Anda di halaman 1dari 20

PERAWATAN PASIEN MENJELANG

AKHIR HAYAT
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan
Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif

Disusun Oleh:
Asep Saeful Anwar AK 1.18.022
Eli Susilawati AK 1.18.052
Intan Asmarani AK 1.18.079
Muhamad Rizal AK 1.18.113
Mulyani Alrum Sari AK 1.18.115
Nawawi Hepni AK 1.18.119
Ni Putu Wulan AK 1.18.122
Rifki Afdilah AK 1.18.145
Vera Viana AK 1.18.196
Safira Nurjannah AK 1.18.159
Sucia Nofianti Dewi AK 1.18.180
Zaqiah Nursolehah AK 1.18.211

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2020
Jln. Soekarno Hatta No. 754 Cibiru Bandung kec. Panyileukan kota Bandung
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas
ridho dan karunianya kami dapat memenuhi tugas Keperawatan Menjelang
Ajal dan Paliatif.
Dalam penyusunan makalah ini yang berjudul “PERAWATAN
PASIEN MENJELANG AKHIR HAYAT “. Tidak sedikit hambatan yang
kami hadapi, namun dengan penuh kesabaran dan kerja keras kami bisa
menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Dan kami menyadari tugas ini
tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bimbingan dan dorongan dari
beberapa pihak yang terkait sehingga segala kendala dapat teratasi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu saya akan sangat mengharapkan serta
menghargai segala saran dan kritik yang bersifat membangun bagi perbaikan
penulis berikutnya.
Sekian laporan ini kami buat, semoga makalah ini dapat diterima dan
dipahami oleh siapapun yang membacanya dan bisa menambah wawasan
untuk para pembaca, selain itu makalah ini dapat berguna bagi diri kami dan
orang lain.

Bandung, 3 Desember 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan Makalah..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN MASALAH............................................................................3

2.1 Konsep Kondisi Menjelang Akhir Hayat.......................................................3

2.2 Patofisiologis Kematian.................................................................................4

2.3 Proses Kematian.............................................................................................8

2.4 Perawatan Akhir Hayat 48 Jam Terakhir.......................................................12

2.5 Perawatan Akhir Hayat Dirumah...................................................................13

2.6 Tanda-tanda Pasien Yang Dinyatakan Meninggal.........................................12

BAB III PENUTUP.........................................................................................................16

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................16

3.2 Saran...............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kematian merupakan fenomena yang dihadapi oleh setiap manusia.
Kematian adalah proses natural. Namun, kematian adalah suatu kejadian
khusus yang membutuhkan pendekatan khusus dalam
Proses Keperawatannya (Macleod et al. 2012). Petugas kesehatan, termasuk
Perawat harus berperan aktif dalam perawatan terhadap pasien dengan
kebutuhan khusus tersebut. Hal ini dikarenakan perawat akan sering
berhadapan dengan proses kematian yang dialami oleh pasien (Gillan, van der
Riet, & Jeong, 2014).
Menurut profil WHO tahun 2011 menyebutkan bahwa tingkat kematian
di indonesia mencapai 1.064.000 akibat penyakit kronis di rumah sakit
(Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Perawatan menjelang ajal menurut Higgs (2010) sebagai suatu istilah
yang digunakan dalam penyebutan perawatan pasien dan keluarga dari aspek
klinis sampai sistem dukungan saat pasien menghadapi kematian. Kebutuhan
akan keperawatan menjelang ajal di rumah sakit meningkat seiring
dengan peningkatan kejadian penyakit kronis (Todaro- Franceschi &
Spellmann, 2012). Penyakit kronis berkembang dari penyakit tidak menular
yang dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan beban
penderita, terutama terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang
dimaksud tindakan aktif antara lain mengurangi/menghilangkan rasa nyeri dan
keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis, sosial, dan spiritual.Tujuan
perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit
(lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada
lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera setelah
didiagnosisoleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita penyakit yang
tidak ada harapan untuk sembuh (mis., menderita kanker). Sebagian pasien
lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan yang disebut “stadium

1
paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan
kesembuhan. Biasanya dokter memvonis pasien lanjut usia yang menderita
penyakit yang mematikan (misal, kanker, stroke, AIDS) juga mengalami
penderitaan fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kondisi menjelang akhir hayat?
2. Bagaimana patofifologis kematian?
3. Bagaimana proses kematian?
4. Apa saja yang harus dilakukan pada perawatan akhir hayat 48 jam
terakhir?
5. Bagaimana proses perawatan akhir hayat dirumah?
6. Apa saja tanda-tanda pasien yang dinyatakan meninggal?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari kondisi menjelang akhir hayat
2. Untuk mengetahui patofisiologis kematian
3. Untuk mengetahui proses kematian
4. Untuk mengetahui perawatan akhir hayat pada 48 jam terakhir
5. Untuk mengetahui proses perawatan akhir hayat dirumah
6. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang dinyatakan sudah meninggal

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep kondisi menjelang akhir hayat


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi (KBBI) hayat adalah hidup atau
kehidupan. Jadi akhir hayat adalah akhir dari sebuah kehidupan atau kematian.
Kematian merupakan ketiadaan hidup atau antonim dari hidup. Kematian
tidaklah dipandang sebagai akhir keberadaan seseorang meskipun tubuh telah
tiada namun jiwa diyakini masih terus hidup (Santrock, 2011).
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses
menuju akhir kehidupan atau kematian. Kematian adalah apabila seseorang
tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak bernafas selama beberapa menit, dan
tidak menunjukkan beberapa reflek, serta tidak ada kegiatan otak. (Nugroho,
2008).
Pengertian kematian/ mati adalah apa bila seseorang tidak lagi teraba
denyut nadinya, tudak bernafas selama beberapa menit, dan tidak
menunjukkan beberapa reflek, serta tidak ada kegiatan otak.
Penyebab kematian:
1. Penyakit
a. Keganasan (karsinoma hati, paru, mammae).
b. Penyakit kronis, misalnya:
1) CVD (cerebrovascular diseases)
2) CRF (chronic renal failure (gagal ginjal))
3) Diabetes militus (ganggua)
4) MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) )
5) COPD (chronic obstruction pulmonary diseases)
2. Kecelakaan (hematoma epidural)

3
2.2. Patofisiologis Kematian
Secara sains, dimensi fisik dan patofisiologi proses kematian bukanlah
suatu kejadian yang terjadi sebagai satu kejadian tunggal dalam waktu singkat
tapi merupakan suatu kejadian yang berlangsung lama sesuai dengan kondisi
dan perkembangan penyakit pasien. Berdasarkan hal tersebut kematian seluler,
di mana kematian yang terjadi pada tingkat sel ataupun kelompok sel
(Kematian mikroskopik). Sedangkan kematian dalam skala besar yaitu
kematian secara individu dari suatu makhluk hidup sebagai manusia yang
dikenal dengan kematian somatic
1. Kematian Sel
a. Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan selakut atau trauma. kematian sel tersebut terjadi secara tidak
terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon
peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang
serius. Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel (cellular
death). Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau
kematian umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah
jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis
utama kematian sel, yaitu apotosis dan nekrosis.
a) Perubahan Mikroskopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-
organel sel lainnya. Inti sel yang mati akan menyusut (piknotik),
menjadi padat, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap. Selanjutnya
inti sel hancur dan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang
tersebar di dalam sel. Proses ini disebut karioreksis. Kemudian inti sel
yang mati akan menghilang (kariolisis).
b) Perubahan Makroskopis
Perubahan morfologis sel yang mati tergantung dari aktivitas enzim
lisis pada jaringan yang nekrotik. Jika aktivitas enzim lisis terhambat
maka jaringan nekrotik akan mempertahankan bentuknya dan
jaringannya akan mempertahankan ciri arsitekturnya selama beberapa

4
waktu. Nekrosis ini disebut nekrosis koagulatif, seringkali
berhubungan dengan gangguan suplai darah. Contohnya gangren.
Jaringan nekrotik juga dapat mencair sedikit demi sedikit akibat kerja
enzim dan proses ini disebut nekrosis liquefaktif. Nekrosis liquefaktif
khususnya terjadi pada jaringan otak, jaringan otak yang nekrotik
mencair meninggalkan rongga yang berisi cairan. Pada keadaan lain
sel-sel nekrotik hancur tetapi pecahannya tetap berada pada tempatnya
selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun dan tidak bisa
dicerna. Jaringan nekrotik ini tampak seperti keju yang hancur. Jenis
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa, contohnya pada tuberkulosis
paru. Jaringan adiposa yang mengalami nekrosis berbeda bentuknya
dengan jenis nekrosis lain. Misalnya jika saluran pankreas mengalami
nekrosis akibat penyakit atau trauma maka getah pankreas akan keluar
menyebabkan hidrolisis jaringan adiposa (oleh lipase) menghasilkan
asam berlemak yang bergabung dengan ion-ion logam seperti kalsium
membentuk endapan seperti sabun. Nekrosis ini disebut nekrosis
lemak enzimatik.
c) Perubahan Kimia Klinik
Kematian sel ditandai dengan menghilangnya nukleus yang berfungsi
mengatur berbagai aktivitas biokimiawi sel dan aktivasi enzim
autolisis sehingga membran sel lisis. Lisisnya membran sel
menyebabkan berbagai zat kimia yang terdapat pada intrasel termasuk
enzim spesifik pada sel organ tubuh tertentu masuk ke dalam sirkulasi
dan meningkat kadarnya di dalam darah.
b. Apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell death),
adalah suatu komponen yang normal terjadi dalam perkembangan sel
untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel yang
mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan selama apoptosis
kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu regulasi
yang teratur.

5
Informasi genetik pemicu apoptosis aktif setelah sel menjalani masa hidup
tertentu, menyebabkan perubahan secara morfologis termasuk perubahan
pada inti sel. Kemudian sel akan terfragmentasi menjadi badan apoptosis,
selanjutnya fragmen tersebut diabsorpsi sehingga sel yang mati
menghilang.
a) Penyebab Apoptosis
Kematian sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus
berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang
menimbulkan apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen,
peptida imun, dan sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang
menua atau bermutasi. Virus yang menginfeksi sel akan seringkali
menyebabkan apoptosis, yang akhirnya yang mengakibatkan kematian
virus dan sel penjamu (host). Hal ini merupakan satu cara yang
dikembangkan oleh organisme hidup untuk melawan infeksi virus.
Virus tertentu (misalnya; Virus EpsteinBarr yang bertanggung jawab
terhadap monunukleosis) pada gilirannya menghasilkan protein khusus
yang menginaktifkan respons apoptosis. Defisiensi apoptosis telah
berpengaruh pada perkembangan kanker dan penyakit neuro degeneratif
dengan penyebab yang tidak diketahui, termasuk penyakit Alzheimer
dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit Lou Gehrig). Apoptosis yang
dirangsang-antigen dari sel imun (sel T dan sel B) sangat penting dalam
menimbulkan dan mempertahankan toleransi diri imun (Elizabeth J.
Corwin, 2009).
b) Mekanisme Apoptosis
Apoptosis ditimbulkan lewat serangkaian kejadian molekuler yang
berawal dengan berbagai cara yang berbeda tapi pada akhirnya
berpuncak pada aktivasi enzim kaspase. Mekanisme apoptosis secara
filogenetik dilestarikan; bahkan pemahaman dasar kita tentang
apoptosis sebagian besar berasal dari eksperimen cacing nematoda
Caenorhabditis elegans; pertumbuhan cacing ini berlangsung melalui
pola pertumbuhan sel yang sangat mudah direproduksi, diikuti oleh
kematian sel. Penelitian terhadap cacing mutan menemukan adanya gen

6
spesifik (dinamakan gen ced singkatan dari C. elegans death; gen ini
memiliki homolog pada manusia) yang menginisiasi atau menghambat
apoptosis.Proses apoptosis terdiri dari fase inisiasi (kaspase menjadi
aktif) dan fase eksekusi, ketika enzim mengakibatkan kematian sel.
Inisiasi apoptosis terjadi melalui dua jalur yang berbeda tetapi nantinya
akan menyatu (konvergen), yaitu: jalur ekstrinsik atau, yang dimulai
dari reseptor, dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria (Mitchell;
Kumar; Abbas & Fausto, 2008).

2. Kematian Somatic
Kematian somatic disebut juga kematian seluruh individu. Kematian
somatik merupakan seseorang dinyatakan meninggal jika fungsi vital
berhenti tanpa ada kemungkinan untuk berfungsi kembali. Jadi, jika
seorang berhenti bernafas dan tidak dapat diresusitasi, maka jantung
dengan cepat berhenti berdenyut sebagai akibat dari anoksia, dan orang itu
tidak dapat disangkal lagi telah mati. Kematian somatic terjadi akibat
terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf
pusat, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan secara menetap
(ireversibel).Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar,
naditidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerakan
pernapasan dan suara pernapasan tidak terdengar pada auskultasi.
Dengan kemajuan teknologi, maka jika seorang penderita
pernafasannya berhenti dapat dipasang respirator mekanis. Jika denyut
jantung penderita mulai terputus-putus, dapat dipasang alat pacu jantung
elektris. Dengan adanya peralatan untuk mempertahankan hidup semacam
ini, maka definisi kematian menjadi lebih sulit. Sebenarnya, sebaiknya
dijelaskan bahwa tidak semua sel tubuh mati secara serentak. Sudah dibuat
jaringan hidup dari jaringan-jaringan yang diambil dari mayat. Dalam
rumah sakit sekarang ini, definisi umum tentang kematian somatik
menyangkut kegiatan sistem saraf pusat khususnya otak. Jika otak mati,
maka kegiatan listrik berhenti dan elektroensefalogramnya menjadi
isoelektris atau mendatar. Jika hilangnya kegiatan listrik terjadi selama

7
jangka waktu yang sudah ditentukan secara ketat, maka para dokter
berwenang menganggap penderita meninggal walaupun paru dan jantung
masih dapat dijalankan terus secara buatan untuk beberapa lama.
Setelah kematian, terjadilah perubahan-perubahan tertentu yang
dinamakan perubahan postmortem. Karena reaksi kimia dalam otot orang
mati, timbul suatu kekakuan yang dinamakan rigor mortis, algor mortis
menunjukkan pada dinginnya mayat, karena suhu tubuhnya mendekati
suhu lingkungan. Perubahan lain disebut livor mortis atau perubahan
warna postmortem. Umumnyaperubahan warna semacam itu disebabkan
oleh kenyataan bahwa sirkulasi berhenti, darah di dalam pembuluh
mengambil tempat menurut tarikan gravitasi, dan jaringan-jaringan yang
terletak paling bawah dalam tubuh menjadi merah keunguan, disebabkan
oleh bertambahnya kandungan darah. Karena jaringan-jaringan di dalam
mayat itu mati, maka secara mikroskopis enzim-enzim dikeluarkan
secaralokal, dan mulai terjadi reaksi lisis. Reaksi-reaksi ini, disebut otolisis
postmortem yang sangat mirip dengan perubahan-perubahan yang terlihat
pada jaringan nekrotik, tetapi tentu saja tidak lagi disertai reaksi
peradangan. Akhirnya, bila tidak dicegah dengan tindakan-tindakan
tertentu (misalnya pembalseman) bakteri-bakteri akan tumbuh dengan
subur dan akan terjadi pembusukan. Kecepatan mulai timbulnya
perubahan postmortem sangat berbeda-beda,tergantung pada individu
maupun pada sifat-sifat lingkungan sekitarnya.
Kriteria Kematian Somatik :
a. Terhentinya fungsi sirkulasi secara ireversibel (denyut jantung).
b. Terhentinya fungsi pernafasan.
c. Terhentinya fungsi otak (tidak ada reflek batang otak)
d. Perubahan post mortem: rigor mortis (kekakuan) → livor mortis (warna
ungu kebiruan) → algor mortis (pendinginan), → autolisis (pencairan

2.3. Proses Kematian


Dalam buku karangan Drs. Sidi Gazalba yang berjudul Maut, Santoso
membeiritakan tahap-tahap kematian.

8
Proses kematian:
1. Tahap preagonal (awal sakaratul maut).
Terjadi gangguan peredaran darah, tekanan darah nadi menurun dan sesak
napas. Kesadaran masih ada tapi agak berkabut.
2. Tahap agonal (sakaratulmaut).
Hilang kesadaran, refleks mata tidak ada, pernapasan yang terputus-putus,
gerak nadinya tidak terasa lagi, tapi masih dapat diraba pada bagian
pembuluh darah leher.
3. Tahap mati – klinik.
Tanda – tanda hidup yang dapat diperiksa dari luar, tidak dapat ditemukan
lagi. Jantung dan pernapasan berhenti sama sekali.
Dalam mati – klinik, orang masih dapat ditolong untuk hidup kembali.
Tetapi setelah tahap ini lewat, berlangsunglah akhir kehidupan, yaitu mati
biologi. Pada tahap ini seluruh kemampuan manusia, seluruh kepintaran ilmu
tak mungkin menolong lagi. Sebab sel-sel otak mengalami kesukaran, yaitu
mulai membusuk, yang diluar kemampuan manusia untuk menyembuhkannya.
Kematian secara konkrit Adalah rusaknya jasmani atau bagiannya yang
berfungsi. Visum et repertum tentang seseorang yang meninggal (dalam
masyarakat yang modern) bertugas menerangkan sebab kematian. Sebab
tersebut merupakan gejala yang dapat diteliti, dapat dibuktikan, dapat diamati
dengan pancaindra, sekalipun dengan alat, dan juga dapat diterima oleh
pikiran.
Jenis – jenis Kematian :
1. Mati Klinis
Adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti
sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
irreversible.
Pada masa dini kematian inilah, pemulaian resusitasi dapat diikuti
dengan pemulihan semua fungsi system organ vital termasuk fungsi otak
normal, asalkan diberi terapi optimal.
2. Mati Biologis (Kematian semua organ)

9
Selalu mengikuti mati klinis bila tidak dilakukan resusitasi jantung
paru (RJP) atau bila upaya resusitasi dihentikan.
Mati biologis merupakan proses nekrotisasi semua jaringan, dimulai
dengan neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira – kira 1 jam tanpa
sirkulasi, diikuti oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik
selama beberapa jam atau hari.
Pada kematian, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau
kronik yang berat, denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada
suatu saat, ketika tidak hanya jantung, tetapi organism secara keseluruhan
begitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk
tetap hidup lebih lama lagi. Upaya resusitasi pada kematian normal seperti
ini tidak bertujuan dan tidak berarti.
Henti jantung (cardiac arrest) berarti penghentian tiba – tiba kerja
pompa jantung pada organism yang utuh atau hampir utuh. Henti jantung
yang terus berlangsung sesudah jantung pertama kali berhenti
mengakibatkan kematian dalam beberapa menit. Dengan perkataan lain,
hasil akhir henti jantung yang berlangsung lebih lama adalah mati
mendadak (sudden death). Diagnosis mati jantung (henti jantung
irreversible) ditegakkan bila telah ada asistol listrik membandel
(intractable, garis datar pada EKG) selama paling sedikit 30 menit,
walaupun telah dilakukan RJP dan terapi obat yang optimal.
3. Mati serebal (Kematian Korteks)
Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel, kecuali batang
otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat.
4. Mati otak
Adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya
mati otak (mati batang otak), maka dapat dikatakan seseorang secara
keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat
dihentikan.
5. Mati suri

10
Mati suri (near-death experience (NDE), suspend animation, apparent
death) adalah terhentinya ketiga sistem penunjang kehidupan yang
ditentukan oleh alat kedokteran sederhana.Dengan alat kedokteran yang
canggih masih dapat dibuktikan bahwa ketiga sistem tersebut masih
berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik dan tenggelam.
6. Mati seluler
Adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat
setelah kematian somatis.Daya tahan hidup masing-masing organ atau
jaringan berbeda – beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap
organ atau jaringan tidak bersamaan.
Contoh :
a. Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska mati
dengan cara menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 % .
b. Spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam
epididimis.
c. Kornea masih dapat ditransplantasikan.
d. Darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai enam jam pasca-
mati.
Kematian dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
1) Somatic death (Kematian Somatik)
Merupakan fase kematian dimana tidak didapati tanda tanda kehidupan
seperti denyut jantung, gerakan pernafasan, suhu badan yang menurun
dan tidak adanya aktifititas listrik otak pada rekaman EEG.
2) Biological death (Kematian Biologik)
Dalam waktu 2 jam, kematian somatik akan diikuti fase kematian
biologik yang ditandai dengan kematian sel. Kurun waktu 2 jam
diantaranya dikenal sebagai fase mati suri (NDE).
7. Mati sosial
Yaitu dimana otak mengalami kerusakan cukup besar dan pasien tidak
mampu berinteraksi dengan lingkungan. Tingkat intelektualitas pun
mundur layaknya seorang bayi.

11
Terjadi suatu siklus kesadaran yang menurun :
Tidak sadar (koma) → sadar → koma → terus berulang.

2.4. Perawatan Akhir Hayat 48 Jam Terakhir


1. Manajemen nyeri
a. Identifikasi stimulus yang sifatnya merusak dan reversible
b. Identifikasi hal-hal yang dapat meningkat intensitas nyeri
c. Memberikan opioid saat faktor pencetus ditemukan
d. Jika sesuai dan memungkinkan berikan co-analgesic berupa adjuvan
2. Manajemen Agitasi (Perasaan Gelisah)
a. Penyebab keracunan obat (opioid), gangguan metabolism,
ketidaknyamanan fisik dan kecemasan
b. Pemberian antibiotic bila mengalami infeksi
c. Distensi kandung kemih lakukan pemasangan kateter
d. Distensi rectum lakukan evakuasi manual
e. Lakukan komunikasi saat memberikan intervensi
f. Pemberian benzodiazepine dianjurkan megobati delirium yang
berhubungan kejang/ putus obat
g. Pemberian midazolam dosis 5-20 mg/hari pemberian awal lalu dosis
dinaikkan 30 mg/hari
3. Manajemen Mual dan Muntah
a. Penggunaan anti emetik spectrum luas (cyclizine/ levomepromazine)
b. Manajemen sekret pada jalan napas
c. Perubahan posisi mempermudah drainage secret
d. Pemberian obat midazolam dosis 2,5-5 mg sebelum suction
e. Obat kontrol produksi secret : hyoscine, hydrobromide,
glycopyrronium, hyoscine butylbromide
4. Manajemen Dispnea
a. Penggunaan kipas angina untuk menciptakan suasana sejuk
b. Obat-obatan opioid dan benzodiazepine

12
5. Perawatan Mulut
a. Melakukan oral hygiene
b. Perawatan per 2 jam pada pasien tidak sadar
6. Masalah Mikturisi
a. Penggunaan diapers
b. Frekuensi penggantian sesering mungkin
7. Perawatan Pencernaan
a. Pemberian laksatif melalui rektal (konstipasi)
b. Diare (ciptakan kondisi bersih dan nyaman) diare akan berhenti
sendirinya seiring menurunnya aktivitas usus.
8. Perawatan Kulit
a. Mencegah luka tekan (tujuan paliatif mencegah terjadinya luka tekan)
b. Jaga kulit pasien bersih dan lembab
c. Gunakan matras khusus sesuai dengan panduan dari NICE (The
National Institute for Health and Care Excellent )
d. Lakukan pengkajian Waterlow skor atau Braden skor
2.5. Perawatan Akhir Hayat Dirumah
1. Pihak keluarga ada yang bersedia untuk mendampingi dan dapat
membantu dan memberikan layanan pada pasien
2. Perawat akan mengunjungi pasien setiap hari dan mungkin bisa lebih
sering tergantung kondisi pasien
3. Ada tenaga dokter yang bersedia melakukan kunjungan bila diperlukan
4. Memiliki kemampuan untuk memberikan perawatan secara tim untuk
merespon secara cepat masalah baru yang muncul
5. Memastikan bahwa ada saranan untuk merujuk pasien ke rumah sakit bila
kondisi tidak dapat diatasi di rumah
2.6. Tanda-tanda Pasien Yang Dinyatakan
Meninggal
Dalam ilmu kedokteran, dapat diketahui beberapa hal atau kondisi
seseorang yang mengalami kematian, yakni sejak sebelum seseorang tersebut
dinyatakan mati dengan sempurna sampai ia menjadi mayat. Di antaranya
yaitu:

13
1. Death Rattle
Death rattle adalah istilah umum rumah sakit saat pasien yang hendak
meninggal mengeluarkan suara yang mengerikan. Hal ini terjadi setelah
hilangnya refleks batuk dan kehilangan kemampuan untuk menelan. Hal
ini menyebabkan akumulasi kelebihan air liur di tenggorokan dan paru-
paru.
2. Cheynes-Stokes Respiration
Cheynes-stokes respiration adalah pola pernapasan yang sangat
abnormal ditandai dengan napas yang cepat dan kemudian periode tidak
bernapas (apnea).144 Dengan demikian, organ-organ semakin kekurangan
darah dan oksigen. Tanpa oksigen, sel-sel di organ mulai mati, dan
akhirnya terjadi kematian individu atau biologis.
3. Perubahan Kulit Muka
Akibat terhentinya sirkulasi darah, maka darah yang berada pada
kapiler dan venula di bawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang
lebih rendah, sehingga warna raut muka akan menjadi lebih pucat.
4. Relaksasi Otot
Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos akan
mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada
stadium itu disebut relaksasi primer. Akibatnya rahang bawah akan
melorot dan mulut terbuka.
5. Penurunan Suhu Tubuh
Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti
sehingga suhu tubuh akan tuun menuju suhu udara atau medium di
sekitarnya. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi
dan pancaran panas.
6. Livor Mortis
Livor mortis adalah nama lain dari lebam mayat, hal ini terjadi karena
adanya gaya gravitasi yang menyebabkan darah mengumpul pada bagian-
bagian tubuh terendah. Timbulnya lebam mayat antara 1- 2 jam setelah
mati, adapula yang mengatakan bahwa lebam mayat mulai tampak sekitar
30 menit setelah kematian.145

14
7. Defecation
Setelah kematian biologis, setiap otot dalam tubuh manusia akan
berhenti untuk menerima energi dalam bentuk ATP. Akibatnya perut akan
relaks dan buang air besar dapat terjadi.
8. Rigor Mortis
Rigor mortis adalah kekakuan setelah kematian, yakni tubuh tidak
mampu untuk memecahkan ikatan yang menyebabkan kontraksi. Dalam
waktu kurang lebih 6 jam sesudah mati, kaku mayat akan mulai terlihat
dan lebih dari 6 jam, seluruh tubuh akan menjadi kaku.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan proses
menuju akhir kehidupan atau kematian. Kematian adalah apabila seseorang
tidak lagi teraba denyut nadinya, tidak bernafas selama beberapa menit, dan
tidak menunjukkan beberapa reflek, serta tidak ada kegiatan otak. (Nugroho,
2008).
Pengertian kematian/ mati adalah apa bila seseorang tidak lagi teraba
denyut nadinya, tudak bernafas selama beberapa menit, dan tidak
menunjukkan beberapa reflek, serta tidak ada kegiatan otak.
Adapun tanda-tanda yang muncul saat dinyatakan meninggal diantaranya:
Death Rattle, Cheynes-Stokes Respiration, perubahan kulit muka, relaksasi
otot, penurunan suhu tubuh, livor mortis, defecation, dan rigor mortis.

3.2. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, diharapkan nantinya akan memberikan
manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan
bagaimana melakukan sebuah proses perawatan pasien menjelang akhir hayat.
Tak lupa kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan guna untuk
penyempurnaan makalah ini, karena mungkin makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Macleod, R., Vella-Brincat, J., & Macleod, A. . (2012). The Palliative Care
Handbook (10th ed., pp. 1 –1 55). Wellington: Hospice New Zealand.
Suseno, Tutu April.2004.Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia : Kehilangan,
Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta : Sagung Seto.
Johnson, Joyce Young.2005.Prosedur Perawatan dirumah : Pedoman untuk
Perawat. Jakarta : EGC.
Potter & Perry.2005.Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta:EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai