Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN AGAMA TENTANG

PERAWATAN PALIATIF

DOSEN PENGAMPUH :
Ns. SUNARTI BASSO, S.Kep, M.Kes

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. NUR KHASANAH DWI SUSANTO 1801053
2. THIENY H.I MUMEKH 1801032
3. NADIA SEROA 1801049
4. ARNI LAJULU 1801046
5. NIRTA WULANDARI MOKOAGOW 1801038
6. MARYAM AMANTULU 1801056
7. PRAYOGA MAMONTO 1801059
8. CHAFANA TONGKALI 1801098
9. RUHAYA ASNAWI 1801035

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KSESAHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH MANADO
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.


Segala puji penulis haturkan kepada Allah SWT. dan semoga hidayah dan
inayah selalu tercurahkan kepada kami sehinggah bisa menyelesaikan makalah ini
yang berjudul “TINJAUAN AGAMA TENTANG PERAWATAN PALIATIF”.
Shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa umatnya dari alam yang tidaktahuan ke alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan. Kami berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah yang kami susun ini dapat
berguna bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
Adapun dalam penyusunan makalah ini terdapat berbagai kesalahan baik
dalam penulisan atau penempatan kata serta dalam mendefinisikan isi makalah.
Oleh karana itu kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis harapkan.

Manado, 2020

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 1
C. Tujuan ............................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................... 3
A. Pengertian Paliatif ........................................................... 3
B. Spiritual ........................................................................... 3
C. Spiritual Care................................................................... 10
BAB III PENUTUP ........................................................................... 12
A. Kesimpulan ..................................................................... 12
B. Saran ................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa
sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan
nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World
Health Organization (WHO), 2016). Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit
yang termasuk dalam perawatan paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan
prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS
5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%. Pada
tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan penyakit yang
membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan
perawatan paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60
tahun, dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter,
et al., 2014).
Indonesia termasuk dalam Negara yang membutuhkan perawatan paliatif.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi
tumor/kanker di Indonesia adalah 1.4 per 1000 penduduk atau sekitar 330.000
orang, diabetes melitus 2.1%, jantung koroner (PJK) dengan bertambahnya
umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 3.6%. Kementrian
kesehatan (KEMENKES, 2016) mengatakan kasus HIV sekitar 30.935, kasus
TB sekitar 330.910. Kasus stroke sekitar 1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit
jantung dan penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES, 2014).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Paliatif?
2. Apa yang dimaksud dengan Spiritual?
3. Apa fungsi dari spiritual?
4. Apa saja karakteristik dari spiritual?

1
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi spiritual?
6. Bagaimana tinjauan agama dalam keperawatan paliatif pada pasien paliatif?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian paliatif.
2. Untuk mengetahui pengertian spiritual.
3. Untuk mengetahui fungsi dari spiritual.
4. Untuk mengetahui karakteristik dari spiritual.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual.
6. Untuk mengetahui tinjauan agama dalam keperawatan paliatif.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Paliatif
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan
melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan
masalah-masalah lain seperti fisik, psikososial dan spiritual. (KEPMENKES RI
NOMOR: 812, 2007).
WHO (world health organization) menekankan lagi bahwa pelayanan
paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang
normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care adalah pendekatan yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit
melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri
serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. Meski pada
akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap
secara psikologis dan spiritual, serta tidak stress menghadapi penyakit yang
dideritanya.

B. Spiritual
1. Pengertian Spiritual
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha
Kuasa dan Maha Pencipta, sebagai contoh seseorang yang percaya kepada

3
Allah sebagai Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Spiritualitas mengandung
pengertian hubungan manusia dengan Tuhan dengan melakukan sholat,
puasa, zakat, haji, doa dan sebagainya.
Spiritualitas merupakan suatu konsep dua dimensi yaitu dimensi vertical
dan dimensi horizontal. Dimensi vertical merupakan hubungan individu
dengan Tuhan Yang Maha Esa yang menuntun kehidupan seseorang,
sedangkan dimensi horizontal merupakan hubungan seseorang dengan diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan (McSherry W).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa spiritualitas adalah
kebutuhan dasar manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan untuk menemukan arti kehidupan dan tujuan
hidup agar mendapatkan kekuatan, kedamaian, dan rasa optimis dalam
menjalankan kehidupan. Pada era Order Baru, Agama yang diakui oleh
Pemerintah Indonesia hanya 5 yakni Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu
dan Buddha. Tetapi setelah era reformasi, berdasarkan Keputusan Presiden
(Keppres) No. 6/2000, pemerintah mencabut larangan atas agama,
kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa. Keppres No.6/2000 yang
dikeluarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid ini kemudian diperkuat
dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
MA/12/2006 yang menyatakan bahwa pemerintah mengakui keberadaan
agama Kong Hu Cu di Indonesia.
2. Fungsi Spiritual
Spiritualitas mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan hidup para
individu. Spiritualitas berperan sebagai sumber dukungan dan kekuatan bagi
individu. Pada individu yang menderita suatu penyakit, spiritualitas
merupakan sumber koping bagi individu. Spiritualitas membuat individu
memiliki keyakinan dan harapan terhadap kesembuhan penyakitnya, mampu
menerima kondisinya, sumber kekuatan, dan dapat membuat hidup individu
menjadi lebih berarti. Pemenuhan kebutuhan spiritual yang dilakukan
perawat dapat membuat pasien menerima kondisinya atau penyakit yang
sedang dialami serta pasien memiliki pandangan hidup yang positif.

4
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas dapat memberikan semangat pada
individu dalam menjalani kehidupan dan menjalani hubungan dengan
Tuhan, orang lain, dan lingkungan. Jika spiritualitas terpenuhi, maka
individu menemukan tujuan, makna, kekuatan, dan bimbingan dalam
perjalanan hidup (4. Young C, Koopsen C).
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas pada seseorang dapat meningkatkan
kepercayaan, kekuatan, dan keyakinan yang dimiliki seseorang. Spiritualitas
dapat mengurangi kecemasan pasien, membuat pasien menerima kondisinya,
dan meningkatkan rasa optimis pada pasien. Adanya rasa optimis, dukungan,
dan motivasi dapat meningkatkan proses penyembuhan yang dialami pasien.
3. Karakteristik Spiritualitas
Pemenuhan spiritual harus berdasarkan 4 karakteristik spiritual itu sendiri.
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki spiritual, adapaun karakteristik itu
antara lain :
a. Hubungan dengan diri sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi
pengetahuan diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan
juga sikap yang menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada
kehidupan atau masa depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan
dengan diri sendiri. Kekuatan yang timbul dari diri seseorang
membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya
memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif,
kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang
semakin jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
b. Hubungan Dengan Orang Lain Atau Sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri
sendiri. Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling
keterhubungan telah lama diakui sebagai bagian pokok dalam
pengalaman manusiawi, adanya hubungan antara manusia satu dengan
lainnya yang pada taraf kesadaran spiritual kita tahu bahwa kita
terhubung dengan setiap manusia. Hubungan ini terbagi atas harmonis

5
dan tidak harmonisnya hubungan dengan orang lain. Keadaan harmonis
meliputi pembagian waktu, ramah dan bersosialisasi, mengasuh anak,
mengasuh orang tua dan orang yang sakit, serta meyakini kehidupan dan
kematian. Sedangkan kondisi yang tidak harmonis mencakup konflik
dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan ketidakharmonisan,
serta keterbatasan hubungan (Young dan Koopsen, 2007).
c. Hubungan Dengan Alam
Pemenuhan kebutuhan spiritualitas meliputi hubungan individu
dengan lingkungan. Pemenuhan spiritualitas tersebut melalui kedamaian
dan lingkungan atau suasana yang tenang. Kedamaian merupakan
keadilan, empati, dan kesatuan. Kedamaian membuat individu menjadi
tenang dan dapat meningkatkan status kesehatan (Kozier, et al, 1995).
d. Hubungan Dengan Tuhan
Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan
secara tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Tuhan
dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat
hidup. Kodrat tuhan mungkin mngambil berbagai macam bentuk dan
mempunyai makna yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain.
Secara umum melibatkan keyakinan dalam hubungan dengan sesuatu
yang lebih tinggi, berkuasa, memiliki kekuatan mencipta, dan bersifat
ketuhanan, atau memiliki energi yang tidak terbatas.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritual
Faktor-faktor yang mempengaruhi spiritualitas seseorang yaitu
sebagai berikut :
a. Tahap Perkembangan
Setiap orang memiliki bentuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas
yang berbeda-beda bedasarkan usia, jenis kelamin, agama, dan
kepribadian individu. Spiritualitas merupakan bagian dari kehidupan
manusia dan berhubungan dengan proses perubahan dan perkembangan
pada manusia. Semakin bertambah usia, seseorang akan membutuhkan

6
kekuatan, menambah keyakinannya, dan membenarkan keyakinan
spiritualitasnya. Perkembangan spiritualitas berdasarkan usia terdiri dari:
1) Pada masa anak-anak, spiritualitas pada masa ini belum bermakna
pada dirinya. Spitualitas didasarkan pada perilaku yang didapat yaitu
melalui interaksi dengan orang lain seperti keluarga. Pada masa ini,
anak-anak belum mempunyai pemahaman salah atau benar.
Kepercayaan atau keyakinan mengikuti ritual atau meniru orang lain.
2) Pada masa remaja, spiritualitas pada masa ini sudah mulai pada
keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritualitas seperti keinginan
melalui berdoa kepada Tuhan, yang berarti sudah mulai
membutuhkan pertolongan melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila
pemenuhan kebutuhan spiritualitas tidak terpenuhi, akan
menimbulkan kekecewaan.
3) Pada masa dewasa awal, spiritualitas pada masa ini adanya pencarian
kepercayaan diri, diawali dengan proses pernyataan akan keyakinan
atau kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk yang
tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran sudah
bersifat rasional. Segala pertanyaan tentang kepercayaan harus dapat
dijawab dan timbul perasaan akan penghargaan terhadap
kepercayaan.
4) Pada masa dewasa pertengahan dan lansia, spiritualitas pada masa ini
yaitu semakin kuatnya kepercayaan diri yang dimiliki dipertahankan
walaupun menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih
mengerti akan kepercayaan dirinya. Perkembangan spiritualitas pada
tahap ini lebih matang sehingga membuat individu mampu untuk
mengatasi masalah dan menghadapi kenyataan.
b. Keluarga
Keluarga sangat berperan dalam perkembangan spiritualitas
seseorang. Keluarga merupakan tempat pertama kali seseorang
memperoleh pengalaman, pelajaran hidup, dan pandangan hidup. Dari
keluarga, seseorang belajar tentang Tuhan, kehidupan, dan diri sendiri.

7
Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan
spiritualitas karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan
selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan individu.
c. Budaya
Pemenuhan spiritualitas berbeda-beda pada setiap budaya. Budaya
dan spiritualitas menjadi dasar seseorang dalam melakukan sesuatu dan
menjalani cobaan atau masalah cobaan atau masalah dalam hidup dengan
seimbang. Pada umumnya seseorang akan mengikuti budaya dan
spiritualitas yang dianut oleh keluarga. Seseorang akan belajar tentang
nilai moral serta spiritualitas dari hubungan keluarga.
d. Agama
Agama sangat mempengaruhi spiritualitas individu. Agama
merupakan suatu sistem keyakinan dan ibadah yang dipraktikkan
individu dalam pemenuhan spiritualitas individu. Agama merupakan
cara dalam pemeliharaan hidup terhadap segala aspek kehidupan. Agama
berperan sebagai sumber kekuatan dan kesejahteraan pada individu.
e. Pengalaman Hidup
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negative
mempengaruhi spiritualitas seseorang. Pengalaman hidup dapat
mempengaruhi seseorang dalam mengartikan secara spiritual terhadap
kejadian yang dialaminya. Pengalaman hidup yang menyenangkan dapat
menyebabkan seseorang bersyukur atau tidak bersyukur. Sebagian besar
individu bersyukur terhadap pengalaman hidup yang menyenangkan.
f. Krisis dan Perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan spiritualitas pada
seseorang. Krisis sering dialami seseorang ketika menghadapi penyakit,
penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan kematian. Perubahan
dalam kehidupan dan krisis yang dialami seseorang merupakan
pengalaman spiritualitas yang bersifat fisik dan emosional. Jika
seseorang mengalami penyakit kritis, spiritualitas seseorang akan

8
meningkat. Seseorang akan membutuhkan kekuatan untuk menghadapi
penyakitnya tersebut.
g. Terpisah dari Ikatan Spiritual
Pasien yang mengalami penyakit kritis biasanya ditempatkan di
ruang intensif untuk mendapatkan perawatan yang lebih optimal. Pasien
yang ditempatkan di ruang intensif biasanya merasa terisolasi dan jarang
bertemu dengan kelurganya. Kebiasaan pasien menjadi berubah, seperti
tidak dapat mengikuti acara keluarga, kegiatan keagamaan, dan
berkumpul dengan keluarga dan teman dekatnya. Kebiasaan yang
berubah tersebut dapat menganggu emosional pasien dan dapat merubah
fungsi spiritualnya.
h. Isu Moral Terkait dengan Terapi
Beberapa agama menyebutkan bahwa proses penyembuhan
dianggap sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya
walaupun ada agama yang menolak intervensi pengobatan. Pengobatan
medik seringkali dapat dipengaruhi oleh pengajaran agama, misalnya
sirkumsisi, transplantasi organ, pencegahan kehamilan, sterilisasi.
Konflik antara jenis terapi dengan keyakinan agama sering dialami oleh
pasien dan tenaga kesehatan.
i. Asuhan Keperawatan yang Kurang Sesuai
Ketika memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat
diharapkan untuk peka terhadap kebutuhan spiritualitas pasien, tetapi
dengan berbagai alasan ada kemungkinan perawat menghindar untuk
memberikan asuhan keperawatan spiritualitas. Hal tersebut terjadi karena
perawat merasa kurang nyaman dengan kehidupan spiritualnya, kurang
menganggap penting kebutuhan spiritualitas, tidak mendapatkan
pendidikan tentang aspek spiritualitas dalam keperawatan atau merasa
bahwa pemenuhan kebutuhan spiritualitas pasien bukan merupakan
tugasnya tetapi tanggungjawab pemuka agama. Asuhan keperawatan
untuk kebutuhan spiritualitas mengalir dari sumber spiritualitas perawat.
Perawat yang bekerja digaris terdepan harus mampu memenuhi semua

9
kebutuhan manusia termasuk juga kebutuhan spiritualitas pasien.
Berbagai cara perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien mulai dari
pemenuhan makna dan tujuan spiritualitas sampai dengan memfasilitasi
untuk mengekspresikan agama dan keyakinannya.

C. Spiritual Care
1. Pengertian Spiritual Care
Spiritual care adalah praktek dan prosedur keperawatan yang
dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien
berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yang berfokus pada
menghormati pasien, interaksi yang ramah dan simpatik, mendengar
dengan penuh perhatian, memberi kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan kebutuhan pasien, memberikan kekuatan pada pasien
dan memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya, dan tidak
mempromosikan agama atau praktek untuk meyakinkan pasien tentang
agamanya.
2. Peran Perawat Dalam Spiritual Care
Perawat merupakan orang yang selalu hadir ketika seseorang sakit,
kelahiran, dan kematian. Pada peristiwa kehidupan tersebut kebutuhan
spiritual sering menonjol, dalam hal ini perawat berperan untuk
memberikan spiritual care. Perawat berperan dalam proses keperawatan
yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan,
menyusun rencana dan implementasi keperawatan serta melakukan
evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga berperan dalam
komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan organisasi
klinis/pendidikan, serta menjaga masalah etik dalam keperawatan.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Pemberian
Kebutuhan Spiritual
Ada pun faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam
memberikan kebutuhan spiritual kepada pasien, yaitu :
a. Ketidakmampuan perawat untuk berkomunikasi

10
Komunikasi yang tidak efektif dapat mengakibatkan pasien
tidak mampu mengungkapkan kebutuhan spiritualnya.
b. Ambigu
Ambigu terjadi ketika adanya perbedaan keyakinan antara
perawat dengan pasien. Perawat akan merasa kebingungan, takut
salah dan menganggap spiritual terlalu sensitive dan merupakan hak
pribadi pasien.
c. Kurangnya pengetahuan tentang spiritual care
Pengetahuan perawat tentang spiritual care juga
mempengaruhi perawat dalam memberikan kebutuhan spiritual
pasien. Jika perawat percaya bahwa pemberian spiritual care adalah
ibadah maka persepsi ini akan secara langsung akan memberikan
kebutuhan spirual kepada pasien. Spiritual perawat itu sendiri
mempengaruhi bagaimana mereka berperilaku, bagaimana
menangani pasien, dan bagaimana berkomunikasi dengan pasien
pada saat perawat memberikan spiritual care.
d. Hambatan ekonomi berupa kekurangan perawat, kurangnya waktu
dan kurang pengetahuan
Perawat mengungkapkan bahwa mereka kurang percaya diri
dalam memberikan spiritual care karena kurangnya wawasan dan
pengetahuan.
e. Gender
Perawat wanita lebih berempati terhadap perasaan orang
lain, penyayang, cepat merasa iba, dan menghibur orang lain.
f. Pengalaman kerja
Perawat yang berpengalaman lebih dari 3 tahun memiliki
kepercayaan yang tinggi tentang spiritual care daripada perawat
yang memiliki pengalaman kurang dari 3 tahun.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Palliative Care (Perawatan palliative) bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah atau penyakit
yang mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan
rasa sakit masalah, fisik, psikososial dan spiritual (Kemenkes RI Nomor 812,
2007).
Keperawatan Paliatif tidak hanya berfokuskan kepada keperawatan
pengelolaan keluhan nyeri, pengelolaan keluhan fisik lain, maupun pemberian
intervensi pada asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social saja
tetapi kita tahu fungsi perawat sebelumya yaitu salah satunya adalah holistic care
pada keperawatan palliative yaitu kultural dan spiritual, serta dukungan
persiapan dan selama masa duka cita (bereavement).

B. Saran
Kami menyarankan bahwa kegiatan terapi menggunakan metode holistic
keagamaan atau mendekatkan kepada Tuhan sangatlah berdampak positif bagi
kualitas hidup pada pasien terminal, karena dengan rasa bersyukur, pasrah,
menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah semua abadi pastilah semua mahluk
hidup akan wafat pada akhirnya. Akan lebih meringankan beban bagi pasien
terminal baik secara psikologis dan fisiknya siap menerima keadaanya sampai
dengan akhir hayatnya.

12
DAFTAR PUSTAKA
Utami Fajar, Ayu Lestari. Tinjauan Agama Tentang Perawatan Paliatif. Bandung.
2019. https://www.scribd.com/document/428876838/Makalah-Tinjauan-Agama-
Dalam-Keperawatan-Paliatif diakses tanggal 04 oktober 2020
Baxter, S., Beckwith, S. K., Clark, D., Cleary, J., Falzon, D., Glaziou, P., et al.
Global Atlas of Palliative Care at the End of Life. (S. R. Connor, & M. C. Bermedo,
Penyunt)) Worldwide Palliative Care Aliance. 2014.
KEMENKES. Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. 2014.
KEMNKES. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. 2016.
Margaret, O., & Sanchia, A. Palliative Care Nursing: Aguide to Practice Second
Edition. New York: CRC Press. 2016.

13

Anda mungkin juga menyukai