Anda di halaman 1dari 12

JOURNAL READING

Traumatic Extradural Hematoma Our Comparative Experience between


Conservative and Surgical Management in Rural India

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Pembimbing :
dr. H. Bambang Sugeng , Sp.B
Oleh :
Dian Hayuningtyas Prihananti
(30101306913)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2017
Trauma ekstradural Hematoma - Pengalaman
Perbandingan kami antara Manajemen Konservatif dan
Bedah di Pedesaan India
Oleh Subodh P Ugane, Hamza Qazi
Abstrak
Latar Belakang: Untuk mempelajari dan membandingkan peran manajemen
konservatif dan intervensi bedah pada hematoma ekstradural traumatis (traumatic
extradural hematoma = EDH) di pedesaan India.
Tempat: Medical College Pemerintah, Miraj, negara bagian Maharashtra, India.
Bahan dan cara: 240 pasien trauma didiagnosis sebagai hematoma ekstradural
pada CT scan yang dikelola selama periode 2 tahun.
Outcome: Peran perbandingan manajemen konservatif dan intervensi bedah
dipelajari.
Hasil: Dari 240 pasien trauma yang didiagnosis sebagai hematoma ekstradural
tersebut mengaku 134 dikelola secara konservatif, 106 kasus dioperasi. 62
dioperasikan dengan segera dan 44 dioperasikan tertunda. Ada 2 orang yang mati
dan 8 memiliki outcome buruk di kelompok pasien.
Kesimpulan: Perlu ditekankan bahwa ukuran kecil < 12 dan lokasi selain daerah
temporal merupakan kriteria untuk manajemen konservatif. 44 pasien dari 178
mendapat perlakuan bedah selama manajemen konservatif karena kerusakan saraf,
peningkatan ukuran hematoma pada CT, bradikardia, hemiparesis, kelainan pupil,
keterlambatan rujukan dan hanya 18% memiliki outcome buruk. Kewaspadaan
ketat harus diupayakan untuk pemburukan klinis dan berbagai alasan yang
disebutkan di atas harus diperhatikan dan pasien harus dikenakan pengulangan CT
scan. Diagnosis dini dan intervensi bedah yang cepat menghasilkan outcome yang
baik, diagnosis dini dan intervensi menunjukkan hasil memuaskan.
Kata kunci: manajemen konservatif, ekstradural hematoma, cedera kepala,
manajemen bedah.
I. Pendahuluan
Extradural hematoma (EDH), dianggap bisa menjadi komplikasi paling
serius yang dapat dicegah pada cedera kepala, membutuhkan diagnosis segera dan
intervensi bedah, ditemukan pada 2% pasien dengan cedera kepala dan 5-15%
dari pasien dengan cedera kepala fatal, Extradural hematoma adalah akumulasi
traumatis darah di ruang potensial antara bagian dalam tengkorak dan lapisan
duramater [1], prognosis dianggap sangat baik jika ditangani secara agresif. EDH
biasanya stabil, mencapai ukuran maksimum dalam beberapa menit setelah
cedera, namun hipotesis beberapa penulis tidak setuju dengan hal tersebut [2].
Namun hal itu mungkin berlanjut selama 24 jam pertama setelah cedera.

1
Perdarahan ulang atau mengalir terus menerus mungkin menyebabkan
perkembangan EDH ini. EDH kadang berlangsung kronis dan terdeteksi beberapa
hari setelah cedera. Seorang pasien dengan EDH kecil dapat diobati secara
konservatif disertai pengamatan yang lebih dekat, seperti tertunda, masih bisa
menyebabkan kerusakan neurologis mendadak. Meskipun evakuasi bedah
merupakan penanganan pasti dari kondisi ini, tetapi banyak pasien bisa
diselamatkan dengan kraniotomi dan penilaian kewaspadaan neurologis berulang.
Tujuan penelitian kami adalah untuk meneliti peran perbandingan manajemen
konservatif dan intervensi operasi selama pengelolaan trauma EDH.
II. Metode
Studi ini membandingkan secara prospektif dari trauma EDH yang dirawat
secara konservatif dan pembedahan dilakukan selama 2 tahun di Medical College
Pemerintah, Miraj & PVPGH, Sangli dari 01-07-2010 sampai 30-06-2012. Studi
kami hanya memasukkan pasien yang didiagnosis sebagai EDH setelah CT scan.
Kasus dengan lesi otak terkait juga dimasukkan, tapi hanya jika lesi tersebut
relevan dengan perdarahan ekstradural. Penilaian klinis pertama dilakukan di unit
trauma kami pada saat pendaftaran masuk (admisi)
Upaya resusitasi awal meliputi penilaian ABC dan stabilisasi patensi
airway, pernapasan dan sirkulasi. Dilakukan evaluasi trauma secara menyeluruh.
Riwayat rinci terutama tentang mekanisme cedera, lucid interval dan pemeriksaan
fisik termasuk evaluasi menyeluruh untuk bukti gejala sisa trauma dan defisit
neurologis terkait, fraktur tengkorak, hematoma, laserasi, bradikardia, hipertensi,
CSF otorrhoea atau rhinorrhoea, hemotympanum, skor GCS, kelemahan otot,
afasia, defek lapang pandang, mati rasa, ataksia dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan neurologis berulang dilakukan untuk menilai perkembangan
peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu pemeriksaan laboratorium rutin
pencitraan radiologi yang relevan juga dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan
membagi pasien dengan EDH menjadi kelompok-kelompok yang sesuai dengan
parameter klinis yang berbeda dan modalitas pengobatan serta temuan neuro-
radiologi pada saat masuk dan tinggal di rumah sakit. Grup-A: yang memerlukan

2
evakuasi bedah hematoma segera. Grup-B: selanjutnya dibagi menjadi dua: Bl,
pasien yang dirawat secara konservatif. B-2, pasien dengan pengobatan
konservatif awal meskipun EDH terlihat pada CT scan pertama dan membutuhkan
bedah dalam rangka pengelolaan konservatif dan penundaan kemunculan EDH
pada CT scan.
Evaluasi neurologis segera dilakukan setelah resusitasi cardiopulmonary,
tengkorak dan X-ray dada, jika waktunya tersedia. CT scan kepala dilakukan pada
semua pasien. Agen dehidrasi manitol, agen-pelindung cerebral Citecholine dan
agen anti-kejang fenitoin natrium diberikan dalam kasus-kasus tertentu terkait
dengan cedera otak, edema, dan kejang, yang mengancam koma. Deksametason
diberikan untuk beberapa hari pertama dan kemudian secara bertahap diberikan
lebih sedikit. Manajemen konservatif segera diakhiri dan kraniotomi dilakukan
jika pasien menunjukkan tanda-tanda kompresi otak lokal atau herniasi.
Outcome diukur menurut hasil skor Glasgow oleh kriteria Jannett dan
Bonds, meliputi kematian, kondisi vegetatif, cacat berat, cacat sedang dan
pemulihan yang baik. Cacat moderat yang sembuh dengan sendirinya (GCS-3, 2
dan 1) dianggap sebagai outcome yang baik, sementara pasien dengan cacat parah,
vegetatif, hampir mati atau mati dimasukkan bersama-sama dalam kelompok
outcome buruk. Distribusi outcome baik dan buruk sehubungan dengan masing-
masing faktor prognostik diperiksa secara statistik menggunakan uji Chi-square
[3].
III. Hasil
Dari 240 pasien, Tabel 1 menunjukkan berbagai alasan untuk intervensi
bedah yang tertunda pada 44 pasien dengan kerusakan saraf menjadi alasan paling
umum yang melibatkan delapan belas pasien. Delapan terletak di temporoparietal,
4 di temporal dan parietal, 2 di daerah oksipital, diikuti dengan pengembangan
tertunda pada CT, 2 frontal, parietal dan daerah temporoparietal. Perubahan pupil
dan hemiparesis terlihat di 6 pasien, terletak di wilayah temporoparietal.
Peningkatan bradikardia adalah alasan pada 4 pasien yang terletak di daerah
temporal dan oksipital dan muntah terus-menerus dalam 4 pasien yang terletak di

3
fosse frontal dan posterior. Keterlambatan rujukan terlihat pada 4 pasien di
frontal, dan 2 di daerah temporoparietal dan peningkatan ukuran hematoma
terlihat pada 2 pasien di daerah frontal seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Dua orang pasien mati dan 8 memiliki outcome buruk dalam kelompok pasien.
134 pasien dikelola secara konservatif seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Semua pasien memiliki GCS > 12 kecuali pada 12 pasien. Enam (6) pasien
meninggal, semuanya terkait dengan lesi intrakranial. Ada 76 gumpalan <10 ml,
64 dari gumpalan tersebut terletak di wilayah temporoparietal dan ada 58
gumpalan > 10 ml, 8 gumpalan terletak di wilayah temporoparietal dan 22
gumpalan terletak di daerah temporal atau fronto-frontal seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 2. Seratus enam (106) kasus dioperasi dengan kraniotomi. Enam puluh
dua (62) segera dioperasi dan 44 pasien tertunda dioperasi. Dari pasien yang
segera dioperasi, 14 frontal, 6 temporal, 16 parietal, 4 oksipital dan 8
temporoparietal memiliki gumpalan > 25cc dan GCS <12 di 40 pasien, tanda-
tanda pupil abnormal pada 10 pasien, hemiparesis di 2 dan 6 pasien terletak di
daerah temporal. Empat pasien meninggal, dua memiliki temporal dan dua lainnya
memiliki bekuan temporoparietal. 14 pasien memiliki bekuan < 25 ml, masing-
masing 4 pasien di frontal dan temporal, serta 2 di parietal, oksipital dan daerah
temporoparietal, semua menunjukkan outcome baik, seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 3.

IV. Diskusi
Sejarah intervensi operasi pada penyakit yang berhubungan dengan
tengkorak kembali dibahas oleh Guru Bedah Sushrutha disebutkan dalam
"Sushrutha Samhita" (800 SM). Hippocrates mengemukakan bahwa cranium
mengalami perforasi ketika cedera mungkin akan diikuti oleh akibat yang serius
seperti adanya ekstravasasi darah. Dengan trephining pasien untuk EDH dan
penanganan perdarahan mengakibatkan pemulihan pasien selama abad ke-18 [4],
Celsus menyarankan menunggu sampai gejala yang tak diinginkan muncul
sebelum operasi. Kematian karena operasi tinggi selama tahun-tahun awal abad
ke-20 [5], Adanya angka kematian yang tinggi tersebut belum diketahui pada
pasien koma karena trauma EDH akut dengan tidak ada perbedaan dalam hasil

4
yang berkaitan dengan jenis kelamin, mekanisme cedera, ada atau tidak adanya
luka memar atau pergeseran garis tengah dalam CT scan. Penilaian skor motorik
segera sebelum operasi adalah prediktor pra operasi yang paling baik untuk
menentukan hasil. Jadi dianjurkan untuk melakukan penanganan EDH dengan
segera yaitu ketika mereka pertama kali dilakukan CT scan daripada menunggu
terjadi kerusakan motorik klinis [6].
Sampai tahun 1980, hanya ada beberapa EDH yang tertunda, ketika
angiografi digunakan sebagai penegakan diagnosis. Interval antara cedera dan
perkembangan tanda-tanda klinis merupakan faktor penting dalam menentukan
prognosis yang lebih baik daripada akut. Kebanyakan hematoma sub akut muncul
dari vena, sering dikombinasikan, dan merupakan sumber perdarahan tekanan
rendah. Pentingnya mengenali kerusakan neurologis secara bertahap dan
melakukan kraniotomi pada pasien ini bermanfaat [7].
Diagnosis CT pada hematoma sebelum perkembangan tanda-tanda
penurunan fungsi cerebral telah mengurangi morbiditas dan mortalitas tetapi
kecacatan menjadi risiko terbesar untuk pasien dengan hematoma sub-akut yang
ditangani terlambat[8]. Dalam kasus EDH kronis, ada perkembangan membran
dan pencairan dari bekuan yang dapat menyebabkan aliran kumpulan darah
tersebut mengalir melalui twist dan burr holes. Waktu dari perkembangan dan
perubahan neuro-imaging pada CT dan MRI dapat menunjukkan usia dan sifat
bekuan dan dengan demikian memungkinkan untuk menentukan waktu operasi
sehingga aliran dapat ditangani dengan prosedur bedah minor [9], Dalam
penelitian ini 44 pasien (25%) dari 178 memburuk dalam proses penanganan
konservatif (kelompok B2) dan memerlukan intervensi bedah saraf. Berbagai
alasan yang relevan untuk intervensi tertunda ditunjukkan pada Tabel 1. Dari
jumlah tersebut 44 pasien hanya 8 (18%) memiliki outcome buruk dan 2 (4,5%)
meninggal. 134 kasus yang ditangani secara konservatif hanya 12 (9%) yang
memiliki outcome buruk dan angka kematian hanya 4,47% (6 kasus) saja.
Outcome sangat baik diperoleh dari CT scan karena operasi dapat
dilakukan dengan cepat pada pasien dalam kondisi neurologis yang lebih baik. CT

5
scan berulang diindikasikan pada pasien dengan gejala memburuk mungkin
karena hematoma intrakranial terlambat yang jarang terjadi. Dalam studi ini 362
pasien yang dioperasi segera setelah CT scan dengan hasil yang buruk hanya
empat pasien. Dua pasien meninggal dan yang lainnya (dengan beberapa memar
otak) rusak permanen. Tidak ada pendapat tentang penundaan penggunaan CT
scan pada pasien yang belum memiliki defisit neurologis fokal. Jamieson selama
tahun 1969 menekankan bahwa; kita harus mencegah munculnya gambaran klinis
umum [10].

V. Manajemen konservatif
Perawatan pada pasien cedera kepala di bagian emergency tidak menuntut
bedah saraf yang berpengalaman. Sebaliknya perawatan tersebut tergantung pada
kecermatan pada prinsip-prinsip dasar resusitasi, pencegahan kerugian sekunder
otak lebih lanjut yang bisa menyebabkan trauma otak. Selama bertahun-tahun
telah diketahui bahwa beberapa pasien dapat mentolerir adanya hematoma
intrakranial dan akan pulih bahkan tanpa pembedahan. Kasus EDH, kadang yang
cukup besar yang tidak dilakukan pembedahan dilaporkan dalam literatur secara
teratur. Trauma epidural hematoma dengan gejala minimal tidak memerlukan
intervensi operasi. Meskipun studi klinis dilakukan dengan baik dan banyak ahli
bedah saraf berpengalaman menggunakan penanganan cepat dari EDH, sudah ada
sejumlah laporan manajemen yang menyarankan memilih non-operasi pada EDH
[11-18]. Penggunaan CT scan pada trauma kepala menunjukkan adanya golongan
baru pasien EDH yang dapat diobati secara konservatif. Pasien tersebut harus
sering dipantau dengan pemeriksaan neurologis dan CT scan untuk menunjukkan
resolusi hematoma dan pergeseran terkait. Dengan pemantauan klinis dan
radiografi tersebut, subkelompok pasien dengan EDH akut yang terdeteksi di
antaranya akan kembali memiliki status mental normal diikuti dengan pemulihan
kesadaran dan resolusi hematoma spontan [19]. Sebelumnya hematoma tersebut
kadang-kadang ditemukan bahkan beberapa minggu setelah cedera selama bedah
saraf untuk alasan lain yaitu bedah plastik dural pada ACF. Beberapa menyatakan
keraguan tentang kebutuhan menentukan derajat EDH pada pasien yang terkena
gangguan subjektif saja dan tanpa defisit neurologis [20], Salah satu dari beberapa

6
mekanisme untuk menjelaskan resorpsi hematoma adalah memindahkan
gumpalan ke ruang epicranial melalui fraktur tulang tengkorak [21].
Dalam beberapa penelitian ukuran hematoma, terlebih pada lokasinya,
tingkat pergeseran garis tengah adalah yang paling berpengaruh dalam
memutuskan terapi operasi pada EDH yang asimtomatik [22, 23]. Tapi lokasi
temporal pada EDH dengan densitas heterogen pada pasien yang dilakukan CT
scan <6 jam setelah trauma memiliki risiko pertumbuhan hematoma yang lebih
tinggi dan dengan demikian harus dilakukan operasi [24]. Dalam penelitian kami
melibatkan yang 134 pasien secara konservatif, dari 76 mengalami gumpalan <10
ml, hanya 6 yang menunjukkan outcome buruk, 4 terletak di daerah
temporoparietal dan 2 di fronto temporal. Untuk gumpalan ukuran > 10 ml, enam
pasien menunjukkan outcome buruk, 2 dengan oksipital hematoma dan 4 dengan
gumpalan di temporoparietal dan ada 6 pasien meninggal, 4 memiliki gumpalan
temporoparietal dan 2 dengan gumpalan oksipital. Semua pasien dengan
hematoma frontal dan oksipital memiliki ukuran hematom yang kecil
menunjukkan outcome baik. 22 pasien dari 46 pasien dengan lokasi temporal dan
temporoparietal EDH dibandingkan dengan 22 pasien lain dari 132 pasien yang
ditangani secara konservatif membutuhkan konversi ke manajemen operasi
signifikan secara statistik (p <0,002). 122 pasien memiliki GCS> 12, hanya 12
pasien yang memiliki GCS <12. Hal ini menekankan bahwa ukuran kecil <10 ml,
GCS> 12 dan lokasi selain daerah temporal dapat dianggap sebagai kriteria untuk
manajemen konservatif.

VI. Tabel

7
VII. Kesimpulan
Pada 134 pasien yang ditindaklanjuti secara konservatif, 76 gumpalan <10
ml, hanya 6 pasien menunjukkan outcome buruk dan tidak ada pasien meninggal.
Dari 58 pasien dengan gumpalan ukuran > 10 ml, 6 pasien menunjukkan outcome
buruk dan ada enam meninggal. Semua pasien dengan hematoma frontal dan
oksipital memiliki ukuran kecil menunjukkan outcome baik. 122 pasien memiliki
GCS> 12, hanya 12 pasien di GCS <12. Dua puluh dua pasien dari 46 pasien

8
dengan lokasi temporal dan temporoparietal dari EDH dibandingkan dengan 22
dari 132 pasien pada manajemen konservatif yang perlu dikonversi ke manajemen
operasi signifikan secara statistik (p <0,002). Hal ini menekankan bahwa ukuran
kecil <10 ml, GCS> 12 dan lokasi selain daerah temporal merupakan kriteria
untuk manajemen konservatif. 44 dari 178 pasien yang memerlukan pembedahan
selama manajemen konservatif karena kerusakan syaraf, peningkatan ukuran
hematoma pada CT, bradikardia, hemiparesis, kelainan pupil, keterlambatan
rujukan dan hanya 18% menunjukkan outcome buruk. Sebuah kewaspadaan ketat
perlu diperhatikan karena berbagai alasan yang disebutkan di atas dan pasien
harus menjalani CT scan berulang. 58 dari 62 pasien yang didiagnosis secara dini
dan segera dioperasi menunjukkan outcome baik, menunjukkan keberhasilan
diagnosis dini dan intervensi. Kriteria Jannett dan Bonds mengukur outcome
menurut skor Glasgow, 12 pasien meninggal masing-masing 6 orang pada
kelompok operasi dan konservatif. 216 pasien dari 240 menunjukkan outcome
baik. Hal ini menekankan bahwa sekelompok pasien yang dapat ditangani secara
konservatif tanpa menjalani intervensi operasi memerlukan kewaspadaan ketat
untuk mengkaji secara klinis dilengkapi dengan CT Scan berulang.

9
Critical Appraisal

Judul dan Pengarang


No Kriteria Ya (+), Tidak (-)
1 Jumlah kata dalam judul, < 12 kata - (14 kata)
2 Deskripsi Judul Menggambarkan isi utama
penelitian dan tanpa singkatan
3 Daftar penulis sesuai aturan jurnal +
4 Korespondensi penulis +
5 Tempat & waktu penelitian dalam +
judul

Abstrak
No Kriteria Ya (+), Tidak (-)
1 Abstrak 1 paragraf +
2 Mencakup IMRC +
3 Secara keseluruhan informatif +
4 Tanpa singkatan selain yang baku +
5 Kurang dari 250 kata + (216)

Pendahuluan
No Kriteria Ya (+), Tidak (-)
1 Terdiri dari 2 bagian atau 2 paragraf -(1 paragraf)
2 Paragraf pertama mengemukakan alasan dilakukan penelitian +
3 Paragraf ke 2 menyatakan hipotesis atau tujuan penelitian -
4 Didukung oleh pustaka yang relevan +
5 Kurang dari 1 halaman +

Bahan dan Metode Penelitian

No Kriteria Ya(+), Tidak (-)


1 Jenis dan rancangan penelitian +
2 Waktu dan tempat penelitian +/ +
3 Populasi Sumber +
4 Teknik sampling -
5 Kriteria inklusi -
6 Kriteria eksklusi -

10
7 Perkiraan dan perhitungan besar sempel -
8 Perincian cara penelitian +
9 Blind -
10 Uji Statistik +
11 Program komputer -
12 Persetujuan subjektif -

Hasil

No. Kriteria Ya (+) Tidak (-)


1 Jumlah Subjek +
2 Tabel Karakteristik +
3 Tabel Hasil Penelitian +
4 Komentar dan Pendapat Penulis ttg hasil +
5 Tabel Analisis data dengan Uji -

Bahasan, Kesimpulan dan Daftar Pustaka

No. Kriteria Ya (+) Tidak (-)


1 Pembahasan dan kesimpulan terpisah +
2 Pembahasan dan kesimpulan di paparkan dengan jelas +
3 Pembahasan mengacu dari penelitian sebelumnya +
4 Pembahasan sesuai dengan landasan teori +
5 Keterbatasan Penelitian +
6 Simpulan berdasarkan penelitian +
7 Saran Penelitian -
8 Penulisan Daftar Pustaka sesuai aturan +

11

Anda mungkin juga menyukai