratorius atau urinarius),
berikan Ampisilin 50 mg/kg per 6 jam untuk 2 hari, kemudian dilanjutkan
dengan Amoksisilin per oral 15 mg/kg per 8 jam untuk 5 hari, atau jika
amoksisilin tidak tersedia, lanjutkan dengan ampisilin per oral 50 mg/kg per 6
jam.
LANGKAH 6. Koreksi Defisiensi Mikronutrien
Semua anak malnutrisi berat juga mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Pemberian pada hari 1 :
- Vitamin A per oral (dosis untuk > 12 bulan 200.000 SI, untuk 6 – 12 bulan
100.000 SI, untuk 0 – 5 bulan 50.000 IU), ditunda bila kondisi klinis buruk
- Asam folat 5 mg, oral
Pemberin harian selama 2 minggu :
- Suplemen multivitamin
- Asam folat 1 mg/hari
- Zinc 2 mg/kgbb/hari
- Copper 0,3 mg/kgbb/hari
- Preparat besi 3 mg/kgbb/hari (pada fase rehabilitasi)
LANGKAH 7. Pemberian Makanan
Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas rendah
dan rendah laktosa (F75)
Pemberian makanan secara oral atau lewat pipa nasogastrik (jangan memberikan
secara parental)
Energi: 80 – 100 kkal/kgbb/hari
Protein: 1 – 1,5 g/kgbb/hari
Cairan: 130 ml/kgbb/hari cairan (100 cc/kgbb/hari bila anak mengalami edema
berat)
Apabila anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi setelah formula
dihabiskan.
Formula F-75 mengandung 75 kcal/100 ml dan 0,9 gram protein /100 ml cukup
memenuhi kebutuhan bagi sebagian besar anak.
Medical Indication :
Beneficence : Golden Rule Principle, menganamnesis pasien dan juga
pemeriksaan fisik, lalu tes laboratorium.
Nonmaleficence : Menolong pasien sehingga komplikasi dapat terhindari.
Patient Preference :
Autonomy: Pasien berhak mendapatkan informed Condet pada orang tua
dalam memutuskan tindakan dokter. Selain itu, dokter memberikan edukasi
pada orang tua.
6. Quality of Life :
Beneficence : Dokter harus melihat gejala-gejala yang akan diderita oleh
pasien sehingga dapat mengetahui prognosis dan memberikan
penatalaksanaan yang baik dan tepat.
Nonmaleficence: Mencegah komplikasi.
7. Contextual Features :
Justice: Dokter harus melihat dari segi ekonomi, sosial dan budaya pasien
agar tidak bertentangan pada saat pemberian penatalaksanaan dan tindakan
kepada pasien.