Anda di halaman 1dari 28

KASUS PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) ATAU ATRIAL

SEPTAL DEFECT ATAU VENTRICULAR SEPTAL DEFECT


DALAM KEPERAWATAN ANAK
Dosen Pembimbing : Susi Tentrem Roestyati Talib, S. Kep., Ns., M. Kes.

Disusun oleh :

1. Mohammad Risa Ardiansyah ( P1337420519001 )


2. Octavia Rina Fauziah ( P1337420519005 )
3. Rizka Mila Afrida ( P1337420519012 )
4. Erlina Setia Widayati ( P1337420519013 )
5. Nita Rokasih Eka Suci ( P1337420519023 )
6. Ryanda Fikri Husein ( P1337420519031 )
7. Danik Rahmawati ( P1337420519032 )

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN MAGELANG
2020 / 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terucap hanya pada Allah SWT yang Maha Esa atas
Ridho-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas
mengenai, “Kasus Patent Ductus Arteriosus (Pda) atau Atrial Septal Defect
atau Ventricular Septal Defect dalam Keperawatan Anak” yang merupakan
pengetahuan penting yang harus diketahui.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarga dan sahabatnya, serta seluruh umat yang
senantiasa taat dalam menjalankan syariatnya.
Kami ucapkan terima kasih yang tiada tara kepada seluruh pihak yang
telah membantu mensukseskan makalah ini hingga selesai, baik secara langsung
maupun tidak.
Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak
berkenan bagi pembaca, dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf yang
setulusnya.
Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk
perbaikan makalah ini kedepan. Semoga taufik, hidayat dan rahmat senantiasa
menyertai kita semua menuju terciptanya keridhoan Allah SWT.
.

Magelang, 10 Maret 2021

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan....................................................................................................2
C. Manfaat Penulisan..................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit..........................................................................................3
1. Pengertian..........................................................................................................3
2. Anatomi Fisiologi...............................................................................................4
3. Etiologi...............................................................................................................7
4. Manifestasi klinis...............................................................................................8
5. Komplikasi.........................................................................................................9
6. Patofisiologis....................................................................................................10
7. Pathway............................................................................................................11
8. Pemeriksaan penunjang....................................................................................12
9. Penatalaksanaan Medis.....................................................................................13
Pasien dengan penyakit PDA perlu diberikan terapi obat:........................................13
BAB III...........................................................................................................................14
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................14
A. Pengkajian............................................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................16
C. Intervensi Keperawatan........................................................................................17
BAB V.............................................................................................................................21
PENUTUP......................................................................................................................21
A. Kesimpulan..........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................22

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia sekitar 40.000 bayi dengan penyakit jantung bawaan.
Saat ini, hanya sekitar 2% penderita yang bisa diselamatkan. Dengan
perkiraan penduduk Indonesia sekitar 220 juta, maka setiap tahun terdapat
sekitar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan. (Bagus, 2008)
Kurangnya perhatian terhadap penyakit jantung bawaan menjadi
salah satu persoalan dalam penanganan anak dengan penyakit jantung
bawaan di Indonesia, selain biaya perawatan yang mahal, kurangnya
fasilitas, dan dukungan finansial yang terbatas. Hal ini dapat disebabkan
karena kurangnya pengetahuan orangtua, pendidikan rendah, dan
lingkungan yang tidak mendukung. (Robbins, 2007)
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah penyakit jantung bawaan
yang disebabkan karena kegagalan dari penutupan Ductus Arteriosus (DA)
pada saat dan beberapa saat setalah kelahiran. PDA ini terjadi pada kurang
lebih 1 dari 2000 kelahiran hidup, penderita yang tanpa komplikasi
mencapai 1 dari 500 kelahiran hidup (Schneider & Moore, 2006).
Komplikasi ini sering terjadi pada PDA adalah gagal jantung,
disfungsi renal, Necrotizing Enterocolitis, perdarahan intra ventikular,
gangguan nutrisi dan perkembangan, dan juga merupakan faktor risiko
berkembangnya penyakit paru kronis. Gejala dan tanda yang timbul akibat
komplikasi PDA tergantung dari besarnya (diameter) ukuran lubang dan
status kardiovaskular pada pasien. Pasien dengan PDA dapat ditemukan
tanpa gejala (tidak tampak secara klinis) tetapi dapat terdiagnosis secara
tidak sengaja dengan echocardiography (ECHO) yang dilakukan saat
pemeriksaan lain yang berukuran kecil, sedang, dan besar (Dice & Bhatia,
2007).
PDA ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Atrial Septal Defect (ASD)
dan Ventricular Septal Defect (VSD). Atrial Septal Defect (ASD) adalah
penyakit jantung bawaan (PJB) yang terjadi karena adanya kebocoran

2
pada sekat serambi jantung sehingga darah dari serambi kiri yang
seharusnya dialirkan ke bilik kiri berputar ke serambi kanan dan paru-
paru.
Sedangkan Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan penyakit
jantung bawaan yang sering ditemukan pada bayi dan anak. Defek septum
ventrikel merupakan 20 – 30 % dari seluruh penyakit jantung bawaan.
(Pass et al., 2007)

Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan adalah


memenuhi kebutuhan dasar pasien, bukan hanya sampai disitu saja
karena sebagai edukator perawat berperan sebagai pemberi
informasi kepada keluarga tentang penjelasan penyakit dan
memberitahukan tentang yang harus diwaspadai saat kondisi anak
makin memburuk, perawat juga perlu memberikan dukungan moral
kepada pasien untuk tetap semangat dalam menjalani proses
pengobatan hingga akhir selain itu perawat juga berperan dalam
kuratif, bekerja sama dengan tim medis lainnya dalam pengobatan dan
pemulihan pasien patent ductus arteriosus.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Utama
Menganalisis pengertian tentang PDA dan untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada anak penderita PDA.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian PDA.
b. Mengetahui klasifikasi PDA
c. Mengetahui proses terjadinya PDA.
d. Mengetahui pengaruh PDA bagi bayi dan anak.
e. Mengetahui tindakan yang dapat dilakukan terhadap pasien PDA.
f. Mengetahui asuhan keperawatan anak penderita PDA

3
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan, pendalaman dan pemahaman dalam
memberikan asuhan keperawatan yang intensif pada pasien anak
dengan masalah PDA.
2. Bagi Institusi pendidikan
Karya tulis ilmiah ini dapat dipakai sebagai salah satu bahan
bacaan kepustakaan dalam pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikan terutama dalam perawatan PDA.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama pada
pasien anak dengan masalah PDA.
4. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan wacana untuk meningkatkkan mutu dan pelayanan
pada pasien anak dengan masalah PDA, supaya derajat kesehatan
pasien lebih meningkat.
5. Bagi pasien atau keluarga
Pasien penderita PDA bisa menerima perawatan yang maksimal
dari petugas kesehatan, dan keluarga dapat mengetahui tentang
penyakit dan penanganan pada keluarga yang mengalami PDA.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Duktus arteriosus paten adalah terbukanya duktus arteriosus yang
secara fungsional menetap beberapa saat setelah lahir. Penutupan
fungsional duktus, normalnya terjadi segera setelah lahir. Akan tetapi,
pada bayi yang lahir premature, duktus paten biasanya mempunyai
susunan anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari
hipoksia dan imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup
bulan berusia beberapa minggu jarang menutup secara spontan.(dr.
Charles Silalahi , Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, Sp.A(K) , 2009,
kardiologi anak)
Paten duktus arteriosus adalah kegagalan penutupan duktus
arteriosus (pembuluh arteri yang menghubungkan aorta dengan arteri
pulmonalis) pada bayi berusia beberapa minggu pertama. (Wong,
2009).
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah kelainan jantung kongenital
dimana tidak terdapat patensi ductus arteriosus yang menhubungkan
aorta dengan pembuluh darah besar pulmonal 12 jam pasca kelahiran
bayi dan secara lengkap 2-3 minggu. Biasanya ductus arterious akan
menutup secara normal dan meninggalkan suatu jaringan ikat yang
dikenal dengan ligamentum arteriosum.
Ductus yang tetap terbuka setelah bayi berusia cukup bulan jarang
menutup secara spontan pada bayi premature, ada juga ductus yang
baru menutup setelah 6 minggu. Ductus paten biasanya mempunyai
susunan anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat
imaturitas dan hipoksia.
PDA ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Atrial Septal Defect (ASD)
dan Ventricular Septal Defect (VSD). Atrial Septa Defect (ASD) atau
defek septum atrium merupakan PJB dimana terdapat kebocoran pada
sekat serambi jantung sehingga darah dari serambi kiri yang harusnya

5
dialirkan ke bilik kiri kembali berputar ke serambi kanan dan paru-
paru.
Sedangkan pengertian dari Ventricular Septal Defect (VSD) adalah
defek yang terjadi pada septum ventrikularis. Dinding yang
memisahkan ventriculus dextra dan sinistra. Defek ini muncul secara
kongenital akibat septum interventriculare tidak menutup dengan
sempurna selama perkembangan embrio. Defek ini menyebabkan
aliran darah dari ventriculus sinistra akan masuk ke dalam ventriculus
dextra. Darah yang kaya akan oksigen akan dipompa ke paru-paru
yang menyebabkan jantung bekerja lebih berat (Sadler, 2012).

2. Anatomi Fisiologi
Kelainan jantung bawaan adalah masalah pada struktur anatomi
jantung yang muncul sejak dilahirkan. Defek dapat mengenai dinding
jantung, katup jantung, maupun arteri dan vena dekat jantung.
Secara umum kelainan jantung bawaan dibedakan menjadi sianotik
dan asinotik. Contoh dari kelompok sianotik yang paling sering
ditemui adalah Tetralogy of Fallot (TOF) sedangkan contoh dari
kelompok asianotik adalah Atrial Septum Defect (ASD), Ventricle
Septum Defect (VSD), dan Patent Ductus Arteriosus (PDA).
Atrial Septum Defect (ASD), bila terdapat defek pada septum atau
dinding yang memisahkan atrium kanan dan kiri, maka kelainan
tersebut di sebut ASD. ASD dibedakan dengan paten foramen ovale
yang merupakan kegagalan menutupnya foramen ovale setelah
kelahiran. Foramen ovale adalah lubang di antara dua atrium yang
secara fisiologi dibutuhkan dalam sirkulasi janin. Jumlah kasus ASD
adalah 5-10% dari total penyakit jantung bawaan.
Secara anatomis, ASD dibagi menjadi tiga yaitu sekundum,
primum, dan sinus venosus. Tipe sekundum merupakan bentuk yang
paling sering ditemukan (50-70%), dan bila didiagnosis sebelum usia 3
bulan dengan ukuran kurang dari 3mm, 100% pasien ASD sekundum
akan mengalami penutupan spontan pada usia 1,5 tahun. Pada defek
berukuran 3-8 mm, hanya 80% pasien tercatat menutup spontan, dan

6
jika defek berukuran >8mm jarang terjadi penutupan spontan. Defek
dapat mengecil, menetap atau melebar walaupun jarang terjadi.
Gejala yang muncul pada anak dengan ASD hanya terjadi bila
shunt cukup besar, yaitu sesak nafas bila beraktivitas, infeksi paru
beulang, dan berat sedikit kurang. Pada pemeriksaan fisik anak tampak
kurus. Aktualisasi jantung menunjukan S2 melebar dan menetapkan
pada saat inspirasi maupun ekspirasi disertai bising ejeksi sistolik di
daerah pulmonal. Apabila terdapat left to righ shunt yang besar, dapat
terdengar bising diastolic pada tepi kiri sternum bagian bawah akibat
stenosis tricuspid relative.
Pasien dengan kelainan anatomis jantung rentang terkena
endocarditis bacterial. Namun pada penderita ASD tidak diperlukan
terapi profilaksis terhadap endocarditis kecuali 6 bulan pertama setelah
pemasangan protesis. Penutupan ASD dapat dilakukan tanpa
pembedahan (hanya pada tipe sekundum) dengan Amplatzer Device
Occluder (ASO), maupun dengan pembedahan bila tidak
memungkinkan pemasangan alat. Pembedahan dilakukan bila gagal
jantung kongestif tidak respons terhadap mendikamentosa, dan
hipertensi pulmonal belum terjadi.
Ventricle Septum Defect VSD termasuk kelainan yang sering
ditemui dengan jumlah 20% dari seluruh kelainan jantung bawaan.
VSD merupakan defek pada dinding yang memisahkan ventrikel kanan
dan kiri. Bila berukuran kecil, VSD umumnya hanya menimbulkan
gejala ringan atau asimtomatik. Bila berukuran sedang, pertumbuhan
akan terganggu, dan bila ukurannya besar dengan peningkatan tahanan
vaskular paru, penderita akan sesak, riwayat infeksi saluran nafas atas
berulang, gagal tumbuh, dan banyak keringat.

7
Pemeriksaan auskultasi dari VSD adalah adanya bising holosistolik
derajat IV/6 disertai getaran bising dengan punctum maksimum di sela
iga 3-4 garis parasternal kiri yang meluas sepanjang kiri sternum.
Pemeriksaan foto toraks dapat bervariasi dari normal hingga tampak
pembesaran jantung dan peningkatan vaskular paru. Pada EKG
mungkin muncul gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Ekokardiografi
perlu dilakukan untuk mengetahui lokasi dan besar defek.
Pada anak yang asimtomatik, tindakan penutupan defek dilakukan
saat anak usia 2-4 tahun. Penutupan dapat dilakukan pada bayi bila
gagal jantung tidak terkontrol, gagal tumbuh, infeksi saluran napas atas
(ISPA) berulang, dan left to right shunt yang signifikan. Untuk
menutup dapat menggunakan Amplatzer VSD Occluder (AMVO) atau
dengen pembedahan. Penutupan spontan terjadi pada 30-40% kasus.
Bila pasien mengalami gagal jantung, obat anti gagal jantung dapat
diberikan.
Patent Ductus Arteriosus PDA adalah kelainan berupa tetap
terbukanya duktus yang menghubungkan arteri pulmonalis kiri dan
aorta desendens setelah bayi lahir. Normalnya duktus ini akan menutup
12 jam setelah bayi lahir. Gejala klinis yang muncul tergantung pada
besarnya shunt kiri ke kanan, dapat asimtomatik hingga menimbulkan
gejala sulit makan, ISPA berulang, berat badan sulit naik, sesak,
atelektasis, dan gagal jantung kongestif.

8
Pada PDA, pemeriksaan auskultasi jantung ditemukan bising
kontinyu pada daerah subklavia kiri. Pada neonatus karena komponen
diastolik sangat pendek, maka dapat terdengar seperti bising sistolik.
Perabaan nadi dapat mendeteksi pulsus seler yaitu denyut nadi yang
kuat akibat tekanan nadi melebar. Pemeriksaan EKG dapat
menunjukkan tanda hipertrofi ventrikel kiri atau dilatasi atrium kiri.
Kardiomegali, serta peningkatan vaskular paru dapat ditemukan pada
foto toraks. Ekokardiografi diperlukan untuk mengetahui ukuran
duktus.

3. Etiologi
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti apa yang
menyebabkan PDA. Namun demikian, sejumlah faktor diduga bisa
meningkatkan risiko seorang bayi mengalami kondisi ini, di antaranya:
a. Berjenis kelamin perempuan. PDA dua kali lipat lebih berisiko
dialami oleh bayi perempuan dibanding bayi laki-laki.
b. Infeksi rubella pada ibu hamil. Virus rubella di dalam rahim dapat
menyebar ke sistem pernapasan bayi, kemudian merusak jantung
dan pembuluh darah.
c. Lahir di dataran tinggi. PDA lebih berisiko terjadi pada bayi yang
lahir di daerah dengan ketinggian lebih dari 3000 meter di atas
permukaan laut.
d. Riwayat penyakit. Bayi yang lahir dari keluarga penderita kelainan
jantung dan penyakit keturunan, seperti sindrom Down, lebih
berisiko terserang PDA.

9
e. Lahir prematur. Lebih dari 50% kasus PDA terjadi pada bayi yang
lahir kurang dari 26 minggu, atau bayi dengan berat lahir kurang
dari 0,5 kg. Sedangkan 15% kasus PDA menimpa bayi yang lahir
pada usia kehamilan 30 minggu.

4. Manifestasi klinis
a. Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan
gejala yang menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan
pertumbuhan, sianosis, berkurangnya toleransi latihan, kekerapan
infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung,
dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada
seorang bayi atau anak.

b. Gangguan pertumbuhan. Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri


ke kanan, gangguan pertumbuhan timbul akibat berkurangnya
curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul
akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat
timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.
c. Sianosis. Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju
sistemik rendah. Sianosis mudah dilihatpada selaput lendir mulut,
bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan jantung ini
(sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering
didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas
terlihat pada ujungujung jari.
d. Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis
yang baik untuk menggambarkanstatus kompensasi jantung
ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung selalu
menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi
latihan dapat ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan
pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat lelah, napas
menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak
napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat
bayi menetek. Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah
sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat

10
banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan kemampuannya
berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada
tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan.
e. Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbul akibat
meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem
pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena
anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak
sedikit pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai
tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli jantung anak.
f. Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda
penting dalam menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan
kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk
untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat
serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung.
Namun tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisis,
tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien
diduga menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.

5. Komplikasi
Patent Ductus Arteriosus yang kecil mungkin tidak akan
menyebabkan komplikasi. Namun, bila PDA yang terjadi cukup besar
dan tidak diobati, maka dapat mengakibatkan komplikasi seperti:
a. Tekanan darah tinggi di paru-paru (hipertensi paru). Terlalu
banyak darah yang bersikulasi melalui arteri utama jantung
melewati patent ductus arteriosus dapat menyebabkan hipertensi
paru, yang dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru permanen.
PDA yang berukuran besar dapat menyebabkan sindrom
Eisenmenger, yaitu jenis hipertensi paru yang tidak dapat
disembuhkan.
b. Gagal Jantung. Patent ductus arteriosus pada akhirnya dapat
menyebabkan jantung membesar dan melemah, sehingga

11
mengakibatkan gagal jantung, yaitu suatu kondisi kronis di mana
jantung tidak dapat memompa secara efektif.
c. Infeksi Jantung (Endokarditis). Orang yang memiliki masalah
jantung struktural, seperti patent ductus arteriosus yang berisiko
lebih tinggi mengalami peradangan selaput jantung (endokarditis
menular) daripada orang yang memiliki organ hati yang sehat.

6. Patofisiologis
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah suatu kelainan berupa
(pembuluh yang menghubungkan arteri pulmonalis kiri dengan aorta
desendens) yang tetap terbuka  setelah bayi lahir. Penutupan
fungsional duktus normalnya terjadi beberapa saat setelah  bayi lahir.
Pada bayi cukup bulan penutupan duktus secara fungsional terjadi
dalam 12 jam setelah bayi lahir dan secara lengkap dalam 2 sampai 3
minggu. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia
beberapa minggu jarang menutup secara spontan. Pada bayi prematur
ada juga duktus yang baru menutup setelah  enam minggu, duktus
paten biasanya mempunyai susunan anatomi yang normal dan
keterbukaan  merupakan akibat imaturitas dan hipoksia.
Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar adanya PDA.
Pada bayi prematur dengan PDA cenderung timbul gejala-gejala yang
sangat awal, terutama bila anak prematur tersebut bersama
dengan Respiratory distress syndrome. PDA juga lebih sering terdapat
pada anak yang lahir di tempat yang tinggi (di gunung). Semua itu
akibat adanya hipoksia dan hipoksia ini menyebabkan duktus gagal
menutup. Penyakit campak Jerman (rubela) pada ibu hamil pada bulan
ketiga atau keempat juga dihubungkan dengan terjadinya PDA.
Kelainan karena rubela, lengkapnya adalah katarak, tuli dan
mikrosefal. Kelainan jantung yang terjadi biasanya adalah PDA atau
stenosis
Diagnosis PDA didasarkan pada hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis gejala klinis pasien
dengan PDA bervariasi dari asimptomatik sampai gagal jantung berat

12
atau Eisenmenger’s syndrome. Pada PDA sedang biasanya gejala
timbul 2 bulan atau lebih yang berupa kesulitan makan, infeksi saluran
napas berulang, tetapi berat badan masih dalam batas normal atau
sedikit berkurang. Sedangkan pada PDA besar sering memberikan
gejala sejak minggu pertama berupa sesak, sulit minum, berat badan
sulit naik, infeksi saluran napas berulang, atelektasis, dan gagal
jantung kongestif.
PDA sedang biasanya memberikan gejala pada usia 2-5 bulan
tetapi tidak berat. Pasien mengalami kesulitan makan, sering menderita
infeksi saluran nafas namun biasanya berat badan masih dalam batas
normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih dapat mengikuti
permainan. Pada pemeriksaan fisik frekuensi nafas sedikit lebih cepat
dibanding anak normal.
PDA besar menimbulkan gejala yang tampak berat sejak minggu-
minggu pertama kehidupan. Pasien tidak nafsu makan sehingga berat
badan tidak bertambah. Tampak dispnea dan takipnea dan banyak
berkeringat bila minum. Pada pemeriksaan tidak teraba getaran bising
sistolik dan pada auskultasi terdengar bising kontinu atau bising
sistolik. Semua penderita PDA besar yang tidak dilakukan operasi
biasanya menderita hipertensi pulmonal.

7. Pathway

13
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penyakit jantung bawaan dapat
dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi,
elektrokardiografi, dan ekokardiografi.
a. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan enzim jantung dapat
dilakukan untuk menilai kondisi klinis pasien yang mengalami
kongesti jantung ataupun gagal jantung.
b. Pemeriksaan radiologi yaitu pada pemeriksaan rontgen toraks
dapat terlihat bentuk dan ukuran jantung yang normal pada
penyakit jantung bawaan yang minor dengan lesi yang kecil. Pada
kelainan yang lebih mayor gambaran rontgen toraks dapat
bervariasi. Gambaran rontgen toraks yang dapat ditemukan salah
satunya adalah kardiomegali dan peningkatan corakan arteri
pulmonal yang menggambarkan peningkatan aliran darah pulmonal
yang lebih tinggi dari aliran darah sistemik. Bisa juga ditemukan
gambaran ventrikel kanan yang membesar dan arteri pulmonal
sentral yang besar namun sempit di perifer (tree in winter
apperance), keadaan ini biasa terlihat pada resistensi pembuluh
darah pulmonal yang tinggi ataupun pada VSD. Pada koarktasio
aorta dapat ditemukan gambaran dilatasi pada aorta asendens dan
konstriksi pada area yang mengalami koarktasio (hour glass).
Sedangkan pada TOF bisa ditemukan gambaran boot-shape.
c. Elektrokardiografi
Gambaran sadapan elektrokardiografi (EKG) pada penyakit
jantung bawaan dapat normal, namun bisa juga ditemukan deviasi
aksis QRS karena kelainan arah listrik jantung akibat struktur
jantung yang sendiri mengalami kelainan.
d. Ekokardiografi

14
Pemeriksaan ekokardiografi pada penyakit jantung bawaan
berfungsi untuk menilai ruang jantung dan mengukur ukuran defek
yang terjadi. Ekokardiografi dengan Doppler dapat menilai arah
aliran darah maupun adanya refluks. Selain itu ekokardiografi
dapat menilai ukuran pangkal aorta dan pembuluh darah besar
lainnya. Pemeriksaan ekokardiografi transesofageal biasanya
dilakukan selama prosedur operasi untuk menilai hasil tindakan
operasi.

9. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan penyakit PDA perlu diberikan terapi obat:
a. Furosemide, obat ini merupakan obat diuretic yang bekerja untuk
menghambat kembali natrium dan klorida pada tubulus distal dan
lengkung henle di ginjal.
b. Digoksin, digunakan untuk meningkatkan gaya dan kecepatan
kontraksi miokardium dan mengendalikan aritmia jantung dengan
membatasi hantaran pulsa melalui nodus AV selama fibrilasi dan
flutter atrium.
c. Indomethacin, obat ini merupakan inhibitor prostaglandin yang dapat
memudahkan penutupan ductus.

Terapi non farmakologi yaitu:

a. Restriksi cairan dan diet rendah natrium untuk mengurangi beban


jantung.
b. Bedah, denga pemotongan atau pengikatan ductus.
c. Kateterisasi jantung.

15
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a) Identitas pasien (data biografi)
Pengkajian meliputi biodata pasien dan penanggung jawab.
1) Biodata Pasien
 Nama
 Jenis kelamin
 Umur
 Agama
 Suku/Bangsa
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Alamat
2) Penanggung Jawab
 Nama
 Jenis kelamin
 Umur
 Agama
 Pekerjaan
 Hubungan dengan klien
 Alamat
b) Keluhan utama
Pasien PDA biasanya akan mengalami sesak napas dan merasa
lelah.
c) Riwayat penyakit sekarang

16
Umumnya pasien sesak napas, napas tersengal-sengal, mudah
lelah, kesulitan makan, dan sering menderita infeksi saluran nafas.
Tampak dispnea dan takipnea dan banyak keringat bila minum.
d) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apalah pasien lahir premature atau ibu menderita Penyakit
Jantung Bawaan (PJB).
e) Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji adakah anggota keluarga pasien yang menderita PDA
juga karena PDA dapat diturunkan secara genetic dari orangtua
penderita penyakit jantung bawaan.
f) Pola Fungsional Gordon
(1) Pola nutrisi-metabolik
(2) Pola eliminasi
(3) Pola aktivitas-latihan
(4) Pola kognitif
(5) Pola tidur-istirahat
(6) Pola persepsi (diri)
(7) Pola peran-hubungan
(8) Pola seksualitas-reproduksi
(9) Pola koping-toleransi stress
(10) Pola nilai-kepercayaan
2. Pemeriksaan
a) Pemeriksaan umum
(1) Kesadaran umum
Kaji tingkat kesadaran pasien
(2) Tanda-Tanda Vital (TTV)
Meliputi tensi, suhu, respirasi dan nadi.
(3) Antropometri
Berat badan pasien, tinggi badan, dan lingkar lengan.
(4) Keadaan umum pasien
Kaji keadaan bagian kepala, mata, hidung, mulut dan faring,
telinga, kulit, rambut, leher, dada/thorax, jantung, perut, dan

17
ekstremitas atas dan bawah pasien. Gunakan Teknik inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi.
b) Pemeriksaan fisik
(1) Pernapasan
Nafas cepat, sesak nafas, bunyi tambahan, adanya otot bantu
nafas.
(2) Kardiovaskuler
Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan
tekanan darah sistolik, edema tungki, sianosis.
(3) Persyarafan
Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.
(4) Perkemihan
Produksi urine menurun.
(5) Pencernaan
Nafsu makan menurun, porsi makan tak habis
(6) Musculoskeletal/integument
Kemampuan sndi bergerak terbatas, kelelahan.
(7) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan PDA
meliputi pemeriksaan elektrokardiografi, radiologi, dan
ekhokardiografi. Pada penderita PDA kecil EKG masih dalam
batas normal. Pada PDA yang cukup besar pada usia beberapa
minggu kemudia akan tampak gambaran hipertrofi ventrikel kiri
dan dilatasi atrium kiri. Sedangkan pada PDA besar atau bila
tahanan paru telah naik, hipertrofi ventrikel kanan dan kadangkala
ada hipereofi atrium kanan.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhdap masalah Kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial.

18
Diagnose yang dapat ditegakkan pada anak penderita paten ductus
arteriosus adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan malformasi
jantung (NANDA 229)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti
pulmonal (NANDA 207)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplei dan kebutuhan oksigen (NANDA 226)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelelahan saat makan (NANDA 153)

C. Intervensi Keperawatan
NO. DEFINISI DAN KRITERIA INTERVENSI
DX HASIL
1. Penurunan curah jantung NIC (Perawatan Jantung, 364)
berhubungan dengan 1. Monitor pernapasan pasien
malformasi jantung (NANDA 2. Monitor tanda-tanda vital pasien
229) 3. Evaluasi adanya nyeri yang
1. Definisi: ketidakadekuatan dirasakan pasien
jantung memompa darah 4. Pastikan aktivitas yang
untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pasien yang tidak
metabolism tubuh. membahayakan curah jantung
2. Tujuan: setelah dilakukan
Tindakan keperawatan selama
…x24 jam, diharapkan anak
menunjukkan tanda-tanda
curah jantung membaik
dengan kriteria hasil sebagai
berikut (NOC: Penurunan,
Curah Jantung. 650):
 Keefektivan pompa
jantung normal

19
 Status sirkulasi normal
 Pasien tidak mengalami
kelelahan lagi
 Status pernapasan normal.
2. Gangguan pertukaran gas NIC (Manajemen Jalan Napas, 186)
berhubungan dengan kongesti 1. Monitor tanda-tanda vital
pulmonal (NANDA 207) 2. Pemasangan alat jalan napas buatan
1. Definisi: kelebihan atau 3. Melakukan fisioterapi dada
kekurangan oksigenasi 4. Manajemen batuk
dan/atau eliminasi 5. Melakukan pengisapan lendir pada
karbondioksida pada jalan napas
membrane alveolus-kapiler. 6. Gunakan Teknik yang
2. Tujuan: setelah dilakukan menyenangkan untuk memotivasi
Tindakan keperawatan selama anak bernapas dalam.
…x24 jam, diharapkan anak
menunjukkan tanda-tanda
menormalnya pertukaran gas,
dengan kriteria hasil (NOC
Status Pernapasan: Pertukaran
Gas. 559):
 Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
 Tekanan parsial oksigen
dan karbondioksida di
darah arteri tidak
mengalami devisiasi dari
kisaran normal.
 Saturasi oksigen normal
 Tidak ada dispnea
3. Intoleransi aktivitas Menurut NIC (527) dapat dilakukan
berhubungan dengan intervensi terkait Terapi Oksigen (NIC
ketidakseimbangan antara 444) dan Perawatan Jantung (NIC 364),
suplei dan kebutuhan oksigen sebagai berikut:

20
(NANDA 226) 1. Pertahankan kepatenan jalan napas.
1. Definisi: ketidakcukupan 2. Berikan oksigen tambahan jika
energi untuk melakukan diperlukan
altivitas sehari-hari. 3. Monitor aliran oksigen
2. Tujuan: setelah dilakukan 4. Pastikan tingkat aktivitas pasien
Tindakan keperawatan selama tidak membahayakan curah jantung
…x24 jam, diharapkan 5. Monitor tanda-tanda vital secara
aktivitas pasien meningkat rutin
dengan kriteria hasil (NOC 6. Monitor toleransi aktivitas pasien
keefektifan Pompa Jantung. 7. Monitor pasien akan adanya
115): kelelahan
 Tekanan darah sistol
normal
 Tekanan darah diastole
normal
 Indeks jantung normal
 Keseimbangan intake dan
output dalam 24 jam
normal.
 Pasien tidak mengalami
kelelahan lagi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari Menurut NIC (558) dapat dilakukan
kebutuhan tubuh berhubungan intervensi terkait Terapi Menelan (NIC
dengan kelelahan saat makan 441), sebagai berikut:
(NANDA 153) 1. Kolaborasi dengan anggota tim
1. Definisi: asupan nutrisi tidak Kesehatan yang lain
cukup untuk memenuhi 2. Tentukan kemampuan pasien untuk
kebutuhan metabolism. memfokuskan perhatian pada
2. Tujuan: setelah dilakukan belajar/melakukan tugas makan dan
Tindakan keperawatan selama menelan
…x24 jam, diharapkan anak 3. Sediakan/gunakan alat bantu sesuai
menunjukkan tanda-tanda kebutuhan

21
nutrisi mulai normal dengan 4. Bantu pasien untuk menempatkan
kriteria hasil (NOC Status makanan ke mulut bagian belakang
Nutrisi. 551): 5. Bantu untuk menjaga intake cairan
 Intake nutrisi normal. dan kalori yang adekuat
 Asupan makanan dan 6. Monitor berat badan
cairan normal. 7. Monitor hidrasi tubuh
 Hidrasi adekuat
 Energi berada di rentang
normal
 Perbandingan berat/
tinggi badan ada di
rentang normal.

22
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
PDA atau Patent ductus arteriosus adalah kegagalan menutupnya
ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal)
pada minggu pertama kehidupan. Menyebabkan mengalirnya darah dari
aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah.
PDA ini terjadi pada kurang lebih 1 dari 2000 kelahiran hidup, penderita
yang tanpa komplikasi mencapai 1 dari 500 kelahiran hidup.

PDA ini dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Atrial Septal Defect (ASD)
dan Ventricular Septal Defect (VSD). Atrial Septa Defect (ASD) atau
defek septum atrium merupakan PJB dimana terdapat kebocoran pada
sekat serambi jantung sehingga darah dari serambi kiri yang harusnya
dialirkan ke bilik kiri kembali berputar ke serambi kanan dan paru-paru.

23
DAFTAR PUSTAKA
Ferdi Heru Irwanto, Yusni Puspita, dan Rudy Yuliansyah. 2017. Penutupan Defek
Septum Ventrikel secara Transtorakatalis Minimal Invasif dengan Panduan
Transesophageal Echocardiography (TEE). 5(2): 134-140.

Febrianti, Anisa. PDA SMT. https://www.academia.edu/38605895/PDA_SMT.


Diakses pada 23 Agustus 2020.

Bertha, Yohana Damarwulan. https://www.google.com/url?


sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.unika.ac.id/16640/2/11.92.0070%
2520YOHANA%2520BERTHA%2520DAMARWULAN%2520S
%2520%25284.77%2525%2529.BAB
%2520I.pdf&ved=2ahUKEwi3zMGsjP_qAhWRc30KHd8FAlIQFjAQegQIARA
B&usg=AOvVaw277Ve28ACSy3g4aRVKpI3u. Diakses pada 23 Agustus 2020.

Fajar, Desi Susanti., A. Samik Wahab., dan KSM Kesehatan Anak RSUP Dr.
Sardjito. https://sardjito.co.id/2019/09/30/patent-ductus-arteriosus-pda-pada-
anak/. Diakses pada 23 Agustus 2020.

Fhebby Mae. 2016. Laporan Pendahuluan PDA.


https://www.scribd.com/doc/302164352/Laporan-Pendahuluan-Pda. Diakses pada
23 Agustus 2020.

Ritonga, Amelia. Refarat Patent Ductus Arteriosus (PDA).


https://www.academia.edu/24489795/REFARAT_Patent_Ductus_Arteriosus_PD
A_ . Diakses pada 23 Agustus 2020.

http://yankes.kemkes.go.id/read-atrial-septal-defect-asd-defek-septum-atrium-
4043.html

Humas Sardjito. 2020. Duktus Arteriosus Paten pada Anak.


https://sardjito.co.id/2020/01/10/duktus-arteriosus-paten-pada-anak/ (diakses pada 25
agustus 2020)

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., dan Wagner, C. M. (2016).


The translation of Nursing INterventions Classification (NIC), 6th edition.
Indonesia: CV. Mocomedia.

24
Herdman, T. H. (2018). NANDA-I diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi
2018-2020/editor, T. Heather Herdman, Shigemi kamitsu; editor
penyelaras, Monica Ester, Wuri Praptiani-Ed. 11. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue., Johnson, M., Maas, M. L., dan Swanson, E. (2016). Nursing
Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian edition. Indonesia: CV.
Mocomedia.

25

Anda mungkin juga menyukai