Anda di halaman 1dari 44

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

“KONSEP PENYAKIT DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS”


Dosen Pengampu : Laily Isro’in, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun oleh :
KELOMPOK 4
NO NAMA NIM
1. Aji Nur Eka Saputra 18631723
2. Alviera May Perdhana Sary 18631700
3. Nova Endah Dwi Indriyani 18631662
4. Zharifatul Alifah 18631656

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
Tahun Akademik 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta
hidayat-Nya kepada kami semua sehingga mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Dengan membuat makalah ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang
“Konsep Penyakit dan Konsep Asuhan Keperawatan Peritonitis” yang kami sajikan berdasarkan
informasi dari berbagi sumber.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, meskipun
kami banyak mengalami kesulitan namun karena bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah
ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami berterima
kasih kepada :
1. Ibu Laily Isro’in selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2 serta
pembimbing dalam pembuatan makalah ini.
2. Serta teman-teman kami yang telah memberi semangat dan dukungan pada kami.
Kami sadar bahwa dalam proses pembelajaran serta pembuatan makalah ini kami masih
banyak kekurangan maupun kesalahan. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.

Ponorogo, 20 Oktober 2020

(Penulis)

ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iii
BAB I ............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
1.3. Tujuan .............................................................................................................................. 2
BAB II ............................................................................................................................................ 3
KONSEP PENYAKIT .................................................................................................................... 3
2.1. Pengertian ......................................................................................................................... 3
2.2. Etiologi ............................................................................................................................. 3
2.3. Manifestasi Klinis ............................................................................................................. 4
2.4. Patofisiologi...................................................................................................................... 4
2.5. Pathways........................................................................................................................... 6
2.6. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................... 7
2.7. Penatalaksanaan ................................................................................................................ 7
BAB III ......................................................................................................................................... 11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................................................... 11
3.1. Pengkajian ...................................................................................................................... 11
3.2. Diagnosa Keperawatan.................................................................................................... 14
3.3. Perencanaan Keperawatan ............................................................................................... 14
3.4. Evaluasi Keperawatan ..................................................................................................... 27
ANALISIS PICO .......................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 30
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi,
perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat


penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi
ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau
dari luka tembus abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-
kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun,
dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang
memudahkan terjadinya peritonitis.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan
melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis selain
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga
oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

1
1.2.Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Penyakit Peritonitis ?


2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada Penyakit Peritonitis ?

1.3.Tujuan

1. Untuk Mengetahui Konsep Penyakit Peritonitis.


2. Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Penyakit Peritonitis.

2
BAB II
KONSEP PENYAKIT

2.1.Pengertian

Peritonitis merupakan inflamasi akut maupun kronis pada peritoneum, yaitu membran
yang melapisi rongga abdominal dan menutupi organ viseral. Inflamasi bisa meluas di
seluruh peritoneum, atau bisa bersifat setempat sebagai abses (Wolters, 2011)

Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi berbahaya akibat


penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (apendiksitis, pankreatitis, dll) ruptur saluran
cerna dan luka tembus hingga abdomen. (Padila, 2012)

Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh infeksi.


Peritoneum adalah lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi viseral (Smeltzer
& Bare, 2002).

Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limfa
berfungsi untuk membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam (Price & Wilson,
2006).

2.2.Etiologi

Menurut Hughes (2012) penyebab terjadinya peritonitis, yaitu :

a. Infeksi bakteri, disebabkan invasi/masuknya bakteri ke dalam rongga peritoneum pada


saluran makanan yang mengalami perforasi.
Bakterinya :
a) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal.
b) Apendisitis yang meradang dan perforasi
c) Tukak peptik (lambung/duodenum).
d) Tukak thypoid.
e) Tukak disentri amuba/colitis.
f) Tukak pada tumor.
g) Salpingitis.
h) Divertikulitis (Radang Usus).

Kuman yang paling sering ialah bakteri E. Coli, streptokokus α dan β hemolitik,
stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.

3
b. Secara langsung dari luar :
a) Operasi yang tidak steril.
b) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamide, terjadi peritonitis yang
disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing,
disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis local.
c) Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limfa dan ruptur hati.
d) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonephritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pneumokokus.
d. Peritonitis kimiawi, disebabkan keluarnya enzim pankreas, asam lambung, atau empedu
sebagai akibat cedera/perforasi usus/saluran empedu.

2.3.Manifestasi Klinis

Menurut Kowalak & Hughes (2010) tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien
peritonitis, yaitu :

a. Distensi abdomen.
b. Rigiditas abdomen.
c. Nyeri tekan pada abdomen.
d. Bising usus menurun bahkan hilang.
e. Demam.
f. Mual bahkan muntah.
g. Takikardia.
h. Takipnea.

2.4.Patofisiologi

Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen kedalam ronggaabdomen,


biasanya diakibatkan dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor (Dahlan,
2004).

Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril tetapidalam


beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri.akibatnya timbul edema jaringandan pertambahan
eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah
protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dandarah.Respon yang segera dari saluran
4
intestinal adalah hipermotilitas, di ikutioleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan
cairan didalam usus besar.

Timbulnya peritonitis Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karenakapiler dan


membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidakdikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulairespon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembanganselanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba
untukmengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal
begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomenmengalami


oedem.Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairandi cavum
peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanaintra abdomen, membuat
usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat
timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadiatoni dan meregang. Cairan
dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
meregang dan dapatmengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi
usus. Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnyaeksudat
fibrinosa.Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. (Padila,
2012).

5
2.5.Pathways

Mikroorganisme, apendiksitis,
tukak peptik, disentri, divertilikus, Inflamasi pada
dan operasi yang tidak steril peritoneum

Peritonitis

Depolarisasi bakteri dan virus ke Pelepasan berbagai mediator Perangsangan pirogen di


sistem GE kimiawi (histamine, bradikinin, hipotalamus
serotin)

Gangguan pada lambung Penyebabkan edema pada abdomen Memicu pengeluaran


(Meningkatnya HCl) Pengumpulan cairan di rongga prostaglandin
peritoneum

Reaksi mual dan muntah Kehilangan sejumlah besar dari Memacu kerja thermostat
cairan hipotalamus

Ketidakseimbangan nutrisi Dehidrasi Suhu tubuh meningkat


kurang dari kebutuhan tubuh

Kekurangan Volume Cairan Hipertermi

Merangsang saraf perasa nyeri

Nyeri

6
2.6.Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat pada asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3gram/100ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
2. Biospi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkoloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.
3. Pemeriksaan X-Ray
Illeus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar
berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi. Pemeriksaan
radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi :
a) Tidur terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior
(AP).
b) Duduk atau setengah duduk atau bisa dengan berdiri bila itu memungkinkan.
c) Tidur miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi
AP.

Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada vacum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.

2.7.Penatalaksanaan

Menurut Netina (2001), penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :

1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan
medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).

7
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan diarahkan
pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.

Bila peritonitismeluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan


sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena yang berupa infuse NaCl atau
Ringer Laktat untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Lakukan nasogastric
suction melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.

Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:

a) Ampisilin 2g IV, kemudian 1g setiap 6 jam, ditambah gantamisin 5 mg/kg berat


badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
b) Antibiotik harus diberikan dalam dosis yang tinggi untuk menghilangkan gembung
perut di beri Abot Miller tube.

Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan makanan
per os baru di berikan setelah ada platus.

Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat
diupayakan.

Pembedahan atau laparotomi mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis. Bila


perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap
abses.

Hampir semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi


eksplorasi). Pertimbangan dilakukan pembedahan :

a) Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
b) Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
c) Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
d) Pemeriksaan laboratorium.

8
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :

a) Mengeliminasi sumber infeksi.


b) Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal.
c) Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.

Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan(dikerjakan bidan) yang diberikan antara lain:

a) Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama. Analgesik diberikan
untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan
muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan
okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi jalan napas dan bentuk
ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif dengan terapi antibiotik,
terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi
modulasi respon peradangan.
b) Jika pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan keperawatan/kebidanan selama
masa pra, intra, post operatif maka tindakan bidan atau perawat harus memahami
tahapan- tahapan yang dilakukan pada seorang pasien, tahapan tersebut, mencakup
tiga fase yaitu :
1) Fase pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan
untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja
operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian data dasar pasien yang datang di klinik, rumah sakit atau di
rumah, menjalani wawancara pra-operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi
yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin
dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien pra-operatif ditempat ruang
operasi.
2) Fase intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk
atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV), memberikan medikasi
melalui intervena sesuai Instruksi Dokter, melakukan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahandan menjaga keselamatan pasien.
Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya pada menggemban
tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya

9
sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja
operasi dengan menggunakan prinsip- prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3) Fase pasca-operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase
pasca-operatif langsung, fokus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih
detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan proses
keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi
diuraikan.

10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.Pengkajian

a. Identitas Klien : meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan dan
pendidikan peritonitis biasanya lebih sering terjadi pada usia dewasa.
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama : Klien dengan Peritonitis biasanya mengeluhkan perut kembung,
disertai mual dan muntah serta demam.
b) Riwayat penyakit sekarang : Sebagian besar atau penyebab terbanyak peritonitis
adalah infeksi sekunder dari apendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum, typhus
abdominalis, klien biasanya nampak lemah dengan disertai demam dan mual,
muntah.
c) Riwayat penyakit dahulu : Klien dengan peritonitis sering terdapat riwayat penyakit
saluran cerna atau organ dalam pencernaan.
d) Riwayat penyakit keluarga : Tidak terdapat korelasi kasus pada anggota keluarga
terhadap kejadian peritonitis.
c. Pemeriksaan Pendekatan Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi Kesehatan atau Menejemen Kesehatan
Menggambarkan persepsi klien terhadap keluhan apa yang dialamiklien, dan
tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit.
Pada klien dengan peritonitis mengeluh nyeri berat dibagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang dan umumnya telah dilakukan tindakan dengan obat anti-
nyeri.
2. Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulitdan rambut, nafsu
makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi,instruksi diet sebelumnya, jumlah
makan atau minum serta cairanyang masuk, ada tidaknya mual, muntah, kekeringan,
kebutuhan jumlah zat gizinya, dan lain-lain.
Pada pasien peritonitis klien akan mengalami mual. Vomit dapat muncul akibat
proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atausecara sekunder akibat iritasi
peritoneal, selain itu terjadi distensiabdomen, bising usus menurun, dan gerakan
peristaltic usus turun(<12x/menit). Diet yang diberikan berupa makanan cair seperti
bubursaring dan diberikan melalui NGT.

11
3. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran sistem pencernaan,
perkemihan, integumen, dan pernafasan.
Pada klien dengan peritonitis terjadi penurunan produksi urin,ketidakmampuan
defekasi, turgor kulit menurun akibat kekuranganvolume cairan, takipnea, .
4. Pola Kognitif Perseptual
Menggambarkan kemampuan proses berpikir klien, memori,tingkat kesadaran, dan
kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba, dan mencium, serta sensori
nyeri.
Pada klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan padaotak namun hanya
mengalami penurunan kesadaran, adanya nyeritekan pada abdomen.
5. Pola Aktivitas/Latihan
Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu, fungsi respirasi
dan fungsi sirkulasi.
Pada klien dengan peritonitis mengalami letih, sulit berjalan. Kemampuan
pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola nafas iregular
(RR> 20x/menit), klienmengalami taki kardi, akral : dingin, basah, dan pucat.
6. Pola Istirahat dan Tidur
Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien mempertahankan waktu
istirahat tidur serta kesulitan yang dialamisaat istirahat tidur.
Pada klien dengan peritonitis didapati mengalami kesulitan tidur karena nyeri.
7. Pola Nilai dan Kepercayaan
Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama selama sakit
serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.
8. Pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agamamempengaruhi sikap
tentang penyakit yang sedangdialaminya.Adakah ganggauan dalam peaksanaan
ibadah sehari-hari.
9. Pola Peran dan Hubungan Interpersonal
Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan, kemampuan bekerja,
hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan terhadap peran yang dilakukan.
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan
mengalami hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
10. Pola Persepsi atau Konsep Diri

12
Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah-masalah yang adaseperti
perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal
diri, konsep diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya.
Pada klien dengan peritonitis terjadi perubahan emosional
11. Pola Koping/Toleransi Stres
Pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untukmenangani stres dan
penggunaan sistem pendukung.
Pada klien engan peritonitis di dapati tingkat kecemasan padatingkat berat
12. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola reproduksi dan seksual menggambarkan periode menstruasi terakhir, masalah
menstruasi, masalah pap smear, pemerikasaan payudara/testis sendiri tiap bulan, dan
masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit. Pada pola ini, pada wanita
berhubungan dengan kehamilan, jumlah anak, menstruasi, pernah terjangkit penyakit
menular sehinggamenghindari aktivitas seksual. Pada pasien yang telah atau sudah
menikah akan terjadi perubahan.
d. Pemeriksaan fisik
a) B1 (Breath) : Klien dengan peritonitis bisanya menampakkan gejala dispneu, nafas
dangkal dan cepat, Ronchi (-), whezing (-), perkusi sonor, taktil fremitus tidak ada
gerakan tertinggal.
b) B2 (Blood) : Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan tekanan
darah (pre syok), perfusi dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi
pekak pada lapang paru kiri ICS 3-5, iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.
c) B3 (Brain) : Klien nampak lemah, biasanya mengalami penurunan kesadaran,
convulsion (-), pupil isokor, lateralisasi (-).
d) B4(Bladder) : Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan dan minum,
oliguri,distensi/retensi (-).
e) B5 (Bowel) : Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, abdomen nampak
distended, bising usus dan peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB, klien
nampak mual dan muntah.
f) B6 (Bone) : Klien dengan peritonitis biasanya nampak letih dan lesu, klien nampak
bedrest, mengalami penurunan masa dan kekuatan otot.
e. Pemeriksaan Penunjang.
a) Test laboratorium
 Leukositosis.

13
 Hematokrit meningkat.
 Asidosis metabolik
b) X-Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus
merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar
dilatasi, udara bebas (air fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus
perforasi.

3.2.Diagnosa Keperawatan

1. Kekurangan volume cairan b/d Kehilangan Cairan Aktif.


2. Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan
Mencerna Makanan.
3. Nyeri akut b/d Agen Cedera Fisik.
4. Hipertermi b/d Penyakit.
5. Resiko gangguan integritas kulit b/d Tirah baring lama.

3.3.Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
Defisit Volume Cairan b/d Kehilangan NOC: NIC :
Cairan Aktif  Fluid balance Fluid management
 Hydration  Timbang
Definisi : Penurunan cairan  Nutritional Status : popok/pembalut
intravaskuler, interstisial, dan/atau Food and Fluid Intake jika diperlukan.
intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi, Kriteria Hasil :  Pertahankan
kehilangan cairan dengan pengeluaran  Mempertahankan catatan intake dan
sodium urine output sesuai output yang
1.
dengan usia dan BB, akurat.
Batasan Karakteristik : BJ urine normal, HT  Monitor status
 Kelemahan normal. hidrasi (
 Haus  Tekanan darah, nadi, kelembaban
 Penurunan turgor kulit/lidah suhu tubuh dalam membran
 Membran mukosa/kulit kering batas normal. mukosa, nadi
 Peningkatan denyut nadi,  Tidak ada tanda tanda adekuat, tekanan
penurunan tekanan darah, dehidrasi, Elastisitas darah ortostatik ),

14
penurunan volume/tekanan nadi turgor kulit baik, jika diperlukan.
 Pengisian vena menurun membran mukosa  Monitor hasil lAb
 Perubahan status mental lembab, tidak ada rasa yang sesuai
 Konsentrasi urine meningkat haus yang berlebihan dengan retensi
 Temperatur tubuh meningkat cairan (BUN ,

 Hematokrit meninggi Hmt , osmolalitas

 Kehilangan berat badan seketika urin).

(kecuali pada third spacing)  Monitor vital

Faktor-faktor yang berhubungan: sign.

 Kehilangan volume cairan  Monitor masukan

secara aktif makanan / cairan

 Kegagalan mekanisme dan hitung intake

pengaturan kalori harian.


 Kolaborasi
pemberian cairan
IV.
 Monitor status
nutrisi.
 Berikan cairan.
 Berikan diuretik
sesuai interuksi.
 Berikan cairan IV
pada suhu
ruangan.
 Dorong masukan
oral.
 Berikan
penggantian
nesogatrik sesuai
output.
 Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan.
 Tawarkan snack

15
(jus buah, buah
segar).
 Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk.
 Atur
kemungkinan
tranfus.
 Persiapan untuk
tranfusi

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan  Nutritional Status : Nutrition Management
Mencerna Makanan. food and Fluid Intake  Kaji adanya alergi
Kriteria Hasil : makanan.
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup  Adanya peningkatan  Kolaborasi
untuk keperluan metabolisme tubuh. berat badan sesuai dengan ahli gizi
dengan tujuan. untuk
Batasan karakteristik :  Berat badan ideal menentukan
 Berat badan 20 % atau lebih di sesuai dengan tinggi jumlah kalori dan
bawah ideal. badan. nutrisi yang
 Dilaporkan adanya intake  Mampu dibutuhkan
2.
makanan yang kurang dari RDA mengidentifikasi pasien.
(Recomended Daily kebutuhan nutrisi.  Anjurkan pasien
Allowance).  Tidak ada tanda tanda untuk
 Membran mukosa dan malnutrisi. meningkatkan
konjungtiva pucat.  Tidak terjadi intake Fe.
 Kelemahan otot yang digunakan penurunan berat badan  Anjurkan pasien
untuk menelan/mengunyah. yang berarti untuk
 Luka, inflamasi pada rongga meningkatkan
mulut. protein dan
 Mudah merasa kenyang, sesaat vitamin C.
setelah mengunyah makanan.  Berikan substansi

16
 Dilaporkan atau fakta adanya gula.
kekurangan makanan.  Yakinkan diet
 Dilaporkan adanya perubahan yang dimakan
sensasi rasa. mengandung
 Perasaan ketidakmampuan tinggi serat untuk
untuk mengunyah makanan. mencegah
 Miskonsepsi. konstipasi.

 Kehilangan BB dengan  Berikan makanan


makanan cukup. yang terpilih

 Keengganan untuk makan. (sudah

 Kram pada abdomen. dikonsultasikan

 Tonus otot jelek. dengan ahli gizi).

 Nyeri abdominal dengan atau  Ajarkan pasien

tanpa patologi. bagaimana


membuat catatan
 Kurang berminat terhadap
makanan harian.
makanan.
 Monitor jumlah
 Pembuluh darah kapiler mulai
nutrisi dan
rapuh.
kandungan kalori.
 Diare dan atau steatorrhea.
 Berikan informasi
 Kehilangan rambut yang cukup
tentang
banyak (rontok).
kebutuhan nutrisi.
 Suara usus hiperaktif.
 Kaji kemampuan
 Kurangnya informasi,
pasien untuk
misinformasi
mendapatkan
nutrisi yang
Faktor-faktor yang berhubungan :
dibutuhkan
 Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
Nutrition Monitoring
mengabsorpsi zat-zat gizi
 BB pasien dalam
berhubungan dengan faktor
batas normal.
biologis, psikologis atau
 Monitor adanya
ekonomi.
penurunan berat
badan.

17
 Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan.
 Monitor interaksi
anak atau
orangtua selama
makan.
 Monitor
lingkungan
selama makan.
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan.
 Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi.
 Monitor turgor
kulit.
 Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah patah.
 Monitor mual dan
muntah.
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht.
 Monitor makanan
kesukaan.

18
 Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan.
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva.
 Monitor kalori
dan intake
nuntrisi.
 Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah
berwarna
magenta, scarlet

NIC :
Cedera akut b/d cedera fisik
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau Pain Management
hilang. NOC :  Lakukan
Batasan karakteristik :  Pain Level pengkajian nyeri
 Laporan secara verbal atau non  Pain control secara
komprehensif
verbal.  Comfort level
3.  Fakta dari observasi. Kriteria Hasil:
termasuk lokasi,
karakteristik,
 Posisi antalgic untuk  Nyeri berkurang atau
durasi, frekuensi,
menghindari nyeri. hilang.
kualitas dan
 Gerakan melindungi.  Klien tampak tenang.
faktor presipitasi.
 Tingkah laku berhati-hati.
 Observasi reaksi
 Muka topeng. nonverbal dari

19
 Gangguan tidur (mata sayu, ketidaknyamanan.
tampak capek, sulit atau gerakan  Gunakan teknik
kacau, menyeringai). komunikasi

 Terfokus pada diri sendiri. terapeutik untuk


mengetahui
 Fokus menyempit (penurunan
pengalaman nyeri
persepsi waktu, kerusakan
pasien.
proses berpikir, penurunan
 Kaji kultur yang
interaksi dengan orang dan
mempengaruhi
lingkungan).
respon nyeri.
 Tingkah laku distraksi, contoh :
 Evaluasi
jalan-jalan, menemui orang lain
pengalaman nyeri
dan/atau aktivitas, aktivitas
masa lampau.
berulang-ulang).
 Evaluasi bersama
 Respon autonom (seperti
pasien dan tim
diaphoresis, perubahan tekanan
kesehatan lain
darah, perubahan nafas, nadi
tentang
dan dilatasi pupil).
ketidakefektifan
 Perubahan autonomic dalam kontrol nyeri
tonus otot (mungkin dalam
masa lampau.
rentang dari lemah ke kaku).
 Bantu pasien dan
 Tingkah laku ekspresif (contoh : keluarga untuk
gelisah, merintih, menangis, mencari dan
waspada, iritabel, nafas menemukan
panjang/berkeluh kesah) dukungan.
 Perubahan dalam nafsu makan  Kontrol
dan minum lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor

20
presipitasi nyeri.
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal).
 Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi.
 Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi.
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
 Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri.
 Tingkatkan
istirahat.
 Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil.
 Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.
Hipertermi b/d penyakit NOC : Thermoregulation NIC :
4.
Kriteria Hasil : Fever treatment

21
Definisi : suhu tubuh naik diatas  Suhu tubuh dalam  Monitor suhu
rentang normal rentang normal. sesering mungkin.
 Nadi dan RR dalam  Monitor IWL.
Batasan Karakteristik: rentang normal.  Monitor warna
 Kenaikan suhu tubuh diatas  Tidak ada perubahan dan suhu kulit.
rentang normal. warna kulit dan tidak  Monitor tekanan
 Serangan atau konvulsi ada pusing, merasa darah, nadi dan
(kejang). nyaman RR.
 Kulit kemerahan.  Monitor
 Pertambahan RR. penurunan tingkat
 Takikardi. kesadaran.
 Saat disentuh tangan terasa  Monitor WBC,
hangat Hb, dan Hct.
 Monitor intake
Faktor faktor yang berhubungan : dan output.
 Penyakit/ trauma.  Berikan anti
 Peningkatan metabolisme. piretik.
 Aktivitas yang berlebih.  Berikan
 Pengaruh medikasi/anastesi. pengobatan untuk
 Ketidakmampuan/penurunan mengatasi
kemampuan untuk berkeringat penyebab demam.
Terpapar dilingkungan panas.  Selimuti pasien.
 Dehidrasi.  Lakukan tapid
 Pakaian yang tidak tepat sponge.
 Berikan cairan
intravena.
 Kompres pasien
pada lipat paha
dan aksila.
 Tingkatkan
sirkulasi udara.
 Berikan
pengobatan untuk

22
mencegah
terjadinya
menggigil
Temperature regulation
 Monitor suhu
minimal tiap 2
jam.
 Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu.
 Monitor TD, nadi,
dan RR.
 Monitor warna
dan suhu kulit.
 Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi.
 Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi.
 Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh.
 Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas.
 Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari

23
kedinginan.
 Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan.
 Ajarkan indikasi
dari hipotermi
dan penanganan
yang diperlukan.
 Berikan anti
piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR.
 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah.
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau
berdiri.
 Auskultasi TD
pada kedua
lengan dan
bandingkan.
 Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas.
 Monitor kualitas

24
dari nadi.
 Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan.
 Monitor suara
paru.
 Monitor pola
pernapasan
abnormal.
 Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit.
 Monitor sianosis
perifer.
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik).
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign.

Resiko gangguan integritas kulit b/d NOC : NIC : Pressure


Tirah baring lama. Tissue Integrity : Skin and Management
Mucous Membranes  Anjurkan pasien
Definisi : Perubahan pada epidermis Kriteria Hasil : untuk

5. dan dermis  Integritas kulit yang menggunakan


baik bisa pakaian yang
Batasan karakteristik : dipertahankan. longgar.
 Gangguan pada bagian tubuh.  Melaporkan adanya  Hindari kerutan
 Kerusakan lapisan kulit gangguan sensasi atau padaa tempat

25
(dermis). nyeri pada daerah tidur.
 Gangguan permukaan kulit kulit yang mengalami  Jaga kebersihan
(epidermis). gangguan. kulit agar tetap
Faktor yang berhubungan :  Menunjukkan bersih dan kering.
Eksternal : pemahaman dalam  Mobilisasi pasien
 Hipertermia atau hipotermia. proses perbaikan kulit (ubah posisi
 Substansi kimia. dan mencegah pasien) setiap dua
 Kelembaban udara. terjadinya sedera jam sekali.
 Faktor mekanik (misalnya : alat berulang.  Monitor kulit
yang dapat menimbulkan luka,  Mampumelindungi akan adanya
tekanan, restraint). kulit dan kemerahan.
 Immobilitas fisik. mempertahankan  Oleskan lotion
 Radiasi. kelembaban kulit dan atau minyak/baby

 Usia yang ekstrim. perawatan alami oil pada derah

 Kelembaban kulit. yang tertekan.

 Obat-obatan  Monitor aktivitas

Internal : dan mobilisasi

 Perubahan status metabolik. pasien.

 Tulang menonjol.  Monitor status


nutrisi pasien.
 Defisit imunologi.
 Memandikan
 Faktor yang berhubungan
pasien dengan
dengan perkembangan.
sabun dan air
 Perubahan sensasi.
hangat
 Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan).
 Perubahan status cairan.
 Perubahan pigmentasi.
 Perubahan sirkulas.
 Perubahan turgor (elastisitas
kulit)

26
3.4.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
1. Tidak terjadinya defisit/kekurangan volume cairan.
2. Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Hipertemi dapat teratasi.
5. Gangguan integritas kulit berkurang atau dapat diatasi.

27
ANALISIS PICO
FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERJADINYA
PERITONITIS PADA
JUDUL JURNAL PASIEN CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS
(CAPD) DI
RUMAH SAKIT UMUM DR SAIFUL ANWAR MALANG
Penentuan jumlah besaran sample dalam penelitian ini dengan
menggunakan tehnik total sampling, yaitu keseluruhan sampel yang
telah teridentifikasi sebanyak 22 responden pasien CAPD dengan

P (Population, Problems) komplikasi peritonitis dan 13 perawat yang bekerja diruang dialisis.
Penelitian dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2008 sampai dengan 24
Nopember 2008 di unit rawat jalan ruang CAPD Rumah Sakit Umum
Dr Saiful Anwar Malang.
Dilakukan pengamatan selama 26 hari yang dimulai tanggal 30
Oktober 2008 – 24 November 2008. Data yang diamati adalah :
Distribusi status nutrisi, personal hygiene, kemampuan pasien, system
pendukung dan fasilitas perawatan.
Distribusi standar struktur dan proses .

I (Intervention) Hubungan umur dengan kejadian peritonitis pada CAPD (N=22)


Hubungan jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, status
nutrisi, personal hygiene, kemampuan pasien, sistem pendukung,
fasilitas perawatan dengan kejadian peritonitis pada CAPD (N=22).
Hubungan standar pelayanan keperawatan dengan kejadian peritonitis
pada CAPD (N=13)
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan rancangan
cross sectional. Penentuan jumlah besaran sample dalam penelitian
ini dengan menggunakan tehnik total sampling, yaitu keseluruhan
sampel yang telah teridentifikasi sebanyak 22 responden pasien CAPD
dengan komplikasi peritonitis dan 13 perawat yang bekerja diruang
dialisis. Dengan karakteristik responden meliputi: pasien dengan terapi
C (Compare)
CAPD, pernah atau sedang mengalami peritonitis, kesadaran pasien
composmentis, pasien yang telah menjalani rawat jalan, dan bersedia
menjadi responden. Karakteristik perawat meliputi: perawat, perawat
tetap yang bekerja di ruang dialisis, tidak berstatus magang, tidak
sedang dalam status cuti kerja,dan bersedia menjadi responden.
Penelitian dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2008 sampai dengan 24

28
Nopember 2008 di unit rawat jalan ruang CAPD Rumah Sakit Umum
Dr Saiful Anwar Malang. Instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri atas karakteristik
demografi (umur,jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan),
status nutrisi, personal hygiene, kemampuan dalam melakukan
perawatan dan tindakan dialisis dirumah, sistem pendukung dari pihak
keluarga (helper), fasilitas perawatan CAPD di rumah dan standar
pelayanan keperawatan (standar struktur, standar proses).
Penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara status
nutrisi (p = 0,032), kemampuan perawatan (p = 0,024) dengan
kejadian peritonitis pada pasien CAPD. Tidak ada hubungan yang
signifikan antara umur (p = 0,702), jenis kelamin (p = 0,669), tingkat
pendidikan (p= 0,771), penghasilan (p = 1,000), personal hygine (p =
0,387), support system (p = 1,000), fasilitas perawatan (p = 0,088),
O (Outcome)
standar struktur (p = 0,203), standar proses (p = 0,559) dengan
kejadian peritonitis pada pasien CAPD. Rekomendasi untuk perawat
meningkatkan kunjungan rumah untuk memberikan pendidikan
kesehatan tentang perawatan dialisis dan pengeloaan nutrisi seimbang.
Saran untuk pasien diharapkan mengikuti prosedur standar perawatan
yang telah diajarkan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Kowalak, J. P., & Hughes, A. S. (2010). Buku Saku Tanda dan Gejala : Pemeriksaan Fisik dan
Anamnesis, Penyebab, Tip Klinis, Ed. 2. Jakarta: EGC.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.

Price & Wilson. (2006). Patofisiologi, Ed. 6, Vol. 2. Jakarta EGC

Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed. 8, Vol. 2. Jakarta : EGC.

Wolters Kluwer. (2011). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT Indeks.

30
LAMPIRAN

31
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERJADINYA PERITONITIS PADA


PASIEN CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS (CAPD) DI
RUMAH SAKIT UMUM DR SAIFUL ANWAR MALANG

Contributing Factors For Peritonitis Incidence On Continuous Ambulatory Peritoneal


Dialysis (CAPD) Patients In Dr Saiful Anwar Malang Hospital

Supono

Program Studi Keperawatan Lawang Poltekkes Kemenkes Malang


Jl. A. Yani No 1 Lawang 65218
e-mail: onop_kmb@yahoo.com

ABSTRAK

Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) adalah dialisis yang dilakukan melalui rongga
peritonium (rongga perut) dengan selaput atau membran perutonium berfungsi sebagai filter. Tindakan
CAPD dilakukan dengan insisi kecil pada dinding abdomen untuk pemasangan kateter, risiko komplikasi
yang sering terjadi adalah infeksi pada peritonium (peritonitis). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan
faktor-faktor yang berkontribusi terjadinya peritonitis pada pasien CAPD di Rumah Sakit Umum Dr Saiful
Anwar Malang Jawa Timur. Jenis penelitian deskkriptif korelasi dengan rancangan cross sectional study.
Jumlah sampel penelitian 22 pasien peritonitis CAPD dan 13 perawat dialisis, dengan tehnik pengambilan
sample menggunakan total sampling. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara
status nutrisi (p = 0,032), kemampuan perawatan (p = 0,024) dengan kejadian peritonitis pada pasien CAPD.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur (p = 0,702), jenis kelamin (p = 0,669), tingkat pendidikan (p
= 0,771), penghasilan (p = 1,000), personal hygine (p = 0,387), support system (p = 1,000), fasilitas perawatan
(p = 0,088), standar struktur (p = 0,203), standar proses (p = 0,559) dengan kejadian peritonitis pada pasien
CAPD. Rekomendasi untuk perawat meningkatkan kunjungan rumah untuk memberikan pendidikan kesehatan
tentang perawatan dialisis dan pengeloaan nutrisi seimbang. Saran untuk pasien diharapkan mengikuti
prosedur standar perawatan yang telah diajarkan.

Kata kunci: peritonitis, CAPD, perawat, pasien CAPD

ABSTRACT

Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) is a dialysis conducted through peritonium


with perutonium membrane functions as a filter. CAPD procedure is conducted by making small incision
on abdomen wall to insert catheter. Complication risk which often happens is the infection on peritoneum
(peritonitis). The purpose of this research was to find out the relationship between contributing factors
for peritonitis incidence on CAPD patients in Dr Saiful Anwar hospital in Malang, East Java. The type of
this research was correlation descriptive cross sectional study design. The number of the sample were 22
peritonitis CAPD patients and 13 dialysis patients, using total sampling technique. The result showed
that there was significant relationship between nutrition status (p = 0,032), treatment capability (p =
0,024) with peritonitis incidence on CAPD patients. There was no significant relationship between age
(p = 0,702), sex or gender (p = 0,669), level of education (p = 0,771), income (p = 1,000), personal
hygiene (p = 0,387), support system (p = 1,000), treatment facilities (p = 0,088), structure standard (p =
0,203), process standard (p = 0,559) with peritonitis incidence on CAPD patients. It is recommended to
nurses to increase home visit to give health education about dialysis treatment and balanced nutrition
management. It is also suggested to the patients to follow procedure for standard treatment which had
been taught to them.

Keywords: peritonitis, CAPD, nurse, CAPD patient

LATAR BELAKANG Terapi continuouse ambulatory


peretoneal dialysis (CAPD) adalah dialisis

180 Juli 2010: 180 - 189


Versi online:
Volume 1, Nomor 2 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/403

yang dilakukan melalui rongga peritoneum lebih sering berasal dari kontaminasi mikro
(rongga perut) yang berfungsi sebagai filter organisme pada kulit saat penggantian cairan
adalah selaput atau membran peritoneum dialisat, kontaminasi saat penggantian kateter,
(selaput rongga perut), sehingga CAPD kolonisasi bakteri pada exit site dan tunnel
sering disebut “cuci darah” melalui perut infections. Proliferasi bakteri akan
(Anonim, 2007). Thomas (2003, dalam Yetti, mengakibatkan terjadinya edema jaringan
2007) mengemukakan bahwa CAPD sebagai peritoneal, dalam waktu singkat terjadi
salah satu alternatif terapi pengganti pada eksudasi cairan. Cairan dalam rongga
penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) telah peritoneal menjadi keruh dengan
diinstruksikan sejak tahun 1974 oleh Popovich meningkatnya jumlah protein, sel darah putih,
dan Moncrief. debris seluler dan darah. Reaksi dari kondisi
Terapi CAPD semakin meluas termasuk tersebut meningkatkan motilitas usus yang
di Indonesia. Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta diikuti illeus paralitik sehingga terjadi
sejak awal tahun 1980 telah dilakukan terapi akumulasi udara dan cairan dalam usus.
CAPD secara insidentil (Tambunan, 2008) Penanganan tindakan dialisis merupakan
dan pada tahun 2004 tercatat 618 pasien suatu proses yang digunakan untuk
mendapatkan pelayanan terapi CAPD mengeluarkan cairan dan produk limbah dari
(Situmorang, 2008). Sampai saat ini dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
permasalahan komplikasi pada terapi CAPD melaksanakan proses tersebut (Smeltzer &
masih ditemukan diantaranya mekanik, Bare, 2008). Pada saat dialisis molekul solut
medikal dan infeksi (DeVore, 2008). berdifusi lewat membran semipermeabel
Komplikasi infeksi yang sering adalah dengan cara mengalir dari sisi cairan yang
peritonitis mencapai 60-80% (Smeltzer & lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke
Bare, 2008), tunnel infections, exit site cairan yang lebih encer (konsentrasi solut
(MacDougall, 2007). Studi pendahuluan yang lebih rendah) (Gutch, Stoner & Corea, 1999).
dulakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Dr Ada tiga cara terapi pengganti ginjal atau
Saiful Anwar Malang Jawa Timur, data renal replacement therapy (RRT) salah satu
pelayanan terapi CAPD dilakukan sejak diantaranya adalah CAPD (Sidabutar, 2006).
tahun 2003 hingga bulan September 2008
jumlah pasien 173 orang, dari jumlah tersebut METODE
82 pasien telah meninggal dunia, 10 pasien
pindah terapi HD dan 2 pasien melakukan Jenis penelitian yang digunakan adalah
transplantasi ginjal, hingga 6 bulan terakhir deskriptif dengan rancangan cross sectional.
ini yang mendapatkan pelayanan CAPD Penentuan jumlah besaran sample dalam
sebanyak 81 pasien. Dari 81 pasien CAPD penelitian ini dengan menggunakan tehnik
di rumah sakit tersebut sebanyak 22 pasien total sampling, yaitu keseluruhan sampel
CAPD diketahui pernah menderita komplikasi yang telah teridentifikasi sebanyak 22
peritonitis. responden pasien CAPD dengan komplikasi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum peritonitis dan 13 perawat yang bekerja
lapisan membran serosa rongga abdomen diruang dialisis. Dengan karakteristik
dan meliputi visera (Smeltzer & Bare, 2008), responden meliputi: pasien dengan terapi
peritonitis ini terjadi juga dihubungkan dengan CAPD, pernah atau sedang mengalami
proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal peritonitis, kesadaran pasien composmentis,
(Sudoyo, 2006). Peritonitis disebabkan oleh pasien yang telah menjalani rawat jalan, dan
kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam bersedia menjadi responden. Karakteristik
rongga abdomen akibat dari infeksi, iskemik, perawat meliputi: perawat, perawat tetap
trauma atau perforasi. Peritonitis pada CAPD yang bekerja di ruang dialisis, tidak berstatus

Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 181
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071

magang, tidak sedang dalam status cuti kerja, univariat dari karakteristik demografi (umur,
dan bersedia menjadi responden. jenis kelamin, tingkat pendidikan,
Penelitian dilakukan pada tanggal 30 penghasilan), status nutrisi, personal hygiene,
Oktober 2008 sampai dengan 24 Nopember kemampuan dalam melakukan perawatan dan
2008 di unit rawat jalan ruang CAPD Rumah tindakan dialisis di rumah, sistem pendukung
Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang. dari pihak keluarga (helper), fasilitas
Instrumen pengumpulan data dalam perawatan CAPD di rumah dan standar
penelitian ini menggunakan kuesioner yang pelayanan keperawatan (standar struktur,
terdiri atas karakteristik demografi (umur, standar proses). Analisis bivariat dengan uji
jenis kelamin, tingkat pendidikan, statistik chi square dan T independen untuk
penghasilan), status nutrisi, personal hygiene, mengetahui hubungan faktor-faktor dengan
kemampuan dalam melakukan perawatan dan kejadian peritonitis pada pasien CAPD.
tindakan dialisis dirumah, sistem pendukung
dari pihak keluarga (helper), fasilitas HASIL DAN PEMBAHASAN
perawatan CAPD di rumah dan standar
pelayanan keperawatan (standar struktur, Hasil
standar proses). Uji analisa statistik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Faktor Risiko

Tabel 1. Distribusi status nutrisi, personal hygiene, kemampuan pasien, sistem pendukung dan
fasilitas perawatan (N=22)
No Variabel Frekuensi (f) Prosentase (%)
Status nutrisi:
1 < IMT 10 45,5
2 ≥ IMT 12 54,5
Jumlah 22 100
Personal hygiene:
1 Kurang baik 13 59,1
2 Baik 9 40,9
Jumlah 22 100
Kemampuan pasien:
1 Kurang baik 14 63,6
2 Baik 8 36,4
Jumlah 22 100
Sistem pendukung:
1 Kurang baik 11 50
2 Baik 11 50
Jumlah 22 100
Fasilitas perawatan:
1 Kurang baik 11 50
2 Baik 11 50
Jumlah 22 100

Dari tabel 1 didapatkan distribusi sebanyak 14 orang (63,3%) dan baik


berdasarkan status nutrisi di bawah IMT sebanyak 8 orang (36,4%). Berdasarkan
sebanyak 10 (45,5%) dan di atas IMT sistem pendukung didapatkan kurang baik dan
sebanyak 12 orang (54,5%). Berdasarkan baik masing-masing sebanyak 11 orang
personal hygiene didapatkan kurang baik (50%). Berdasarkan fasilitas perawatan
sebanyak 13 orang (59,1%) dan baik didapatkan kurang baik dan baik masing-
sebanyak 9 orang (40,9%). Berdasarkan masing sebanyak 11 orang (50%).
kemampuan pasien didapatkan kurang baik

182 Juli 2010: 180 - 189


Versi online:
Volume 1, Nomor 2 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/403

Tabel 2. Distribusi standar struktur dan proses (N = 13)


No Variabel Frekuensi (f) Prosentase (%)
Standar struktur:
1 Kurang baik 6 46,2
2 Baik 7 53,8
Jumlah 13 100
Standar proses:
1 Kurang baik 2 15,4
2 Baik 11 84,6
Jumlah 13 100

Dari tabel 2 didapatkan distribusi analisis kurang baik sebanyak 2 responden (15,4%)
standar kualitas pelayanan keperawatan dan yang baik sebanyak 11 responden
beradasarkan standar struktur yang kurang (84,6%).
baik sebanyak 6 responden (46,2%) dan yang
baik sebanyak 7 r esponden (53,8%). Hubungan Faktor Risiko Dengan
Sedangkan berdasarkan standar proses yang Kejadian Peritonitis Pada CAPD
Tabel 3. Hubungan umur dengan kejadian peritonitis pada CAPD (N=22)
Variabel Mean Standard Deviation p value N
Umur 44,32 12,392 0,702 22

Dari tabel 3 didapatkan hasil analisis


antara umur dengan kejadian peritonitis pada
Hubungan Jenis Kelamin, Tingkat
pasien CAPD bahwa rata-rata umur
Pendidikan, Penghasilan, Status Nutrisi,
responden yang mengalami kejadian
Personal Hygiene, Kemampuan Pasien,
peritonitis adalah umur 44,32 tahun (standard
Sistem Pendukung, Fasilitas Perawatan
deviation = 12,392). Hasil uji analisa statistik
Dengan Kejadian
didapatkan nilai p = 0,702 yang kesimpulannya
adalah tidak ada hubungan yang signifikan
antara umur dengan kejadian peritonitis pada
pasien CAPD.
Tabel 4. Hubungan jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan, status nutrisi, personal hygiene,
kemampuan pasien, sistem pendukung, fasilitas perawatan dengan kejadian peritonitis
pada CAPD (N=22)
No Variabel Kejadian peritonitis OR p-value
Tinggi Rendah 95% CI
n % n %
Jenis kelamin: 0,669
1 Laki-laki 5 41,7 7 58,3 0,476
2 Perempuan 6 60 4 60 0,086–2,628
Tingkat pendidikan: 0,771
1 SD 4 66,7 2 33,3 4
2 SLTP 1 33,3 2 66,7 1,5
3 SLTA 4 57,7 3 42,9 4
4 D III 0 0 2 100 4
5 S1 2 50 2 50 0,264-2,628
Penghasilan: 1,000
1 < UMR 6 46,2 74 53,8 0,686
2 ≥ UMR 5 55,6 44,4 0,124-3,784

Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 183
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071

Status nutrisi: 0,032


1 < IMT 8 80 2 20 12
2 ≥ IMT 3 25 9 75 1,581-91,084

Personal hygiene: 0,387


1 Kurang baik 8 61,5 5 38,5 3,200
2 Baik 3 33,3 6 66,7 0,540-18,980
Kemampuan pasien: 0,024
1 Kurang baik 10 71,4 4 28,6 17,500
2 Baik 1 12,5 7 87,5 1,596-191,892
Sistem pendukung: 1,000
1 Kurang baik 5 54,5 6 45,5 0,694
2 Baik 6 45,5 5 54,5 0,130-3,732
Fasilitas perawatan: 0,088
1 Kurang baik 8 72,7 3 27,3 7,111
2 Baik 3 27,3 8 72,7 1,089- 46,441

Dari tabel 4 didapatkan hubungan UMR dengan angka kejadian tinggi sebanyak
tingkat kejadian peritonitis dengan jenis 5 responden (55,6%), dan angka kejadian
kelamin sebagian besar terjadi pada rendah sebanyak 4 responden (44,4%).
perempuan dengan angka kejadian tinggi Hubungan tingkat kejadian peritonitis
sebanyak 6 responden (60%) dan angka dengan status nutrisi di bawah IMT pada
kejadian rendah sebanyak 4 responden (60%). angka kejadian tinggi sebanyak 8 responden
Sedangkan jenis kelamin laki-laki dengan (80%) dan angka kejadian rendah sebanyak
angka kejadian tinggi sebanyak 5 responden 2 responden (20%), status nutrisi di bawah
(41,7%) dan angka kejadian rendah sebanyak IMT pada angka kejadian tinggi sebanyak 3
7 responden (58,3%). responden (25%) dan angka kejadian rendah
Hubungan tingkat kejadian peritonitis sebanyak 9 responden (75%).
dengan tingkat pendidikan SD pada angka Hubungan tingkat kejadian peritonitis
kejadian tinggi sebanyak 4 responden (66,7%) dengan personal hygiene yang kurang baik
dan angka kejadian rendah sebanyak 2 pada angka kejadian tinggi sebanyak 8
responden (33,3%), tingkat pendidikan SLTP responden (61,5%) dan angka kejadian
dengan angka kejadian tinggi sebanyak 1 rendah sebanyak 5 responden (38,5%),
responden (33,3%) dan angka kejadian personal hygiene yang baik pada angka
rendah sebanyak 2 responden (66,7%), kejadian tinggi sebanyak 3 responden (33,3%)
tingkat pendidikan SLTA dengan angka dan angka kejadian rendah sebanyak 6
kejadian tinggi sebanyak 4 responden (57,7%) responden (66,7%).
dan angka kejadian rendah sebanyak 3 Hubungan tingkat kejadian peritonitis
responden (42,9%), tingkat pendidikan D3 dengan kemampuan pasien yang kurang baik
dengan angka kejadian tinggi sebanyak 0 pada angka kejadian tinggi sebanyak 10
responden dan angka kejadian rendah responden (71,4%) dan angka kejadian
sebanyak 2 responden (100%), tingkat rendah sebanyak 4 responden (28,6%),
pendidikan S1 dengan angka kejadian tinggi kemampuan pasien yang baik pada angka
dan rendah masing-masing sebanyak 2 kejadian tinggi sebanyak 1 responden (12,5%)
responden (50%). dan angka kejadian rendah sebanyak 7
Hubungan tingkat kejadian peritonitis responden (87,5%).
dengan penghasilan di bawah UMR pada Hubungan tingkat kejadian peritonitis
angka kejadian tinggi sebanyak 6 responden dengan sistem pendukung yang kurang baik
(46,2%) dan angka kejadian rendah sebanyak pada angka kejadian tinggi sebanyak 5
7 responden (53,8%), penghasilan di atas responden (54,5%) dan angka kejadian

184 Juli 2010: 180 - 189


Versi online:
Volume 1, Nomor 2 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/403

rendah sebanyak 6 responden (45,5%), fasilitas perawatan yang baik pada angka
sistem pendukung yang baik pada angka kejadian tinggi sebanyak 3 responden (27,3%)
kejadian tinggi sebanyak 6 responden (45,5%) dan angka kejadian rendah sebanyak 8
dan angka kejadian rendah sebanyak 5 responden (72,7%).
responden (54,5%).
Hubungan tingkat kejadian peritonitis Hubungan Standar Pelayanan
dengan fasilitas perawatan yang kurang baik Keperawatan Dengan Kejadian
pada angka kejadian tinggi sebanyak 8 Peritonitis Pada CAPD
responden (72,7%) dan angka kejadian
rendah sebanyak 3 responden (27,3%),
Tabel 5. Hubungan standar pelayanan keperawatan dengan kejadian peritonitis pada CAPD (N=13)
No Variabel Kejadian Peritonitis OR p value
Tinggi Rendah 95% CI
n % n %
Standar struktur:
Kurang baik 0,203
1 Baik 2 50 2 50 8,00
2 1 11,1 8 88,9 0,495-36,442
Standar proses:
Kurang baik 0,559
1 Baik 2 33,3 4 66,7 3,00
2 1 14,3 6 85,7 0,119-45,244

Pembahasan 0,669 maka disimpulkan tidak ada hubungan


yang signifikan antara jenis kelamin laki-laki
Pada tabel 3 terdapat peningkatan umur dan perempuan dengan kejadian peritonitis
seseorang yang semakin tua memberikan pada pasien CAPD. Hasil penelitian yang
dampak pada menurunnya fungsi sistem dilakukan oleh Gan., et al. (2003) didapatkan
dalam tubuh sehingga pertahanan tubuh bahwa dari 34 responden 20 diantaranya
terhadap suatu penyakit juga menurun. adalah jenis kelamin laki-laki, namun belum
Peningkatan umur erat kaitannya dengan menjelaskan alasan mengapa laki-laki lebih
prognosa suatu penyakit dan harapan hidup, banyak. Kecenderungan laki-laki kurang
mereka yang berusia di atas 55 tahun perhatian terhadap perawatan diri dibanding
kecenderungan untuk terjadi berbagai perempuan, sedangkan perempuan lebih
komplikasi yang memperberat fungsi ginjal banyak memperhatikan diri secara total
lebih besar dibandingkan yang berusia di termasuk dalam perawatan dialisis yang harus
bawah 40 tahun (Fefendi, 2008). Peneliti dilakukan pada dirinya setiap hari.
belum menemukan penelitian yang terkait Analisis hubungan antara tingkat
umur dengan kejadian peritonitis pada pendidikan dengan kejadian peritonitis pada
CAPD. pasien CAPD diperoleh hasil bahwa
Pada tabel 4 mengenai analisis pendidikan SD dan SLTA berpotensi
hubungan antara jenis kelamin dengan mengalami kejadian peritonitis tinggi
kejadian peritonitis pada pasien CAPD dibandingkan dengan pendidikan SLTP, D3
diperoleh hasil bahwa responden perempuan dan S1. Pendidikan SLTP, D3 dan S1
mempunyai kejadian peritonitis lebih tinggi mempunyai peluang 4 kali mengalami
dibanding dengan responden laki-laki, artinya kejadian peritonitis tinggi dibandingkan dengan
perempuan berpotensi mengalami kejadian SD dan SLTA. Hasil uji statistik diperoleh
peritonitis lebih tinggi dibandingkan dengan nilai p = 0,771 maka disimpulkan tidak ada
laki-laki. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = hubungan yang signifikan antara tingkat

Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 185
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071

pendidikan dengan kejadian peritonitis pada berdampak pada kehilangan protein melalui
pasien CAPD. Tingkat pendidikan pasien peritonium dalam jumlah besar sehingga
CAPD ada hubungan dengan kemungkinan mengakibatkan malunitrisi (Smeltzer & Bare,
terjadinya komplikasi, karena kemampuan 2008), pengeluaran protein berlebihan
penyerapan pengetahuan pasien saat dimungkinkan saat pengeluaran cairan dialisat
mendapatkan edukasi dalam bentuk pelatihan dan penurunan nilai normal IMT (Hudak &
dipengaruhi tingkat pendidikan yang dimiliki. Gallo,1996). Status nutrisi yang rendah pada
Tingkat pendidikan turut berkontribusi dalam pasien CAPD akibat pengeluaran protein yang
penyerapan keberhasilan pelatihan yang berlebihan, berisiko terhadap penurunan daya
diberikan pada pasien termasuk kemampuan tahan tubuh dan memungkinkan rendahnya
baca tulis (Tambunan, 2008). daya tangkal pada mikro organisme yang
Analisis hubungan antara penghasilan menyerang tubuh.
(UMR) dengan kejadian peritonitis pada Analisis hubungan antara personal
pasien CAPD adalah (55,6%) penghasilan hygiene dengan kejadian peritonitis pada
e” UMR mempunyai kejadian peritonitis lebih pasien CAPD didapatkan (61,5%) dengan
tinggi dibanding dengan responden yang personal hygiene kurang baik mempunyai
memiliki penghasilan < UMR. Hasil uji kejadian peritonitis lebih tinggi dibanding
statistik diperoleh nilai p = 1,000 maka dengan responden personal hygiene baik,
disimpulkan tidak ada hubungan yang artinya personal hygene kurang baik
signifikan antara penghasilan (UMR) dengan berpotensi mengalami kejadian peritonitis
kejadian peritonitis pada pasien CAPD. tinggi dibandingkan dengan personal hygiene
Kemampuan pasien dalam memanfaatkan baik. Personal hygiene kurang baik
fasilitas kesehatan tergantung dari mempunyai peluang 3,2 kali mengalami
kemampuan ekonomi yang dimiliki, kejadian peritonitis tinggi dibandingkan dengan
penghasilan yang rendah berdampak pada personal hygiene baik. Hasil uji statistik
kemampuan untuk pengobatan terlebih jika diperoleh nilai p = 0,387 maka disimpulkan
harus dilakukan secara terus menerus. tidak ada hubungan yang signifikan antara
Beberapa penyakit kronis (gagal ginjal kronik) personal hygiene dengan kejadian peritonitis
memerlukan biaya yang besar untuk biaya pada pasien CAPD. Untuk mencegah
perawatan dan pengobatan apabila harus berkembangnya mikro organisme patogen
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal pada pasien CAPD harus diperhatikan
(Fefendi, 2008). kebersihan diri (Tambunan,2008). Upaya
Analisis hubungan antara status nutrisi untuk mempertahankan personal hygene
(IMT) dengan kejadian peritonitis pada pasien dengan melakukan kebersihan diri tiap hari
CAPD adalah (80%) dengan status nutrisi < secara rutin seperti: mandi, gosok gigi, ganti
IMT mempunyai kejadian peritonitis lebih baju, potong kuku dan membersihkan sekitar
tinggi dibanding dengan status nutrisi e” IMT, exit site dengan kasa steril setiap selesai
artinya status nutrisi < IMT berpotensi mandi.
mengalami kejadian peritonitis tinggi Analisis hubungan antara kemampuan
dibandingkan dengan status nutrisi e” IMT. perawatan dialisis di rumah dengan kejadian
Status nutrisi < IMT mempunyai peluang 12 peritonitis pada pasien CAPD didapatkan
kali mengalami kejadian peritinitis tinggi (71,4%) dengan kemampuan perawatan
dibandingkan dengan status nutrisi e” IMT. dialisis di rumah kurang baik mempunyai
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,032 maka kejadian peritonitis lebih tinggi dibanding
disimpulkan ada hubungan yang signifikan dengan kemampuan perawatan dialisis baik,
antara status nutrisi (IMT) dengan kejadian artinya kemampuan perawatan dialisis
peritonitis pada pasien CAPD. Peritonitis kurang baik berpotensi mengalami kejadian

186 Juli 2010: 180 - 189


Versi online:
Volume 1, Nomor 2 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/403

peritonitis tinggi dibandingkan dengan perawatan baik. Fasilitas perawatan kurang


kemampuan perawatan dialisis baik. baik mempunyai peluang 7,1 kali mengalami
Kemampuan perawatan dialisis kurang baik kejadian peritonitis tinggi dibandingkan dengan
mempunyai peluang 17,5 kali mengalami fasilitas perawatan baik. Hasil uji statistik
kejadian peritonitis tinggi dibandingkan dengan diperoleh nilai p = 0,088 maka disimpulkan
kemampuan perawatan dialisis baik. Hasil uji tidak ada hubungan yang signifikan antara
statistik diperoleh nilai p = 0,024 maka fasilitas perawatan CAPD di rumah dengan
disimpulkan ada hubungan yang signifikan kejadian peritonitis pada pasien CAPD. Tidak
antara kemampuan perawatan dialisis di tersedianya fasilitas per awatan yang
rumah dengan kejadian peritonitis pada pasien memadai memberikan kontribusi terjadinya
CAPD. Kemampuan perawatan di rumah ini peritonitis. Adapun fasilitas perawatan yang
menyangkut tentang tehnik melakukan dialisis diharapkan adalah tersedianya kamar khusus
secara benar, kemampuan mengenal adanya untuk mengganti cairan dialisat dan adanya
komplikasi dan kecepatan menghubungi air mengalir untuk cuci tangan (Tambunan,
perawat atau dokter jika terjadi masalah 2008).
(Tambunan, 2008). Kemampuan perawatan Pada tabel 5 hasil analisis hubungan
dialisis di rumah kurang baik berdampak pada antara standar pelayanan keperawatan
tidak adekuatnya perawatan yang harus dengan kejadian peritonitis pada pasien
dilakukan sesuai standar, masalah ini memicu CAPD pada standar struktur diketahui bahwa
cepatnya pertumbuhan mikro organisme dan 50% dengan standar struktur kurang baik
memudahkan terjadinya komplikasi. mempunyai kejadian peritonitis lebih tinggi
Analisis hubungan antara sistem dibanding dengan responden yang memiliki
pendukung dengan kejadian peritonitis pada standar struktur baik, artinya standar struktur
pasien CAPD didapatkan (54,5%) sistem kurang baik berpotensi menunjang kejadian
pendukung baik mengalami kejadian peritonitis peritonitis tinggi dibandingkan dengan standar
tinggi dibanding dengan sistem pendukung struktur baik. Standar struktur kurang baik
kurang baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai mempunyai peluang 8 kali menunjang
p = 1,000 maka disimpulkan tidak ada kejadian peritinitis tinggi dibandingkan dengan
hubungan yang signifikan antara sistem standar struktur baik. Hasil uji statistik
pendukung dengan kejadian peritonitis pada diperoleh nilai p = 0,203 maka disimpulkan
pasien CAPD. Sistem pendukung yang tidak ada hubungan yang signifikan antara
berasal dari keluarga atau penolong lainya standar kualilitas pelayanan keperawatan
(helper) yang adequat akan meningkatkan (standar struktur) dengan kejadian peritonitis
motivasi pasien untuk tetap konsisten dalam pada pasien CAPD. Standar kualitas
perawatan CAPD. Keluarga diharapkan turut pelayanan keperawatan (standar struktur)
dalam pengelolaan perawatan dan merupakan standar yang berfokus pada
pengobatan pasien CAPD (Tambunan, 2008). karaktristik internal dalam organisasi dan
Analisis hubungan antara fasilitas karakteristik perawat. Standar pr oses
perawatan CAPD di rumah dengan kejadian berfokus pada tahapan kegiatan pada pasien
peritonitis pada pasien CAPD didapatkan CAPD mulai dari asuhan predialisis, rawat
(72,7%) dengan fasilitas perawatan CAPD inap, sebelum dan selama pelatihan,
di rumah kurang baik mempunyai kejadian perawatan dialisis dirumah (Yetti, 2007).
peritonitis lebih tinggi dibanding dengan
responden yang memiliki fasilitas perawatan KESIMPULAN DAN SARAN
baik, artinya fasilitas perawatan kurang baik
berpotensi mengalami kejadian peritonitis Implikasi dari penelitian ini bahwa terapi
tinggi dibandingkan dengan fasilitas CAPD merupakan tindakan dialisis yang

Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 187
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071

memerlukan insisi pada peritonium untuk Disampaikan pada Ulang Tahun RS PGI
pemasangan kateter, sehingga rentan akan Cikini ke 110. Dipublikasikan tanggal 16
terjadinya komplikasi satu di antaranya adalah & 17 Pebruari 2008.
peritonitis. Peran perawat adalah menjamin Anonymous. 2007. Renal Replacement
kualitas pelayanan keperawatan secara prima Ther apy. http://www.kalbe.co.id/
sehingga kejadian komplikasi pada pasien index.php?mn=product
CAPD dapat diminimalkan. Hasil penelitian &tipe=3&cat=311. Diperoleh tanggal 10
ini dapat digunakan sebagai sumber informasi September 2008.
untuk perawat khususnya yang menekuni Anonymous. 2008. Trainning CAPD.
tentang per awatan CAPD. Untuk PPSDM Rumah Sakit PGI Cikini.
kekhususan keperawatan medikal bedah, Jakarta: Makalah Kursus Perawatan
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai Intensif Ginjal XIV. Dipublikasikan.
dasar pengkajian lebih luas dan lebih spesifik DeVore, V.S. 2008. Continuose Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) and Its
dalam membuat analisis dan sintesa yang
Camplications. http://www.renal.org/
berhubungan dengan kasus CAPD.
guedelines/ module3b.html. Diperoleh
Hasil penelitian disimpulakan bahwa
tanggal 17 September 2008.
responden yang mengalami kejadian
Gan., at al. 2003. A Study on Early Onset
peritonitis rata-rata berusia 44,32 tahun
Peritonitis in CAPD Patiens. Singapore
dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-
Med. http://www. sma.org.sg/smj/4403/
laki, tingkat pendidikan terbanyak adalah
4403a5.pdf. Diperoleh tanggal 2
SLTA dan sebagian besar mempunyai
September 2008.
penghasilan kurang dari UMR. Dari status Gutch, C.F., Stoner, M.H., Corea, & Anna
nutrisi diketahui hampir sebagian besar L. 1999. Review of Hemodialysis for
responden dengan status nutrisi lebih dari Nurses and Dialysis Personnel. 6 th
sama dengan IMT dan personal hygiene Edition. St Louis. Missouri: Mosby, Inc.
sebagian besar kurang baik. Kemampuan Hudak & Gallo. 1997. Critical Care Nursing:
pasien dalam perawatan dialisis di rumah A Holistic Approach. Philadelphia:
sebagian besar kurang baik sedangkan dalam Lippincott Company J.B.
hal sistem pendukung dan fasilitas perawatan MacDougall, D. 2007. CAPD Peritonitis:
CAPD di rumah sebagian kurang baik. Causes, Management, Renal & Urology
Standar kualitas pelayanan keperawatan pada News. http://
standar struktur dan standar proses sebagian www.r enala ndur ologynews .com/
besar adalah baik. Umur, jenis kelamin, tingkat CAPDPeritonitisCausesManagement/
pendidikan dan penghasilan tidak ada article/99060/. Diperoleh tanggal 12
hubungan dengan kejadian peritonitis pada September 2008.
pasien CAPD. Status nutrisi, kemampuan Situmorang, T. 2008. Pengyakit Ginjal Akut
perawatan dialisis ada hubungan dengan & Kr onik Penyakit Diabetik &
kejadian peritonitis pada pasien CAPD, Metabolik (DM&Lupus) lntegrasi
sedangkan personal hygiene, sistem Terapi Pengganti Ginjal Resep dan
pendukung, fasilitas perawatan CAPD di Adequasi pada Hemodialisis. PPSDM
rumah, standar struktur dan standar proses Rumah Sakit PGI Cikini. Jakarta:
tidak ada hubungan dengan kejadian peritonitis Makalah Kursus Perawatan Intensif
pada pasien CAPD. Ginjal XIV. Dipublikasikan.
Sidabutar, H. 2008. Anatomi dan Fisiologi
DAFTAR PUSTAKA Ginjal. PPSDM Rumah Sakit PGI
Cikini. Jakarta: Makalah Kursus
Anonymous. 2008. Essential Qualities of a Perawatan Intensif Ginjal XIV.
Renal Nurse. Makalah Studi Ilmiah. Dipublikasikan.

188 Juli 2010: 180 - 189


Versi online:
Volume 1, Nomor 2 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/403

Sidabutar, R.P. 2005. Penanggulangan Gagal


Ginjal Kronik dan Kemajuannya. Sub
Bagian Ginjal Hipertensi Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UI RSCM. Jakarta:
htt p:// www.s jkdt. or g/a r t icle. as p
Diperoleh tanggal 17 September 2008.
Smeltzer & Bare. 2008. Brunner and
Suddarth’s Textbook of Medical-
Surgical Nursing. 10 th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Tambunan R. 2008. Asuhan Keperawatan
pada Pasien Dialisis. PPSDM Rumah
Sakit PGI Cikini. Jakarta: Makalah
Kursus Perawatan Intensif Ginjal XIV.
Dipublikasikan.
Yetti, K. 2007. Peran Perawat Dalam
Meningkatkan Kualitas Pasien
Peritoneal Dialisis. Jurnal Keperawatan
Indonesia. Volume 11. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 189
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang

Anda mungkin juga menyukai