Disusun oleh :
KELOMPOK 4
NO NAMA NIM
1. Aji Nur Eka Saputra 18631723
2. Alviera May Perdhana Sary 18631700
3. Nova Endah Dwi Indriyani 18631662
4. Zharifatul Alifah 18631656
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta
hidayat-Nya kepada kami semua sehingga mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Dengan membuat makalah ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang
“Konsep Penyakit dan Konsep Asuhan Keperawatan Peritonitis” yang kami sajikan berdasarkan
informasi dari berbagi sumber.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, meskipun
kami banyak mengalami kesulitan namun karena bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah
ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami berterima
kasih kepada :
1. Ibu Laily Isro’in selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2 serta
pembimbing dalam pembuatan makalah ini.
2. Serta teman-teman kami yang telah memberi semangat dan dukungan pada kami.
Kami sadar bahwa dalam proses pembelajaran serta pembuatan makalah ini kami masih
banyak kekurangan maupun kesalahan. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
(Penulis)
ii
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iii
BAB I ............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
1.3. Tujuan .............................................................................................................................. 2
BAB II ............................................................................................................................................ 3
KONSEP PENYAKIT .................................................................................................................... 3
2.1. Pengertian ......................................................................................................................... 3
2.2. Etiologi ............................................................................................................................. 3
2.3. Manifestasi Klinis ............................................................................................................. 4
2.4. Patofisiologi...................................................................................................................... 4
2.5. Pathways........................................................................................................................... 6
2.6. Pemeriksaan Penunjang .................................................................................................... 7
2.7. Penatalaksanaan ................................................................................................................ 7
BAB III ......................................................................................................................................... 11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................................................... 11
3.1. Pengkajian ...................................................................................................................... 11
3.2. Diagnosa Keperawatan.................................................................................................... 14
3.3. Perencanaan Keperawatan ............................................................................................... 14
3.4. Evaluasi Keperawatan ..................................................................................................... 27
ANALISIS PICO .......................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 30
LAMPIRAN ................................................................................................................................. 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang
biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi,
perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan
perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga
terjadilah peritonitis.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-
kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun,
dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang
memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan
melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis selain
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya, juga
oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
1
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
2
BAB II
KONSEP PENYAKIT
2.1.Pengertian
Peritonitis merupakan inflamasi akut maupun kronis pada peritoneum, yaitu membran
yang melapisi rongga abdominal dan menutupi organ viseral. Inflamasi bisa meluas di
seluruh peritoneum, atau bisa bersifat setempat sebagai abses (Wolters, 2011)
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limfa
berfungsi untuk membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam (Price & Wilson,
2006).
2.2.Etiologi
Kuman yang paling sering ialah bakteri E. Coli, streptokokus α dan β hemolitik,
stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
3
b. Secara langsung dari luar :
a) Operasi yang tidak steril.
b) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamide, terjadi peritonitis yang
disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing,
disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis local.
c) Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limfa dan ruptur hati.
d) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.
c. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonephritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pneumokokus.
d. Peritonitis kimiawi, disebabkan keluarnya enzim pankreas, asam lambung, atau empedu
sebagai akibat cedera/perforasi usus/saluran empedu.
2.3.Manifestasi Klinis
Menurut Kowalak & Hughes (2010) tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien
peritonitis, yaitu :
a. Distensi abdomen.
b. Rigiditas abdomen.
c. Nyeri tekan pada abdomen.
d. Bising usus menurun bahkan hilang.
e. Demam.
f. Mual bahkan muntah.
g. Takikardia.
h. Takipnea.
2.4.Patofisiologi
5
2.5.Pathways
Mikroorganisme, apendiksitis,
tukak peptik, disentri, divertilikus, Inflamasi pada
dan operasi yang tidak steril peritoneum
Peritonitis
Reaksi mual dan muntah Kehilangan sejumlah besar dari Memacu kerja thermostat
cairan hipotalamus
Nyeri
6
2.6.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat pada asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3gram/100ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
2. Biospi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkoloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.
3. Pemeriksaan X-Ray
Illeus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar
berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi. Pemeriksaan
radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi :
a) Tidur terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior
(AP).
b) Duduk atau setengah duduk atau bisa dengan berdiri bila itu memungkinkan.
c) Tidur miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi
AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada vacum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.
2.7.Penatalaksanaan
1. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan
medik.
2. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.
3. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.
4. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7
7. Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan diarahkan
pada eksisi, reseksi, perbaikan, dan drainase.
8. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal.
Pasien biasanya diberi sedative untuk menghilangkan rasa nyeri. Minuman dan makanan
per os baru di berikan setelah ada platus.
Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat
diupayakan.
a) Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
b) Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus,
extravasasi bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
c) Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran
cerna yang tidak teratasi.
d) Pemeriksaan laboratorium.
8
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan(dikerjakan bidan) yang diberikan antara lain:
a) Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama. Analgesik diberikan
untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan
muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan
okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi jalan napas dan bentuk
ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif dengan terapi antibiotik,
terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi
modulasi respon peradangan.
b) Jika pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan keperawatan/kebidanan selama
masa pra, intra, post operatif maka tindakan bidan atau perawat harus memahami
tahapan- tahapan yang dilakukan pada seorang pasien, tahapan tersebut, mencakup
tiga fase yaitu :
1) Fase pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan
untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja
operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian data dasar pasien yang datang di klinik, rumah sakit atau di
rumah, menjalani wawancara pra-operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi
yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin
dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien pra-operatif ditempat ruang
operasi.
2) Fase intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk
atau dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV), memberikan medikasi
melalui intervena sesuai Instruksi Dokter, melakukan pemantauan fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahandan menjaga keselamatan pasien.
Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya pada menggemban
tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya
9
sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas meja
operasi dengan menggunakan prinsip- prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3) Fase pasca-operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan
berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup
keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase
pasca-operatif langsung, fokus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,
perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang
berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih
detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan proses
keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan evaluasi
diuraikan.
10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Pengkajian
a. Identitas Klien : meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan dan
pendidikan peritonitis biasanya lebih sering terjadi pada usia dewasa.
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama : Klien dengan Peritonitis biasanya mengeluhkan perut kembung,
disertai mual dan muntah serta demam.
b) Riwayat penyakit sekarang : Sebagian besar atau penyebab terbanyak peritonitis
adalah infeksi sekunder dari apendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum, typhus
abdominalis, klien biasanya nampak lemah dengan disertai demam dan mual,
muntah.
c) Riwayat penyakit dahulu : Klien dengan peritonitis sering terdapat riwayat penyakit
saluran cerna atau organ dalam pencernaan.
d) Riwayat penyakit keluarga : Tidak terdapat korelasi kasus pada anggota keluarga
terhadap kejadian peritonitis.
c. Pemeriksaan Pendekatan Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi Kesehatan atau Menejemen Kesehatan
Menggambarkan persepsi klien terhadap keluhan apa yang dialamiklien, dan
tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit.
Pada klien dengan peritonitis mengeluh nyeri berat dibagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang dan umumnya telah dilakukan tindakan dengan obat anti-
nyeri.
2. Pola Nutrisi-Metabolik
Menggambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulitdan rambut, nafsu
makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi,instruksi diet sebelumnya, jumlah
makan atau minum serta cairanyang masuk, ada tidaknya mual, muntah, kekeringan,
kebutuhan jumlah zat gizinya, dan lain-lain.
Pada pasien peritonitis klien akan mengalami mual. Vomit dapat muncul akibat
proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atausecara sekunder akibat iritasi
peritoneal, selain itu terjadi distensiabdomen, bising usus menurun, dan gerakan
peristaltic usus turun(<12x/menit). Diet yang diberikan berupa makanan cair seperti
bubursaring dan diberikan melalui NGT.
11
3. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran sistem pencernaan,
perkemihan, integumen, dan pernafasan.
Pada klien dengan peritonitis terjadi penurunan produksi urin,ketidakmampuan
defekasi, turgor kulit menurun akibat kekuranganvolume cairan, takipnea, .
4. Pola Kognitif Perseptual
Menggambarkan kemampuan proses berpikir klien, memori,tingkat kesadaran, dan
kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba, dan mencium, serta sensori
nyeri.
Pada klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan padaotak namun hanya
mengalami penurunan kesadaran, adanya nyeritekan pada abdomen.
5. Pola Aktivitas/Latihan
Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu, fungsi respirasi
dan fungsi sirkulasi.
Pada klien dengan peritonitis mengalami letih, sulit berjalan. Kemampuan
pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola nafas iregular
(RR> 20x/menit), klienmengalami taki kardi, akral : dingin, basah, dan pucat.
6. Pola Istirahat dan Tidur
Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien mempertahankan waktu
istirahat tidur serta kesulitan yang dialamisaat istirahat tidur.
Pada klien dengan peritonitis didapati mengalami kesulitan tidur karena nyeri.
7. Pola Nilai dan Kepercayaan
Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama selama sakit
serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.
8. Pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agamamempengaruhi sikap
tentang penyakit yang sedangdialaminya.Adakah ganggauan dalam peaksanaan
ibadah sehari-hari.
9. Pola Peran dan Hubungan Interpersonal
Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan, kemampuan bekerja,
hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan terhadap peran yang dilakukan.
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan
mengalami hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
10. Pola Persepsi atau Konsep Diri
12
Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah-masalah yang adaseperti
perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal
diri, konsep diri, gambaran diri, dan identitas tentang dirinya.
Pada klien dengan peritonitis terjadi perubahan emosional
11. Pola Koping/Toleransi Stres
Pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untukmenangani stres dan
penggunaan sistem pendukung.
Pada klien engan peritonitis di dapati tingkat kecemasan padatingkat berat
12. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola reproduksi dan seksual menggambarkan periode menstruasi terakhir, masalah
menstruasi, masalah pap smear, pemerikasaan payudara/testis sendiri tiap bulan, dan
masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit. Pada pola ini, pada wanita
berhubungan dengan kehamilan, jumlah anak, menstruasi, pernah terjangkit penyakit
menular sehinggamenghindari aktivitas seksual. Pada pasien yang telah atau sudah
menikah akan terjadi perubahan.
d. Pemeriksaan fisik
a) B1 (Breath) : Klien dengan peritonitis bisanya menampakkan gejala dispneu, nafas
dangkal dan cepat, Ronchi (-), whezing (-), perkusi sonor, taktil fremitus tidak ada
gerakan tertinggal.
b) B2 (Blood) : Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan tekanan
darah (pre syok), perfusi dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi
pekak pada lapang paru kiri ICS 3-5, iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.
c) B3 (Brain) : Klien nampak lemah, biasanya mengalami penurunan kesadaran,
convulsion (-), pupil isokor, lateralisasi (-).
d) B4(Bladder) : Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan dan minum,
oliguri,distensi/retensi (-).
e) B5 (Bowel) : Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, abdomen nampak
distended, bising usus dan peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB, klien
nampak mual dan muntah.
f) B6 (Bone) : Klien dengan peritonitis biasanya nampak letih dan lesu, klien nampak
bedrest, mengalami penurunan masa dan kekuatan otot.
e. Pemeriksaan Penunjang.
a) Test laboratorium
Leukositosis.
13
Hematokrit meningkat.
Asidosis metabolik
b) X-Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus
merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar
dilatasi, udara bebas (air fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus
perforasi.
3.2.Diagnosa Keperawatan
3.3.Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx
Defisit Volume Cairan b/d Kehilangan NOC: NIC :
Cairan Aktif Fluid balance Fluid management
Hydration Timbang
Definisi : Penurunan cairan Nutritional Status : popok/pembalut
intravaskuler, interstisial, dan/atau Food and Fluid Intake jika diperlukan.
intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi, Kriteria Hasil : Pertahankan
kehilangan cairan dengan pengeluaran Mempertahankan catatan intake dan
sodium urine output sesuai output yang
1.
dengan usia dan BB, akurat.
Batasan Karakteristik : BJ urine normal, HT Monitor status
Kelemahan normal. hidrasi (
Haus Tekanan darah, nadi, kelembaban
Penurunan turgor kulit/lidah suhu tubuh dalam membran
Membran mukosa/kulit kering batas normal. mukosa, nadi
Peningkatan denyut nadi, Tidak ada tanda tanda adekuat, tekanan
penurunan tekanan darah, dehidrasi, Elastisitas darah ortostatik ),
14
penurunan volume/tekanan nadi turgor kulit baik, jika diperlukan.
Pengisian vena menurun membran mukosa Monitor hasil lAb
Perubahan status mental lembab, tidak ada rasa yang sesuai
Konsentrasi urine meningkat haus yang berlebihan dengan retensi
Temperatur tubuh meningkat cairan (BUN ,
15
(jus buah, buah
segar).
Kolaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebih muncul
meburuk.
Atur
kemungkinan
tranfus.
Persiapan untuk
tranfusi
16
Dilaporkan atau fakta adanya gula.
kekurangan makanan. Yakinkan diet
Dilaporkan adanya perubahan yang dimakan
sensasi rasa. mengandung
Perasaan ketidakmampuan tinggi serat untuk
untuk mengunyah makanan. mencegah
Miskonsepsi. konstipasi.
17
Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan.
Monitor interaksi
anak atau
orangtua selama
makan.
Monitor
lingkungan
selama makan.
Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan.
Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi.
Monitor turgor
kulit.
Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah patah.
Monitor mual dan
muntah.
Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht.
Monitor makanan
kesukaan.
18
Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan.
Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva.
Monitor kalori
dan intake
nuntrisi.
Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah
berwarna
magenta, scarlet
NIC :
Cedera akut b/d cedera fisik
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau Pain Management
hilang. NOC : Lakukan
Batasan karakteristik : Pain Level pengkajian nyeri
Laporan secara verbal atau non Pain control secara
komprehensif
verbal. Comfort level
3. Fakta dari observasi. Kriteria Hasil:
termasuk lokasi,
karakteristik,
Posisi antalgic untuk Nyeri berkurang atau
durasi, frekuensi,
menghindari nyeri. hilang.
kualitas dan
Gerakan melindungi. Klien tampak tenang.
faktor presipitasi.
Tingkah laku berhati-hati.
Observasi reaksi
Muka topeng. nonverbal dari
19
Gangguan tidur (mata sayu, ketidaknyamanan.
tampak capek, sulit atau gerakan Gunakan teknik
kacau, menyeringai). komunikasi
20
presipitasi nyeri.
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
inter personal).
Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi.
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi.
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri.
Tingkatkan
istirahat.
Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil.
Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.
Hipertermi b/d penyakit NOC : Thermoregulation NIC :
4.
Kriteria Hasil : Fever treatment
21
Definisi : suhu tubuh naik diatas Suhu tubuh dalam Monitor suhu
rentang normal rentang normal. sesering mungkin.
Nadi dan RR dalam Monitor IWL.
Batasan Karakteristik: rentang normal. Monitor warna
Kenaikan suhu tubuh diatas Tidak ada perubahan dan suhu kulit.
rentang normal. warna kulit dan tidak Monitor tekanan
Serangan atau konvulsi ada pusing, merasa darah, nadi dan
(kejang). nyaman RR.
Kulit kemerahan. Monitor
Pertambahan RR. penurunan tingkat
Takikardi. kesadaran.
Saat disentuh tangan terasa Monitor WBC,
hangat Hb, dan Hct.
Monitor intake
Faktor faktor yang berhubungan : dan output.
Penyakit/ trauma. Berikan anti
Peningkatan metabolisme. piretik.
Aktivitas yang berlebih. Berikan
Pengaruh medikasi/anastesi. pengobatan untuk
Ketidakmampuan/penurunan mengatasi
kemampuan untuk berkeringat penyebab demam.
Terpapar dilingkungan panas. Selimuti pasien.
Dehidrasi. Lakukan tapid
Pakaian yang tidak tepat sponge.
Berikan cairan
intravena.
Kompres pasien
pada lipat paha
dan aksila.
Tingkatkan
sirkulasi udara.
Berikan
pengobatan untuk
22
mencegah
terjadinya
menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu
minimal tiap 2
jam.
Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinyu.
Monitor TD, nadi,
dan RR.
Monitor warna
dan suhu kulit.
Monitor tanda-
tanda hipertermi
dan hipotermi.
Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi.
Selimuti pasien
untuk mencegah
hilangnya
kehangatan tubuh.
Ajarkan pada
pasien cara
mencegah
keletihan akibat
panas.
Diskusikan
tentang
pentingnya
pengaturan suhu
dan kemungkinan
efek negatif dari
23
kedinginan.
Beritahukan
tentang indikasi
terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan.
Ajarkan indikasi
dari hipotermi
dan penanganan
yang diperlukan.
Berikan anti
piretik jika perlu
24
dari nadi.
Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan.
Monitor suara
paru.
Monitor pola
pernapasan
abnormal.
Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit.
Monitor sianosis
perifer.
Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
yang melebar,
bradikardi,
peningkatan
sistolik).
Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign.
25
(dermis). nyeri pada daerah tidur.
Gangguan permukaan kulit kulit yang mengalami Jaga kebersihan
(epidermis). gangguan. kulit agar tetap
Faktor yang berhubungan : Menunjukkan bersih dan kering.
Eksternal : pemahaman dalam Mobilisasi pasien
Hipertermia atau hipotermia. proses perbaikan kulit (ubah posisi
Substansi kimia. dan mencegah pasien) setiap dua
Kelembaban udara. terjadinya sedera jam sekali.
Faktor mekanik (misalnya : alat berulang. Monitor kulit
yang dapat menimbulkan luka, Mampumelindungi akan adanya
tekanan, restraint). kulit dan kemerahan.
Immobilitas fisik. mempertahankan Oleskan lotion
Radiasi. kelembaban kulit dan atau minyak/baby
26
3.4.Evaluasi Keperawatan
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
1. Tidak terjadinya defisit/kekurangan volume cairan.
2. Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Hipertemi dapat teratasi.
5. Gangguan integritas kulit berkurang atau dapat diatasi.
27
ANALISIS PICO
FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERJADINYA
PERITONITIS PADA
JUDUL JURNAL PASIEN CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS
(CAPD) DI
RUMAH SAKIT UMUM DR SAIFUL ANWAR MALANG
Penentuan jumlah besaran sample dalam penelitian ini dengan
menggunakan tehnik total sampling, yaitu keseluruhan sampel yang
telah teridentifikasi sebanyak 22 responden pasien CAPD dengan
P (Population, Problems) komplikasi peritonitis dan 13 perawat yang bekerja diruang dialisis.
Penelitian dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2008 sampai dengan 24
Nopember 2008 di unit rawat jalan ruang CAPD Rumah Sakit Umum
Dr Saiful Anwar Malang.
Dilakukan pengamatan selama 26 hari yang dimulai tanggal 30
Oktober 2008 – 24 November 2008. Data yang diamati adalah :
Distribusi status nutrisi, personal hygiene, kemampuan pasien, system
pendukung dan fasilitas perawatan.
Distribusi standar struktur dan proses .
28
Nopember 2008 di unit rawat jalan ruang CAPD Rumah Sakit Umum
Dr Saiful Anwar Malang. Instrumen pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan kuesioner yang terdiri atas karakteristik
demografi (umur,jenis kelamin, tingkat pendidikan, penghasilan),
status nutrisi, personal hygiene, kemampuan dalam melakukan
perawatan dan tindakan dialisis dirumah, sistem pendukung dari pihak
keluarga (helper), fasilitas perawatan CAPD di rumah dan standar
pelayanan keperawatan (standar struktur, standar proses).
Penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara status
nutrisi (p = 0,032), kemampuan perawatan (p = 0,024) dengan
kejadian peritonitis pada pasien CAPD. Tidak ada hubungan yang
signifikan antara umur (p = 0,702), jenis kelamin (p = 0,669), tingkat
pendidikan (p= 0,771), penghasilan (p = 1,000), personal hygine (p =
0,387), support system (p = 1,000), fasilitas perawatan (p = 0,088),
O (Outcome)
standar struktur (p = 0,203), standar proses (p = 0,559) dengan
kejadian peritonitis pada pasien CAPD. Rekomendasi untuk perawat
meningkatkan kunjungan rumah untuk memberikan pendidikan
kesehatan tentang perawatan dialisis dan pengeloaan nutrisi seimbang.
Saran untuk pasien diharapkan mengikuti prosedur standar perawatan
yang telah diajarkan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Kowalak, J. P., & Hughes, A. S. (2010). Buku Saku Tanda dan Gejala : Pemeriksaan Fisik dan
Anamnesis, Penyebab, Tip Klinis, Ed. 2. Jakarta: EGC.
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed. 8, Vol. 2. Jakarta : EGC.
Wolters Kluwer. (2011). Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: PT Indeks.
30
LAMPIRAN
31
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071
Supono
ABSTRAK
Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) adalah dialisis yang dilakukan melalui rongga
peritonium (rongga perut) dengan selaput atau membran perutonium berfungsi sebagai filter. Tindakan
CAPD dilakukan dengan insisi kecil pada dinding abdomen untuk pemasangan kateter, risiko komplikasi
yang sering terjadi adalah infeksi pada peritonium (peritonitis). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan
faktor-faktor yang berkontribusi terjadinya peritonitis pada pasien CAPD di Rumah Sakit Umum Dr Saiful
Anwar Malang Jawa Timur. Jenis penelitian deskkriptif korelasi dengan rancangan cross sectional study.
Jumlah sampel penelitian 22 pasien peritonitis CAPD dan 13 perawat dialisis, dengan tehnik pengambilan
sample menggunakan total sampling. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara
status nutrisi (p = 0,032), kemampuan perawatan (p = 0,024) dengan kejadian peritonitis pada pasien CAPD.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur (p = 0,702), jenis kelamin (p = 0,669), tingkat pendidikan (p
= 0,771), penghasilan (p = 1,000), personal hygine (p = 0,387), support system (p = 1,000), fasilitas perawatan
(p = 0,088), standar struktur (p = 0,203), standar proses (p = 0,559) dengan kejadian peritonitis pada pasien
CAPD. Rekomendasi untuk perawat meningkatkan kunjungan rumah untuk memberikan pendidikan kesehatan
tentang perawatan dialisis dan pengeloaan nutrisi seimbang. Saran untuk pasien diharapkan mengikuti
prosedur standar perawatan yang telah diajarkan.
ABSTRACT
yang dilakukan melalui rongga peritoneum lebih sering berasal dari kontaminasi mikro
(rongga perut) yang berfungsi sebagai filter organisme pada kulit saat penggantian cairan
adalah selaput atau membran peritoneum dialisat, kontaminasi saat penggantian kateter,
(selaput rongga perut), sehingga CAPD kolonisasi bakteri pada exit site dan tunnel
sering disebut “cuci darah” melalui perut infections. Proliferasi bakteri akan
(Anonim, 2007). Thomas (2003, dalam Yetti, mengakibatkan terjadinya edema jaringan
2007) mengemukakan bahwa CAPD sebagai peritoneal, dalam waktu singkat terjadi
salah satu alternatif terapi pengganti pada eksudasi cairan. Cairan dalam rongga
penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) telah peritoneal menjadi keruh dengan
diinstruksikan sejak tahun 1974 oleh Popovich meningkatnya jumlah protein, sel darah putih,
dan Moncrief. debris seluler dan darah. Reaksi dari kondisi
Terapi CAPD semakin meluas termasuk tersebut meningkatkan motilitas usus yang
di Indonesia. Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta diikuti illeus paralitik sehingga terjadi
sejak awal tahun 1980 telah dilakukan terapi akumulasi udara dan cairan dalam usus.
CAPD secara insidentil (Tambunan, 2008) Penanganan tindakan dialisis merupakan
dan pada tahun 2004 tercatat 618 pasien suatu proses yang digunakan untuk
mendapatkan pelayanan terapi CAPD mengeluarkan cairan dan produk limbah dari
(Situmorang, 2008). Sampai saat ini dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
permasalahan komplikasi pada terapi CAPD melaksanakan proses tersebut (Smeltzer &
masih ditemukan diantaranya mekanik, Bare, 2008). Pada saat dialisis molekul solut
medikal dan infeksi (DeVore, 2008). berdifusi lewat membran semipermeabel
Komplikasi infeksi yang sering adalah dengan cara mengalir dari sisi cairan yang
peritonitis mencapai 60-80% (Smeltzer & lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke
Bare, 2008), tunnel infections, exit site cairan yang lebih encer (konsentrasi solut
(MacDougall, 2007). Studi pendahuluan yang lebih rendah) (Gutch, Stoner & Corea, 1999).
dulakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Dr Ada tiga cara terapi pengganti ginjal atau
Saiful Anwar Malang Jawa Timur, data renal replacement therapy (RRT) salah satu
pelayanan terapi CAPD dilakukan sejak diantaranya adalah CAPD (Sidabutar, 2006).
tahun 2003 hingga bulan September 2008
jumlah pasien 173 orang, dari jumlah tersebut METODE
82 pasien telah meninggal dunia, 10 pasien
pindah terapi HD dan 2 pasien melakukan Jenis penelitian yang digunakan adalah
transplantasi ginjal, hingga 6 bulan terakhir deskriptif dengan rancangan cross sectional.
ini yang mendapatkan pelayanan CAPD Penentuan jumlah besaran sample dalam
sebanyak 81 pasien. Dari 81 pasien CAPD penelitian ini dengan menggunakan tehnik
di rumah sakit tersebut sebanyak 22 pasien total sampling, yaitu keseluruhan sampel
CAPD diketahui pernah menderita komplikasi yang telah teridentifikasi sebanyak 22
peritonitis. responden pasien CAPD dengan komplikasi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum peritonitis dan 13 perawat yang bekerja
lapisan membran serosa rongga abdomen diruang dialisis. Dengan karakteristik
dan meliputi visera (Smeltzer & Bare, 2008), responden meliputi: pasien dengan terapi
peritonitis ini terjadi juga dihubungkan dengan CAPD, pernah atau sedang mengalami
proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal peritonitis, kesadaran pasien composmentis,
(Sudoyo, 2006). Peritonitis disebabkan oleh pasien yang telah menjalani rawat jalan, dan
kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam bersedia menjadi responden. Karakteristik
rongga abdomen akibat dari infeksi, iskemik, perawat meliputi: perawat, perawat tetap
trauma atau perforasi. Peritonitis pada CAPD yang bekerja di ruang dialisis, tidak berstatus
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 181
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071
magang, tidak sedang dalam status cuti kerja, univariat dari karakteristik demografi (umur,
dan bersedia menjadi responden. jenis kelamin, tingkat pendidikan,
Penelitian dilakukan pada tanggal 30 penghasilan), status nutrisi, personal hygiene,
Oktober 2008 sampai dengan 24 Nopember kemampuan dalam melakukan perawatan dan
2008 di unit rawat jalan ruang CAPD Rumah tindakan dialisis di rumah, sistem pendukung
Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang. dari pihak keluarga (helper), fasilitas
Instrumen pengumpulan data dalam perawatan CAPD di rumah dan standar
penelitian ini menggunakan kuesioner yang pelayanan keperawatan (standar struktur,
terdiri atas karakteristik demografi (umur, standar proses). Analisis bivariat dengan uji
jenis kelamin, tingkat pendidikan, statistik chi square dan T independen untuk
penghasilan), status nutrisi, personal hygiene, mengetahui hubungan faktor-faktor dengan
kemampuan dalam melakukan perawatan dan kejadian peritonitis pada pasien CAPD.
tindakan dialisis dirumah, sistem pendukung
dari pihak keluarga (helper), fasilitas HASIL DAN PEMBAHASAN
perawatan CAPD di rumah dan standar
pelayanan keperawatan (standar struktur, Hasil
standar proses). Uji analisa statistik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Faktor Risiko
Tabel 1. Distribusi status nutrisi, personal hygiene, kemampuan pasien, sistem pendukung dan
fasilitas perawatan (N=22)
No Variabel Frekuensi (f) Prosentase (%)
Status nutrisi:
1 < IMT 10 45,5
2 ≥ IMT 12 54,5
Jumlah 22 100
Personal hygiene:
1 Kurang baik 13 59,1
2 Baik 9 40,9
Jumlah 22 100
Kemampuan pasien:
1 Kurang baik 14 63,6
2 Baik 8 36,4
Jumlah 22 100
Sistem pendukung:
1 Kurang baik 11 50
2 Baik 11 50
Jumlah 22 100
Fasilitas perawatan:
1 Kurang baik 11 50
2 Baik 11 50
Jumlah 22 100
Dari tabel 2 didapatkan distribusi analisis kurang baik sebanyak 2 responden (15,4%)
standar kualitas pelayanan keperawatan dan yang baik sebanyak 11 responden
beradasarkan standar struktur yang kurang (84,6%).
baik sebanyak 6 responden (46,2%) dan yang
baik sebanyak 7 r esponden (53,8%). Hubungan Faktor Risiko Dengan
Sedangkan berdasarkan standar proses yang Kejadian Peritonitis Pada CAPD
Tabel 3. Hubungan umur dengan kejadian peritonitis pada CAPD (N=22)
Variabel Mean Standard Deviation p value N
Umur 44,32 12,392 0,702 22
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 183
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071
Dari tabel 4 didapatkan hubungan UMR dengan angka kejadian tinggi sebanyak
tingkat kejadian peritonitis dengan jenis 5 responden (55,6%), dan angka kejadian
kelamin sebagian besar terjadi pada rendah sebanyak 4 responden (44,4%).
perempuan dengan angka kejadian tinggi Hubungan tingkat kejadian peritonitis
sebanyak 6 responden (60%) dan angka dengan status nutrisi di bawah IMT pada
kejadian rendah sebanyak 4 responden (60%). angka kejadian tinggi sebanyak 8 responden
Sedangkan jenis kelamin laki-laki dengan (80%) dan angka kejadian rendah sebanyak
angka kejadian tinggi sebanyak 5 responden 2 responden (20%), status nutrisi di bawah
(41,7%) dan angka kejadian rendah sebanyak IMT pada angka kejadian tinggi sebanyak 3
7 responden (58,3%). responden (25%) dan angka kejadian rendah
Hubungan tingkat kejadian peritonitis sebanyak 9 responden (75%).
dengan tingkat pendidikan SD pada angka Hubungan tingkat kejadian peritonitis
kejadian tinggi sebanyak 4 responden (66,7%) dengan personal hygiene yang kurang baik
dan angka kejadian rendah sebanyak 2 pada angka kejadian tinggi sebanyak 8
responden (33,3%), tingkat pendidikan SLTP responden (61,5%) dan angka kejadian
dengan angka kejadian tinggi sebanyak 1 rendah sebanyak 5 responden (38,5%),
responden (33,3%) dan angka kejadian personal hygiene yang baik pada angka
rendah sebanyak 2 responden (66,7%), kejadian tinggi sebanyak 3 responden (33,3%)
tingkat pendidikan SLTA dengan angka dan angka kejadian rendah sebanyak 6
kejadian tinggi sebanyak 4 responden (57,7%) responden (66,7%).
dan angka kejadian rendah sebanyak 3 Hubungan tingkat kejadian peritonitis
responden (42,9%), tingkat pendidikan D3 dengan kemampuan pasien yang kurang baik
dengan angka kejadian tinggi sebanyak 0 pada angka kejadian tinggi sebanyak 10
responden dan angka kejadian rendah responden (71,4%) dan angka kejadian
sebanyak 2 responden (100%), tingkat rendah sebanyak 4 responden (28,6%),
pendidikan S1 dengan angka kejadian tinggi kemampuan pasien yang baik pada angka
dan rendah masing-masing sebanyak 2 kejadian tinggi sebanyak 1 responden (12,5%)
responden (50%). dan angka kejadian rendah sebanyak 7
Hubungan tingkat kejadian peritonitis responden (87,5%).
dengan penghasilan di bawah UMR pada Hubungan tingkat kejadian peritonitis
angka kejadian tinggi sebanyak 6 responden dengan sistem pendukung yang kurang baik
(46,2%) dan angka kejadian rendah sebanyak pada angka kejadian tinggi sebanyak 5
7 responden (53,8%), penghasilan di atas responden (54,5%) dan angka kejadian
rendah sebanyak 6 responden (45,5%), fasilitas perawatan yang baik pada angka
sistem pendukung yang baik pada angka kejadian tinggi sebanyak 3 responden (27,3%)
kejadian tinggi sebanyak 6 responden (45,5%) dan angka kejadian rendah sebanyak 8
dan angka kejadian rendah sebanyak 5 responden (72,7%).
responden (54,5%).
Hubungan tingkat kejadian peritonitis Hubungan Standar Pelayanan
dengan fasilitas perawatan yang kurang baik Keperawatan Dengan Kejadian
pada angka kejadian tinggi sebanyak 8 Peritonitis Pada CAPD
responden (72,7%) dan angka kejadian
rendah sebanyak 3 responden (27,3%),
Tabel 5. Hubungan standar pelayanan keperawatan dengan kejadian peritonitis pada CAPD (N=13)
No Variabel Kejadian Peritonitis OR p value
Tinggi Rendah 95% CI
n % n %
Standar struktur:
Kurang baik 0,203
1 Baik 2 50 2 50 8,00
2 1 11,1 8 88,9 0,495-36,442
Standar proses:
Kurang baik 0,559
1 Baik 2 33,3 4 66,7 3,00
2 1 14,3 6 85,7 0,119-45,244
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 185
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071
pendidikan dengan kejadian peritonitis pada berdampak pada kehilangan protein melalui
pasien CAPD. Tingkat pendidikan pasien peritonium dalam jumlah besar sehingga
CAPD ada hubungan dengan kemungkinan mengakibatkan malunitrisi (Smeltzer & Bare,
terjadinya komplikasi, karena kemampuan 2008), pengeluaran protein berlebihan
penyerapan pengetahuan pasien saat dimungkinkan saat pengeluaran cairan dialisat
mendapatkan edukasi dalam bentuk pelatihan dan penurunan nilai normal IMT (Hudak &
dipengaruhi tingkat pendidikan yang dimiliki. Gallo,1996). Status nutrisi yang rendah pada
Tingkat pendidikan turut berkontribusi dalam pasien CAPD akibat pengeluaran protein yang
penyerapan keberhasilan pelatihan yang berlebihan, berisiko terhadap penurunan daya
diberikan pada pasien termasuk kemampuan tahan tubuh dan memungkinkan rendahnya
baca tulis (Tambunan, 2008). daya tangkal pada mikro organisme yang
Analisis hubungan antara penghasilan menyerang tubuh.
(UMR) dengan kejadian peritonitis pada Analisis hubungan antara personal
pasien CAPD adalah (55,6%) penghasilan hygiene dengan kejadian peritonitis pada
e” UMR mempunyai kejadian peritonitis lebih pasien CAPD didapatkan (61,5%) dengan
tinggi dibanding dengan responden yang personal hygiene kurang baik mempunyai
memiliki penghasilan < UMR. Hasil uji kejadian peritonitis lebih tinggi dibanding
statistik diperoleh nilai p = 1,000 maka dengan responden personal hygiene baik,
disimpulkan tidak ada hubungan yang artinya personal hygene kurang baik
signifikan antara penghasilan (UMR) dengan berpotensi mengalami kejadian peritonitis
kejadian peritonitis pada pasien CAPD. tinggi dibandingkan dengan personal hygiene
Kemampuan pasien dalam memanfaatkan baik. Personal hygiene kurang baik
fasilitas kesehatan tergantung dari mempunyai peluang 3,2 kali mengalami
kemampuan ekonomi yang dimiliki, kejadian peritonitis tinggi dibandingkan dengan
penghasilan yang rendah berdampak pada personal hygiene baik. Hasil uji statistik
kemampuan untuk pengobatan terlebih jika diperoleh nilai p = 0,387 maka disimpulkan
harus dilakukan secara terus menerus. tidak ada hubungan yang signifikan antara
Beberapa penyakit kronis (gagal ginjal kronik) personal hygiene dengan kejadian peritonitis
memerlukan biaya yang besar untuk biaya pada pasien CAPD. Untuk mencegah
perawatan dan pengobatan apabila harus berkembangnya mikro organisme patogen
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal pada pasien CAPD harus diperhatikan
(Fefendi, 2008). kebersihan diri (Tambunan,2008). Upaya
Analisis hubungan antara status nutrisi untuk mempertahankan personal hygene
(IMT) dengan kejadian peritonitis pada pasien dengan melakukan kebersihan diri tiap hari
CAPD adalah (80%) dengan status nutrisi < secara rutin seperti: mandi, gosok gigi, ganti
IMT mempunyai kejadian peritonitis lebih baju, potong kuku dan membersihkan sekitar
tinggi dibanding dengan status nutrisi e” IMT, exit site dengan kasa steril setiap selesai
artinya status nutrisi < IMT berpotensi mandi.
mengalami kejadian peritonitis tinggi Analisis hubungan antara kemampuan
dibandingkan dengan status nutrisi e” IMT. perawatan dialisis di rumah dengan kejadian
Status nutrisi < IMT mempunyai peluang 12 peritonitis pada pasien CAPD didapatkan
kali mengalami kejadian peritinitis tinggi (71,4%) dengan kemampuan perawatan
dibandingkan dengan status nutrisi e” IMT. dialisis di rumah kurang baik mempunyai
Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,032 maka kejadian peritonitis lebih tinggi dibanding
disimpulkan ada hubungan yang signifikan dengan kemampuan perawatan dialisis baik,
antara status nutrisi (IMT) dengan kejadian artinya kemampuan perawatan dialisis
peritonitis pada pasien CAPD. Peritonitis kurang baik berpotensi mengalami kejadian
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 187
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang
Supono JURNAL KEPERAWATAN, ISSN: 2086-3071
memerlukan insisi pada peritonium untuk Disampaikan pada Ulang Tahun RS PGI
pemasangan kateter, sehingga rentan akan Cikini ke 110. Dipublikasikan tanggal 16
terjadinya komplikasi satu di antaranya adalah & 17 Pebruari 2008.
peritonitis. Peran perawat adalah menjamin Anonymous. 2007. Renal Replacement
kualitas pelayanan keperawatan secara prima Ther apy. http://www.kalbe.co.id/
sehingga kejadian komplikasi pada pasien index.php?mn=product
CAPD dapat diminimalkan. Hasil penelitian &tipe=3&cat=311. Diperoleh tanggal 10
ini dapat digunakan sebagai sumber informasi September 2008.
untuk perawat khususnya yang menekuni Anonymous. 2008. Trainning CAPD.
tentang per awatan CAPD. Untuk PPSDM Rumah Sakit PGI Cikini.
kekhususan keperawatan medikal bedah, Jakarta: Makalah Kursus Perawatan
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai Intensif Ginjal XIV. Dipublikasikan.
dasar pengkajian lebih luas dan lebih spesifik DeVore, V.S. 2008. Continuose Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) and Its
dalam membuat analisis dan sintesa yang
Camplications. http://www.renal.org/
berhubungan dengan kasus CAPD.
guedelines/ module3b.html. Diperoleh
Hasil penelitian disimpulakan bahwa
tanggal 17 September 2008.
responden yang mengalami kejadian
Gan., at al. 2003. A Study on Early Onset
peritonitis rata-rata berusia 44,32 tahun
Peritonitis in CAPD Patiens. Singapore
dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-
Med. http://www. sma.org.sg/smj/4403/
laki, tingkat pendidikan terbanyak adalah
4403a5.pdf. Diperoleh tanggal 2
SLTA dan sebagian besar mempunyai
September 2008.
penghasilan kurang dari UMR. Dari status Gutch, C.F., Stoner, M.H., Corea, & Anna
nutrisi diketahui hampir sebagian besar L. 1999. Review of Hemodialysis for
responden dengan status nutrisi lebih dari Nurses and Dialysis Personnel. 6 th
sama dengan IMT dan personal hygiene Edition. St Louis. Missouri: Mosby, Inc.
sebagian besar kurang baik. Kemampuan Hudak & Gallo. 1997. Critical Care Nursing:
pasien dalam perawatan dialisis di rumah A Holistic Approach. Philadelphia:
sebagian besar kurang baik sedangkan dalam Lippincott Company J.B.
hal sistem pendukung dan fasilitas perawatan MacDougall, D. 2007. CAPD Peritonitis:
CAPD di rumah sebagian kurang baik. Causes, Management, Renal & Urology
Standar kualitas pelayanan keperawatan pada News. http://
standar struktur dan standar proses sebagian www.r enala ndur ologynews .com/
besar adalah baik. Umur, jenis kelamin, tingkat CAPDPeritonitisCausesManagement/
pendidikan dan penghasilan tidak ada article/99060/. Diperoleh tanggal 12
hubungan dengan kejadian peritonitis pada September 2008.
pasien CAPD. Status nutrisi, kemampuan Situmorang, T. 2008. Pengyakit Ginjal Akut
perawatan dialisis ada hubungan dengan & Kr onik Penyakit Diabetik &
kejadian peritonitis pada pasien CAPD, Metabolik (DM&Lupus) lntegrasi
sedangkan personal hygiene, sistem Terapi Pengganti Ginjal Resep dan
pendukung, fasilitas perawatan CAPD di Adequasi pada Hemodialisis. PPSDM
rumah, standar struktur dan standar proses Rumah Sakit PGI Cikini. Jakarta:
tidak ada hubungan dengan kejadian peritonitis Makalah Kursus Perawatan Intensif
pada pasien CAPD. Ginjal XIV. Dipublikasikan.
Sidabutar, H. 2008. Anatomi dan Fisiologi
DAFTAR PUSTAKA Ginjal. PPSDM Rumah Sakit PGI
Cikini. Jakarta: Makalah Kursus
Anonymous. 2008. Essential Qualities of a Perawatan Intensif Ginjal XIV.
Renal Nurse. Makalah Studi Ilmiah. Dipublikasikan.
Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terjadinya Peritonitis pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis 189
(CAPD) di Rumah Sakit Umum Dr Saiful Anwar Malang