Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

“ ABSES PEDIS”

OLEH:
NURHAMIZA MUTAR
BT 1901056
III B

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA


WATAMPONE
2022
I. KONSEP MEDIS
A. Definisi
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang
telah mati) yang terakumulasi disebuah kavitas jaringan karena adanya
proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda
asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum suntik). Proses ini
merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain (Longso, 2018).
Abses adalah penumpukan nanah di dalam rongga di bagian tubuh
setelah terinfeksi bakteri. Nanah adalah cairan yang mengandung banyak
protein dan sel darah putih yang telah mati. Nanah berwarna putih
kekuningan (Hidayati, 2019).
Pedis adalah anggota badan yang menopang tubuh dan dipakai untuk
berjalan dari pangkal paha ke bawah (Mansjoer, 2017). Dari pengertian di
atas dapat disimpulkan abses pedis adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh
bakteri/parasit atau karena adanya benda asing (misalnya luka peluru
maupun jarum suntik) dan mengandung nanah yang merupakan campuran
dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang
dicairkan oleh enzim autolitik yang timbul di kaki.

B. Etiologi
Menurut (Hidayati, 2019) abses pada umumnya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, walaupun bisa disebabkan oleh bakteri lain, parasit,
atau benda asing.
Menurut (Longso, 2018) abses dapat disebabkan karena adanya:
1. Infeksi Microbial
Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses radang
ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara
multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik
yaitu suatu sintesis kimiawi yang secara sesifik mengawali proses radang
atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel.

2. Reaksi Hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi
mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan
merusak jaringan.
3. Agen Fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma
fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih
(frosbite).
4. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa)
akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya
proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan
bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan
radang.
5. Nekrosis Jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya
pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan
mengakibatkan terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan sendiri
merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi infark
sering memperlihatkan suatu respons radang akut.

C. Patofisiologi
Abses biasanya terjadi pada infeksi folikulosentris, yaitu folikulitis,
furunkel, dan karbunkel yang berkembang menjadi abses. Abses juga bisa
terjadi di lokasi trauma, benda asing, luka bakar atau tempat penyisipan
kateter intravena. Abses terjadi karena reaksi pertahanan tubuh dari jaringan
untuk menghindari penyebaran indeksi dalam tubuh.
Agen penyebab infeksi menyebabkan keradangan dan infeksi sel di
sekitarnya sehingga menyebabkan pengeluaran toksin. Toksin tersebut
menyebabkan sel radang, sel darah putih menuju tempat keradangan atau
infeksi. Terbentuk dinding abses untuk mencegah infeksi meluas ke bagian
tubuh lain. Namun, enkapsulasi tersebut mencegah sel imun untuk
menyerang agen penyebab infeksi di dalam abses.
Abses yang merupan penumpukan nanah tersebut menyebabkan
jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di
sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses, nekrosis jaringan dan
kulit menyebabkan abses pecah dan menyebabkan kerusakan pada kulit.
Masalah keperawatan yang muncul Kerusakan Integritas Kulit (Hidayati,
2019).

D. Manifestasi Klinis
Abses biasa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk di kaki.
Menurut (Longso, 2018), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa :
1. Nyeri (Dolor)
Nyeri merupakan respon yang bersifat subyektif terhadap adanya stressor
fisik dan psikologik. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya
kerusakan jaringan. Nyeri disebabkan oleh regangan dan distorsi jaringan
akibat edema dan terutama karena tekanan pus di dalam rongga abses.
Beberapa mediator kimiawi pada radang akut termasuk bradikinin,
prostaglandin, dan serotinin, diketahui juga dapat mengakibatkan nyeri.
2. Nyeri tekan
Nyeri yang timbul bila ditekan di daerah yang terjadi kerusakan jaringan.
3. Pembengakakan (Tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema merupakan suatu akumulasi
cairan di dalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan
eksudat dan dalam jumlah sedikit, kelompok sel radang yang masuk
dalam daerah tersebut.
4. Kemerahan (Rubor)
Jaringan yang mengalami radang akut tampak merah, sebagai contoh
kulit yang terkena sengatan matahari. Warna kemerahan ini terjadi akibat
adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami
kerusakan.
5. Panas (Calor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer/tepi tubuh, seperti
pada kulit. Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh peningkatan aliran
darah (hiperemia) yang hangat pada daerah tersebut, mengakibatkan
sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada daerah
tersebut. Demam sistemik sebagai hasil dari beberapa mediator kimiawi
proses radang juga ikut meningkatkan temperatur lokal.
6. Hilangnya Fungsi
Kehilangan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari suatu
nproses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang
dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan
oleh rasa sakit. Pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan
berkurangnya gerak jaringan.

E. Komplikasi
Jika infeksi bisa terlokalisir oleh dinding abses, biasanya infeksi tidak
menyebar. Dalam beberapa kasus, infeksi yang dimulai di dalam abses kulit
dapat menyebar ke jaringan di sekitarnya dan di seluruh tubuh, yang
menyebabkan komplikasi serius. Beberapa abses baru dapat terbentuk pada
sendi atau lokasi lain di kulit. Jaringan kulit dapat mati akibat infeksi yang
menyebabkan gangrene. Ketika infeksi menyebar secara internal di dalam
tubuh dapat menyebabkan endokarditis yang berakibat fatal jika tidak
ditangani sejak dini. Infeksi juga bisa menyebar ke tulang menyebabkan
osteomielitis. Dalam beberapa kasus, bakteri penyebab abses dapat
menyebabkan sepsis (Hidayati, 2019).

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboraturium
Pada pemeriksaan laboraturium akan dilihat peningkatan jumlah sel darah
putih.
2. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
Rontgen, Ultrasonography, CT Scan, dan Magnetik Resonance Imaging.
(Longso, 2018).
G. Penatalaksanaan Medis
Perawatan awal dan yang paling penting dari abses adalah insisi dan
drainase. Penggunaan antibiotik setelah insisi dan drainase hanya dianjurkan
jika lesi parah atau berhubungan dengan selulitis, ada tanda-tanda penyakit
sistemik, ada faktor komorbiditas tau penurunan kekebalan, pasien sangat
muda atau sangat tua, abses berada di lokasi tubuh yang sulit untuk
dikeringkan, ada kaitan dengan septic phlebitis, atau tidak ada respons
terhadap insisi dan drainase.
Antibiotik yang bisa digunakan untuk terapi abses adalah:
1. Dicloxacillin 250-500 sehari
2. Clindamycin 300-450 mg 3 kali sehari
3. Doxycycline 100 mg 2 kali sehari
4. Minocycline 50-100 mg dua kali sehari
5. Trimethroprim-sulfamethoxazole (TMX-SMX) 160/800 mg peroral dua
kali.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian
lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien
sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosis keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu. Data tersebut
berasal dari pasien (data primer), keluarga (data sekunder), dan catatan yang
ada (data tersier). Pengkajian dilakukan dengan pendekatan proses
keperawatan melalui wawancara, observasi langsung, dan melihat catatan
medis.
Pada pengkajian klien dengan abses pedis, data yang ditemukan
meliputi :
1. Data awal:
Identitas klien: nama, jenis kelamin, umur, agama, pekerjaan dan alamat.
Data Subjektif:
a. Keluhan utama: Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
b. Riwayat keluhan utama
Hal-hal yang perlu dikaji diantaranya adalah:
1) Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan
abses dalam seringkali sulit ditemukan.
2) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena
peluru.
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat
menunjukkan rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa
dikeluarkan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes
mellitus.
d. Aktivitas atau istirahat
Gejala: Malaise
e. Sirkulasi
Tanda: tekanan darah normal atau sedikit dibawah jangkauan normal.
Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik): lemah atau lembut
atau mudah hilang, takikardia ekstrem (syok). Kulit hangat, vasodilatasi,
pucat, lembab, burik
(vasokontriksi)
f. Makanan/cairan
Gejala: anoreksia, mual, muntah
Tanda: penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan atau masa
otot (malnutrisi). Penurunan haluaran konsentrasi urin.
g. Neurosensori
Gejala: sakit kepala dan pusing
Tanda: gelisah, kacau mental, ketakutan
h. Nyeri atau kenyamanan
Gejala: lokalisasi rasa sakit atau ketidanyamanan
i. Pernapasan
Tanda: takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan
j. Keamanan
Tanda: suhu umumnya meningkat (37,95°C atau lebih) tetapi mungkin
normal, kadang subnormal (dibawah 36,63°C), menggigil, lokalisasi
nyeri.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik klien dengan abses ditemukan:
a. Luka terbuka atau tertutup
b. Organ atau jaringan terinfeksi
c. Massa eksudat dengan bermata
d. Peradangan dan berwarna pink hingga kemerahan
e. Abses superficial dengan ukuran berfariasi
f. Rasa sakit dan bila dipalpasi akan terasa fluktuatif
3. Pemeriksaan laboraturium dan diagnostik
a. Hasil pemeriksaan leukosit menunjukkan peningkatan jumlah sel darah
putih
b. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dilakukan pemeriksaan
rontgen, USG, CT Scan, atau MRI

B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan
merupakan langkah kedua dalam proses keperawatan yaitu mengklasifikasi
masalah kesehatan dalam lingkup keperawatan. Diagnosa keperawatan
merupakan keputusan klinis tentang respon seorang, keluarga, atau masyarakat
sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial.
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien
individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Tujuan pencacatan diagnosa keperawatan yaitu sebagai alat
komunikasi tentang masalah pasien yang sedang dialami pasien saat ini dan
merupakan tanggung jawab seorang perawat terhadap masalah yang
diidentifikasi berdasarkan data serta mengidentifikasi pengembangan rencana
intervensi keperawatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Data yang dikelompokkan, dianalisa dan dipriositaskan masalahnya
maka ditentukan beberapa kemungkinan diagnosis keperawatan pada klien
abses pedis.
Diagnosis keperawatan pada klien dengan abses pedis adalah :
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
DS :-
DO : suhu tubuh di atas nilai normal
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan proses penuaan ditandai
dengan
DS :-
DO : kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan sumber
informasi ditandai dengan
DS : menanyakan masalah yang dihadapi
DO : menunjukkan perilaku yang tidak sesuai anjuran, menunjukkan
persepsi yang keliru terhadap masalah
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian ditandai dengan
DS : Merasa bingung, merasa khawatir, sulit berkonsentrasi
DO : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
C. Penyimpangan KDM

Bakteri

Jaringan sel terinfeksi

Peradangan sel darah putih mati

Demam jaringan menjadi abses dan berisi pus

Hipertermi pecah defisit pengetahuan

Gangguan integritas jaringan ansietas


D. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan, yang juga disebut program keperawatan atau
tindakan keperawatan adalah aktivitas yang akan cenderung mendatangkan
hasil yang diinginkan (jangka pendek atau jangka panjang).
Standar Intervensi Keperawatan mencakup intervensi keperawatan
secara komprehensif yang meliputi intervensi pada berbagai level praktik
(generalis dan spesialisis), berbagai kategori (fisiologis dan psikososial),
berbagai upaya kesehatan (kuratif, preventif dan promotif), berbagai jenis
klien (individu, keluarga, komunitas), jenis intervensi (mandiri dan
kolaborasi) serta intervensi komplementer dan alternatif.(PPNI, 2018)
Setelah menentukan Intervensi keperawatan selanjutkan menentukan
Kriteria hasil atau outcome yang akan dicapai. Standar luaran keperawatan
akan menjadi acuan bagi perawat dalam menetapkan kondisi atau status
kesehatan seoptimal mungkin yang diharapkan dapat dicapai oleh klien
setelah pemberian intervensi keperawatan dan dapat diukur secara spesifik.
(PPNI, 2018)
E. Implementasi Keperawaran

Tahap implementasi adalah fase tindakan atau “melakukan” proses


keperawatan, selama fase ini perawat melakukan intervensi yang telah
direncanakan. Pada fase ini, perawat menginformasikan hasil dengan cara
berkomunikasi dengan klien dan anggota tim layanan kesehatan lain, secara
individual atau dalam konferensi perencanaan. Setelah itu, perawat akan
menuliskan informasi dengan cara mendokumentasikannya sehingga penyedia
layanan kesehatan selanjutnya dapat melakukan tindakan dengan tujuan dan
pemahaman.
Implementasi keperawatan mencakup beberapa langkah sebagai berikut:
1. Melaksanakan rencana asuhan keperawatan
2. Melanjutkan pengumpulan data
3. Mengomunikasikan asuhan keperawatan dengan tim layanan kesehatan
4. Mendokumentasikan asuhan.

F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil,

implementasi dengan kriteria dan standar telah ditetapkan untuk melihat

keberhasilan bila hasil dan evaluasi tidak berhasil sebagian perlu disusun

rencana keperawatan yang baru.

Metode evaluasi keperawatan, antara lain:

1. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan dan

bertujuan untuk menilai hasil implementasi secara bertahap sesuai

dengan kegiatan pada sistem penulisan evaluasi formatif ini biasanya

ditulis dalam catatan kemajuan atau menggunakan sistem SOAP

(subyektif, obyektif, assessment, planing).


2. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi akhir yang bertujuan untuk menilai secara keseluruhan,

sistem penulisan evaluasi sumatif ini dalam bentuk catatan naratif atau

laporan ringkasan.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Afif Nurul. 2019. Seri Dermatologi dan Venerologi Infeksi Bakteri di Kulit.
Surabaya : Universitas Airlangga.
Longso, Sumiati. 2018. Asuhan Keperawatan pada Tn T. dengan Abses Pedis di
Ruangan Tulip RSUD. Prof.dr.W.Z.Johannes Kupang. Kupang : Politeknik
Kesehatan Kemenkes Kupang.
Mansjoer, Arif dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan
keenam Manajemen Luka. Jakarta: EGC
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Intervensi keperawatan dan luaran (outcome) yang akan dicapai pada
pasien abses pedis berdasarkan (PPNI, 2018) yaitu :

1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan proses penuaan


3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan menemukan sumber
informasi
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
D.0111 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat pengetahuan membaik  Identifikasi kes
Pengertian : Kriteria Hasil: informasi
Ketiadaan atau Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Identifikasi fak
kurangnya informasi Menurun Meningkat dan menurunka
kognitif yang 1 Perilaku sesuai anjuran bersih dan seha
berkaitan dengan topik   1 2 3 4 5 Terapeutik:
tertentu 2 Kemampuan menjelaskan pengetahuan suatu topik  Sediaakan m
 Jadwalkan p
  1 2 3 4 5
kesepakatan
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Berikan kes
Meningkat Menurun Edukasi
3 Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi  Jelaskan fak
  1 2 3 4 5 kesehatan
4 Persepsi yang keliru terhadap masalah  Ajarkan per
  1 2 3 4 5  Ajarkan stra
5 Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat meningkatk
1 2 3 4 5
6 Perilaku
1 2 3 4 5

4. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian


Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil
Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
D.0080 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat ansietas menurun  Identifikasi
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi
Kondisi emosi dan Memburuk Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor tand
pengalaman subjektif Memburuk Menurun Terapeutik:
individu terhadap objek 1 Konsentrasi  Ciptakan
yang tidak jelas dan   1 2 3 4 5 kepercaya
spesifik akibat antisipasi  Temani p
2 Pola tidur
bahaya yang memungk
  1 2 3 4 5  Pahami s
memungkinkan individu
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Dengarka
melakukan tindakan
Meningkat Menurun  Gunakan
untuk menghadapi  Motivasi
ancaman kecemasa
3 Perilaku gelisah
Edukasi
  1 2 3 4 5
 Jelaskan
4 Verbalisasi kebingungan dialami
  1 2 3 4 5  Informasi
5 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi pengobat
1 2 3 4 5  Anjurkan
6 Perilaku tegang
1 2 3 4 5
 Latih keg
keteganga

Anda mungkin juga menyukai