Anda di halaman 1dari 5

1.

Tahap-tahap dalam mengelola child abuse terhadap anak


a. Penilaian (Assesment)
Merupakan tahapan untuk mengidentifikasi kebutuhan klien. Menurut Mayer
assesment adalah instrument intelektual untuk memahami situasi psikososial klien
dan untuk menentukan apa masalahnya. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan pada tahap ini pekerja sosial tidak langsung mengidentifikasi masalah
yang ada pada korban kekerasan, tetapi identifikasi awal yang dilakukan oleh
pekerja sosial yaitu identifikasi kebutuhan WBS (sandang, pangan, papan)
kebutuhan anak itu sangat beragam baik kebutuhan biologis, spiritual dan
sebagainya. Setelah mengetahui yang dibutuhkan oleh korban kemudian pekerja
sosial mengidentifikasi potensi yang dimiliki anak. Setelah pekerja sosial sudah
mengidentifikasi kebutuhan serta potensi anak, kemudian pekerja sosial baru
mengidentifikasi masalah yang ada pada korban kekerasan.
b. Perencanaan (Planning)
Dalam dunia pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial saat ini
perencanaan di kenal sebagai salah satu unsur yang penting dalam mengembangkan
pemberian layanan yang efektif terhadap klien ataupun kelompok sasaran. Tahapan
ini merupakan tahapan untuk menyusun dan mengembangkan layanan yang
menyuluruh untuk klien sesuai dengan hasil penilaian. Hasil-hasil identifikasi
masalah yang didapatkan dari tahap penilaian, kemudian disusun menjadi satu
formulasi masalah dan selanjutnya dapat ditetapkan prioritas masalah yang
digunakan untuk menyusun perencanaan. Untuk menentukan keberhasilan program
manajemen kasus yang harus dilakukan terhadap klien maka perlu di susun kriteria
evaluasi. Tahap perencanaan atau disebut rencana intervensi di P2TP2A manajer
kasus merencanakan bentuk penanganan masalah yang tepat untuk korban kekerasan
berdasarkan hasil assesment. Dalam kegiatan ini manajer kasus juga bekerja sama
dengan kelompok profesional atau pihak yang dapat memberikan kontribusi bagi
penanganan kasus korban kekerasan seperti psikolog, ahli medis, ahli spiritual dan
sebagainya untuk mendiskusikan hasil assesment dan tahap perubahan yang
diharapkan terjadi pada klien.
c. Pelaksanaan (Implementation)
Pada tahap ini menjamin kebutuhan korban perencanaan yang telah di buat,
mulai dari perencanaan hingga melakukan pelaksanaan di lihat sejauh mana
manajemen kasus memberikan pelayanan kepada korban kekerasan untuk memenuhi
kebutuhannya. Manajer kasus bekerja sama dengan pelayanan lainnya atau juga
menyediakan pelayanan yang dibutuhkan, dalam hal ini harus diketahui dukungan
yang disediakan suatu manajemen kasus. Langkah ini digunakan setelah pekerja
sosial dan korban kekerasan telah mendefinisikan kekuatan, masalah, sarana dan
hambatan yang jelas dan konkrit, mereka telah membentuk kemitraan yang saling
menghormati. Rencana ini terdiri dari menghubungkan dan mengkoordinasi sumber-
sumber dukungan dan pertolongan ke dalam sistem yang efisien, yang
memungkinkan pekerja sosial serta klien memecahkan masalah awalnya. Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi korban kekerasan dalam bentuk
pelayanan pendampingan secara hukum, konseling psikososial, dan pemeriksaan
kesehatan. Pada tahap ini pekerja sosial bekerja sama dengan apa yang dibutuhkan
oleh korban tindak kekerasan. Manajer kasus menghubungkan korban dengan
sumber yang sesuai, selain itu juga menekankan adanya koordinasi di antara sumber-
sumber yang digunakan/dibutuhkan oleh korban dengan menjadi sebuah saluran
serta poin utama dari komunikasi yang terintegrasi.
d. Pengawasan (Monitoring)
Menurut Marzuki dan Suharto monitoring adalah pemantauan secara terus-
menerus proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Monitoring dapat dilakukan
dengan cara mengikuti kegiatan atau membaca hasil laporan dari pelaksana kegiatan.
Monitoring juga dapat dikatakan sebagai proses pengumpulan informasi mengenai
apa yang sebenarnya terjadi selama proses implementasi. Tujuan monitoring itu
sendiri adalah untuk:
1) Mengetahui bagaimana masukan sumber-sumber dalam rencana digunakan
2) Bagaimana kegiatan-kegiatan dalam implementasi dilaksanakan
3) Apakah rentang waktu implementasi terpenuhi secara tepat atau tidak
4) Apakah setiap aspek dalam perencanaan dan implementasi berjalan sesuai dengan
yang diharapkan.
Namun untuk memudahan pemahaman kita terhadap monitoring perlu dibedakan
dengan evaluasi. Monitoring adalah pemantauan proses dan keberhasilan
kelompok yang dilakukan pada setiap tahap fase, sedangkan evaluasi dapat kita
artikan sebagai pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil
kegiatan kelompok secara menyeluruh. Tahap monitoring yang dilakukan oleh
P2TP2A ini yaitu manajer kkasus mengevaluasi dan memantau jasa pelayanan
yang telah diberikan kepada korban kekerasan dan kesesuaian pelaksanaan
pelayanan dengan tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya adalah berupaya
mengetahui hasil-hasil yang telah dicapai
e. Pendampingan
Setelah melakukan monitoring kemudian manajer kasus melakukan
pendampingan atau evaluasi atas perkembangan korban kekerasan baik secara fisik,
psikis dan sosial korban kekerasan itu sendiri dan hasil evaluasi ini dibicarakan
dengan tim manajemen kasus hal ini diterapkan untuk memperluas kasus. Evaluasi
itu sendiri adalah pengidentifikasian keberhasilan atau kegagalan suatu rencana
kegiatan atau program. Secara umum dikenal dua tipe evaluasi yaitu on-going
evaluation (evaluasi terus menerus) dan ex-post evaluation (evaluasi akhir). Tipe
evaluasi yang pertama dilaksanakan pada interval periode waktu tertentu selama
proses implementasi, sedangkan tipe evaluasi kedua dilakukan setelah implementasi
suatu program atau rencana. Menurut manajer kasus di P2TP2A DKI Jakarta
memang evaluasi bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan,
mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran, mengetahui dan
menganalisis konsekuensi-konsikuensi lain yang mungkin terjadi diluar rencana
sebelumnya.
f. Pengakhiran (Termination)
Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pemberian pelayanan kepada
penerima pelayanan, dalam hal ini penerima layanan adalah anak korban tindak
kekerasan yang mengalami permasalahan baik itu pelayanan secara langsung (direct
service) maupun pelayanan tidak langsung (indirect service) yang disediakan oleh
sistem sumber daya lain. Tidak ada persyaratan khusus dalam melakukan terminasi
di P2TP2A Jakarta. Semua korban kekerasan di sini tidak ada terminasi kecuali
pelayanan yang diberikan di P2TP2A tidak sesuai dengan kebutuhan korban tindak
kekerasan atau mungkin setelah dipindahkan ke lembaga pelayanan sosial lain
dimana korban lebih dspat menyesuaikan dirinya.
Tahap-tahap dalam mengelola child abuse terhadap anak antara lain:
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik
3) X-foto tulang
4) Pemeriksaan laboratorium
5) Konsultasi untuk evaluasi dinamika keluarga dan tumbuh kembang anak

2. Pertimbangan utama
a. Apakah kelainan fisik yang diketemukan sesuai dengan anamnesis?
b. Apakah anak suspek child abuse atau neglect
c. Apa ada perlindungan hukum terhadap child abuse?
d. Apakah rumah cukup aman?
e. Apakah anak dalam bahaya?
f. Apa saja yang diperlakukan untuk membuat agar rumahnya cukup aman untuk anak
setelah kembali?

3. Intervensi untuk melindungi anak dan menolong keluarga


Dalam melakukan penanganan terhadap anak korban kekerasan seksual, pekerja sosial
dapat memberikan berbagai layanan kepada anak sebagai korban. Dalam kasus ini anak
harus diberikan layanan konseling individu. Konseling individu memberi kesempatan
kepada korban untuk menyatakan apa yang ia inginkan, membiarkan ia melegakan hatinya
kedalam kata-kata yang dapat mengurangi ketegangan emosional. Konseling membiarkan
korban mengetahui bahwa ia berharga untuk dirinya sendiri, dan bahawa ia mendapatkan
perhatian dan kepedulian. Penanganan yang kedua yang bisa dilakukan adalah dengan
psikoterapi, psikoterapi memang sangat berkenaan dengan mereka yang sedang
mengalami gangguan psikis, rekonstruktif, konfrontif, berjangka panjang, serta mengarah
kepada tujuan yang lebih jauh. Penanganan yang terakhir adalah dengan memberikan anak
kesempatan untuk berinteraksi dengan kelompok pendukung. Kelompok pendukung dapat
membantu anak terdukung secara mental. Dalam kasus yang ada, korban yang masih
berusia enam tahun secara mental tentunya masih sangat rapuh. Oleh sebab itu, kelompok
pendukung harus berupaya memberikan wadah yang menyenangkan dan nyaman bagi
anak untuk bisa sejenak melupakan berbagai ketakutan dan kecemasan yang ia alami.
Selain itu intervensi yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemeriksaan medis lebih teliti
b. Beritahu orang tua tentang kecurigaan kita dan tanggungjawab dokter untuk
melindungi anak
c. Membuat laporan untuk badan yang berwenang
d. Evaluasi secara teratur di Poliklinik
e. Rawat anak di RS untuk pencegahan dan evaluasi lebih lanjut
f. Rencanakan pertemuan multidisiplin untuk membuat rencana

Anda mungkin juga menyukai