Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MADYA SUBDIVISI NEFROLOGI

Stenosis Arteri Renalis

Ahmad Hadiwijaya
C110210 1 04

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

0
Stenosis Arteri Renalis
I. Pendahuluan
Stenosis arteri renalis (SAR) adalah penyempitan diameter lumen arteri renalis. Akibat
dari penyempitan ini aliran darah ke ginjal berkurang dan mengganggu fungsi ginjal dan
menyebabkan tekanan darah tinggi yang disebut hipertensi renovaskuler. SAR merupakan
penyebab utama terjadinya hipertensi renovaskuler.
Sebagian penderita dengan SAR tidak memberi gejala klinik karena secara fungsional
aliran darah ginjal masih adekuat sedangkan pada sebagian lain akan memberi gambaran klinik
hipertensi (hipertensi renovaskuler = HRV) tanpa gangguan fungsi ginjal atau dengan gangguan
fungsi ginjal (nefropati iskemik = NI).
Hipertensi renovaskuler merupakan hipertensi sekunder dimana hubungan kausalnya
berada antara bukti anatomi oklusi arteri dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi
renovaskuler merupakan konsekuensi klinis dari aktivasi renin-angiotensin sebagai akibat dari
iskemik ginjal.
Terdapat dua tipe stenosis arteri renalis yaitu :
1. Atherosclerotic renal artery stenosis : 90%
2. Fibromuscular dysplasia (FMD) : 10%
a. Medial fibroplasia (tipe FMD yang paling sering)
b. Perimedial fibroplasia
c. Intimal fibroplasia
d. Adventitia fibroplasia.
Hipertensi sistemik pada anak-anak lebih jarang dibandingkan dewasa dengan
insidens sekitar 1-5%. Adanya hipertensi pada anak biasanya mengindikasikan adanya suatu
penyakit yang mendasarinya (hipertensi sekunder). Pada anak-anak sekitar 5-25% hipertensi
sekunder berhubungan dengan penyakit renovaskuler.
Petunjuk diagnostik terbaik yaitu adanya penyempitan lumen arteri renalis
segmental atau fokal. Lokasi stenosis dengan kausa aterosklerisis yaitu pada ostium arteri renalis
atau sepanjang 2 cm proksimal arteri renalis. Sedangkan stenosis akibat dysplasia fibromuskular
biasanya berada pada mid atau distal arteri renalis dan lebih sering mengenai arteri renalis sisi
kanan daripada kiri.
II. Insidens dan Epidemiologi
Stenosis arteri renalis merupakan penyebab utama dari hipertensi renovaskuler dan
terhitung sebanyak 1-10% dari 50 juta kasus hipertensi di Amerika Serikat. Diperkirakan stenosis
arteri renalis berjumlah sekitar 1% dari hipertensi ringan dan sedang, dan sekitar 10%
bertanggung jawab terhadap hipertensi berat atau hipertensi yang sulit ditangani.

1
Sebanyak 70-80% kasus SAR pada orang tua disebabkan oleh lesi aterosklerotik yang
merupakan bagian dari aterosklerotik pada seluruh vaskuler, lebih banyak pada pria dan
umumnya pada penderita ditemukan berbagai faktor resiko utama kardiovaskuler. Penyempitan
ini lebih sering terjadi pada individu berusia 50 tahunan keatas. Diperkirakan bahwa derajat
penyempitan (lebih dari 50%) ditemukan pada sekitar 18% orang dewasa berusia antara 65-75
tahun. Hal ini berhubungan dengan fakta bahwa aterosklerosis sering terjadi pada kelompok usia
ini.
Pada pasien muda, penyempitan arteri renalis berhubungan dengan penebalan dinding
arteri (displasia fibromuskular), terjadi pada kisaran umur 30-40 tahun dan lebih sering mengenai
wanita yaitu mencakup 5-10% kasus. Usia termuda yang dilaporkan dengan stenosis arteri
renalis karena displasia fibromuskuler yaitu 6 bulan. Pada kelompok dewasa lebih sering pada
wanita daripada pria.

III. Anatomi
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, retroperitoneal, di kedua sisi kolumna
vertebralis. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal
kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena hepar berada di sebelah
kranial dari ginjal. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi thorakal 12, sedangkan kutub atas
ginjal kiri terletak setinggi thorakal 11.
Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan ukuran panjang 11cm, lebar 6 cm, tebal 3 cm.
Ukuran berat kira-kira 135-150 gram, berwarna agak kecoklatan. Mempunyai extremitas cranial
(poluscranialis) dan extremitas inferior (poluscaudalis), facies anterior dan facies posterior,
kedua permukaan itu bertemu pada margo lateralis dan margo medialis. Kira-kira pada
pertengahan margo medialis terbentuk suatu cekungan yang disebut hilum renale, yang
merupakan tempat masuk arteri renalis dan serabut-serabut syaraf serta tempat keluarnya vena
renalis dan ureter. Kedua ureter panjangnya 10 sampai 12 inci terbentang dari ginjal sampai
kandung kemih.
Kedua ginjal diliputi oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat yang membungkus juga
struktur-struktur yang masuk dan meninggalkan hilum renale. Kapsula fibrosa ini dibungkus oleh
jaringan lemak (perirenal fat), yang bersama-sama jaringan ikat membentuk fascia renalis.
Kelenjar adrenal terletak di atas kutub masing-masing ginjal.

2
Gambar 1. Anatomi ginjal.

Gambar 2. Bagian-bagian ginjal.


Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbal 2. Arteri
renalis masuk ke dalam hilus dan bercabang menjadi a. interlobaris yang berjalan diantara
pyramid, selanjutnya membentuk a. arkuata yang melengkung melintasi basis pyramid. Arteri
arkuata membentuk arteriola-arteriola interlobularis yang tersusun pararel di dalam korteks.
Arteriola ini selanjutnya membentuk arteriole afferent dan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler
yang disebut glomerulus. Darah yang mengalir melalui system ini akan dialirkan ke jaringan

3
vena, selanjutnya menuju v. interlobularis, v. arkuata, v. interlobaris dan v. renalis, untuk terakhir
mencapai v. cava inferior.

Gambar 3. Vaskularisasi ginjal.

4
Gambar 4. Gambar angiogram anatomi normal vaskuler abdomen dan pelvis

Posisi ginjal bervariasi, dan walaupun sebagian besar arteri renalis muncul antara L1 dan
L2, panjang arteri renalis dan sudut antara aorta dan arteri renalis bervariasi. Semakin rendah
letak ginjal maka arteri renalis akan makin panjang dan makin angulasi.

IV. Etiologi
Stenosis arteri renalis disebabkan oleh beberapa hal antara lain aterosklerosis, displasia
fibromuskular, vaskulitis dan penyebab lain yang jarang seperti poliarteritis nodosa,
neurofibromatosis, emboli dan thrombosis.
Pada pasien umur tua SAR paling sering disebabkan oleh lesi aterosklerosis , penyebab
yang sama pada penyempitan arteri pada penyakit jantung koroner dan stroke, juga memiliki
faktor resiko yang sama. Plak kolesterol terbentuk sepanjang dinding arteri renalis dan secara
bertahap menimbulkan penyempitan. Faktor resiko stenosis arteri renalis antara lain merokok,
diabetes dan hipertensi. SAR yang disebabkan oleh aterosklerosis umumnya adalah penyakit
progresif yang disertai penyempitan lumen arteri dimana akhirnya akan mengganggu aliran
darah ginjal serta struktur dan fungsi ginjal. Pada pasien muda penyebabnya yaitu displasia
fibromuskular, suatu penebalan abnormal otot dinding arteri. Penyebab lain yang lebih jarang
adalah arteritis Takayasu, neurofibromatosa, aneurisma aorta disekans, post transplant stenosis
dan emboli dan kompressi oleh massa tumor.
FMD (penyempitan pembuluh darah karena penebalan internal dari dinding pembuluh
darah) jarang menyebabkan SAR tetapi merupakan penyebab penting terjadinya hipertensi
renovaskuler pada anak-anak dan pertengahan dewasa. FMD merupakan kelainan noninflamasi,
nonaterosklerotik yang menyebabkan terjadinya stenosis arteri. Paling sering mengenai arteri
renalis dan arteri carotis dan paling jarang mengenai arteri vertebralis, iliaka, subklavia dan arteri
visceralis.
Penyebab FMD masih belum diketahui dan masih dalam penelitian. Penyakit ini
kemungkinan didasari oleh berbagai penyebab. Beberapa faktor yang mungkin memegang
peranan penyebab FMD antara lain:
 Pengaruh hormon : penyakit ini muncul pada umumnya pada wanita.
 Genetik : sekitar 10% kasus menunjukkan familial. Fibromuscular dysplasia juga
muncul bersama dengan abnormalitas genetik lain pada pembuluh darah.
 Stres mekanik internal : trauma atau stress pada dinding arteri.

5
 Kehilangan suplai oksigen pada dinding pembuluh darah : hal ini muncul jika
pembuluh darah kecil yang mengsuplai oksigen ke dinding arteri terblok oleh lesi
fibrous.
V. Patofisiologi
Pada orang dewasa penyakit renovaskuler cenderung muncul pada waktu dan jenis
kelamin yang berbeda. Aterosklerotik utamanya timbul pada sepertiga proksimal arteri renalis
dan cenderung pada pria usia tua. FMD muncul pada duapertiga dan cabang arteri renalis dan
sering muncul pada wanita yang lebih muda.
Secara patologi FMD merupakan penyempitan arteri berukuran sedang dengan
karakteristik perubahan fibrodisplastik yang bersifat nonsklerotik dan noninflamasi.
Fibromuscular dysplasia meliputi fibrous atau hipertrofi muscular dari tunika media pembuluh
darah dengan hyperplasia fibrous intima.. Proses ini dapat bersifat oklusi ringan sampai oklusi
total pembuluh darah. Fibromuskular dysplasia diklasifikasikan berdasarkan lapisan dinding
arteri yang terkena. Klasifikasi patologik FMD yaitu :
- Intimal fibrodisplasia
 Berjumlah kurang dari 10-15% dari seluruh kasus FMD dan mengenai anak-
anak dan dewasa muda.
 Deposit kolagen pada lapisan intima secara sirkumferensial mengakibatkan
lumen menyempit konsentrik dan pendek-pendek memberikan gambaran
ringlike stenosis pada angiography, atau dapat menyempit pada tempat yang
lebih panjang memberikan gambaran stenosis tubular yang smooth.
- Medial fibroplasia ( 3 subtipe)
 Medial dysplasia
 Berjumlah 70-80% dari kasus FMD dan khususnya mengenai wanita
pada dekade ke-4.
 Bagian intima dan media yang menipis disertai hilangnya lamina elastic pada
dinding pembuluh darah menyebabkan terbentuknya aneurisma. Area ini
diselingi oleh area dimana tunika media mengalami fibrosis memberikan
gambaran khas “string of beads” pada angiography dengan ukuran “beads”
yang lebih besar dari diameter arteri.
 Perimedial fibroplasias
 Berjumlah 10-15% dari seluruh kasus FMD ginjal.
 Jaringan fibrosa menggantikan bagian terluar dari lapisan muskularis
tunika media media menyebabkan stenosis berat tapi tidak ada
pembentukan aneurisma.

6
 Subtipe ini juga dapat memberikan gambaran string of beads
appearance pada angiography, tapi gambaran beads berukuran lebih
kecil dari diameter pembuluh darah asalnya.
 Media hyperplasia
 Berjumlah 2-3% dari seluruh kasus fibromuscular dysplasia ginjal.
 Patologi berupa hiperplasia konsentrik smooth muscle tanpa perubahan
fibrotik.
 Tampak sebagai konsentrik dan smooth stenosis pada gambaran
radiologi.

- Adventitial fibroplasia
 Bentuk ini berjumlah kurang dari 1% dari seluruh fibromuscular dysplasia
ginjal.
 Kolagen menggantikan jaringan konektif normal dari tunika adventisia.
Renal stenosis merupakan penyempitan arteri renalis yang mengakibatkian penurunan
aliran darah ke ginjal. Hal ini mengakibatkan hipertensi melalui pelepasan enzyme renin dari sel-
sel juxta glomerular. SAR yang signifikan jika stenosis arteri sebesar > 50% dan menyebabkan
gangguan hemodinamik yang signifikan jika ukuran diameter lumen berkurang sebesar >75%.
VI. Diagnosis
1. Gejala Klinik
Pada umumnya stenosis arteri renalis tidak berhubungan dengan suatu gejala yang
spesifik. Tanda-tanda yang mencurigakan adanya stenosis arteri renalis yaitu :
- Hipertensi yang tidak berespon baik terhadap pengobatan.
- Onset hipertensi yang timbul pada usia dibawah 35 tahun atau lebih dari 55 tahun.
- Suatu incidental finding (ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan karena
penyakit yang lain) adanya satu ginjal yang lebih kecil dibandingkan ginjal normal
pada sisi lainnya.
- Kerusakan jaringan ginjal
- Gagal ginjal kronik
Manifestasi klinik stenosis arteri renalis umumnya adalah hipertensi.
2. Laboratorium
Diagnosis laboratorium jarang digunakan, pemeriksaan radiologi merupakan gold
standar.
 Pemeriksaan plasma rennin sebelum dan setelah pemberian ACE inhibitor.
Pemeriksaan sampel urine pagi menunjukkan hasil < 3ng/ml/jam.
3. Radiologi
Scintigraphy Ginjal

7
Dilakukan dengan dan tanpa ACE inhibitor (captopril renography). Nilai sensitivitas
80-100%, lebih aman bahkan pada kondisi insufisiensi ginjal.
Angiography
Renal angiography tetap menjadi kriteria standard dalam mendiagnosis stenosis
arteri renalis. Penilaian ukuran stenosis melalui angiography tidak akurat.
Angiography hanya memberikan informasi anatomi tapi tidak dapat menilai aliran
darah melalui stenosis.

Gambar 5. Angiogram selektif menunjukkan displasia fibromuskular arteri renalis kanan.


Perubahan degeneratif yang menuju fibroplasias dan kelemahan dinding pembuluh darah
mengakibatkan fibrous dan gambaran klasik “string of beads” yang khas pada medial fibroplasia .

Gambar 6. Tampak stenosis arteri renalis kiri menunjukkan penyempitan arteri pada daerah ostial
yang smooth dan konsentrik, gambaran khas stenosis akibat atherosclerotic .

8
USG Color Doppler
Pemeriksaan ini bergantung pada skill dan pengalaman operator. Pemeriksaan ini akan
sulit dilakukan pada pasien obesitas dan banyaknya udara dalam usus. Walaupun
demikian USG Doppler memiliki sensitivitas sebesar 84-98% dan spesifisitas sebesar
62-99% dimana spesifisitas ini lebih baik daripada MRA.
CT Angiography
Tidak dapat digunakan jika terdapat alergi bahan kontras. Memiliki sensitivitas
sebesar 89-100% dan spesifisitas 82-100%. Karakteristik dari FMD pada CTA berupa
penyempitan pada arteri renalis yang memberikan gambaran “string of beads atau
nodular appearance yang berhubungan dengan proliferasi tunika intimal dan medial.

Gambar 8. CT abdomen dengan kontras IV menunjukkan gambaran noduler (string of


beads sign) pada arteri renalis kanan (panah) karakteristik untuk fibromuskuler
dysplasia

MR Angiography
Renal MRA umumnya digunakan untuk mengevaluasi adanya hipertensi
renovaskuler dan renal insufisiensi. Pemeriksaan ini dengan menggunakan bahan
kontras (gadolinium).

9
Gambar 9. Stenosis arteri renalis kanan. Tampak stenosis pada daerah ostium yang konsentrik.

Gambar 10. string of beads appearance pada arteri renalis kanan (FMD).
VII. Penatalaksanaan
Pengobatan terhadap hipertensi renovaskuler berupa pengobatan medikamentosa serta
tindakan revaskularisasi.
1. Terapi Medikasi
Pengobatan medikamentosa tidak berbeda dengan hipertensi esensial yaitu antara lain :
 Kontrol hipertensi dengan menggunakan ACE inhibitor atau angiotensin
reseptor blocker dan diuretik. Perhatian khusus harus dberikan bila
memberikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin
receptor blocker (ARB). Kdua obat ini merupakan pilihan pada stenosis arteri
renalis unilateral dengan ginjal kontralateral yang berfungsi baik. Sebaliknya
merupakan kontaindikasi pada stenosis arteri renalis bilateral atau pada
stenosis arteri renalis unilateral dimana hanya satu ginjal (yang stenotik) yang
berfungsi, oleh karena akan menyebabkan perburukan fungsi ginal, bahkan
gagal ginjal akut. Umumnya dibutuhkan kombinasi beberapa macam

10
antihipertensi untuk mendapatkan kontrol tekanan darah yang optimal pada
penderita hipertensi enovaskuler.
2. Operasi endovaskular
Jika SAR semakin berat hingga terjadi stenosis total, maka diperlukan tindakan operasi
untuk mengembalikan aliran darah ke ginjal. Beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan
antara lain:
 Angioplasti
Manajemen endovascular dengan cara percutaneus transluminal renal angioplasty
(PTRA) dan stenting (PTRS). PTRA umumnya efektif untuk kasus FMD
sedangkan PTRS efektif untuk SARA. Angioplasty merupakan prosedur dimana
kateter dimasukkan ke arteri renalis melalui arteri femoralis. Sebuah balon kecil
yang terletak pada ujung kateter kemudian di kembangkan untuk melebarkan area
stenotik.
 Endarterectomy
Tindakan ini berupa pembersihan plak pada dinding arteri sehingga permukaan
lumen arteri bersih kembali.
 Operasi Bypass
Untuk menciptakan bypass maka digunakan vena atau pembuluh sintetik untuk
menghubungkan aorta dan ginjal.
Indikasi operasi yaitu :
 Hipertensi yang menetap dengan pemberian 3 atau lebih jenis obat
antihipertensi termasuk diuretic.
 Azotemia progresif
 Gagal ginjal akut dengan ACE inhibitor dengan komorbid gagal jantung
congestive
 Edema paru yang berulang
 Stenosis arteri renali bilateral
Kontraindikasi (relative)
 Hipertensi terkontrol baik dengan 1 atau 2 jenis antihipertensi
 Fungsi ginjal normal
 Atrofi ginjal lanjut (<7,5 cm)
 Proteinuria signifikan.
Prosedur operasi
 Operasi revaskularisasi, sekarang sudah jarang dilakukan.
 Percutaneus transluminal renal angioplasty (PTRA), prosedur ini telah
digantikan oleh stenting sehubungan dengan adanya stenosis yang berulang
pasca PTRA dan recoil.
 Renal artery stenting, prosedur yang lebih disukai.

11
. Pada penderta stenosis arteri renalis karena fibromuskuler displasia, tindakan revaskularisasi
baik dengan operasi atau angioplasti (dengan atau tanpa stent) dapat merupakan pengobatan
definitif dalam menurunkan tekanan darah dan mencegah terjadinyaataupun perburukan
nefropati iskemik. Sedang pada penderita SAR karena proses aterosklerosis, tindakan ini kurang
memberi hasil yang optimal.
Pengobatan hipertensi renovaskuler pada anak-anak yaitu dengan medikasi
antihipertensi, dapat berupa adrenergic bloker, diuretik dan ACE inhibitor. Hasil yang sangat
baik ditunjukkan melalui prosedur operasi berupa angioplasty perkutaneus, revaskularisasi.
VIII. Prognosis
Walaupun banyak pasien atherosclerotic renovascular disease (ARVD) yang memiliki
CKD, tetapi hanya sebagian kecil yang berkembang membutuhkan dialysis. Penderita biasanya
meninggal akibat komplikasi kardiovaskuler. Pasien dengan ARVD yang bisa sehat kembali
sangat jarang, hal ini disebabkan oleh faktor usia pasien dan komorbid penyakit kardiovaskuler
dan gagal ginjal.
Five year survival pada ARVD yaitu :
A. Stenosis arteri renalis unilateral : 96% five year survival
B. Stenosis arteri renalis bilateral : 74% five year survival
C. Stenosis atau oklusi ginjal soliter : 47% five year survival
D. End stage renal disease dengan hemodialisa : 18% five year survival (50% teo year
survival.

Daftar Pustaka

1. Nabili ST. Renal artery stenosis. 2011 [cited 2011 nopember 6]. Available from:
http://www.medicinenet.com/renal_artery_stenosis/article.htm
2. Hebra A, Mancini MC. Renovascular hypertension, surgical treatment. 8 August
2008. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1017809-overview
3. Rauf, Syarifuddin. Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FH-
UH
4. Alatas H,dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak edisi 2. IDAI.Jakarta 2002.
5. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam : Wilson LM,
Price SA. Patofisiologi: konsep klinis proses proses penyakit. Edisi 6. Vol 2. EGC.
Jakarta. 2005. Hal 867-89.
6. Anonym. Pathology of renal artery stenosis. Available from:
http://www.scribd.com/doc/22597466/Pathology-of-Renal_artery-Stenosis

12
7. Slovut DP, Olin JW. Clinical manifestation and diagnosis of fibromuscular dysplasia.
10 Juni 2010. Available from: http://www.uptodate.com/contents/clinical-
manifestations-and-diagnosis-of-fibromuscular-dysplasia?source=see_link
8. Anonym. Fibromuscular dysplasia. December 2010. Available from:
http://my.clevelandclinic.org/heart/disorder/vascular/fibromuscular_dysplasia.aspx
9. Krumme B, Donauer J. Atherosclerotic renal artery stenosis and reconstruction.
Kidney international. 2006. 20 september 2006. Vol 70.p.1543-7. Available from:
http://www.nature.com/ki/journal/v70/n9/full/5001836a.html
10. Anonym. Renal artery stenosis,pediatric. Lippincot Williams&wilkins. April 2010..
Available from: http://5minuteconsult.com/5mc/306774

13

Anda mungkin juga menyukai