ULKUS DIABETIKUM
Disusun oleh:
Penguji:
TANGERANG
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 64 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Alamat : Jalan Pasir Raja
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal masuk RS : 6 April 2019
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan luka pada kaki kiri sejak 3 minggu SMRS.
2
Pasien mengeluhkan kesemutan di bagian telapak kaki kiri. Pasien tidak
mengeluhan adanya keluhan nyeri kaki saat berjalan yang diperingan saat
istirahat.
Keluhan tambahan pasien berupa nyeri dan bengkak pada kaki
kanan sejak 1 minggu SMRS. Nyeri yang dirasakan progresif sejak 1
minggu yang lalu, dan timbul terus-menerus sepanjang hari dengan intesitas
VAS 4. Nyeri lebih dirasakan pada saat pasien menggerakkan kakinya. Saat
ini pasien sudah tidak dapat berdiri dan berjalan karena kakinya bengkak
dan berat. Awalnya pasien merasa muncul kemerahan pada kaki kanan yang
semakin hari semakin menyebar dan timbul bengkak. Selain nyeri dan
bengkak pasien merasa panas pada bagian kaki kanannya. Keluhan demam
disangkal oleh pasien. Menurut pasien kedua tangan dan kaki pasien sering
merasa kesemutan, dan pandangan mata mulai kabur.
3 minggu SMRS pasien sudah berobat ke dokter keluarga dan
diberikan obat diabetes dan antibiotik untuk meringankan keluhannya,
namun tidak ada perubahan.
Riwayat Keluarga
- Riwayat keluarga diabetes mellitus disangkal pasien
3
- Riwayat keluarga darah tinggi disangkal pasien
- Riwayat keluhan serupa di keluarga disangkal pasien.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
GCS : E4 M6 V5 (15)
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 110 x/min
Suhu : 36.7 oC
Respirasi : 20 x/min
Saturasi O2 : 98 %
Pemeriksaan Sistem
4
Tidak ada ikteris/jaundice/kekuningan
Tidak ada kemerahan
Tidak ada edema
Fungsi Pergerakan kepala normal
Tidak ada keterbatasan gerak (range of
motion)
Mata Mata normal
Konjungtiva pucat
Tidak ada sclera ikteris
Tidak ada ptosis (drooping eyelids)
Tidak ada bekas luka
Pupil bulat, sama besar dan bentuk (isokor), diameter
3mm/3mm
Refleks pupil langsung dan tidak langsung normal (+/+)
Jarak antar mata simetris
Pergerakan bola mata normal
Tidak ada keterbatasan lapang pandang
Air mata normal
Tidak ada strabismus
Hidung Penampakan hidung normal
Tidak terdapat abnormalitas pigmentasi kulit
Septum nasal normal, berada di tengah, tidak ada deviasi
Tidak ada bekas luka
Mukosa tidak hiperemis
Tidak ada polip/masa lain dalam lubang hidung
Tidak ada pendarahan
Tidak ada discharge
Tidak ada deformitas
Telinga Tidak terdapat abnormalitas pigmentasi kulit
5
Penampakan telinga kanan dan kiri normal
Bentuk dan ukuran normal, simetris normotia
Tidak ada bekas luka
Tidak ada deformitas
Tidak ada pus
Tidak ada pendarahan
Rongga telinga normal
Tidak ada nyeri tekan pada mastoid
Sinus Tidak ada nyeri tekan
Gigi dan mulut Bibir normal, simetris, tidak ada sianosis/kebiruan
Gigi utuh, tidak ada karies, tidak ada kavitas, ada sedikit
plak, dan kehitaman
Mukosa mulut normal, tidak ada ulkus/luka, tidak ada
nodul/masa
Lidah normal, merah muda, bersih, gerakan normal,
indra perasa normal, tidak ada deviasi maupun atrofi
Palatum normal, celah langit-langit tidak terlihat.
Faring normal.
Uvula intak di tengah
Tonsil normal.
Leher Penampakan leher normal
Tidak terdapat abnormalitas pigmentasi warna kulit
Tidak ada bekas luka
Tidak ada ruam
Trakea intak di tengah, tidak ada deviasi
Tidak ada pembesaran tiroid
Tidak ada pembesaran kelenjar parotis
Thorax
Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat
6
Palpasi Iktus kordis teraba di ICS V linea
midclavicular sinistra
Perkusi Batas jantung normal, tidak ada
pembesaran
Auskultasi Suara jantung normal:
S1 normal
S2 normal
Tidak ada murmur
Tidak ada gallop
Paru-paru Inspeksi Tidak terdapat abnormalitas
pigmentasi kulit
Kembang paru simetris, tidak ada yang
tertinggal
Tidak ada barrel chest
Tidak ada pectus excavatum maupun
pectus carinatum
Tidak ada masa
Tidak ada lesi
Tidak ada ruam
Tidak ada bekas luka
Tidak ada retraksi intercostal
Tidak ada retraksi supraclavicular
Tidak ada penggunaan otot pernapasan
abdomen
Palpasi Taktil fremitus tidak dapat dilakukan
Perkusi Perkusi paru normal, sonor dan
simetris di kedua lapang paru
Batas paru hepar normal
Auskultasi Tidak ada wheezing dan rhonki
7
Abdomen Inspeksi Tidak terdapat abnormalitas
pigmentasi kulit
Tidak ada distensi abdomen
Tidak ada ruam
Tidak ada bekas luka
Tidak ada striae
Tidak ada caput medusa
Tidak ada spider navy
Tidak ada masa
Auskultasi Bising usus dalam batas normal
Tidak ada bruit aorta abdominalis
maupun bruit arteri renalis
Tidak ada clicking sound maupun
metallic sound
Perkusi Perkusi normal, timpani di seluruh
bagian abdomen
Palpasi Palpasi normal
Tidak terdapat nyeri tekan
Tidak ada hepatomegali
Tidak ada splenomegali
Ballotement test (-/-)
Pemeriksaan nyeri ketok CVA negatif
pada kedua sisi (-/-)
Ekstremitas atas Look Tidak terdapat abnormalitas
pigmentasi kulit
Ekstremitas simetris secara orientasi
anatomis
Jari-jari tidak ada tanda deformitas
Tidak ada pucat
8
Tidak sianosis/kebiruan
Tidak ikteris/jaundice/kekuningan
Kuku normal, tidak ada clubbing finger
Feel Ekstremitas hangat
Capillary Refill Time normal (+-2
detik)
Tidak terdapat krepitasi ataupun nyeri
tekan
Move Lengan kanan memiliki kekuatan
motorik 5-5-5-5, ROJM normal
Lengan kiri memiliki kekuatan motorik
5-5-5-5, ROJM normal
9
Ekstremitas Look Tampak edema pada pedis dextra,
bawah pedis berwarna kemerahan, panas, kulit
dextra kering dan banyak terkelupas, tampak
pelebaran vena pada beberapa tempat.
Ditemukan diskontinuitas jaringan
dengan tepi tidak rata dasar fasia pada
regio dorsum pedis dextra, berbentuk
sirkuler dengan diameter kurang lebih
1 cm
Jari-jari tidak ada tanda deformitas
Tidak ikteris/jaundice/kekuningan
Kuku berbentuk normal
Feel Paresthesia pada plantar pedis dextra
Nyeri tekan pada bagian luka +
Ekstremitas hangat
Capillary Refill Time <2 detik
Move Kekuatan motoris 0, ROJM tidak dapat
diperiksa
Punggung Look Ditemukan bekas luka tertutup pada
regio scapula sinistra berukuran kurang
lebih 4 cm x 2 cm. Bentuk cekung,
terdapat hiperpigmentasi
Feel Nyeri tekan -
Foto klinis
Cruris Sinistra
10
Cruris Dextra
11
IV. Saran Pemeriksaan Penunjang:
a. Laboratorium
b. X-ray pedis sinistra
c. X-ray thorax AP/PA
d. ECG
V. Pemeriksaan Penunjang
12
Leukosit (WBC) ↑ 25.42 103/mcL 3.8 – 10.60
Platelet 413.0 103/mcL 150.00 – 440.00
MCV ↓ 72.20 fL 80 – 100
MCH ↓ 24.80 pg 26 – 34
MCHC 33.70 g/dL 32 – 36
Biochemistry
SGOT - SGPT
SGOT (AST) ↑ 137 U/L 0 – 40
SGPT (ALT) ↑ 94 U/L 0 – 41
Ureum ↑ 198 mg/dL <50
Creatinine
Creatinine ↑ 6.87 mg/dL 0.5 – 1.3
eGFR 7.7 mL/menit/1.73m2
CKMB – Troponin T
CK – MB ↑ 36.5 U/L 7 – 25
Troponin T hs ↑↑ 1049.0 Pg/mL 0.00 – 14.00
Blood Random Glucose ↑ 284 mg/dL <200
Electrolyte
Sodium (Na) ↓↓ 122 mmol/L 137 – 145
Potassium (K) ↑ 5.5 mmol/L 3.6 – 5.0
Chloride (Cl) ↓ 75 mmol/L 98 – 107
Hematology
Prothrombin time
Control 10.70 Seconds 8.9 – 12.1
Patient ↑ 11.40 Seconds 9.4 – 11.3
INR 1.06
A.P.T.T.
13
Control 31.00 Seconds 26.8 – 36.2
Patient ↑ 40.90 Seconds 27.70– 40.20
b. X-ray Thorax
Kesan:
Kardiomegali dengan aorta kalsifikasi
Fibrosis pada lapangan bawah paru kanan
14
Kesan:
Tidak tampak gambaran osteomyelitis pedis sinistra
d. ECG
Kesan:
Sinus rhythm
Left axis deviation
Heart rate 100 bpm
Incomplete right bundle branch block (V3 – V4)
Old myocard infark Q pathologic in lead II, III, aVF
T inverted V2 V3
15
VI. Diagnosis kerja
Sepsis
Ulkus diabetikum wagner grade II regio kalsaneus sinistra
Ulkus diabetikum wagner grade II regio dorsum pedis medial
dekstra
Selulitis regio kruris - pedis dekstra
CAD; DM tipe II; AKI;
VII. Resume
Pasien datang ke IGD RSU pada tanggal 9 April 2019 dengan keluhan luka
pada kaki kiri sejak 3 minggu SMRS. Awalnya luka hanya kemerahan dan kecil,
seiring berjalannya waktu luka semakin besar, dalam, berbau, dan terdapat
perubahan warna kulit di jaringan luka menjadi kehitaman sejak 2 minggu yang
lalu. Luka tidak di rawat oleh pasien. Keluhan tambahan pasien berupa nyeri dan
bengkak pada kaki kanan sejak 1 minggu SMRS. Nyeri yang dirasakan progresif
sejak 1 minggu yang lalu, dan timbul terus-menerus sepanjang hari dengan intesitas
VAS 4. Nyeri lebih dirasakan pada saat pasien menggerakkan kakinya. Awalnya
pasien merasa muncul kemerahan pada kaki kanan yang semakin hari semakin
menyebar, bengkak, dan panas. Keluhan demam disangkal oleh pasien. Menurut
pasien kedua tangan dan kaki pasien sering merasa kesemutan, dan pandangan mata
mulai kabur. 3 minggu SMRS pasien sudah berobat ke dokter keluarga dan
diberikan obat diabetes dan antibiotik untuk meringankan keluhannya, namun tidak
ada perubahan. Riwayat keluhan serupa 8 tahun yang lalu yaitu luka pada bagian
punggung. Pasien saat itu berobat ke klinik dekat rumah dan didiagnosis diabetes
mellitus dengan gula darah sewaktu 700 mg/dL, dan diberikan obat penurun gula.
Saat itu luka dibersihkan oleh anggota keluarga tanpa pertolongan tenaga medis.
Setelah pasien merasa lebih baik, obat gula tidak lagi dilanjutkan, dan pasien tidak
kontrol lagi ke dokter.
16
Pada pemeriksaan fisik ditemukan GCS 15, tanda-tanda vital ditemukan
peningkatan denyut nadi. Ditemukan konjungtiva pucat, pada ekstremitas bawah
sinistra terdapat diskontinuitas jaringan dengan tepi tidak rata dan jaringan nekrotik
di bagian tengah pada regio calcaneus, dengan ukuran 5 cm x 5 cm, serta paresthesia
pada bagian luka. Pada ekstremitas bawah dextra tampak edema pada pedis dextra,
berwarna kemerahan, panas, kulit kering dan banyak terkelupas, tampak pelebaran
vena pada beberapa tempat, dan ditemukan diskontinuitas jaringan dengan tepi
tidak rata dasar fasia pada regio dorsum pedis dextra, berbentuk sirkuler dengan
diameter kurang lebih 1 cm, terdapat nyeri tekan pada bagian kaki kanan dan
paresthesia pada plantar dextra. Di bagian punggung ditemukan bekas luka tertutup
pada regio scapula sinistra berukuran kurang lebih 4 cm x 2 cm. Bentuk cekung,
terdapat hiperpigmentasi.
VIII. Tatalaksana
Non – Farmakologi:
Rawat Inap
Konsultasi spesialis bedah umum
o Pro operasi debridement ulcus DM 9 April 2019 bersama
dr. Andry, Sp.B
17
Konsultasi spesialis penyakit dalam
o Sepsis, DM, CKD
Konsultasi spesialis jantung
o CAD
Farmakologi:
Ceftriaxone 2 gr IV
Metronidazole 50 mg IV
Paracetamol 500 mg Po
Omeprazole 4 mg IV
Novorapid 10 U SC
Atrovastatin 20 mg Po
Biknat 100 mg PO
Lantus 10 U SC
Ketorolac 30 mg IV
Tramal 1 mg IV
IV Fluid = NaCl 500 cc
IX. Follow up
Laporan intraoperasi:
1. Pasien tidur terlentang dalam general anesthesia
2. Asepsis dan antisepsis lapangan operasi persempit dengan doek
steril
3. Pada kaki kanan dilakukan nekrotomi, kuretase, cuci dengan H2O2
3% lalu bilas dengan NaCl steril
4. Tutup dengan tampon betadine
5. Lakukan nekrotomi, kuretase, cuci dengan H2O2 3% lalu bilas
dengan NaCl steril pada region kalkaneus sinistra
6. Pasang satu buah tampon betadine
18
7. Operasi selesai
19
Tanggal Jam Mg/dL
11/4/19 17.00 107
11/4/19 22.00 147
400
350
300
mg/dL
250
GDS
200
150
100
50
10 April 2019
20
S Keluhan membaik, Nyeri pasca operasi tidak ada
O Ku: Tampak sakit sedang
Kes: Compos mentis
TD: 130/80 mmHg | N: 82 x/min | T: 36.4 oC RR: 18 x/min | GDS: 218
Pf: Konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik
Inspeksi: Regio cruris dextra et sinistra: tertutup kasa dan perban. Rembesan
sulit dikaji.
Terpasang kateter urin, 100 ml
A Ulkus diabetikum wagner grade II regio kalsaneus sinistra
Ulkus diabetikum wagner grade I regio dorsum pedis medial dekstra
Selulitis regio kruris - pedis dekstra
Post debridement POD #1
CAD; DM tipe II; AKI;
P NS 500 ml/8jam Novorapid 5x10 u
Ceftriaxone 2x2 mg Lantus 1x10 u
Metronidazole 3x500 mg Atorvastatin 1x20 mg
Paracetamol 3x500 mg Biknat 3x50 mg
Omeprazole 2x4 mg Ketorolac 3x30 mg
Pro usg abdomen, memo +
11 April 2019
S Keluhan membaik. Nyeri tidak ada
O Ku: Tampak sakit sedang
Kes: Compos mentis
TD: 130/80 mmHg | N: 78 x/min | T: 36.4 oC RR: 20 x/min | GDS: 245
Pf: Konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik
Inspeksi: Region cruris dextra et sinistra: tertutup kasa dan perban.
Rembesan + dextra.
Terpasang kateter urin 300 ml
A Ulkus Diabetikum Wagner Grade II Region calcaneous sinistra
21
Selulitis Region cruris pedis dextra
Post debridement POD# 2
CAD; DM tipe II; AKI;
P NS 500 ml/8jam Lantus 1x10 u
Ceftriaxone 2x2 mg Atorvastatin 1x20 mg
Metronidazole 3x500 mg Biknat 3x50 mg
Paracetamol 3x500 mg Ketorolac 3x30 mg
Omeprazole 2x4 mg Iramal 2x1 ampul
Novorapid 5x10 u Pro usg abdomen, memo +
Acc pulang, resume +, resep +
12 April 2019
22
S Tidak ada keluhan
O Ku: Tampak sakit sedang
Kes: Compos mentis
TD: 130/90 mmHg | N: 82 x/min | T: 36.4 oC RR: 20 x/min | GDS: 128
Pf: Konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik
Inspeksi: Region cruris dextra et sinistra: tertutup kasa dan perban.
Rembesan + dextra dan sinistra.
Palpasi: Regio cruris dextra: teraba hangat, nyeri tekan (+)
A Ulkus diabetikum wagner grade II regio kalsaneus sinistra
Ulkus diabetikum wagner grade I regio dorsum pedis medial dekstra
Selulitis regio kruris - pedis dekstra
Post debridement POD #3
CAD; DM tipe II; AKI;
P NS 500 ml/8jam Atorvastatin 1x20 mg
Ceftriaxone 2x2 mg Biknat 3x50 mg
Metronidazole 3x500 mg Ketorolac 3x30 mg
Paracetamol 3x500 mg Iramal 2x1 ampul
Omeprazole 2x4 mg Pro usg abdomen, memo +
Novorapid 5x10 u Acc pulang, resume +, resep +
Lantus 1x10 u Konsul Sp.KJ belum dijawab
13 April 2019
S Tidak ada keluhan, nyeri kaki kanan minimal,
O Ku: Tampak sakit sedang
Kes: Compos mentis
TD: 150/90 mmHg | N: 96 x/min | T: 36.5oC | RR: 18 x/min | GDS: 137
Pf: Konjungtiva pucat, sclera tidak ikterik
Inspeksi: Region cruris dextra et sinistra: tertutup kasa dan perban. Tampak
edema minimal dan eritema cruris dextra
Palpasi: Pitting edema + dextra
23
A Ulkus diabetikum wagner grade II regio kalsaneus sinistra
Ulkus diabetikum wagner grade I regio dorsum pedis medial dekstra
Selulitis regio kruris - pedis dekstra
Post debridement POD #4
CAD; DM tipe II; AKI;
P NS 500 ml/8jam Biknat 3x50 mg
Ceftriaxone 2x2 mg Ketorolac 3x30 mg
Metronidazole 3x500 mg Iramal 2x1 ampul
Omeprazole 2x4 mg Pro usg abdomen, memo +
Novorapid 5x10 u Acc pulang, resume +, resep +
Lantus 1x10 u Konsul Sp.KJ belum dijawab
Atorvastatin 1x20 mg
X. Prognosis
24
BAB II. PEMBAHASAN KASUS
I. Analisa Diagnosis
Pasien datang dengan keluhan luka di kaki kanan yang semakin membesar,
disertai riwayat diabetes. Keluhan luka pasien mengarah kearah ulkus diabetes
dengan lokasinya yaitu pada pressure-point di kalsaneus, disertai gula darah yang
tidak terkontrol. Ulkus diabetes pasien sudah masuk ke dalam kategori infeksi dan
iskemia. Pasien ini sudah masuk ke dalam sepsis dimana nadi pasien adlaah
110x/menit dan leukositosis hingga 25 x 109.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, luka pada kaki kiri pasien
masuk ke dalam etiologi neuropati, dan luka pada kaki kanan ke dalam
neuroiskemik. Kaki kiri pasien mempunyai penurunan sensasi, dengan kondisi
arteri yang cenderung baik dengan lokasi pada pressure-point. Sedangkan kaki
kanan pasien mempunyai penurunan sensasi, disertai lemahnya arteri dorsalis pedis,
yang lebih mengarh kearah neuroiskemik.
25
1.3.Analisa Pemeriksaan Vaskular
- Semmenstein 10 g monofilamen
- Palu vibrasi.
26
Bagan 1. Pemeriksaan Monofilamen
Pada pasien ini tidak dilakukkan pemeriksaan baku emas yang dianjurkan
oleh panduan klinik International Best Practice, karena keterbatasan alat. Namun
berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik terdapat gejala dan tanda disfungsi
saraf sensoris, dan autonomis. dengan pemeriksaan neurologis ditemukkan adalah
hipestesia pada kaki kanan dibandingkan dengan kaki kiri. Pada pasien ini dapat
diperkirakkan adanya kehilangan dari.
Disfungsi saraf motorik yang ditandai dengan adanya wasting dari otot-
otot intrinsik kaki pada antara sela-sela metatarsal dan dibawah arkus plantas tidak
ditemukkan. Tanda-tanda clawfoot tidak ditemukkan pada pasien ini.
27
klasifikasi ulkus diabetes yang dapat digunakkan seperti klasifikasi Wagner,
University of Texas, PEDIS, dan SINBAD. (Tabel 1.)
28
tidak dilakukkan pemeriksaan tersebut, namun setelah dilakukkan debridemen
ditemukkan bahwa dasar ulkus pasien bukanlah tulang sehingga diagnosis
osteomielitis dapat disingkirkan.
Pasien ini mempunyai ulkus diabetes yang terinfeksi, karena adanya tanda-
tanda inflamasi lokal pada kaki kanan yaitu eritema, edema, dan hangat saat
dipalpasi. Pada ulkus diabetes yang terinfeksi dilakukkan klasifikasi derajat
keparahan berdasarkan IDSA, pada pasien ini derajat IDSA adalah derajat 3 (Tabel
1.)
29
Tabel 1. Derajat Keparahan Infeksi Ulkus berdasarkan IWGF-IDSA
30
II. Analisa Tatalaksana
Penanganan sepsis pada pasien ini dilakukkan Karena pasien ini terdapat
sepsis, kendali infeksi pada pasien ini meliputi:3, 4 (Bagan 1.)
31
1. Perbaikkan tanda-tanda vital & rehidrasi cairan
Pasien masuk tidak dalam kondisi syok. Kondisi tanda-tanda vital pasien
selain adanya takikardia dalam batas normal.
2. Pemberian Antibiotik
Pada pasien ini pemberian antibiotik sudah sesuai dengan panduan, dengan
pengambilan hasil kultur sebelum pemberian antibiotik. Antibiotik yang
digunakkan pada pasien ini adalah Ceftriaxone 2 x 2 gram, dan Metronidazole 1 x
500 gram.
32
3. Kendali Sumber Infeksi
Pada pasien ini terdapat jaringan nekrotik pada luka yang harus
dibersihkan, sehingga dilakukkan debridemen pada luka di kaki kanan dan kaki kiri.
1.9.Kendali Metabolik
Pada pasien ini gula darah pasien cenderung tinggi, yang menandakkan
adanya inflamasi bahkan setelah dilakukkan debridemen. Kendali metabolik yang
Pada pasien ini terdapat dua luka yang perlu mendapat pemilihan pembalut
luka yang berbeda. Untuk luka nekrotik di kaki kiri pasien dianjurkan untuk
menggunakan pembalut luka yang menjaga kelembaban karena jaringan nekrotik
33
kering, dapat dilakukkan pelindung luka dengan hydrogel setelah dilakukkan
debridemen. (Tabel 5.). Pada luka kaki kanan, karena adanya infeksi maka
perawatan luka dilakukkan dengan pembalut luka yang bersifat antibakteri yang
pada pasien ini dapat diberikkan dengan kandungan perak. (Tabel 5.)
34
1.11.1. Epithelial edge management
Debridement tepi luka dari kalus, dan jaringan nekrotik penting untuk
dilakukkan untuk penyembuhan luka yang baik.
Tabel 3. Alternatif Tatalaksana Kendali Tekanan Selain Total Contact Cast (TCC) Pada
Pasien1
35
Untuk pasien ini penulis menyarankan untuk dilakukkan tatalaksana
offloading alternatif seperti aircast (removable cast walkers) dan dipakai setiap saat
baik selama pasien beraktivitias dan juga beristirahat. (Gambar 1.) Pemakaian
aircast dapat dimulai sejak pasien pulang dari rawat inap. Kerugian dari
penggunaan opsi ini adalah biayanya yang tidak ditanggung oleh BPJS dan juga
harga yang relatif mahal pada kisaran 800,000 – Satu juta.
Alternatif lain yang dapat dianjurkan kepada pasien, bila terdapat masalah
pembiayaan adalah dengan penggunaan penyanggah, dan kursi roda saat
beraktivitas. Saat pasien istirahat juga dianjurkan untuk tidur dengan kaki yang
diangkat untuk mengurangi tekanan.
36
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
I. Ulkus Diabetikum
1.1. Definisi
1.2.Epidemiologi
37
1.3.Etiologi
Tabel 3. Risk Factors for Lower Extremity Amputation in the Diabetic Foot
Arterial insufficiency
Foot deformity and callus formation resulting in focal areas of high pressure
Obesity
Impaired vision
Poor footwear that causes skin breakdown or inadequately protects the skin from
high pressure and shear forces
38
1.4.Patofisiologi
Penyakit arteri perifer terjadi 2 hingga 8 kali lebih sering pada pasien
dengan diabetes dengan progresi cepat dan semakin parah. Gangguan biasanya
terjadi pada segmen di antara tumit dan lutut. Diabetes sendiri sudah terbukti
sebagai faktor risiko gangguan kardiovaskular dan prediktor dari hasil akhir ulkus
kaki. Cedera minor, terutama dengan komplikasi berupa infeksi, meningkatkan
kebutuhan suplai darah ke kaki. Ketidakmampuan suplai darah dapat menyebabkan
terjadinya ulserasi yang berpotensi dilakukannya amputasi.
Deformitas pada kaki secara structural seperti flatfoot, haluks valgus, claw
toes, neuroartropati Charcot, dan hammer foot memainkan peran penting dalam
perjalanan ulkus diabetikum karena kontribusinya pada tekanan plantar yang
abnormal dan menjadi predisposisi ulserasi.
39
Faktor risiko lain terjadinya ulserasi adalah riwayat ulserasi atau amputasi,
gangguan penglihatan, nefropati diabetikum, control glikemik yang buruk,
merokok. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ulserasi lebih sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Faktor sosial seperti status
sosioekonomi yang rendah, akses pelayanan kesehatan yang buruk, dan edukasi
yang buruk juga berhubungan dengan kejadian ulkus lebih sering.
40
palpasi lainnya adalah dengan memeriksa temperatur kulit dengan punggung
tangan. Pada pemeriksaan normal, didapatkan hangat pada area tibia dan menjadi
lebih dingin pada jari distal. Peningkatan temperatur pada daerah distal
berhubungan dengan disfungsi sudomotor dan meningkatkan risiko mengalami
ulkus.
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, dapat disertai deformitas atau selulitis
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus hingga mencapai jaringan ligamen, tendon, kapsul sendi,
atau fascia tanpa abses atau osteomielitis
4. Derajat III : ulkus disertai abses atau osteomielitis
5. Derajat IV : gangren sebagian jaringan kaki
6. Derajat V : gangren seluruh jaringan kaki
41
1.6. Evaluasi
Evaluasi dari ulkus yang penting untuk diperhatikan adalah lokasi ulkus,
ukuran, bentuk, kedalaman, dasar, dan batas dari ulkus. Probe berbahan besi tahan
karat steril berguna dalam memeriksa keberadaan saluran sinus dan menentukan
kedalaman luka. Pemeriksaan radiografi berupa x-ray perlu dilakukan pada kasus-
kasus terdapatnya atau dicurigainya luka dalam atau terinfeksi. Penggunaan MRI
lebih berguna karena lebih sensitif dalam mendeteksi osteomielitis dan abses dalam.
42
Tanda dari infeksi seperti selulitis, bau, dan drainase purulen perlu untuk dicatat
dan dilakukan kultur aerobik dan anaerobik pada eksudat purulen.
1.7.Tatalaksana
43
subkutan superfisial; tidak terdapat
komplikasi lokal maupun sistemik
44
1.9. Debridemen
45
A. Derajat 0 :edukasi pasien, dan alas kaki
B. Derajat I : external pressure relief - TCC, walking brace
C. Derajat II : debridemen dan perawatan luka
D. Derajat III : debridemen, antibiotik, dan perawatan luka
E. Derajat IV : evaluasi vaskular, amputasi
F. Derajat V : amputasi
1.10. Offloading
46
cast walker. Tindakan operatif dapat juga dilakukan untuk offloading antara lain
Achilles tendon lengthening untuk mengurangi tekanan forefoot;
metatarsophalangeal joint arthroplasty untuk mengurangi tekanan pada area distal.
(6)
1.11. Dressing
47
NPWT merupakan salah satu teknik dressing terbarukan dengan
menggunakan spons vakum pada luka yang ditutup dengan dressing kedap udara.
NPWT menghilangkan cairan limpatik sehingga meningkatkan difusi oksige ke
jaringan dan dapat mengurangi edema. (5)
II. SELULITIS
2.1 Definisi
Selulitis merupakan infeksi kulit dan jaringan lunak yang umum ditemui
dan mengakibatkan lebih dari 600.000 rawat inap per tahun. Selulitis merupakan
terminologi yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis infeksi kulit dan
jaringan lunak; penggunaan istilah ini untuk menggambarkan berbagai bentuk
infeksi (selulitis, abses, erysipelas), skenario klinis (Fournier gangrene, Ludwig
angina), dan agen etiologi (“myonecrosis clostridial", " streptococcal fasciitis
necrotizing").
48
Beberapa jenis infeksi kulit dan jaringan lunak meliputi selulitis,
erysipelas, abses, dan infeksi jaringan lunak nekrotikans. Selulitis digambarkan
sebagai penyebaran infeksi yang mengenai bagian dermis dan jaringan subkutan.
Selulitis purulen didefiinisikan sebagai selulitis dengan drain/ eksudat purulen
tanpa adanya abses. Penyebab selulitis purulen kebanyakan bersumber dari S.
aureus.
49
Infeksi jaringan lunak nekrotikans merupakan infeksi nekrotikan yang
melibatkan lapisan jaringan lunak, termasuk dermis, jaringan subkutan, fasia
superfisial atau profunda, dan otot.
2.2 Etiologi
50
Pengguna narkoba suntikan
Pria yang berhubungan seks dengan pria
Kontak rumah tangga dengan infeksi MRSA
Faktor risiko yang terkait dengan patogen lain
Infeksi kaki diabetes Seringkali polimikrobia, termasuk
gram positif dan gram negatif
aerob dan anaerob
Neutropenia Gram-positif, gram-negatif
termasuk Pseudomonas aeruginosa
Sirosis Gram-negatif, serta Campylobacter
fetus, Vibrio vulnificus,
Capnocytophaga canimorsus
Penggunaan obat intravena Staphylococcus aureus, P.
aeruginosa
Gigitan manusia Campuran polimikroba dari kuman
anaerob dan aerob oral
(Streptococci, S. aureus, Eikenella
corrodens)
Gigitan anjing dan kucing Campuran polimikrobia patogen
yang berasal dari hewan (campuran
bakteri aerob dan anaerob,
termasuk spesies Pasteurella) dan
flora inang kulit, termasuk
stafilokokus dan streptokokus.
Capnocytophaga canimorsus
patogen berat potensial untuk inang
dengan asplenia atau sirosis.
Laserasi air tawar Aeromonas hydrophila
Laserasi air asin Vibrio vulnificus
Luka sirip/ tulang ikan Vibrio vulnificus, streptococci, S.
aureus, kuman gran negatif.
MRSA= methicillin-resistant Staphylococcus aureus.
51
atau limfadenopati. Pada kasus erisipelas, ruam berbatas tegas, sedangkan pada
selulitis batasnya kurang terdefinisi dengan baik. Mungkin ada vesikel dan bula
terkait, meskipun jika ada, bula umumnya diisi dengan cairan bening.
Demam dan gejala konstitusional sering ringan atau tidak ada pada
selulitis tanpa komplikasi. Dalam beberapa penelitian, demam dilaporkan hanya
dalam 26% -67% kasus. Hipotensi jarang terjadi, dilaporkan dalam satu seri pasien
rawat inap seperti 2,7% 0,32 Leukositosis dan peningkatan tingkat sedimentasi
hadir di sekitar setengah dari kasus.
52
Herpetic whitlow Vesikuler. Lokasi karakteristik pada jari.
Erythema migrans Seringkali tidak nyeri, biasanya tidak terjadi
pada ekstremitas bawah, penampilan berbentuk
bulat telur. Paparan tungau.
Inflamasi
Arthritis akut Ciri penting adalah keterlibatan sendi, dengan
nyeri yang tidak proporsional dengan gerakan
sendi.
Bursitis akut Lokasi karakteristik seperti di atas patela atau
olecranon, sering dengan pengumpulan cairan
teraba.
Dermatologis
Dermatitis statis Dapat dibedakan dari selulitis dengan kurang
demam, lebih sedikit nyeri, deposisi heme, dan
pola melingkar.
Reaksi Gatal (bukan rasa sakit), tidak ada demam.
hipersensitivitas
Eritema fikstum Biasanya terjadi segera setelah konsumsi obat,
biasanya tidak menyakitkan kecuali erosi
terjadi, lokasi karakteristik pada alat kelamin,
wajah, batang tubuh; lebih jarang, ekstremitas
bawah.
Lain-lain
Deep vein thrombosis Biasanya tidak terkait dengan kulit kemerahan
atau demam.
Kasus Jarang
Familial Pasien mungkin mengalami eritema seperti
Mediterranean fever eritelas selama episode. Dibedakan dari
erisipelas sejati oleh sifat berulang, sejarah
keluarga positif, dan kejadian pada orang
53
Yahudi Sephardic dan orang-orang dari Timur
Tengah.
Pyoderma gangrenosa Seringkali pada tulang kering anterior, ulkus
kasar dengan batas bawah. Seringkali pada
pasien dengan penyakit radang usus.
Sweet’s syndrome Kadang-kadang keliru untuk selulitis. Lesi yang
khas adalah papula yang menyatu menjadi plak.
Umumnya pada ekstremitas atas dan wajah.
Diobati dengan kortikosteroid.
54
strain yang rentan selama
pengobatan jika resisten
dengan eritromisin
TMP-SMZ A-II Bakterisida. Terbatas data
yang dipublikasikan tentang
SSTI. Khasiat yang tidak
pasti terhadap S. pyogenes.
CA-MRSA jarang resisten.
Doxycycline A-II Bakteriostatik. Sedikit data
kemanjuran baru-baru ini,
resistensi CA-MRSA 5%
Linezolid A-II Bakteriostatik, mahal,
banyak efek samping
potensial (myelosupresi,
neuropati perifer, neuritis
optik, mual, muntah, diare,
asidosis laktat). CBC
mingguan untuk
pemantauan. Sangat efektif
melawan beta HS, CA-
MRSA.
Pasien selulitis non- .
purulenta rawat
jalan
Beta laktam A-II Bakterisida, sangat efektif
(cephalexin / melawan beta HS, MSSA
dicloxacillin)
Clindamycin A-II Sama dengan di atas.
Beta lactam + TMP- A-II Sangat efektif melawan HS
SMZ/ tetrasiklin dan CA-MRSA.
Direkomendasikan untuk
55
pasien yang gagal terapi -
laktam dan dapat
dipertimbangkan semuanya
dengan toksisitas sistemik.
Linezoid A-II Sama dengan di atas.
Pasien selulitis
rawat inap
Vancomycin A-I Terapi parenteral tradisional
untuk infeksi MRSA.
Kekhawatiran atas aktivitas
bakterisida yang lambat.
Kurang efektif terhadap
Staphylococcus aureus
dibandingkan beta-laktam
untuk strain yang rentan
Linezolid A-I Sama dengan di atas.
Daptomycin A-I Bakterisida, mahal. Risiko
miopati dan rhabdomiolisis.
CK mingguan untuk
pemantauan. Hindari
pemberian dengan HMG-
CoA reduktase inhibitor.
Telavancin A-I Bakterisida. Nefrotoksisitas,
pantau kadar kreatinin.
Clindamycin A-III Sama dengan di atas.
Nafcillin/ oxacillin A-II Bakterisida. Tidak aktif
terhadap MRSA.
Rekomendasi A-II untuk
pasien rawat inap dengan
selulitis nonpurulent.
56
Cefazolin A-II Bakterisida. Tidak aktif
terhadap MRSA.
Rekomendasi A-II untuk
pasien rawat inap dengan
selulitis nonpurulent.
Infeksi jaringan
lunak nekrotikans
Tipe 1, Ampisilin- A-III Lebih disarankan per IDSA
sulbaktam
polimikroba /
piperacillin-
tazobactam
+
clindamycin +
ciprofloxacin
Tipe 2,
monomrobial (S.
pyogenes,
MRSA, V.
Vulnificus, lainnya)
Clindamycin plus A-II Clindamycin tampaknya
penicillin untuk S. lebih unggul daripada
pyogenes penisilin sebagai
monoterapi, tetapi jarang, S.
pyogenes mungkin resisten,
karenanya penambahan
penisilin.
HS=hemolytic streptococci; CA-MRSA=community-acquired
S. aureus; MSSA=methicillin-susceptible S. aureus; MRSA=methicillin-
resistant S. aureus; SSTI=skin and soft-tissue infection; TMP-
SMZ=trimethoprim-sulfamethoxazole.
57
* Semua penilaian rekomendasi per pedoman Infectious
Disease Society of America (IDSA). Kelas A Bukti yang baik untuk
mendukung rekomendasi untuk digunakan; harus selalu ditawarkan.
Kualitas bukti I Bukti dari setidaknya satu uji coba terkontrol secara
acak; II Bukti dari setidaknya satu percobaan klinis yang tidak dirancang
secara acak atau penelitian kohort atau studi kasus-terkontrol, atau
beberapa rangkaian waktu, atau dari hasil substansial dari eksperimen
yang tidak terkontrol; III Bukti dari pendapat otoritas yang dihormati.
3.1 Definisi
3.2 Epidemiologi
DM tipe 2 terjadi karena interaksi dari faktor genetik < 10% dan faktor
lingkungan. Faktor genetik yang paling sering pada transcription factor 7 like 2
58
gene/ TCF7L gen ini mengurangi sekresi insulin dari sel β. Faktor resiko lainnya
adalah: 4,8
3.4 Patofisiologi
59
Secara garis besar patogenesis DM tipe 2 disebabkan oleh 13 hal berikut
(Unlucky thirteenth in diabetes): 1,3
60
3.5 Manifestasi Klinis
61
- Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).
Tabel 1: Kriteria DM 1
Gambar 4: Diagnosis DM 7
62
3.7 Tatalaksana
Edukasi1
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik.
- Materi edukasi
o Materi tentang perjalanan penyakit DM.
o Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
o Penyulit DM dan risikonya.
o Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
o Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
63
o Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah
o Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
o Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
o Pentingnya perawatan kaki.
64
- Kegiatan jasmani sehari-hari secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu
selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit per minggu. Jeda
antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
- Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
Gambar 5: Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa
darah7
65
3. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
Penghambat Alfa Glukosidase.
4. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase- IV)
5. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
Indikasi insulin
o HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik
o Penurunan berat badan yang cepat
o Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
o Krisis Hiperglikemia
o Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
o Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
o Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
o Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Insulin terbagi menjadi 5 jenis berdasarkan lama kerjanya yakni: 1
o Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
o Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
o Insulin kerja menengah (Intermediate acting insulin)
o Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
o Insulin kerja ultra panjang (Ultra long acting insulin)
o Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja
cepat dengan menengah (Premixed insulin)
66
Gambar 6: Algoritma kombinasi terapi injeksi2
Pramlintid
Colesevelam hydrochloride
Bromokriptin
Pelaksanaan gaya hidup sehat seperti pengaturan diet dan kegiatan jasmani
merupakan hal yang utama dalam penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan
67
dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal
atau kombinasi sejak dini. 1
Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai
dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat
antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan
kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral. 1
Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasi insulin basal dan prandial, sedangkan pemberian obat antihiperglikemia
oral dihentikan dengan hati-hati. 1
68
3.7.3 Kriteria Pengendalian DM
Parameter Sasaran
Glukosa darah preprandial 80-130
kapiler (mg/dl)
Glukosa darah 1-2 jam PP <180
kapiler
(mg/dl)
HbA1c (%) <7
6-6.5% (jika durasi penyakit
pendek, masih muda, tidak ada
komorbid)
7.5-8% (Jika pasien
mempunyai riwayat hipoglikemi,
lansia, sudah terdapat
komplikasi/komorbid)
Kolesterol LDL (mg/dl) <100 (<70 bila risiko
kardiovaskular sangat
tinggi)
Kolesterol HDL (mg/dl) Laki-laki: >40; Perempuan:
>50
Trigliserida (mg/dl) <150
Tabel 3: Sasaran pengendalian DM1
3.8 Komplikasi7
Akut
o Hipoglikemi
o Ketoasidosis
o Koma hiperosmolar hiperglikemik nonketotik
69
Menahun
o Makroangiopati
Penyakit jantung koroner
Penyakit arteri perifer
Penyakit serebrovaskuler
Kaki diabetes
o Mikroangiopati
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Disfungsi ereksi
Neuropati
o Neuropati perifer
o Neuropati otonom – Charcot arthropathy
70
REFERENSI
71
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ccm&AN=10683
8308&lang=pt-br&site=ehost-live
8. Rosyid FN. Etiology, Pathophysiology, Diagnosis and Management of
Diabetic’s Foot Ulcer. Int J Res Med Sci [Internet]. 2017;5(10):4206–13.
Available from: www.msjonline.org
9. Peripheral D, Neuro- C. Idf Foot Care Recommendation. International
Diabetes Federation; 2017.
10. Gemechu FW, Seemant FNU, Curley CA. Diabetic Foot Infections. 2013;
11. Frykberg RG, Moines D. Diabetic Foot Ulcers : Pathogenesis and
Management. 2002;1655–62.
12. Alexiadou K, Doupis J. Management of Diabetic Foot Ulcers. 2012;
13. Soelistijo S, Novida H, Rudijanto A, Soewondo P. Konsensus: Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI;
2015.
14. Standards of Medical Care in Diabetes — 2018. American Diabetes
Association. 2018;7(1):50-67
15. N. P. Somasundaram. Therapy for Type 2 Diabetes Mellitus: Targeting the
‘Unlucky Thirteen’. J J Diab Endocrin. 2016, 2(1): 012.
16. Harrison T, Kasper D. Harrison's principles of internal medicine. 19th ed.
New York: McGraw-Hill Medical Publ. Division; 2015.
17. Forouhi N, Wareham N. Epidemiology of diabetes. Medicine.
2014;42(12):698-702.
18. 6 McCance K, Huether S, Brashers V, Rote N. Pathophysiology. 7th ed.
Utah: Elsevier; 2015
19. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, K M, Setiyohadi B, Syam A. Ilmu Penyakit
Dalam. 6th ed. Jakarta: PAPDI; 2014.
20. K McCulloch D, Robertson P. Pathogenesis of type 2 diabetes mellitus.
UpToDate. 2018;16.
21. Katzung B, Trevor A. Basic & clinical pharmacology. 13th ed. United
States: McGraw-Hill Education; 2015.
72