Anda di halaman 1dari 11

KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN IBU BERSALIN DENGAN KOMPLIKASI: DISTOSIA

DISUSUN OLEH:

1. ADILA AWANI F 22.0603.0047


2. RIZKI ZULFA N. A 22.0603.0052
3. RYANDA FIKRI HUSEIN 22.0603.0053
4. AISYAH PUTRI SUBININGTYAS 22.0603.0059
5. RINI LISTYOWATI 22.0603.0060

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN (PARALEL)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2023
A. KONSEP PERSALINAN NORMAL
1. Definisi
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat
berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan (Bobak, 2004).
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan (Rustam Mukhtar, 1994).
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalian disebabkan kelainan his, letak
dan bentuk janin serta kelainan jalan lahir (Komalasari, 2005).
Distosia secara harfiah, berarti persalinan sulit, ditandai oleh kemajuan persalinan
yang terlalu lambat. Secara umum, persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat
ketidakseimbangan ukuran antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Distosia
merupakan akibat dari beberapa kelainan berbeda yang dapat berdiri sendiri atau
kombinasi (Leveno, 2009).
2. Klasifikasi
1. Kelainan His
His yang tidak normal baik kekuatan atau sifatnya sehingga menghambat
kelancaran persalinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain kehamilan
primi gravida tua atau multi gravida, herediter, emosi dan kekuatan, kelainan
uterus, kesalahan pemberian obat, kesalahan pimpinan persalinan, kehamilan
kembar dan post matur, dan letak lintang. Kelainan his dapat berupa inersia uteri
hipotonik dan hipertonik.
a. Inersia Uteri Hipotonik
Inersia uteri hipotonik adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah/tidak
adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.
Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada
penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang
terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan
keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks (fase
laten atau fase aktif) maupun pada kala pengeluaran. Inersia uteri hipotonik
terdapat berbagai macam, yaitu:
1) Inersia uteri primer, terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah
terjadi his yang tidak adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari
permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah
penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
2) Inersia uteri sekunder, terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan
his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan/kelainan.
3) Inersia uteri hipertonik (hypertonic uterin contraction)
Inersia uteri hipertonik adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar
(kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi
dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk
membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai
incoordinate uterine action. misalnya "tetania uteri" karena obat
uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat
dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia
janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat
menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus,
misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama
dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
3. Etiologi
a. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak keluar kurang kuat.
b. Karena kelainan his: Inertia uteri atau kelemahan his merupakan sebab terpenting
dari distosia.
c. Karena kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya karena cicatrix baru pada
dinding perut, hernia, diastase musculus rectus abdominalis atau karena sesak
napas.
d. Distosia karena kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang, letak
dahi, hydrocephalus atau monster.
e. Distosia karena kelainan jalan lahir: panggul sempit, tumor-tumor yang
mempersempit jalan lahir.
4. Patofisiologi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian
menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan
pada fundus uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan
relaksasi secara merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke
asalnya +10 mmHg. Incoordinate uterin action yaitu sifat his yang berubah. Tonus
otot uterus meningkat juga di luar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti
biasa karena tidak ada sinkronasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya
koordinasi antara kontraksi atas, tengah dan bawah menyebabkan tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan. Disamping itu tonus otot yang menaik menyebabkan rasa
nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada
janin. His ini juga disebut sebagai incoordinate hipertonic uterin contraction.
Persalinan yang lama dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan his ini
menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan cavum uteri
pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara
teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tapi biasanya ditemukan pada batas
antara bagian atas dengan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat
diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap
sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam cavum uteri.
5. Pathways
6. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinik pada Ibu:
a. Gelisah, letih.
b. Suhu tubuh meningkat.
c. Nadi dan pernafasan cepat.
d. Edema pada vulva dan servik.
e. Ketuban berbau.
f. Pergerakan janin pada bagian kiri lebih dominan.
g. Nyeri hebat dan janin sulit dikeluarkan.
h. Terjadi distensi berlebihan pada uterus.
i. Dada teraba seperti punggung, belakang kepala terletak berlawanan dengan
letak dada, teraba bagian-bagian kecil dan denyut jantung janin terdengar
lebih jelas pada dada.
2. Denyut jantung janin cepat dan tidak teratur.
7. Jenis Kelainan Jalan Lahir
a. Kelainan bentuk panggul.
b. Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intra uterin diantaranya: panggul
naegele, panggul robert, split pelvis, dan panggul asimilasi.
c. Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul/sendi panggul
diantaranya: rakhitis, osteomalasia, neoplasma, atrofi, karies, nekrosis, dan
penyakit pada sendi sakroiliaca dan sendi sakrokoksigeal.
d. Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang diantaranya: kifosis, skoliosis,
spondylolisthesis.
e. Perubahan bentuk karena penyakit kaki.
8. Distosia Kelainan Traktus Genitalis
1. Distosia Karena Kelainan Vulva
Distosia vulva adalah persalinan yang sulit disebabkan karena atresia vulva
(tertutupnya vulva) ada yang bawaan dan ada yang diperoleh, misalnya karena
radang atau trauma. Tentu atresia yang sempurna menyebabkan kemandulan, dan
yang menyebabkan distosia hanya atresia yang inkomplit. (Sulaiman
Sastrawinata, 2005).
a. Etiologi
Edema vulva dijumpai pada preeklamsi dan gangguan gizi atau malnutrisi
atau pada persalinan yang lama. Wanita hamil sering mengeluh lebarnya
pembuluh darah ditungkai, vagina, vulva dan wasir serta menghilang setelah
anak lahir hal ini karena reaksi system vena terutama dinding pembuluh darah
seperti otot-otot ditempat lain melemah akibat pengaruh hormone steroid.
Stenosis vulva dijumpai sebagai akibat perlukaan atau infeksi dengan parut
yang kaku atau dapat mengecilkan vulva (Ai Yeyeh dan Lia Yulianti, 2010).
Peradangan vulva sering bersamaan dengan peradangan vagina dan dapat
terjadi akibat infeksi spesifik seperti sifilis, gonorea, trikomoniasis,
kandidiasis, dan amebiasis dan infeksi tidak spesifik seperti eksema, diabetes
mellitus, bhartolini, abses, dan kista bhartollini (Ai Yeyeh dan Lia Yulianti,
2010).

b. Penanganan
Dengan episiotomi persalinan akan berjalan lancar (Ai Yeyeh dan Lia
Yulianti, 2010).
2. Distosia Karena Kelainan Vagina
Distosia vagina adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan yang
dikarenakan adanya kelainan pada vagina yang menghalangi lancarnya persalinan
(Lia Yulianti, 2010).
a. Penyebab
Distosia dapat disebabkan karena kelainan HIS (HIS hipotonik dan HIS
hipertonik), karena kelainan sarana, bentuk anak (hidrosefalus, kembar siam,
prolaps tali pusat), letak anak (letak sungsang, letak lintang), serta karena
kelainan jalan lahir (Ai Yeyeh dan Lia Yulianti, 2010). Pada vagian terdapat
terjadi: atresia, adanya sekat, dan tumor vagina. (Sulaiman Sastrawinata,
2005)
b. Penatalaksanaan
Cara yang efektif untuk tindakan persalinan septum tersebut adalah dengan
robekan spontan atau disayat dan diikat. Tindakan ini dilakukan pula bila ada
dispareuni. Jika bidan dalam menghadapi kelainan ini, adalah menegakkan
kemungkinan septum vagina, vertical atau longitudinal pada waktu melakukan
pemeriksaan dalam dan selanjutnya merujuk penderita untuk mendapat
pertolongan persalinan sebagai mana mestinya. (Ai Yeyeh dan Lia Yulianti,
2010)
3. Distosia Karena Kelainan Uterus/Serviks
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan serviks uteri.
Walaupun his normal dan baik, kadang-kadang pembukaan serviks jadi macet
karena ada kelainan yang menyebabkan serviks tidak mau membuka (Ai Yeyeh
dan Lia Yulianti, 2010).
a. Penyebab
Distosia dapat disebabkan karena kelainan HIS (HIS hipotonik dan HIS
hipertonik), karena kelainan sarana, bentuk anak (hidrosefalus, kembar siam,
prolaps tali pusat), letak anak (letak sungsang, letak lintang), serta karena
kelainan jalan lahir. (Ai Yeyeh dan Lia Yulianti, 2010)

b. Penatalaksanaan
Cara yang efektif untuk tindakan persalinan septum tersebut adalah dengan
robekan spontan atau disayat dan diikat. Tindakan ini dilakukan pula bila ada
dispareuni. Jika bidan dalam menghadapi kelainan ini, adalah menegakkan
kemungkinan septum vagina, vertical atau longitudinal pada waktu melakukan
pemeriksaan dalam dan selanjutnya merujuk penderita untuk mendapat
pertolongan persalinan sebagai mana mestinya. (Lia Yulianti, 2010)
9. Komplikasi
1. Komplikasi maternal:
a. Perdarahan pasca persalinan.
b. Fistula Rectovaginal.
c. Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral neuropathy”.
d. Robekan perineum derajat III atau IV.
e. Rupture Uteri.
2. Komplikasi fetal:
a. Brachial plexus palsy.
b. Fraktura Clavicle.
c. Kematian janin.
d. Hipoksia janin, dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen.
e. Fraktura humerus
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen.
b. MRI.
c. USG.
d. X-ray
11. Penatalaksanaan
1. Penanganan Umum:
a. Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin.
b. Lakukan penilaian kondisi janin: DJJ.
c. Kolaborasi dalam pemberian:
a. Infus RL dan larutan NaCL isotonik (IV).
b. Berikan analgesik berupa tramandol/peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10
mg (IM).
d. Perbaiki keadaan umum:
a. Berikan dukungan emosional dan perubahan posisi.
b. Berikan cairan.
2. Penanganan Khusus:
a. Kelainan His
a) TD diukur tiap 4 jam.
b) DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II.
c) Pemeriksaan dalam.
d) Kolaborasi: infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV), berikan
analgetik seperti petidin, morfin dan pemberian oksitosin untuk
memperbaiki his.
b. Kelainan janin:
a) Pemeriksaan dalam.
b) Pemeriksaan luar.
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging).
d) Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksio sesarea
baik primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas klien
2) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Klien pernah mengalami distosia sebelumnya, biasanya ada penyulit
persalinan sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul sempit, biasanya
ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti: kelainan letak janin
(lintang, sunsang) apa yang menjadi presentasi.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM,
eklamsi dan pre eklamsi.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala: rambut tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe.
2) Mata: biasanya konjungtiva anemis.
3) Thorak
Inpeksi pernafasan: frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada
bagian paru yang tertinggal saat pernafasan.
4) Abdomen: kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang
semenjak awal persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi,
letak, presentasi dan sikap anak normal atau tidak, raba fundus keras atau
lembek, biasanya anak kembar/tidak, lakukan perabaan pada simpisis
biasanya blas penuh/tidak untuk mengetahui adanya distensi usus dan
kandung kemih.
5) Vulva dan Vagina
Lakukan VT: biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edema pada
vulva/servik, biasanya teraba promantorium, ada/tidaknya kemajuan
persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi
adanya plasenta previa.
6) Panggul, lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk
panggul dan kelainan tulang belakang.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat. Tindakan kolaborasi
adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama-sama
dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan
yang hendak dicapai (Mitayani, 2009)
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai