His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang
kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya
dominasi kekuatan pada fundus uteri di mana lapisan otot uterus paling
dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh
hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya 10 mmHg.
Incoordinate uterine action yaitu sifat His yang berubah. Tonus otot uterus
meningkat, juga di luar His dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa
karena tidak ada sinkronasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya
koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan His
tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri
yang lebih keras dan lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada
janin. His ini juga di sebut sebagai Incoordinate hypertonic uterine
contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah
lama pecah, kelainan His ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat,
sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan
lingkaran kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat
terjadi dimana-mana, tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas
dengan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat diketahui
dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap sehingga
tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri.
4. Klasifikasi
a. Kelainan His
His yang tidak normal baik kekuatan atau sifatnya sehingga menghambat
kelancaran persalinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain
kehamilan primi gravida tua atau multi gravida, herediter, emosi dan
kekuatan, kelainan uterus, kesalahan pemberian obat, kesalahan pimpinan
persalinan, kehamilan kembar dan post matur, dan letak lintang Kelainan
his dapat berupa inersia uteri hipotonik dan hipertonik.
1) Inersia Uteri Hipotonik
Inersia uteri hipotonik adalah kelainan his dengan kekuatan yang
lemah/tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau
mendorong anak keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang
baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat
hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara
atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang
baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks (fase laten atau fase
aktif) maupun pada kala pengeluaran.Inersia uteri hipotonik terbagi
dua,yaitu :
a) Inersia uteri primer, terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal
telah terjadi his yang tidak adekuat (kelemahan his yang timbul
sejak dari permulaan persalinan), sehingga sering sulit untuk
memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau
belum.
b) Inersia uteri sekunder, terjadi pada fase aktif kala I atau kala II.
Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat
gangguan / kelainan.
2) Inersia Uteri Hipertonik
Inersia uteri hipertonik adalah kelainan his dengan kekuatan cukup
besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada
koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus,
sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi
keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. misalnya
"tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa
kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus.
Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain
adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang
berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan
sebagainya.
b. Jenis kelainan jalan lahir
1) Kelainan bentuk panggul
a) Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intra uterin
diantaranya : panggul naegele, panggul robert, split pelvis, dan
panggul asimilasi
b) Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul/ sendi
panggul diantaranya : rakhitis, osteomalasia, neoplasma, atrofi,
karies, nekrosis, dan penyakit pada sendi sakroiliaca dan sendi
sakrokoksigea
c) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang diantaranya :
kiposis, skoliosis, spondilolitesis
d) Perubahan bentuk karena penyakit kaki
2) Kalainan traktus genitalia
a) Pada vulva terdapat edema, stenosis dan tumor yang dipengaruhi
oleh ganggua gizi, radang atau perlukaan dan infeksi.
b) Pada vagina yang mengalami sektrum dan dapat memisahkan
vagina atau beberapa tumor.
c) Pada ovarium terdapat beberapa tumor
d) Pada serviks karena disfungsi uterin action atau karena parut/
karsinoma.
e) Pada uterus terdapatnya mioma atau adanya kelainan bawaan
seperti letak uterus abnormal
c. Jenis Kelainan Janin
1) Kelainan letak kepala/ mal presentasi/ mal posisi diantaranya :
a) Letak sunsang
b) Letak lintang
c) Prolaps tali pusat
2) Kelainan bentuk dan ukuran janin diklasifikasikan :
a) Distosia kepala pada hidrocepalus, kepala besar, higronoma koli
(tumor di leher)
b) Distosia bahu pada janin dengan bahu besar
c) Distosia perut pada hidropsfetalis, asites
d) Distosia bokong pada spina bifida dan tumor pada bokong janin
e) Kembar siam
5. Gejala Klinis
a. Manifestasi klinik pada Ibu :
1) Gelisah
2) Letih
3) Suhu tubuh meningkat
4) Nadi dan pernafasan cepat
5) Edema pada vulva dan servik
6) Bisa jadi ketuban berbau
b. Manifestasi klinik pada Janin
1) DJJ cepat dan tidak teratur
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Rambut tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe
b. Mata
Biasanya konjungtiva anemis
c. Thorak
Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada
bagian paru yang tertinggal saat pernafasan
d. Abdomen
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi
dan sikap anak normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya
anak kembar/ tidak, lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/
tidak untuk mengetahui adanya distensi usus dan kandung kemih.
e. Vulva dan Vagina
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada
vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan
persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi
adanya plasenta previa
f. Panggul
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul
dan kelainan tulang belakang
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen
b. MRI
c. USG
d. X-ray
8. Diagnosa/Kriteria Diagnosa
a. Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva.
b. Dagu tertarik dan menekan perineum.
c. Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
simfisis pubis.
9. Terapi/Tindakan Penangan
a. Penanganan Umum
1) Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin
2) Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ
3) Kolaborasi dalam pemberian :
a) Infus RL dan larutan NaCL isotonik (IV)
b) Berikan analgesik berupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau
morvin 10 mg (IM)
4) Perbaiki keadaan umum
a) Berikan dukungan emosional dan perubahan posisi
b) Berikan cairan
b. Penanganan Khusus
1) Kelainan His
a) TD diukur tiap 4 jam
b) DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II
c) Pemeriksaan dalam
d) Kolaborasi : Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV), berikan
analgetik seperti petidin, morfin dan pemberian oksitosin untuk
memperbaiki his
2) Kelainan janin
a) Pemeriksaan dalam
b) Pemeriksaan luar
c) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
d) Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan
seksiosesaria baik primer pada awal persalinan maupun sekunder
pada akhir persalinan
3) Kelainan jalan lahir
a) Dilakukan eksisi sebisa mungkin sehingga persalinan berjalan
lancar
b) Jika sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan SC
10. Komplikasi
a. Komplikasi Maternal
1) Perdarahan pasca persalinan
2) Fistula Rectovaginal
3) Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa transient femoral
neuropathy
4) Robekan perineum derajat III atau IV
5) Rupture Uteri
b. Komplikasi Fetal
1) Brachial plexus palsy
2) Fraktura Clavicle
3) Kematian janin
4) Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
5) Fraktura humerus
4. Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya
rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan
terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan.
5. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan
terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu
perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan
ditetapkan belum berhasil/ teratasi.
DAFTAR PUSTAKA