EXPANDING DENGUE
Oleh :
Preseptor:
dr. H. Rahmi Fadhilah, Sp.PD
Abstrak
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menciptakan istilah expanded dengue untuk
menggambarkan kasus yang tidak termasuk sindrom syok dengue atau demam berdarah dengue. Ini
telah didapatkan beberapa temuan atipikal dari demam berdarah. Virus dengue belum dikenal
sebagai agen etiologi umum dalam beberapa kondisi seperti ensefalitis, Sindrom Guillain Barre .
Apalagi penyakit ini sangat mirip dengan penyakit epidemi seperti Malaria, Chikungunya dan
penyakit virus Zika, yaitu juga penyakit nyamuk. Manifestasi atipikal terdapat pada demam berdarah
bisa mutisistemik dan multifasetal. Dalam praktek klinis, kemunculan presentasi atipikal harus
segera kami selidiki sebagai demam berdarah. Pengetahuan tentang expanded dengue membantu
dalam menegakkan diagnosis demam berdarah dini, terutama selama berlangsungnya epidemi.
Dengue telah terbukti menjadi wabah dengan kemampuan untuk kambuh dan memiliki
beragam manifestasi seperti yang terlihat dalam kasus dari India, Srilanka, Indonesia dan Taiwan.
WHO telah memberikan definisi kasus demam berdarah dalam panduan komprehensif mereka.
Dengan demikian, kemungkinan kasus didefinisikan sebagai penyakit demam akut dengan dua atau
lebih gejala dari setiap temuannya. Sakit kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, artralgia, ruam,
manifestasi hemoragik, leukopenia dan serologi suportif.
Terdapat kasus pasien dengan demam, perubahan status mental dengan atau tanpa kaku
kuduk dan tanda-tanda traktus piramidalis. Beberapa pasien terdapat kejang atau status epilepticus.
Saat diuji untuk serologi, demam berdarah ternyata positif. Setelah mengesampingkan penyebab
lain, demam berdarah tetap satu-satunya penyebabnya. Kami telah menemukan beragam presentasi
dari demam berdarah dalam praktek klinis dan artikel ini menyoroti manifestasi atipikal dari demam
berdarah.
Pengantar
expanded dengue merupakan terminologi yang dikembangkan pada Pedoman WHO tahun
2012 (Gambar 1) . Manifestasi yang tidak biasa pada pasien dengan Keterlibatan organ seperti hati,
ginjal, otak atau jantung berhubungan dengan Infeksi dengue telah terjadi semakin banyak
dilaporkan dalam kasus demam berdarah (DHF) dan juga pada penderita demam berdarah yang
tidak memiliki bukti adanya kebocoran plasma. Manifestasi yang tidak biasa ini mungkin
dihubungkan dengan penyakit penyerta, morbiditas dan komplikasi dari syok yang lama dan dapat
dikelompokkan dalam expanded dengue (Gambar 2). Manifestasi yang tidak biasa ini mungkin tidak
dikenal atau dilaporkan atau tidak dihubungkan dengan dengue. Bagaimanapun, penting bagi klinisi
untuk menilai untuk mengetahui penyebab dan manajemen penyakit yang tepat.
Kerusakan End-Organ
Pembuluh darah dan platelet merupakan dua komponen utama yang terlibat dalam demam
berdarah.
Trombosit
Trombositopenia dan hemokonsentrasi adalah temuan konstan di DBD. Penurunan jumlah
trombosit di bawah 100.000 biasanya ditemukan di antara hari ke-3 dan 10. DENV-2 menginduksi
aktivasi, disfungsi mitokondria dan apoptosis di trombosit
Atau berkembang menjadi gangguan penglihatan yang permanen. Keterlibatan otot yang jarang
terjadi pada dengue dapat berupa mialgia kruris dan diperkirakan sebagai akibat invasi langsung
virus dengue pada serat otot atau dilepaskaannya sitokin miogenik. Terapi berupa simtomatik.
Dysarthria clumsy hand syndrome adalah manifestasi lain yang jarang dan berhubungan dengan
stroke sebagai akibat komplikasi trombosis dari dengue. Jadi beberapa presentasi pada sistem saraf
pusat yang terjadi pada daerah epidemik dengue, harus dilakukan penelusuran tentang infeksi
dengue yang mendasarinya.
Tabel 1 memuat beberapa manifestasi neurologis dari infeksi dengue.
Sistem Hepato-bilier
Keterlibatan hati pada infeksi dengue dapat berupa peningkatan enzim hati asimtomatik
sampai kegagalan hati fulminan. Transaminitis terdapat pada 30% pasien. Pada DHF dan DSS, gagal
hati akut terjadi secara cepat dan ikterik merupakan manifestasi klinis yang ditemukan pada hari
pertama penyakit. Pemeriksaan laboratorium, peningkatan AST sebanding dengan peningkatan
kerusakan monosit. Kadar aminotransferase (biasanya tidak lebih dari 100 U) biasanya mencapai
nilai maksimum pad ahari ke sembilan setelah episode demam pertama kali dan secara bertahap
turun menujui normal dalam dua minggu. DSS berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi
dibandingan DHF. DHF yang fatal berhubungan kerusakan hati yang parah dan akut, sebagai akibat
infeksi langsung yang masif pada hepatosit dan sel kupfer dengan respon sitokin minimal.
Kolesistitis akalkulus dilaporkan pada berbagai kasus. Edema kandung empedu yang
simtomatik yang ditemukan pada pemeriksaan USG bisa menjadi marker infeksi dengue sebelum
hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh. Kadar Alkalin fosfatase yang abnormal, penebalan
dinding kandung empedu, Murphys sign yang positif, adanya cairan peri-kolesitik, dan tidak
ditemukannya batu andung empedu merupakan temuan klinis yang dapat ditemukan pada
pemriksaan. Kolesitektomi tidak dianjurkan, akan tetapi harus dilakukan jika terdapat gangren pada
kandung empedu.
Pankreatitis akut dengan peningkatan amilase dan edema pankreas juga ditemukan dan
biasanya tidak berbahaya. Komplikasi yang jarang dan mengancam nyawa dari dengue adalah ruptur
limpa. Protitis akut bilateral juga pernah dilaorkan pada dengue.
Sistem Kardiovaskuler
Miokarditis adalah keterlibatan jantung yang paling sering ditemukan pada infeksi dengue.
Endokardium dan miokardium mengalami inflamasi. Serat otot diinfeksi oleh virus dengue dan
meningkatkan ekspresi dari gen inflamasi dan protein IP-10 dan peningkatan kadar kalsium
intraseluler. Insiden asimtomatik miokarditis mencapai 24%. Angka mortalitias yang signifikan (24%)
dilaporkan pada pasien dengue disertai miokarditis.
Ejeksi fraksi normal. Keadaan ini ditemukan pada keadaan kardiomiopati Takotsubo.Kelainan
tersebut bersifat sementara, tanpa gejala sisa pada akhir bulan ke tiga.
CPK-MB menjadi pemeriksaan yang penting, jika pemeriksaan EKG dan gambaran klinis
mengarah pada miokarditis. Kortikosteroid tidak berperan dalam tatalaksana miokarditis dengue.
Takikardi dan hipovolemia mengindikasikan prognosis yang buruk. Pasien dalam keadaan
tersebut harus diberi terapi cairan sampai menjadi bradikardi. Pemantauan CVP selama resusitasi
cairan sangat berguna.
Ginjal
Keterlibatan ginjal pada dengue (Tabel 4) lebih jarang ditemukan dibandingkan keterlibatan
organ lain. Temuan gangguan ginjal yang paling sering ditemukan adalah pre renal Acute Kidney
Injury (AKI) yang berhubungan dengan kehilangan cairan ruang ke ruang tiga dan dehidrasi. Lee dkk
dari Taiwan telah melaporkan insiden sebanyak 3,3% (10/304). Pasien dengan gagal ginjal
berhubungan dengan DHF memiliki mortalitas lebih tinggi. Insidennya diantara kasus DHF yang fatal
adalah 33,3%.
AKI bisa terjadi dengan atau tanpa rabdomiolisis. DHF dan DSS berhubungan dengan akut
tubuar nekrosis. Rabdomiolisis menyebabkan deposisi pigmen dan nekrosis tubular akut. IgA
nefropati dan hemolitik-uremik syndrome juga dapat ditemukan pada ifeksi dengue.
AKI pada dengue perlu terapi cairan yang tepat. Hemodialisis diperlukan pada beberapa
pasien. Hiperkalemia yang tidak respon dengan pengobatan konvensional, penurunan volume urin
yang progresif, dan uremia adalah indikasi dilakukan dialisis pada pasien AKI terkait dengue. Kadar
trombosit yang rendah bisa terjadi sebagai akibat uremia dan penggunaan heparin, yang
menyebabkan komplikasi lebih lanjut dari dengue.
Ko-Infeksi
Malaria
Malaria merupakan ko-infeksi yang paling sering ditemukan. Insiden ko-infeksi malarai
menunjukan rentang 8,3 % di Brazil sampai 26% di India. Plasmodium falsiparum adalah paling sering
ditemukan, plasmodium vivax juga dilaporkaan pada literatur lain.
Demam paroksismal yang tipikal tidak ditemukan. Ikterik dan manifestasi perdarahan lebih
sering daripada sakit kepala, mialgia, dan nyeri punggung. Hipotensi dan hepato-splenomegali juga
ditemukan. Hasil laboratorium, anemia, leukopenia dan trombositopenia bersifat lebih parah pada
ko-infeksi. Hematokrit tidak menjadi petunjuk uang berguna dalam terapi malaria. Index parasit
malaria dilaporkan rendah jika terdapat dengue.
Chikungunya
Aedes aegepty adalah vektor terbanyak dari dengue dan chikungunya. Sekitar 12% pasien
dengue mengalami artralgia. Jadi diagnosis chikungunya dan dengue cukup membingungkan.
Adanya bukti serositis, syok, dan trombositopenia mengarah pada dengue. Arthralgia pada dengeu
bersifat self-limiting, sedangkan pada chikungunya menyebabkan artritis yang berat bisa sampai
berbulan-bulan.
Leptospirosis
Leptospirosis dan dengue sering secara bersamaan menginfeksi individu selama musim
hujan. Angka ko-infeksi berkisar 1,3% samai 17,8%. Kebanyakan pasien menunjukan manifestasi
disfungsi hepatorenal dan trombositopenia. Jadi, pada kasus dengan presenteasi gangguan
hepatorenal, adanya leptospirosis harus dicurigai dan terapi antibiotik perlu diberikan. Kematian
disebabkan oleh kegagalan multiorgan dan koagulasi intravaskular diseminata.
Munculnya kembali virus zika menyebabkan gejala demam yang sulit dibedakan dengan
virus dengue. Artralgia sama-sama ditemukan pada kedua infeksi. Diagnosis virus zika ditegakan jika
setelah mengekslusi infeksi dengue melalui pemeriksaan seologis.
Tabel 5 menggambarkan beberapa manifestasi klinik yang berguna untuk membedakan diantara
virus zika dan dengue.
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor resiko paling signifikan pada infeksi dengue. Apoptosis pada
endotel mikrovaskuler menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan progresi menjadi DHF
dan DSS. Peningkatan sitokin pada Diabetes mellitus meningkatkan potensi kenocoran plasma pada
pasien DHF.
Hipertensi
Hipertensi dan diabetes mellitus menyebabkan klinis yang lebih buruk pada pasien dengan
infeksi dengue. Ras China yang mengalami diabetes dan hipertensi memiliki resiko 2,1 kali lebih
tinggi menjadi DHF dibandingkan yang bukan mengalami hopertensi dan Diabetes mellitus.
Penyakit Ginjal Kronik yang berhubungan dengan AKI telah dibahas sebelumnya.