Anda di halaman 1dari 21

HIPERGLIKEMIA REAKTIF

(POLA GULA DARAH PADA PASIEN STROKE)


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun Oleh :
Rizka Faradilla
0807101050001

Pembimbing
Dr. Sri Hastuti, Sp.S

BAGIAN/SMF SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

2014

DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. 1
Daftar Isi........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 3
1.2 Tujuan......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 5
2.1 Definisi...................................................................................................... 5
2.2 Macam-macam Hyperglikemi Pada Stroke Akut.................................... 6
2.3 Patogenesis.............................................................................................. 6
2.4 Hubungan Hiperglikemia dengan Stroke................................................ 9
2.5 Efek Hiperglikemia dengan Stroke.........................................................10
2.6 Manifestasi klinik....................................................................................12
2.7 Diagnosa..................................................................................................13
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................13
2.9 Prognosa..................................................................................................15
BAB III PENUTUP..........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian karena hingga saat
ini stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab kematian, setelah penyakit
kardiovaskular dan keganasan (American Heart Association, 2004). Selain
menyebabkan kematian, penyakit ini juga merupakan penyebab utama kecacatan
jangka panjang (Hewer, 1990). Menurut WHO lima belas juta orang di seluruh dunia
terserang stroke setiap tahun, lima juta meninggal dan lima juta lainnya menderita
kecacatan (Disabled world, 2008).
Upaya yang ideal untuk menghadapi masalah stroke ini adalah pencegahan
terhadap faktor faktor risiko. Dan berbagai faktor-faktor risiko, hiperglikemia
merupakan salah satu faktor resiko yang penting untuk terjadinya stroke.
Selain sebagai faktor risiko, hiperglikemia juga bisa timbul pada penderita
stroke yang tidak pernah menderita atau tidak mempunyai riwayat diabetes melitus
sebelumnya, yaitu pada fase akut (segera setelah serangan stroke). Hiperglikemia
inilah yang dikenal sebagai hiperglikemia reaktif (Candelise, 1995; Melamed,dkk,
1976)
Mekanisme terjadinya hiperglikemia reaktif pada stroke belurn dapat
dipastikan. Upaya untuk rnenjelaskan patofisiologinya sering terhambat oleh berbagai
kendala, antara lain kenyataan bahwa sebagian besar kasus yang mengalami

fenomena ini tidak mempunyai data kadar glukosa darah premorbidnya. Meskipun
demikian para ahli memperkirakan bahwa hiperglikemia reaktif bukanlah fenomena
yang berdiri sendiri. Pendapat yang menonjol adalah hiperglikemia yang terjadi
merupakan respon terhadap stres.

Peneliti lain menganggap hiperglikemia ini

bukanlah respon terhadap stres melainkan merupakan kelainan yang sebelumnya


sudah ada pada penderita yang baru tercetus pada serangan stroke.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaan Hiperglikemia reaktif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi
sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehingga
terjadi peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar puasa normal 80 90 mg /
dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,
1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darah
puasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yang
tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multiple
yang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).
Hiperglikemi reaktif dapat terjadi pada stroke hemoragik dan stroke iskemik,
tetapi dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemi reaktif ini lebih
banyak terjadi pada kasus stroke hemoragik, hal ini mungkin disebabkan karena
kasus stroke hemoragik memang cenderung lebih berat keadaan klinisnya daripada
stroke iskemik. Peningkatan kadar glukosa darah sebenarnya tidak hanya dipengaruhi
oleh jenis dari stroke, tetapi juga mungkin lebih berhubungan dengan beratnya stroke
pada fase awal, Dengan demikian, semakin berat serangan stroke/kerusakan jaringan
yang terjadi, makin berat pula stres yang ditimbulkan, beratnya keadaan klinis
penderita dinilai berdasarkan GCS (Van Kooten; Candelise, 1993).
Hiperglikemi reaktif biasanya terjadi pada hari pertama, menunjukkan kadar
tertinggi pada hari kedua, dan terjadi penurunan kadar glukosa darah yang terjadi
mulai hari ketiga. Pada hari keempat dan kelima kadar glukosa darah menjadi stabil

kembali, hal ini memperkuat pendapat bahwa kadar hiperglikemia reaktif yang terjadi
bersifat sementara (Topic, dkk, 1988).
2.2 MACAM-MACAM HIPERGLIKEMI PADA STROKE AKUT
Pasien dengan hiperglikemia pada fase akut stroke dapat dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu;
1.
2.
3.
4.

pasien yang mengetahui bahwa dirinya adalah penderita diabetes melitus,


pasien yang baru diketahui menderita diabetes melitus pada saat itu,
pasien dengan glukosa puasa terganggu, dan
tanpa diketahui penyakit yang mendasarinya, juga disebut sebagai stress
hyperglycemia (reactive hyperglycemia).

Antara 5-28% pasien stroke mempunyai diabetes yang tidak terdiagnosis


sebelumnya (Kiers, dkk., 1992). Hiperglikemia didapatkan pada pasien saat masuk
rumah sakit kira-kira 2/3 pasien yang memang diabetes melitus dan kurang lebih 40%
pada pasien non diabetes, dengan keseluruhan insiden hiperglikemia kurang lebih
50% pada pasien stroke (Capes, dkk., 2001; Mui, dkk., 2007). Kondisi tersebut
dijumpai pada semua jenis patologis stroke, baik perdarahan maupun stroke lakuner
(Scot, dkk., 1999).

2.3 PATOGENESIS
Gangguan regulasi gula darah yang sering juga disebut hiperglikemi reaktif
dapat terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan,

reaksi ini adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek
perubahan biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke akut.
Dalam keadaan stress terjadi mekanisme respon adaptasi, yaitu:
1. Sistem saraf otonom simpatis
2. Corticotrophin-releasing hormone (CRH)
Pusat sistem simpatis terletak di batang otak, aktivitas sistem ini akan
menyebabkan terjadinya pelepasan katekolamin (epinefrin yang mempunyai efek
yang sangat kuat terhadap reaksi glikogenolisis dan glukoneogenesis dalam hati,
sehingga akan meningkatkan pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi dan
selain menghambat pemakaian glukosa di jaringan perifer juga akan menghambat
sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Norepinefrin mempunyai efek lemah terhadap
glikogenolisis dalam hati, tetapi dapat merangsang glikoneogenesis karena
mempunyai efek lipolisis yang kemudian memberi asupan gliserol bagi hati. Alanin
yang berasal dari protein otot juga dapat mengakibatkan peningkatan proses
glukoneogenesis pada keadaan kritis, laktat juga merupakan precursor yang penting
bagi glukosa dalam hati dan merupakan refleksi peningkatan glikogenolisis di
jaringan perifer dan kemungkinan down regulation dari pirufat dehidrogenase, laktat
akan berfungsi sebagai substrat alternative bagi proses glukoneogenesis dalam
keadaan stress katabolik. Gliserol akan masuk ke dalam sel hati untuk berpartisipasi
dalam proses glukoneogenesis, setelah dilepas dari jaringan adipose, karena
kecepatan lipolisis akan meningkat sebagai akibat sekresi hormon counterregulatory
(Soegondo, dkk, 2001 ; Wortsman, 2002)

Sistem CRH tersebar di seluruh bagian otak tetapi paling banyak terdapat di
nucleus paraventrikular hipotalamus, perangsangan sistem CRH akan mengaktivasi
aksis hipofisis-adrenal. Hipofisis akan menghasilkan adrenocorticotrophin hormone
9

(ACTH) yang akan merangsang kortek adrenal untuk melepas kortisol, efek kortisol
terhadap metabolism karbohidrat adalah perangsangan proses glukoneogenesis dan
selanjutnya akan menyebabkan peningkatan glukosa dalam darah (Soegondo, dkk,
2001 ; Wortsman, 2002).
2.4 HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DAN STROKE
Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu
keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan
hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus
diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3 mekanisme
yang mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke dan derajat
hiperglikemia (Habib, dkk, 2001; Martin, dkk, 1987).
Terdapat 3 mekanisme yang mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya
kerusakan akibat stroke dan derajat hiperglikemia.
1. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami
metabolisme anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan
menyebabkan asiosis intra dan ekstraseluler, yang akan menyebabkan
terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan vascular. Pada
keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat pada daerah iskemik akan
dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah otak atau
pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan masuknya
glukosa ke dalam sel.

10

2. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar neurotransmitter


glutamate dan aspartat, yang keduanya mempunyai sifat eksitasi dan
neurotoksik, pada keadaan normal pelepasan glutamate akan merangsang
saraf pada lokasi pasca reseptor dan depolarisasi. Dalam keadaan
hiperglikemia dan hipoksia maka kadar asam amino ekstraseluler yang akan
merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan yang berlebihan
bersama kegagalan reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi glutamate
dan aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi neuron pasca
sinaptik yang kemudian akan menyebabkan kematian neuron.
3. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron akan
terjadi peningkatan kalsium intraseluler, yang akan mengakibatkan terjadinya
kerusakan neural (Habib,dkk, 2001; Martin, dkk, 1987).
2.5 EFEK HIPERGLIKEMIA TERHADAP STROKE
Beberapa peneliti menyatakan bahwa kelainan metabolik yang dapat terjadi
akibat iskemik serebral antara lain asidosis laktat, perubahan aliran perdarahan otak,
pool glutation yang berkurang dan terganggunya fosforilasi oksidatif dan produksi
ATP (Van Kooten; Candelise, 1993).
Keadaan peningkatan kadar glukosa darah akut sendiri akan memperburuk/
memperluas kerusakan jaringan otak melalui beberapa mekanisme. Hiperglikemia
yang terjadi akut antara lain menyebabkan penurunan regional cerebral blood flow

11

(rCBF) dan mengurangi mekanime kompensasi aliran darah selama fase iskemia,
Penurunan rCBF selama keadaan hiperglikemi terjadi karena:
1. peningkatan resistensi serebrovaskular karena hiperosmolaritas plasma,
2. peningkatan viskositas darah dan
3. berkurangnya metablisme serebral (Duckrow, 1987).
Penurunan CBF dan pasokan (supply) oksigen, menimbulkan metabolisme
anaerobik dalam otak, dengan akibat produksi asam laktat meningkat (asidosis
jaringan) dan terjadi edema otak. Berger (1985) melaporkan bahwa pada gambaran
CT Scan penderita yang mengalami hipergikemia, daerah hipodensnya meluas lebih
cepat, sehingga cenderung ada pergeseran garis tengah (midline shift) atau kompresi
ventrikel. Perburukan lesi otak akibat hiperglikemia ini juga terbukti pada
pemeriksaan otopsi yang menunjukkan bahwa insidens edema otak lebih tinggi pada
kadar glukosa darah yang tinggi (Berger I, 1986).
Hiperglikemia dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen pasca
iskemik dibandingkan pada pasien normoglikemia dan selain itu juga mempunyai
derajat asidosis laktat otak yang lebih tinggi, Hal ini akan meningkatkan
pembentukan

radikal

bebas

oksigen

yang

akan

merusak

neuron-neuron.

Hiperglikemia juga memperparah edema, meningkatkan pelepasan neurotransmiter


excitatory amino acid dan melemahnya pembuluh darah di area iskemik. keadaan ini

12

menunjukkan bahwa pengobatan aktif keadaan hiperglikemia ini mungkin dapat


memperbaiki prognosis pasien stroke (Van Kooten; Candelise, 1993).
Porte mempunyai pendapat yang berbeda dan menyatakan karena susunan
saraf pusat merupakan pengguna glukosa utama waktu perut kosong, ia sangat
dipengaruhi aliran darah dan oksigenasi ke otak, seperti pada keadaan hipovolemi,
hipertensi, dan hipoksia. Penurunan kadar glukosa darah pada keadaan hiperglikemia
melalui pengurangan glukoneogenesis di hati dengan pemberian insulin merupakan
suatu kontra indikasi kecuali penyebab primer telah dikoreksi atau terjadi suatu
hiperglikemia berat (Porte, 1985).
Secara klinis adanya diabetes atau hiperglikemi akan mempengaruhi proses
penyembuhan, memperberat akibat stroke iskemik akut dan juga mempercepat
rekuren/ kambuhnya stroke. Keadaan hiperglikemia juga mempermudah terjadinya
edema otak dan meningkatkan angka kematian pasien yang dirawat akibat stroke.
Cox telah membuktikan bahwa hiperglikemia bersama-sama kadar gliko-Hb yang
normal mempunyai arti prognosis yang buruk bagi pasien-pasien dengan stroke.
Hiperglikemi sendiri dapat merupakan akibat respon stress sesudah terjadi
stroke pada pasien-pasien non diabetes. Respon stress ini mengakibatkan peningkatan
katekolamin, peningkatan lipolisis, kenaikan kadar asam lemak bebas, dan hal itu
merupakan prognosis yang buruk (Marfella, 2003; Kagansky, 2001).
2.6 MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi kliniknya adalah sama dengan manifestasi klinik stroke, yang
disertai dengan adanya peningkatan glukosa darah.
13

1. Kelemahan atau mati rasa tiba-tiba pada wajah, lengan, kaki pada satu sisi
tubuh (hemi atau monoparesis menunjukkan defisit sensori).
2. Tidak dapat berbicara atau kesulitan bicara atau bicara sulit dimengerti.
3. Hilangnya penglihatan atau kabur hanya pada satu mata, penglihatan ganda,
vertigo menunjukkan keterlibatan sirkulasi posterior.
4. Mengantuk, tidak dapat berdiri atau tiba-tiba jatuh.
5. Aphasia (hilangnya kemampuan berekspresi) terlihat pada pasien stroke
sirkulasi anterior.
6. Pada keadaan hiperglikemia dengan kadar glukosa darah di atas 300 mg/dL
dapat dijumpai gejala neurologi berupa lemah, perubahan status mental,
penurunan kesadaran sampai koma.
2.7 DIAGNOSA
Kadar glikemia fluktuatif selama fase akut stroke dan terdeteksi hiperglikemia
meningkat dengan pengukuran secara berkala kadar gula dalam plasma. Peningkatan
glukosa darah daripada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau
rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah. Pemeriksaan kimia darah
lengkap, Gula darah sewaktu: Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur kembali turun.
Setelah pengukuran gula darah awal saat sebelum masuk rumah sakit, maka
direkomendasikan untuk monitoring terhadap glukosa serum dalam kapiler dengan
cara pungsi vena atau fingerstick. Jika gula darah awal adalah normal, maka

14

pengukuran dapat diulang dengan interval 4-6 jam selama 24 jam, kemudian
dilanjutkan sekali atau dua kali dalam sehari (Setyopranoto, I, 2009).

2.8 PENATALAKSANAAN
Jika kadar gula darah meningkat, maka harus dilakukan pemberian dosis awal
insulin intravena, selanjutnya pengukuran gula darah dapat dilakukan tiap jam, dan
dilanjutkan setiap 2-4 jam sekali hingga glikemia terkendali dan kecepatan pemberian
infus tetap jangan diubah. Saat ini di beberapa rumah sakit tersedia banyak peralatan
untuk mengukur secara kontinyu kadar gula secara subkutan dan lebih praktis dan
cepat. Untuk mencegah hiperglikemia, pemberian infus yang berisikan cairan glukosa
harus dihindari. Adanya infeksi dan demam harus dilakukan pemberian terapi secara
tepat. Pemberian terapi terhadap kecurigaan hiperglikemia sebelum dirujuk ke rumah
sakit tidak boleh dilakukan sebelum diperiksa kadar gula darahnya (Setyopranoto, I,
2009).
Hiperglikemia yang ditegakkan segera setelah tiba di rumah sakit dapat
diberikan terapi, dan yang terbaik adalah pemberian insulin intravena secara
kontinyu. Pemberian insulin tersebut adalah sesuai dengan guideline terkini, aman
serta cepat, dan dalam beberapa menit segera tercapai kadar gula darah normal secara
persisten (Setyopranoto, I, 2009).
Terdapat perbedaan dalam hal pemberian insulin intravena berdasarkan
beberapa penelitian maupun yang sudah diterima (Trence et al., 2003; Goldberg et
al., 2004). Selama pemberian infus insulin secara kontinyu, maka terjadinya
15

kemungkinan hipokalemia harus diperhatikan dan jika terjadi maka harus dikoreksi.
Penambahan glukosa untuk mencegah hipoglikemia pada infus insulin tidak
dibenarkan (Trence et al., 2003; Goldberg et al., 2004).
Pemberian insulin subkutan secara intermiten memberikan hasil yang berbeda
yaitu setelah beberapa hari kadar gula darah baru terkontrol. Seperti sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa hiperglikemia harus diberikan terapi jika kadar gula darah 10.016.6 mmol/l (180300 mg/dl) (Adams Jr et al., 2003; Toni et al., 2004).
Kontrol gula darah selama fase akut stroke. insulin reguler diberikan subkutan
setiap 6 jam dengan cara sliding scale atau infus intravena terus menerus. Insulin
reguler dengan sliding scale.
Tatalaksana Hiperglikemia pd Stroke akut(PERDOSSI, 2007)
Gula darah (mg/dL)
< 80
80-150
150-200
201-250
251-300
301-350
351-400
>400

Insulin tiap 6 jam SC


tidak diberikan insulin
tidak diberikan insulin
2 unit
4 unit
6 unit
8 unit
10 unit
12 unit

*KGD harus diturunkan <180 mg/dL


Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan sliding scale, diperlukan infus
kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai 10 unit/jam.
Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan
infus dapat disesuaikan. Pada hiperglikemia yang hebat >500 mg/dL, diberikan bolus
pertama 5-10 unit insulin reguler tiap jam. Setelah kadar gula darah stabil dengan
16

infus kontinyu atau skala luncur dilanjutkan dengan pemberian insulin reguler
subkutan (fixdosed).
2.9 PROGNOSA
Di dalam sebuah penelitian kematian dini pada kasus stroke yang mengalami
hiperglikemia reaktif adalah 65,5% dibandingkan dengan 29,2% yang tidak
mengalami hiperglikemia (normoglikemia). Dalam penelitian lain, Candelise (1985)
juga melaporkan bahwa angka kematian kasus non diabetes melitus yang mengalami
hiperglikernia reaktif paling tinggi (78%) bila dibandingkan dengan kasus stroke pada
penderita diabetes melitus (45 %) dan kasus non diabetes meitus yang normoglikemia
(29%). Dalarn pengamatan jangka panjangnya, Woo dkk. (1990) juga melaporkan
angka kematian kasus stroke non diabetes melitus yang mengalami hiperglikemia
reaktif

adalah

74%

dibandingkan

dengan

yang

norrnoglikemia

24%

adanya hiperglikemia reaktif pada fase akut stroke kiranya dapat digunakan sebagai
semacam petanda prognosis yang kurang baik, oleh karena itu diperlukan manajemen
yang cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan prognosa yang buruk.

17

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi
sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan,
sehingga terjadi peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar puasa
normal yang terjadi stroke akut
2. Pada hiperglikemi reaktif terjadi mekanisme respon adaptasi, yaitu: Sistem
saraf otonom simpatis dan Corticotrophin-releasing hormone (CRH)
3. Pada stroke hemoragik, adanya hipergilkemia reaktif merupakan faktor
risiko/ petanda prognosis buruk, oleh karena itu diperlukan manajemen yang
cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan prognosa yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

18

Adams, H.P. Jr., Adams, R.J., Brott, T., et al., 2003. Guidelines for the early
management of patients with ischemic stroke: a scientific statement from the
Stroke Council of the American Stroke Association. Stroke 34: 10561083
American Heart Association, 2004. Heart Disease and
Http;//www.strokeaha.org. (diakses 24 esember 2010)

Stroke

Statistic.

Berger I, Hakim AM. The Association of hyperglycemia with cerebral edema in


stroke. Stroke 1986; 17 (5): 865-71
Candelise I.,, Landi 0, Orazio EN, Boccardi E. Prognostic significance of
hyperglycemia in acute stroke. Arch Neurol 1985; 42: 6613.
Capes, S.E., Hunt, D., Malmberg, K., et al., 2001. Stress hyperglycemia and
prognosis of stroke in non diabetic and diabetic patients: a systematic
overview. Stroke 24262432
Disabled world, 2008. Health News from Asia World stroke Day.
http://www.disabled-world.com/news/asia/health-asia-4006.php (diakses 4
Januari 2011)
Duckrow RB, Beard DC, Brennan RW. Regional cerebral blood flow decreases
during chronic and acute hyperglycemia. Stroke 1987; 18(1): 52-80
Goldberg, P.A., Siegel, M.D., Sherwin, R.S., et al., 2004. Implementation of a safe
and effective insulin infusion protocol in a medical intensive care unit.
Diabetes Care 461467
Habib KE. Gold PW. Chrousos OP. Neuroendocrinology of stress. Endocrinology
and metabolism clinics o North America. 2001 30 : 695 723.
Hewer RL. Rehabilitation in stroke units-effects and outcome ln : Chopra JS,
Jaganathan K, Sawhney IMS, eds. Ad-vances in neurology
Kagansky N, Levy S. Knobler H. The role of Hyperglycemia in acute stroke. Arch
Neurol. 2001 ; 58 (8)
Kiers, L., Davis, S.M., Larkins, R., et al., 1992. Stroke topography and outcome in
relation to hyperglycaemia and diabetes. J Neurol Neurosurg Psychiatry 55:
263270
Lamsudin, R. 1997. Algoritme Stroke Gajah Mada. FK UGM
19

Marfella R, Siniscachi M, Esposito k. Effects of stress hypcrglicemia on acute


myocardial infarction. Diabetes care 2003 ;26 ( 1 1 ) : 3 1 2935
Martin, Reichlin S. Endocrin respon to stress and psychiatric diseases. In :Clinical
neuroendocrinology 7t11 edition. Davies company. Philadelphia. I 987 : I: :
669-93.
Melamed E. Reactive hyperglycemia in patients with acute stroke. J. Neurol Sciences
1976;29: 267-75
Misbach, J. 1999. Stroke. Jakarta: FK UI
PERDOSSI, 2007. Pedoman penatalaksanaan stroke.perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia (PERDOSSI)
Porte P. Stress hyperglycemia. In : Wilson JD, Foster DW eds. Williams text : book
of endocrinology. Ui ed.Philadelphia. WB.Saunder. 1985 : 774 777
Pulsinelli WA. Levy DE, Sigsbee B, Scherer P, Plum Increased damage after ischemic
stroke in patients with hyperglycemia with or without established diabetes
mellitus, Am J Med 1996;
Ritarwan, K. 2002. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke yang
Dirawat di RSUP H.Adam Malik Medan. Medan FK USU
Sjahrir, H. 2003. Stroke Iskemik. Medan : Yandira Agung
Soegondo S. Homeostasis glukosa darah pada stroke. Dalam : Aiwi I, Setiati. s,
Sudoyo A dkk eds. Perternuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam. Pusat
informasi dan penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalarn FK.U1. 2001 : I I 5-21
Setyopranoto, I. 2009. Manajemen Stroke Akut. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK
UGM Unit Stroke RSUP Dr Sardjito
Toni, D., Iweins, F., von Kummer, R., et al., 2000. Identification of lacunar infarcts
before thrombolysis in the ECASS I study. Neurology 54: 684688
Topic E, Pavlicek 1, BrinarV, Korsic M. Glycosylated haemoglobin in clarification of
the origin of hypergtyc emia in acute cerebrovaskular accident. Diabetic
Medicine 1988; 6: 1215.

20

Trence, D.L., Kelly, J.L., Hirsch, I.B., 2003. The rationale and management of
hyperglycemia for in-patients with cardiovascular disease: time for change. J
Clin Endocrinol Metab 88: 24302437
Van Kooten FV Hoogerbrugge N, Naarding P, Koudst.aal P,J. Hyperglycemia in the
acute phase of stroke is not caused by stress. Stroke 1993; 24: 1129-32.
Woo J, Christopher WKL, Kay R, Wong AHY, Teoh R, Nicholls MG. The influence
of hyperglycemia and diabetes mellitus on immediate and 3-month morbidity
and 3-month morbidity alter acute stroke. Arch Neurol 1990; 47: 1174-7
Wortsman J. Role of epinephrine in acute stress. In : David ES eds. Endocrinology
and metabolism clinics of North America. Sauder company. Philadelphia.2002
: 79-99
Zacharia, dkk, 2005,Hiperglikemia Reaktif Pada Stroke Akut. SMF Saraf RSUP
Fatmawati-Jakarta, Indonesia.

21

Anda mungkin juga menyukai