Anda di halaman 1dari 20

JURNAL READING

ERECTILE DYSFUNCTION IN PULMONARY TUBERCULOSIS : IS


IT A COMMON ASSOCIATION ?

Oleh:

Dhifo Indratama
1808320036

Pembimbing
Dr. Edwin Anto Pakpahan, Sp.P

Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Kepaniteraan Klinik Senior SMF Ilmu PARU
RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami atas kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya kami masih
di berikan kesehatan dan kekuatan sehingga dapat menyelesaikan Journal reading
yang berjudul Erectile Dysfunction in pulmonary tuberculosis : is it a common
associatiion.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada supervisor
dr.Edwin Anto Pakpahan, Sp.P yang telah memberikan pengarahan, nasehat
dan bimbingannya serta kepada berbagai pihak yang telah membantu memberikan
dukungan baik berupa saran maupun berupa pemikiran dalam menyusun ini.
Mudah – mudahan jurnal reading ini dapat menjadi manfaat yang menambah
ilmu pengetahuan bagi yang membacanya, maupun kalangan lainnya. Jauh dari
kesempurnaan kami sebagai manusia dan kesempurnaan itu hanya milik Allah
SWT maka kritik dan saran yang membangun sangat saya butuhkan untuk di
makalah selanjutnya. Kami merasa masih banyak kekurangan dalam telaah jurnal
ini karena kami masih proses pembelajaran sebagai mahasiswa yang aktif.
Akhir kata semoga bahan ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi
pembaca sekalian.

Lubuk Pakam, 9 Agustus 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
ii
iii
1
1

3
3

5
5

12
14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Metode Pencarian Literatur


Pencarian literatur dalam telaah jurnal ini dilakukan melalui google scholar yaitu
pada address:(https://scholar.google.co.id). Kata kunci yang digunakan untuk
penelusuran jurnal yang akan di telaah ini adalah “sexual dysfunction in
pulmonary tuberculosis”.

1.2 Abstrak
Latar Belakang : Genital tuberculosis ( tuberkulosis ) memiliki pengaruh negatif
pada fungsi reproduksi, dan tuberkulosis paru juga menyebabkan terganggunya
fungsi seksual.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan pengaruh


tuberkulosis paru pada fungsi seksual pria dan hormon seks.

Metode: Dari 55 pasien pria yang baru didiagnosis dengan tuberkulosis paru (40
paru dan 15 ekstrapulmoner: enam dengan limfadenitis tuberkulosis dan sembilan
dengan pleuritis tuberkulosis), 20 relawan sehat berperan sebagai kontrol. Semua
pasien dievaluasi: data klinis lengkap, pemeriksaan apus sputum, radiografi dada,
kadar testosteron serum, dan kuesioner Indeks Fungsi Ereksi Internasional (IIEF-
5).

Hasil: Dari kasus tuberkulosis yang diteliti, 78,1% memiliki disfungsi ereksi,
dengan prevalensi tuberkulosis paru yang lebih tinggi (67,2%) bila dibandingkan
dengan 10,9% pada tuberkulosis di luar paru. Mengenai pola radiografi, pasien
dengan konsolidasi / lesi kavitas memiliki prevalensi tertinggi (60%). Menurut
kuesioner IIEF, skor total pada kelompok paru secara signifikan lebih rendah
daripada pada kelompok ekstrapulmoner (10,8 ± 2,05 vs 20,2 ± 3,09) ( P= 0,000
*). Tingkat testosteron rata-rata menurun secara signifikan pada kasus

4
tuberkulosis paru. Penentuan kadar dahak basil tahan asam pada pasien dengan
tuberkulosis paru menunjukkan bahwa tingkat testosteron menurun secara
signifikan di antara pasien dengan dahak '3+' (> 10 basil / lapangan asam-cepat)
BTA (3,23 ± 2,88 ng / ml) bila dibandingkan dengan dahak negatif. Sebuah
korelasi signifikan ditemukan antara beban basiler dan skor total IIEF dan kadar
testosteron serum ( r = −0.323, P = 0.000 *).

Kesimpulan: tuberkulosis paru berdampak negatif pada fungsi seksual pria. Oleh
karena itu, masalah seksual harus menjadi perhatian selama penilaian dan evaluasi
pasien tuberkulosis.

Kata kunci: Erectile dysfunction, sexual disorders, tuberculosis

5
BAB II
DESKRIPSI JURNAL

2.1 Deskripsi Umum


 Judul : Erectile dysfunction in pulmonary tuberculosis: is
it a common association?
 Penulis : Doaa M. Magdy a, Ahmed Metwally b,
Randa A. El Zohnec
 Publikasi : Published online 21 July 2018
 Penelaah : Dhifo Indratama
 Tanggal telaah : 9 Agustus 2020

2.2 Deskripsi Konten


a. Pendahuluan
Tuberkulosis ( tuberkulosis ) tetap merupakan penyakit
menular yang sangat lazim pada tingkat epidemi. Tuberkulosis
memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi daripada penyakit
menular lainnya. Sekitar 10% pasien tuberkulosis berusia di bawah
20 tahun, sedangkan kelompok usia yang paling banyak terkena
adalah 20 hingga 49 tahun. Pria tiga kali lebih banyak terkena
dibandingkan wanita. Hal yang mungkin menyebabkan dominasi
ini adalah karena perbedaan biologis seperti imunitas, paparan
Mycobacterium tuberculosis yang terkait dengan berbagai fitur
penggelapan sosial dan kebiasaan sosial seperti merokok.
Kehidupan seksual adalah aspek integral dari kualitas hidup
yang dapat mengganggu pasien tuberkulosis. tuberkulosis genital
dan tuberkulosis paru berdampak negatif pada fungsi seksual.
Disfungsi ereksi salah satunya, Disfungsi ereksi adalah
salah satu kelainan seksual yang umum dialami pria. Tuberkulosis
adalah infeksi kronis yang mengganggu pasien secara mental dan
fisik. Etiologi disfungsi ereksi pada pasien dengan tuberkulosis
paru bersifat multifaktorial. Oleh karena itu, infeksi kronis, isolasi

6
yang berkepanjangan, dan minum minimal empat obat anti-
tuberkulosis secara bersamaan mengakibatkan disfungsi seksual
dan infertilitas. Meskipun sistem genitourinari yang normal, pasien
dengan tuberkulosis paru cenderung mengalami penurunan pada
semua komponen tindakan sanggama, mulai dari keinginan seksual
hingga orgasme.
b. Bahan dan metode
Studi perbandingan ini termasuk 55 pasien yang didiagnosis
dengan tuberkulosis paru yang dirawat di klinik tuberkulosis Rumah Sakit
Universitas Assiut, Assiut, Mesir, antara Januari 2017 dan Desember
2017. Dua puluh sukarelawan sehat yang dipasangkan dengan usia yang
sama disajikan sebagai kelompok pembanding.
Semua peserta dalam kedua kelompok telah memberikan
persetujuan tertulis yang disetujui oleh komite etika medis dari Fakultas
Kedokteran, Universitas Assiut. Diagnosis tuberkulosis dikonfirmasi oleh
salah satu dari yang berikut: isolasi M. tuberculosisdari kultur sputum atau
sampel tubuh lainnya; Spesimen biopsi diambil dan menunjukkan
granuloma caseating dengan atau tanpa basil tahan asam (AFB).
Semua pasien diobati dengan kemoterapi harian jangka pendek
dengan obat anti- tuberkulosis lini pertama (isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol selama 2 bulan, diikuti oleh isoniazid dan
rifampisin selama 4 bulan) sesuai dengan pedoman WHO.
c. Pengumpulan data
Semua pasien dievaluasi: data klinis lengkap, pemeriksaan apus
sputum, radiografi dada, kadar testosteron serum, dan kuesioner Indeks
Fungsi Ereksi Internasional (IIEF-5).
Sampel darah vena diperoleh dari semua pasien untuk mengukur
kadar testosteron total. Tingkat testosteron diukur dengan immunoassay
enzim chemiluminescent menggunakan Immulite 1000. Statistik Paket
statistik untuk ilmu sosial (SPSS, versi 16; SPSS Inc., Chicago, Illinois,
2
USA) digunakan untuk analisis statistik. χ atau uji eksak Fisher

7
digunakan untuk menentukan signifikansi perbedaan dalam frekuensi
pengamatan dalam kelompok. Nilai P dianggap signifikan jika sama
dengan atau kurang dari 0,05.

8
BAB III
TELAAH JURNAL
3.1. Fokus penelitian
Fokus utama dalam jurnal ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
penyakit tuberkulosis paru terhadap fungsi seksual pada laki – laki dan
untuk mengatasi prevalensi disfungsi ereksi.

3.2. Gaya dan sistematika penulisan


Sistematika penulisan disusun dengan rapi. Komponen jurnal ini
sudah terdiri dari abstrak, pendahuluan, metode, pembahasan (hasil) dan
kesimpulan. Tata bahasa dalam literatur cukup mudah dipahami dan
sesuai dengan kaidah bahasa.

3.3. Penulis
 Doaa M. Magdya
 Ahmed Metwally ,
 Randa A. El Zohne

3.4. Judul
“Erectile dysfunction in pulmonary tuberculosis: is it a common
association?” Judul tersebut sudah cukup jelas dan tidak ambigu.

3.5. Abstrak
Abstrak adalah ringkasan singkat tentang isi dari artikel ilmiah,
tanpa penambahan tafsiran atau tanggapan penulis. Abstrak dalam jurnal
ini tidak tertulis yang mencakup masalah utama yang diteliti serta tujuan
dan hasil penelitian. abstrak dari jurnal ini sudah memaparkan isi jurnal
secara umum.

9
3.6. Masalah dan tujuan
Pada jurnal ini tidak dicantumkan poin khusus untuk rumusan
masalah, namun permasalahan atau arah dari penulisan sudah tampak
pada bagian abstrak maupun pendahuluan yaitu untuk mengetahui
pengaruh penyakit tuberkulosis paru terhadap fungsi seksual pada laki –
laki dan untuk mengatasi prevalensi disfungsi ereksi.

3.7. Hipotesa
Hipotesa pada penelitian ini adalah penyakit tuberkulosis paru
memiliki pengaruh besar terhadap disfungsi seksual.

3.8. Populasi dan sampel


Studi perbandingan ini termasuk 55 pasien yang didiagnosis
dengan tuberkulosis paru yang dirawat di klinik tuberkulosis Rumah
Sakit Universitas Assiut, Assiut, Mesir, antara Januari 2017 dan
Desember 2017. Dua puluh sukarelawan sehat yang dipasangkan
dengan usia yang sama disajikan sebagai kelompok pembanding.
Semua peserta dalam kedua kelompok telah memberikan
persetujuan tertulis yang disetujui oleh komite etika medis dari Fakultas
Kedokteran, Universitas Assiut.

3.8.1 Kriteria inklusi Kriteria


Seleksi meliputi semua pasien yang direkrut ke klinik
tuberkulosis Rumah Sakit Universitas Assiut dan didiagnosis
sebagai tuberkulosis paru dengan kelompok usia 25-45 tahun.
Semua pasien menjadi sasaran sebagai berikut:

1. Riwayat kesehatan lengkap (usia, jenis kelamin, kebiasaan


merokok, status perkawinan).

10
2. Pemeriksaan sputum smear: mikroskop sputum dasar dari
AFB dilakukan dan kepadatan AFB dinilai sebagai 1, 2,
atau 3+ sesuai dengan protokol standar.
3. Radiografi dada: radiografi dada posterioanterior standar
diperoleh untuk semua pasien pada saat diagnosis
tuberkulosis. Interpretasi dari setiap film radiografi
dilakukan oleh dokter dada yang berpengalaman .
4. Indeks fungsi ereksi internasional (IIEF-5): lima pertanyaan
yang dilaporkan sendiri digunakan untuk mengevaluasi
fungsi ereksi. Skor maksimum adalah 25 poin, dan
klasifikasinya adalah sebagai berikut. 1–7: DE parah; 8–11:
DE sedang; 12-16: DE ringan sampai sedang; 17–21: DE
ringan; 22–25: tidak ada ED .
5. Testosteron total serum.

3.8.2 Diagnosis Tuberkulosis


Diagnosis tuberkulosis dikonfirmasi oleh salah satu dari
yang berikut: isolasi M. tuberculosisdari kultur sputum atau sampel
tubuh lainnya; Spesimen biopsi diambil dan menunjukkan
granuloma caseating dengan atau tanpa basil tahan asam (AFB).
Semua pasien diobati dengan kemoterapi harian jangka
pendek dengan obat anti - tuberkulosis lini pertama (isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol selama 2 bulan, diikuti oleh
isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan) sesuai dengan pedoman
WHO.

3.8.2 Kriteria eksklusi


Pasien yang menggunakan obat yang dapat mengganggu
kadar hormon serum (seperti sildenafil dan agen oral lainnya untuk

11
disfungsi) dan pasien dengan keganasan, penyakit ginjal, hati, atau
neurologis.
3.9. Metode

Dari 55 pasien pria yang baru didiagnosis dengan tuberkulosis


paru (40 paru dan 15 ekstrapulmoner: enam dengan limfadenitis
tuberkulosis dan sembilan dengan pleuritis tuberkulosis), 20 relawan
sehat berperan sebagai kontrol. Semua pasien dievaluasi: data klinis
lengkap, pemeriksaan apus sputum, radiografi dada, kadar testosteron
serum, dan kuesioner Indeks Fungsi Ereksi Internasional (IIEF-5).

3.10. Hasil

Seperti yang ditunjukkan pada tabel 1, usia rata-rata pasien


tuberkulosis adalah 36,7 ± 11,5 tahun dan kontrol adalah 35,6 ± 6,6 tahun.
Dari 55 kasus tuberkulosis yang diteliti, 40 memiliki tuberkulosis paru dan
15 memiliki tuberkulosis luar paru (enam dengan tuberkulosis limfadenitis
dan sembilan dengan tuberkulosis pleuritis). Tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemukan dalam usia dan BMI bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol.

12
Tabel 1 Karakteristik sosiodemografi dari subyek yang diteliti

Dalam penelitian ini, 78,1% kasus tuberkulosis yang diteliti


memiliki disfungsi ereksi, dengan prevalensi tuberkulosis paru yang lebih
tinggi (67,2%) bila dibandingkan dengan (10,9%) tuberkulosis luar paru.
Tingkat testosteron rata-rata di antara kasus tuberkulosis adalah 4,95 ±
1,24 ng / dl dan di antara kontrol adalah 6,84 ± 1,16 ng / dl pada ( Tabel
1 ). Ada perbedaan signifikan dalam tingkat testosteron rata-rata antara
kasus tuberkulosis paru dan kasus tuberkulosis luar paru yang diteliti pada
( Tabel 2 ).

Tabel 2 Prevalensi disfungsi ereksi dan kadar testosteron serum di antara pasien
dengan TUBERKULOSIS paru dan ekstrapulmone.

13
Menurut hasil kuesioner IIEF untuk menunjukkan fungsi ereksi,
penurunan yang signifikan diamati pada kasus tuberkulosis dibandingkan
dengan kelompok kontrol. Skor total skala IIEF pada kelompok paru
secara signifikan lebih rendah daripada kelompok ekstra pulmoner (10,8 ±
2,05 vs 20,2 ± 3,09), masing-masing ( P = 0,000 *) pada ( Tabel 2 ).
Mengenai pola radiografi lesi parenkim paru pada kasus
tuberkulosis, penelitian ini mengungkapkan bahwa prevalensi DE yang
lebih tinggi di antara pasien yang disajikan dengan lesi konsolidasi /
kavitasi (60%) ( Tabel 3 ).

Tabel 3 Prevalensi disfungsi ereksi sesuai dengan pola radiografi lesi parenkim paru pada
pasien dengan tuberkulosis.

Pada penilaian mikroskop sputum awal dari AFB pada pasien


dengan tuberkulosis paru, ditemukan bahwa tingkat testosteron menurun
secara signifikan di antara pasien dengan '3+' (yaitu> 10 AFB per
lapangan) apusan dahak (3,23 ± 2,88 ng / dl) bila dibandingkan
tuberkulosis paru dahak negatif (5,60 ± 1,32 ng / dl).
Hubungan antara kavitasi dan tindakan bakteriologis sudah
diketahui. Selain itu penelitian kami menunjukkan hubungan antara beban

14
basiler dan skor total IIEF ( r = .30,343, P = 0,000 *). Korelasi lebih lanjut
ditemukan antara kadar basiler dan kadar testosteron serum ( r = −0.323, P
= 0.000 *).

3.11. Diskusi
Masalah pengaruh tuberkulosis paru pada fungsi seksual pasien
laki-laki telah dibahas dalam penelitian dan bahwa sebagian besar
literatur dikhususkan untuk membahas tuberkulosis urogenital dan efek
sampingnya pada reproduksi dan infertilitas. Seksualitas dan fungsi
seksual adalah titik diskusi antara pasien pria dengan tuberkulosis paru.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari
pengaruh tuberkulosis paru pada fungsi seksual pria dan hormon seks.
Penelitian ini menunjukkan bahwa 78,1% dari kasus tuberkulosis
yang diteliti memiliki disfungsi ereksi, dan bahwa pasien dengan
tuberkulosis paru memiliki prevalensi disfungsi ereksi yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan extrapulmonary. Demikian pula, pada
penelitian retrospektif untuk mengevaluasi fungsi seksual pada 98 pasien
pria tuberkulosis paru menemukan bahwa 14,3% pasien memiliki
gangguan ejakulasi .
Dan juga, penelitian ini mengamati tingkat testosteron yang lebih
rendah dan skor total IIEF pada pasien dengan tuberkulosis paru.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Kulchavenya et al. yang
mempelajari 105 pasien yang baru didiagnosis dengan tuberkulosis paru
62 adalah tuberkulosis paru infiltratif, sedangkan 43 dari mereka adalah
tuberkulosis paru kavernosa. Para penulis juga melaporkan bahwa skor
total IIEF secara signifikan lebih rendah pada kelompok tuberkulosis
paru infiltratif bila dibandingkan dengan kelompok tuberkulosis paru
kavernosa dengan nilai (skor 24,7 vs 37,2), masing-masing ( P<0,0001).
Pasien dengan tipe tuberkulosis paru infiltratif memiliki prevalensi
disfungsi seksual yang lebih tinggi dari pada pasien dengan lesi kecil.

15
Mereka mendalilkan bahwa, terlepas dari sistem urogenital yang
normal, tuberkulosis paru dapat mengakibatkan gangguan pada semua
dimensi tindakan sanggama, mulai dari hasrat seksual hingga orgasme.
Selain itu, kemoterapi obat anti-tuberkulosis memiliki peran terhadap
penurunan fungsi seksual. Terlepas dari teknik molekuler baru-baru ini
dalam mikobakteriologi, mikroskop smear masih merupakan metode
yang banyak digunakan untuk mengukur beban bakteri pada awalnya.
Penelitian ini memeriksa Diagnosis tuberkulosis memiliki hubungan
antara tingkat testosteron dan skor IIEF total dan tingkat BTA AFB.
Dilaporkan melaporkan bahwa ada hubungan terbalik antara peningkatan
nilai BTA AFB dan tingkat testosteron dan skor total. Menurut penelitian
Kulchavenya et al. Juga menunjukkan korelasi yang kuat antara skor
total dan keracunan.
Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah jumlah kecil
populasi pasien tuberkulosis yang diperiksa dalam penelitian ini. Para
penulis menantikan arah masa depan untuk mempelajari efek pengobatan
pada disfungsi ereksi terhadap pasien tuberkulosis.

16
BAB IV
ANALISA PICO

1. Patient/Problem : Untuk memperkirakan pengaruh TB paru terhadap


fungsi seksual pria dan hormon seks.

2. Intervention : Dari 55 pria yang baru didiagnosis pasien dengan


TB paru (40 paru dan 15 luar paru: enam dengan limfadenitis TB dan
sembilan dengan TB radang selaput dada), 20 relawan sehat menjabat
sebagai kontrol. Semua pasien dievaluasi: data klinis lengkap,
pemeriksaan apus dahak, radiografi dada, kadar testosteron serum, dan
The Indeks Fungsi Ereksi Internasional (IIEF-5) kuesioner.

3. Comparison : Pada penelitian ini ada perbandingan tb paru dan


luar paru, kemudian ada 20 orang relawan sehat sebagai control.

4. Outcome : Hasil penyelidikan kasus TB 78,1% mengalami ereksi


Disfungsi, dengan tingkat penyebaran lebih tinggi pada pulmonary TB
(67,2%) jika dibandingkan dengan ekstrapulomonar TB 10,9%. Sebagai
pola radiografi, pasien disajikan Dengan konsolidasi/lesi cavitary memiliki
tingkat penyebaran tertinggi (60%).
Menurut kuesioner IIEF, skor total dalam kelompok paru
secara signifikan lebih rendah daripada di kelompok luar paru (10,8 ± 2,05
vs 20,2 ± 3,09) (P = 0,000 *). Level testosteron rata-rata menurun secara
signifikan pada kasus TB paru. Penilaian sputum dari basil tahan asam
Penderita TB paru menunjukkan level testosteron secara signifikan
menurun di antara pasien dengan '3+‘(> 10 basil / lapangan tahan asam)
apusan dahak (3,23 ± 2,88 ng / ml) bila dibandingkan dengan sputum
negatif. Signifikan korelasi ditemukan antara jumlah bacillary dan total
skor IIEF dan kadar testosteron serum (r = −0.323, P = 0,000 *).

17
BAB V
KESIMPULAN

Tuberkulosis paru memiliki pengaruh negatif pada fungsi seksual pria dan
juga pada fungsi reproduksi. Dengan demikian, dokter harus mengingatkan dan
mengedukasi kepada pasien bahwa dalam menjalani pengobatan tuberkulosis
membutuhkan evaluasi komprehensif, dan juga berpengaru negatif terhadap
kehidupan seksual. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mempelajari efek
pengobatan disfungsi ereksi pada pasien yang menjalani pengobatan tuberkulosis.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Raviglione MC, Snider JRDE, Kochi A. Global epidemiology of


tuberculosis: morbidity and mortality of a worldwide epidemic. Jam.Med
Assoc 1995; 273:220–226.
2. Sudre P, Ten Dam G, Kochi A. Tuberculosis: a global overview of the
situation today. Bull WHO 1992; 70:149–159.
3. Bella AJ, Lee JC, Carrier S, Bénard F, Brock GB. 2015 CUA practice
guidelines for erectile dysfunction. Can Urol Assoc J 2015; 91:23–29.
4. Kulchavenya E, Scherban M, Brizhatyuk E, Osadchiy A. Sexual
dysfunction in male patients with pulmonary tuberculosis. J Microbiol
Infect Dis 2012; 2:124–126.
5. World Health Organization. Treatment of tuberculosis: guidelines for
national programmers. 2nd ed. Geneva: WHO; 1997.
6. Weyer K, Kantor I, Kim SJ. Laboratory services in tuberculosis control.
WHO/TB/98.258. First India ed. Section II. New Delhi: AITBS; 2002. pp.
79–111.
7. National Tuberculosis Associations (NTA) of the USA. Diagnostic
standards and classifications of tuberculosis. New York: National
Tuberculosis Association; 1961.
8. Rosen RC, Riley A, Wagner G, Osterloh IH, Kirkpatrick J, Mishra A. The
international index of erectile function (IIEF): a multidimensional scale for
assessment of erectile dysfunction. Urology 1997; 49:822–830.
9. Wheeler MJ. The determination of bio-available testosterone. Ann Clin
Biochem 1995; 32:345–357.
10. Kulchavenya E, Medvedev S. Therapy for pulmonary tuberculosis as a
reason for ejaculatory disorders. J Sex Med 2011; 8:384–405.
11. Palaci M, Dietze R, Hadad DJ, Ribeiro FKC, Peres RL, Vinhas SA, et al.
Cavitary disease and quantitative sputum bacillary load in cases of
pulmonary tuberculosis. J Clin Microbiol 2007; 45:4064–4066.

19
20

Anda mungkin juga menyukai