Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“MASALAH-MASALAH KESEHATAN WANITA PADA MASA


REPRODUKSI: INFERTILITAS DAN KLIMAKTERIUM”

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas II

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Anggi Putri Utami C1AA16009


Dido Royadi C1AA16023
Ega Mulyana C1AA16027
Pahmi Ramdan C1AA16077
Rini Wahyuni C1AA16085
Risha Ayu Pratiwi C1AA16087
Vicky Ocktavya L. C1AA16111

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SUKABUMI
Jalan Karamat No.36 Telp. (0266) 210215 Fax. (0266) 223709 Kota Sukabumi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Masalah-Masalah Kesehatan Wanita pada Masa Reproduksi: Infertilitas
dan Klimakterium”.

Tak lupa shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga para sahabat dan pengikutnya.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Maternitas II. Dalam penyusunan makalah ini kami banyak
mendapatkan saran, dorongan, serta keterangan-keterangan dari berbagai sumber
yang merupakan pengalaman yang tidak dapat diukur secara materi, sesungguhnya
pengalaman dan pengetahuan tersebut adalah guru terbaik bagi kami sebagai
penyusun. Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati
perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
mungkin kami sebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan.

Semoga amal baik yang telah mereka berikan kepada penyusun mendapat
imbalan yang setimpal bahkan berlipat dari Allah SWT. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Amin.

Sukabumi, 27 Agustus 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB 1 : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 3
1. Tujuan Umum 3
2. Tujuan Khusus 3

BAB 2 : PEMBAHASAN 4

A. Infertilitas 4
1. Definisi Infertilitas 4
2. Klasifikasi Infertilitas 4
3. Epidemiologi Infertilitas 5
4. Etiologi Infertilitas 6
5. Faktor Risiko Infertilitas 7
6. Diagnosis Infertil Pada Wanita 10
7. Pencegahan Infertilitas 12
8. Penanganan Infertilitas 12

B. Klimakterium 13
1. Pengertian Klimakterium 13
2. Masa-Masa Klimakterium 13
3. Etiologi 14
4. Patofisiologi 14
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Klimakterium 14
6. Kondisi Fisik pada Masa Klimakterium 15
7. Kondisi Psikis pada Masa Klimakterium 16
8. Gangguan Perilaku Pada Fase Klimakterium 16
9. Kehidupan Seks Pada Masa Klimakterium 17
10. Pencegahan beberapa dampak masa klimakterium 18

BAB 3 :PENUTUP 20

A. Kesimpulan 20
B. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) adalah


kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya
penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem
reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses-prosesnya.
Masa reproduksi merupakan masa terpenting dalam kehidupan wanita yang
berlangsung kira-kira 33 tahun. Menjelang berakhirnya masa reproduksi ini disebut
dengan masa klimakterium yang merupakan masa peralihan dari masa reproduksi
ke masa senium. Klimakterium merupakan masa yang bermula dari akhir tahap
reproduksi, berakhir pada awal senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65
tahun. Masa ini ditandai dengan berbagai macam keluhan endokrinologis dan
vegetatif (Prawirohardjo, 2001).
Pada akhir abad ini di Indonesia telah ditemukan sebanyak 8-10% lansia
dimana jumlah wanita lebih banyak di bandingkan dengan jumlah laki-laki. Sekitar
separuh dari semua wanita berhenti menstruasi antara usia 45-50 tahun seperempat
lagi akan terus menstruasi sampai melewati sebelum usia 45 tahun (kuswita, 2012).
Keluhan-keluhan klimakterik yang dapat timbul pada masa klimakterium
adalah panas pada kulit (hot flushes), keringat pada malam hari, kelelahan, sakit
kepala, vertigo, jantung berdebar-debar, berat badan bertambah, sakit dan nyeri
pada persendian, osteoporosis, kekeringan kulit dan rambut, kulit genitalia dan
uretra menipis dan kering (Hillegas, 2005). Selain itu juga terdapat gejala psikis
yang muncul pada masa klimakterium, yaitu mudah tersinggung, depresi, gelisah,
mudah marah, dan sebagainya (Baziad, 2003).
Masalah kesehatan reproduksi yang lain ialah infertilitas. Infertilitas adalah
gangguan dari sistem reproduksi yang ditandai dengan kegagalan mengalami
kehamilan setelah 12 bulan atau lebih dan telah melakukan hubungan sanggama
tanpa kontrasepsi secara teratur.
Infertilitas tidak hanya merupakan suatu masalah kesehatan, tetapi juga
suatu masalah sosial. Masalah infertilitas dapat mempengaruhi hubungan
interpersonal, perkawinan dan sosial, serta dapat menyebabkan gangguan secara
emosional dan psikologis yang signifikan (Karimi et al., 2015).
Dari semua pasangan yang aktif secara seksual, 12 – 15 % mengalami
infertilitas (Parekattil & Agarwal, 2012). Pada tahun 2010, infertilitas diperkirakan
terjadi pada 48,5 juta pasangan di seluruh dunia. Wanita yang berumur 20 – 44
tahun yang ingin memiliki anak mengalami infertilitas primer sebesar 1,9% dan
10,5 % wanita mengalami infertilitas sekunder (Mascarenhas et al., 2012). Faktor
pria dan wanita sebagai penyebab infertilitas sekitar 26%, faktor wanita
menyumbangkan 39% dari penyebab infertilitas, faktor pria sekitar 20%, dan faktor
yang belum diketahui penyebabnya sekitar 15%.(Nieschlag et
al., 2010).
Di Indonesia, 20-30% penduduk mengalami gangguan infertilitas (Hidayah,
2007). Dari data Biro Pusat Statistik di Indonesia, diperkirakan terdapat 12% pasutri
yang tidak mampu membuahkan keturunan. Berdasar survei kesehatan rumah
tangga tahun 1996, diperkirakan ada 3,5 juta pasangan (7 juta orang) yang infertil.
Kini, para ahli memastikan angka infertilitas telah meningkat mencapai 15-20%
dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia. Penyebab infertilitas sebanyak 40%
berasal dari laki-laki, 40% dari wanita, 10% dari laki-laki dan wanita dan 10% tidak
diketahui (Ahsan dkk, 2012).
Melihat betapa pentingnya masalah di atas, kita sebagai calon tenaga kesehatan
khususnya perawat, harus mampu mengetahui masalah-masalah kesehatan wanita
khususnya pada masa reproduksi. Maka kami merasa tertarik dan perlu untuk
mempelajari lebih jauh dan membuat makalah tentang “Masalah-Masalah
Kesehatan Wanita pada Masa Reproduksi: Infertilitas dan Klimakterium”.
B. Rumusan Masalah

Atas dasar penentuan latar belakang di atas, maka kami dapat mengambil
perumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana konsep dasar infertilitas?


2. Bagaimana konsep dasar klimakterium?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum disusunnya makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
masalah-masalah kesehatan wanita pada masa reproduksi: infertilitas dan
klimakterium.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar infertilitas.
b. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar klimakterium.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Infertilitas
1. Definisi Infertilitas
Infertilitas adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri belum
mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3
kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat
kontrasepsi jenis apapun (Djuwantono, 2008). Angka sattu tahun ditetapkan karena
biasanya 85% pasangan dalam satu tahun sudah memiliki keturunan. Ini berarti,
15% pasangan usia subur mempunyai masalah infertilitas.

Pasangan suami-istri dianggap fertil untuk bisa memiliki anak apabila


suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria (spermatozoa) ke dalam organ
reproduksi istri dan istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga
mampu menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi
oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat perkembangan
janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan dilahirkan. Dua faktor yang
telah disebutkan tersebut apabila tidak dimiliki oleh pasangan suami-istri, pasangan
tersebut tidak akan mampu memiliki anak atau infertil.

2. Klasifikasi Infertilitas
Menurut Kumalasari, I. & Andhyantoro, I. (2012), infertilitas pada PUS
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Infertilitas Primer
Infertilitas primer adalah suatu keadaan ketika PUS yang telah menikah lebih
dari satu tahun melakukan hubungan seksual secara teratur dan benar tanpa usaha
pencegahan, tetapi belum juga terjadi kehamilan, atau belum pernah melahirkan
anak hidup.
b. Infertilitas Sekunder
Infertilitas sekunder adalah suatu keadaan ketika PUS yang sudah
mempunyai anak, sulit memperoleh anak lagi, walaupun sudah melakukan
hubungan seksual secara teratur dan benar tanpa usaha pencegahan.

3. Epidemiologi Infertilitas
Prevalensi pasangan infertil di dunia diperkirakan satu dari tujuh pasangan
bermasalah dalam hal kehamilan. Survei kesehatan rumah tangga di Indonesia
tahun 2000, diperkirakan ada kurang lebih 3,5 juta pasangan (7 juta orang) infertil.
Pasangan infertil telah meningkat mencapai 15-20% dari sekitar 50 juta. Infertilitas
sebanyak 40% disebabkan oleh wanita, 20% oleh pria dan 40% lainnya di sebabkan
oleh faktor pria dan wanita.21 Prevalensi kejadian infertilitas perempuan di
Indonesia sebanyak infertil primer 15% pada usia 30-34 tahun, meningkat 30%
pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun.
Berdasarkan laporan WHO, secara global diperkirakan adanya kasus
infertilitas pada 8-10% pasangan, yaitu sekitar 50 juta hingga 80 juta pasangan. Di
Amerika sekitar 5 juta orang mengalami permasalahan infertilitas, sedangkan di
Eropa angka kejadiannya mencapai 14%2. Pada tahun 2002, dua juta wanita usia
reproduktif di Amerika merupakan wanita infertil3. Sedangkan di Indonesia,
berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan ada 3,5 juta
pasangan (7 juta orang) yang infertil. Mereka disebut infertil karena belum hamil
setelah setahun menikah. Kini, para ahli memastikan angka infertilitas telah
meningkat mencapai 15-20 persen dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia.
Pasangan suami istri yang mengalami gangguan kesuburan pada tingkat
dunia mencapai 10-15%, dari jumlah tersebut 90% diketahui penyebabnya, sekitar
40% diantaranya berasal dari faktor wanita (Hadibroto, 2013). Pasangan infertil di
Indonesia tahun 2013 adalah 50 juta pasangan atau 15-20% dari seluruh pasangan
yang ada (Riskesdas, 2013).
4. Etiologi Infertilitas
a. Etiologi Infertilitas Pada wanita
Penyebab infertilitas pada wanita sebagai berikut :
1) Hormonal
Gangguan glandula pituitaria, thyroidea, adrenalis atau ovarium yang
menyebabkan kegagalan ovulasi, kegagalan endometrium uterus untuk
berproliferasi sekresi, sekresi vagina dan cervix yang tidak menguntungkan bagi
sperma, kegagalan gerakan (motilitas) tuba falopii yang menghalangi spermatozoa
mencapai uterus.
2) Obstruksi
Tuba falopii yang tersumbat bertanggung jawab sepertiga dari penyebab
infertilitas. Sumbatan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, penyakit
radang pelvis yang umum, contohnya apendisitis dan peritonitis, dan infeksi tractus
genitalis, contohnya gonore.
3) Faktor Lokal
Faktor-faktor lokal yang menyebabkan infertil pada wanita adalah fibroid
uterus yang menghambat implantasi ovum, erosi cervix yang mempengaruhi pH
sekresi sehingga merusak sperma, kelainan kongenital vagina, cervix atau uterus
yang menghalangi pertemuan sperma dan ovum, mioma uteri oleh karena
menyebabkan tekanan pada tuba, distrorsi, atau elongasi kavum uteri, iritasi
miometrium, atau torsi oleh mioma yang bertangkai.

b. Etiologi Infertilitas pada Pria


Penyebab infertilitas pada pria adalah sebagai berikut:
1) Gangguan Spermatogenesis
Analisis sperma dapat mengungkapkan jumlah spermatozoa normal atau
tidak. Pengambilan spesimen segar dengan cara masturbasi di laboratorium.
Standar untuk spesimen semen normal telah ditetapkan oleh Badan Kesehatan
Dunia (WHO).
2) Obstruksi
Obstruksi atau sumbatan merupakan salah satu penyebab infertil pada pria.
Obstruksi dapat terjadi pada duktus atau tubulus yang di sebabkan karena
konginetal dan penyakit peradangan (inflamasi) akut atau kronis yang mengenai
membran basalais atau dinding otot tubulus seminiferus misalnya orkitis, infeksi
prostat, infeksi gonokokus. Obstruksi juga dapat terjadi pada vas deferens.
3) Ketidakmampuan Koitus atau Ejakulasi
Faktor-faktor fisik yang menyebabkan ketidakmampuan koitus dan
ejakulasi, misalnya hipospadia, epispadia, deviasi penis seperti priapismus atau
penyakit peyronie.Faktor-faktor psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan
untuk mencapai atau mempertahankan ereksi dan kebiasaan pria alkoholisme
kronik.
4) Faktor Sederhana
Faktor sederhana seperti memakai celana jeans ketat, mandi dengan air
terlalu panas, atau berganti lingkungan ke iklim tropis dapat menyebabkan keadaan
luar panas yang tidak menguntungkan untuk produksi sperma sehat.

5. Faktor Risiko Infertilitas


a. Faktor Risiko Infertilitas Pada Wanita
1) Gangguan ovulasi
Gangguan yang paling sering dialami perempuan infertil adalah gangguan
ovulasi. Bila ovulasi tidak terjadi maka tidak akan ada sel telur yang bisa dibuahi.
Salah satu tanda wanita yang mengalami gangguan ovulasi adalah haid yang tidak
teratur dan haid yang tidak ada sama sekali.
2) Sindrom Ovarium Polikistik
Sindroma ovarium polikistik merupakan suatu kumpulan gejala yang
diakibatkan oleh gangguan sistem endokrin Kelainan ini banyak ditemukan pada
wanita usia reproduksi. Gejala tersering yang ditimbulkannya antara lain infertilitas
karena siklus yang anovulatoar, oligo sampai amenore, obesitas dan hirsutisme.
Sindrom ovarium polikistik ini menimbulkan perubahan hormonal-
biokimia seperti peningkatan luteinising hormone (LH) serum, rasio LH/FSH
(follicle stimulating hormone) yang meningkat, adanya resistensi insulin dan
peningkatan androgen plasma. Sindrom ovarium polikistik menyebabkan 5-10%
wanita usia reproduksi menjadi infertil.
3) Masalah Tuba
Peranan faktor tuba paling sering ditemukan dalam infertilitas pada wanita
yaitu sekitar 25-50%. Oleh karena itu, penilaian potensi tuba dianggap sebagai salah
satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolaan infertilitas.
4) Masalah Uterus
Spermatozoa dapat ditemukan dalam tuba falopii sekitar 5 menit setelah
inseminasi. Gerakan spermatozoa untuk masuk ke dalam uterus tidak hanya di
lakukan sendiri. Kontraksi vagina dan uterus mempengaruhi dalam transportasi
spermatozoa. Kontraksi yang terjadi karena pengaruh prostaglandin dalam air mani
dapat membuat uterus berkontraksi secara ritmik. Prostaglandin berpengaruh dalam
transport spermatozoa ke dalam uterus dan melewati penyempitan batas uterus
dengan tuba. Uterus sangat sensitif terhadap prostaglandin pada akhir fase
proliferasi dan permulaan fase sekresi, sehingga apabila prostaglandin kurang
dalam mani dapat menyebabkan masalah infertilitas.
Kelainan pada uterus bisa disebabkan oleh malformasi uterus yang
menggangu pertumbuhan fetus (janin). Mioma uteri dan adhesi uterus
menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus
sehingga akhirnya terjadi abortus berulang.
5) Peningkatan Usia
Prevalensi infertilitas meningkat bila terjadi peningkatan usia. Kejadian
infertilitas berbanding lurus dengan pertambahan usia pada wanita. Wanita dengan
rentan usia 19-26 tahun memiliki kesempatan untuk hamil dua kali lebih besar
daripada wanita dengan rentan usia 35-39 tahun.
Bertambahnya usia maka kadar FSH meningkat, fase folikuler semakin
pendek, kadar LH dan durasi fase luteal tidak berubah, siklus menstruasi mengalami
penurunan. Jumlah sisa folikel ovarium terus menurun dengan bertambahnya usia,
semakin cepat setelah usia 38 tahun dan folikel menjadi kurang peka terhadap
stimulasi gonadotropin sehingga terjadi penurunan kesuburan wanita dengan
meningkatnya usia.
6) Berat Badan
Terdapat faktor yang dapat mempengaruhi infertilitas, salah satunya adalah
badan yang terlalu kurus atau badan yang terlalu gemuk.
7) Stress
Stress pada wanita dapat mempengaruhi komunikasi antara otak, hipofisis,
dan ovarium. Stress dapat memicu pengeluaran hormon kortisol yang
mempengaruhi pengaturan hormon reproduksi. Stress mempengaruhi maturisasi
pematangan sel telur pada ovarium. Saat stress terjadi perubahan suatu neurokimia
di dalam tubuh yang dapat mengubah maturasi dan pengelepasan sel telur.
Contohnya, di saat wanita dalam keadaan stress, spasme dapat terjadi pada tuba
falopi dan uterus, dimana hal itu dapat mempengaruhi pergerakan dan implantasi
pada sel telur yang sudah matang.
8) Infeksi Organ Reproduksi
Rongga perut pada wanita diperantarai organ reproduksi wanita yang
langsung berhubungan dengan dunia luar. Infeksi rongga perut jarang terjadi
disebabkan karena sifat baktericide dari vagina yang mempunyai pH rendah dan
lendir yang kental pada canalis cervikalis yang menghalangi masuknya kuman.
Infeksi organ reproduksi sering terjadi di negara tropis karena hygine kurang,
perawatan persalinan dan abortus belum sempurna. Infeksi organ reproduksi dapat
menurunkan fertilitas, mempengaruhi keadaan umum dan kehidupan sex.
Infeksi apabila terjadi pada vagina akan menyebabkan kadar keasamaan
dalam vagina meningkat, sehingga menyebabkan sperma mati sebelum sempat
membuahi sel telur.
Infeksi organ reproduksi wanita dibagi menjadi dua pembagian yaitu infeksi
rendah dari vulva, vagina sampai servik dan infeksi tinggidari uterus, tuba, ovarium,
parametrium, peritonium, bisa disebut pelvic inflammatory disease (PID). Infeksi
rendah dan tinggi sangat besar pengaruhnya pada kesehatan karena dapat
menimbulkan infertilitas. Infeksi organ reproduksi wanita bisa didiagnosis dengan
gejala fisik/ manifestasi klinis yang timbul dan dikeluhkan oleh penderita,
manifestasi klinis infeksi organ reproduksi pada wanita dapat dilihat dengan
discharge vagina.
9) Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual mempengaruhi fertilitas pada wanita. Penyakit
menular seksual yang paling sering dialami wanita adalah herpes kelamin,
gonorrhoea, sifilis, klamidia, kutil alat kelamin, dan HIV/AIDS. Penyakit menular
seksual mudah dicegah dengan pasangan suami istri tersebut hanya punya satu
pasangan seksual.

b. Faktor Risiko Infertilitas Pada Pria


Faktor risiko infertil pada pria yaitu gangguan pada spermatogenesis,
mengakibatkan sel sperma dihasilkan sedikit atau tidak sama sekali, gangguan pada sel
sperma untuk mencapai sel telur dan membuahinya, umur, peminum alkohol,penguna
narkoba, merokok dan paparan radiasi.

6. Diagnosis Infertil Pada Wanita


Diagnosis infertil dilakukan dengan cara :
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien dengan menanyakan identitas
pasangan suami istri meliputi umur, pekerjaan, lama menikah dan evaluasi dari
pasien wanita mengenai ketidakteraturan siklus haid, dismenorea, infeksi organ
reproduksi yang pernah dialami, riwayat adanya bedah pelvis, riwayat sanggama,
frekuensi sanggama, dispareunia, riwayat komplikasi pascapartum, abortus,
kehamilan ektopik, kehamilan terakhir, konstrasepsi yang pernah digunakan,
pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya, riwayat penyakit sistematik
(tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid), pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mendiagnosis infertil adalah :
1) Vital Sign
Pemeriksaan vital sign yang terdiri dari tekanan darah, nadi, respiratory
rate, suhu badan.
2) Penghitungan BMI
Penghitungan indeks massa tubuh (body mass index (BMI)) dihitung dari
tinggi dan berat badan (kg/m2), kisaran normal BMI adalah 20-25 kg/m2. Wanita
dengan tampilan overweight atau obesitas mengalami kelainan berupa resistensi
insulin atau bahkan sindroma metabolik. Wanita dengan siklus menstruasi yang
tidak teratur dan tampilan fisik obesitas mungkin saja berhubungan dengan
diagnosis sindrom ovarium polikistik.
3) Pemeriksaan Gangguan Endokrin
Penampilan/rupa pasien secara keseluruhan dapat memberikan petunjuk
mengenai penyakit sistemik ataupun masalah endokrin. Keberadaan ciri-ciri
seksual sekunder normal sebaiknya diamati.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mencari penyebab dari gangguan
endokrin seperti jerawat, hirsutisme, kebotakan, acanthosis nigrican, virilisasi,
gangguan lapang pandang, gondok, dan adanya ciri penyakit tiroid.
4) Pemeriksaan pelvis
Pemeriksaan pelvis sebaiknya dilakukan untuk mencari dugaan
endometriosis yang ditandai dengan adanya nodul pada vagina, penebalan forniks
posterior, nyeri tekan, nyeri pada organ-organ pelvis. Jika saat pemeriksaan muncul
rasa nyeri, sebaiknya diwaspadai adanya kemungkinan patologi pelvis.

c. Pemeriksaan Penunjang Infertilitas


Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mendiagnosis infertilitas pada
wanita yaitu biopsi endometrium pada hari pertama menstruasi, histerosalfingorafi,
histeroskopi, laparaskopi atau laparatomi.
Tujuan pemeriksaan penunjang infertilitas adalah mengetahui keadaan
ovarium yaitu folikel graaf atau korpus luteum, mengetahui faktor peritonium,
melepaskan perlekatan, dan tuboplasti-melepaskan fimosis fimbrie tuba.
7. Pencegahan Infertilitas
a. Secara umum
1) Melakukan pola hidup sehat yang teratur dan seimbang
2) Mengetahui berbagai gangguan kesehatan reproduksi yang dialami
3) Mengetahui teknik senggama yang benar
4) Mengatasi masalah psikologis dengan pasangan
5) Berkonsultasi mengenai siklus masa subur
6) Memperoleh informasi dan pengetahuan kesehatan reproduksi secara lengkap
dan benar
b. Secara khusus
1) Tangani infeksi pada alat reproduksi secara serius dan tuntas
2) Berhenti merokok
3) Menghentikan penggunaan alkohol
4) Konsultasikan penggunaan obat-obatan yangdigunakan.

8. Penanganan Infertilitas
Penanganan infertilitas dilakukan menuru kategorinya, apakah pasangan
tersebut infertilitas primer atau sekunder. Hal tersebutt perlu diketahui terlebih
dahulu sebelum dilakukan tindakan.
Penanganan dilakukan sesuai dengan usia pernikahan dan dilakukan secara
bertahap dari risiko yang paling ringan dengan biaya murah, sampai dengan
penanganan yang menggunakan teknologi modern yang membutuhkan biaya besar.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mendapatkan keturunan adalah
sebagai berikut:
a. Konsultasi medis, terkait cara senggama yang benar yang memungkinkan
terjadinya pembuahan.
b. Manajemen masa subur yang benar
c. Pemberian obat-obatan untuk kesuburan
d. Tindakan inseminasi buatan, yaitu peletakan sperma ke folikel ovarian
(Intravolikular) uterus (intrauterin), serviks (intraservikal), atau tuba Fallofi
(Intratubal) perempuan fdengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan
kopulasi alami.
e. Bayi tabung/pembuahan in vitro, yaitu teknik pembuahan dimana ovum
dibuahi diluar tubuh perempuan. Metode ini dlakukan untuk mengatasi
masalah ksuburan ketika metode lain tidak berhasil.

B. Klimakterium
1. Pengertian Klimakterium
Klimakterium adalah masa yang bermula dari akhir masa reproduksi sampai
awal masa senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65 tahun. Klimakterium
adalah waktu ketika siklus haid berhenti dan berkurangnya sekresi hormon estrogen
dan progesteron ovarium (Nelson, 2008). Sedangkan menurut Adji (2007)
klimakterium adalah berhentinya menstruasi karena berhentinya proses fisiologis
akibat menurunnya estrogen tanpa obat-obatan dan intervensi.
Fase klimakterium adalah masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari
periode reproduktif ke periode non reproduktif. Tanda, gejala atau keluhan yang
kemudian timbul sebagai akibat dari masa peralihan ini disebut tanda atau gejala
menopause. Pada fase ini fungsi reproduksi wanita menurun.

2. Masa-Masa Klimakterium
Masa klimakterium ini berlangsung secara bertahap menurut Kasdu (2002)
sebagai berikut:
a. Premenopause : masa sebelum berlangsungnya perimenopause, yaitu sejak
fungsi reproduksinya mulai menurun, sampai timbulnya keluhan atau tanda-
tanda menopause, mula pada usia 40 tahun. Perdarahan terjadi karena
menurunnya kadar hormon estrogen, insufisiensi corpus lutheum, kegagalan
proses ovulasi sehingga bentuk kelainan haid dapat bermanifestasi seperti
amenore, polimenor dan hipermenore.
b. Perimenopause: periode dengan keluhan memuncak, rentang 1-2 tahun
sebelum dan 1-2 tahun sesudah menopause. Masa wanita mengalami akhir dai
datangnya haid sampai berhenti sama sekali. Pada masa ini menopause masih
berlangsung. Keluhan sistimatik berkaitan dengan vasomotor, keluhan yang
sering dijumpai adalah berupa gejolaj panas (hot flushes), berkeringat banyaj,
depresi, serta perasaan mudah tersinggung.
c. Post menopause: masa setalah menopause sampai senilis. Masa berlangsung
kurang lebih 3-5 tahun setelah menopause. Keluhan lokal pada sistem
urogenital bagian bawah, atrofi vulva dan vagina menimbulkan berkurangnya
produksi lendir atau timbulnya nyeri senggama.

3. Etiologi
Sebelum haid berhenti, sebenarnya pada seorang wanita terjadi berbagai
perubahan dan penurunan fungsi pada ovarium seperti sklerosis pembuluh darah,
berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid seks, penurunan
sekresi estrogen, gangguan umpan balik pada hipofise.

4. Patofisiologi
Penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan
ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin, sehingga terganggunya
interaksi antara hipotalamus–hipofise. Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi
luteum. Kemudian turunnya fungsi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya
reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan
produksi FSH dan LH. Dari kedua gonadoropin itu, ternyata yang paling mencolok
peningkatannya adalah FSH.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Klimakterium


Ada beberapa faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya kejadian
klimakterium, diantaranya:
a. Awal menstruasi
Wanita yang terlambat menstruasi akan mengalami klimakterium lebih
awal. Sedangkan wanita yang cepat mendapat menstruasi, cenderung lebih lambat
memasuki masa klimakterium, biasanya kira-kira pada usia 50 tahun
(Wirakusumah, 2003). Beberapa ahli yang melakukan penelitian menemukan
adanya hubungan antara usia pertama kali mendapat haid dengan usia seorang
wanita memasuki klimakterium. Kesimpulan dari penelitian ini mengungkapkan,
bahwa semakin muda seorang mengalami haid pertama kalinya, semakin tua atau
lama ia memasuki masa menopause (Kasdu, 2002).
b. Beban Pekerjaan
Wanita yang bekerja akan mengalami kejadian klimakterium lebih cepat
dibandingkan yang tidak berkerja. Hal ini dipengaruhi perkembangan psikis
seorang wanita (Yatim, 2001).
c. Jumlah Anak
Meskipun belum ditemukan hubungan antara jumlah anak dengan
klimakterium, tetapi beberapa peneliti menemukan bahwa makin sering seorang
wanita melahirkan maka makin tua atau lama mereka memasuki masa menopause
(Kasdu, 2002).
d. Usia Melahirkan Anak Terakhir
Penelitian yang dilakukan oleh Belt Israel Deaconnes Medical Center in
Boston mengungkapkan bahwa wanita yang masih melahirkan diatas usia 35 tahun
akan mengalami usia menopause yang lebih tua. Hal ini terjadi karena kehamilan
dan persalinan akan memperlambat sistem kerja organ reproduksi. Bahkan akan
memperlambat proses penuaan tubuh (Kasdu, 2002).
e. Pemakaian Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi ini, khususnya alat kontrasepsi jenis hormonal. Hal
ini bisa terjadi karena cara kerja kontrasepsi yang menekan fungsi indung telur
sehingga tidak memproduksi sel telur. Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi
ini akan lebih lama atau tua memasuki usia klimakterium (Kasdu, 2002).

6. Kondisi Fisik pada Masa Klimakterium


Pada perubahan fisik seorang wanita mengalami perubahan kulit. Lemak
bawah kulit menghilang sehingga kulit mengendor, sehingga jatuh dan lembek.
Kulit mudah terbakar sinar matahari dan menimbulkan pigmentasi dan menjadi
hitam. Pada kulit tumbuh bintik hitam, kelenjar kulit kurang berfungsi sehingga
kulit menjadi kering dan keriput.
Karena menurunnya estrogen dapat menimbulkan perubahan kerja usus
menjadi lambat, dan mereabsorbsi sari makanan makin berkurang. Kerja usus halus
yang semakin berkurang maka akan menimbulkan gangguan buang air besar berupa
obstipasi.
Perubahan yang terjadi pada alat genetalia meliputi liang senggama terasa
kering, lapisan sel liang senggama menipis yang menyebabkan mudah terjadi
(infeksi kandung kemih dan liang senggama). Daerah sensitive makin sulit untuk
dirangsang. Saat berhubungan seksual dapat menjadi nyeri.
Perubahan pada tulang terjadi oleh karena kombinasi rendahnya hormon
paratiroid. Tulang mengalami pengapuran, artinya kalium menurun sehingga tulang
keropos dan mudah terjadi patah tulang trutama terjadi pada persendian paha.

7. Kondisi Psikis pada Masa Klimakterium


Hampir setiap wanita usia klimakteris mengalami suasana hati “depresif”
dan “melankolis” (ada yang relatif pendek dan ada yang relatif panjang), sebab
utamanya adalah :
a. Mengingkari dan memprotes proses biologis yang mengarah pada ketuaan
b. Menganggap dramatis proses penuaan
c. Kemunduran jasmani diartikan sebagai tidak ada gunanya lagi hidup karena
sudah mendekati kematian
d. Hidupnya sudah dianggap tidak ada harapan, penuh kepedihan dan dilupakan
semua orang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sosialnya di masa lampau.
Wanita yang hidup dalam suasana yang harmonis, ekonomi berkecukupan,
bahagia, selalu mendapat kepuasan seksual dapat menghadapi ini dengan rasa
tenang. Wanita yang mempunyai masa lampau penuh kenangan cinta yang indah
dan bahagia maka kecantikannya akan tetap awet dan terpancar (kecantikan psikis).

8. Gangguan Perilaku Pada Fase Klimakterium


a. Depresi menstrual, yang merupakan manifestasi dari kepedihan hati dan
kekecewaan sebagai wanita yang tidak lengkap lagi.
b. Perubahan kehidupan seksual, akan terjadi kegairahan seksual yang luar biasa
hingga kemungkinan melakukan masturbasi, dan dapat juga bersikap dingin.
c. Obsesi untuk hamil lagi, yaitu ingin mempertahankan kapasitas reproduksi dan
kemudaannya.
d. Ilusi, yaitu mempertanyakan apakah suaminya masih cukup berharga, sehingga
tidak segan-segan bergaul dengan anak-anak muda terjadi pada wanita yang
tidak mampu mengendalikan diri.

9. Kehidupan Seks Pada Masa Klimakterium


Banyak wanita yang berpendapat bahwa hubungan seks tidak mungkin
dilakukan lagi pada masa klimakterium. Pendapat seperti ini tidak dapat dibenarkan
lagi. Hubungan seks tetap dapat dilakukan meskipun usia telah lanjut.
Akibat kekurangan estrogen, vagina menjadi kering dan mudah cedera
sehingga terasa sakit sewaktu bersanggama. Rasa sakit ini dapat dihilangkan hanya
dengan pemberian hormon berupa tablet estrogen oral maupun berupa krem vagina,
berkonsultasi dan meminta nasehat dokter tetap merupakan cara terbaik.
Masalah utama yang menyebabkan seorang wanita tidak mau melakukan
hubungan seks adalah faktor psikis wanita tersebut. Mereka takut, gelisah, tegang,
sehingga sulit untuk melakukannya. Keadaan serupa terkadang juga ditemukan
pada suami. Istri dan suami mengeluh bahwa mereka sudah tua, kulit sudah keriput
dan badan lemah. Untuk apa melakukan hubungan seks lagi. Sekali lagi ditekankan
di sini bahwa pendapat tersebut tidak dapat dibenarkan. Hubungan seks sangat
berperan pada keserasian hubungan suami istri. Setiap masalah yang timbul akan
menyebabkan ke-retakan dalam rumah tangga. Untuk memecahkan masalah-
masalah seperti ini, perlu mencari orang yang sekiranya mampu menyelesaikan
masalah yang sedang di hadapi misal, dokter ,bidan dan tenaga medis
lainnya. Untuk mengemukakan semua masalah tersebut, dan cara yang sederhana
ini acapkali mampu menyelesaikan masalah yang ada.
10. Pencegahan Beberapa Dampak Masa Klimakterium
a. Pencegahan kehamilan :
Banyak wanita 40-50 tahun menjadi gelisah bila haidnya tiba-tiba berhenti
atau menjadi tidak teratur. Hal yang pertama sekali dipikirkan tentu hamil atau
tidak. Tetapi ada juga wanita yang berpendapat, bahwa bila usia sudah di atas 40
tahun dan haid tidak teratur pasti tidak mungkin hamil lagi.Perkiraan seperti ini
sudah tidak dapat dibenarkan lagi. Haid yang tidak teratur hanya menunjukkan
bahwa pematangan ovum tidak terjadi lagi secara siklis, tetapi bukan berarti tidak
dapat terjadi pembuahan. Pencegahan kehamilan harus tetap dilakukan. Kehamilan
pada usia ini mempunyai risiko baik bagi ibu yang hamil maupun bagi
janinnya. Semua jenis kontrasepsi alamiah seperti pantang berkala, pencatatan suhu
basal badan, maupun bentuk lainnya sebaiknya tidak dipakai. Cara ini hanya dapat
digunakan pada wanita yang siklus haidnya masih teratur.

b. Penggunaan Pil sebagai Kontrasepsi


Penggunaan pil sebagai kontrasepsi selain dapat mengatur siklus haid juga
sekaligus dapat menghilangkan keluhan klimakterik. Kerugiannya adalah bahwa
dengan siklus haid yang teratur tidak dapat ditentukan saat wanita tersebut
memasuki menopause. Bila sudah tidak haid lagi dua belas bulan berturut-turut,
sudah pasti wanita itu memasuki usia menopause, sehingga kehamilan sudah tidak
mungkin terjadi.

c. Pencegahan Osteoporosis
Pencegahan osteoporosis pascamenopause bukan hanya bergantung pada
estrogen, karena pengobatan dengan progestogen juga efektif dalam mencegah
kehilangan tulang (bone loss). Penambahan progestogen ke pengobatan estrogen
mungkin penting dalam mencegah osteoporosis tetapi mungkin penting dalam
mengobati penderita yang telah mengalami osteoporosis. Sementara kebanyakan
kajian menunjukkan bahwa pengobatan estrogen menghambat penyerapan kalsium
dari tulang, sangat mungkin dengan memulihkan kadar kalsitonin yang turun
setelah menopause, sekurang-kurangnya 3 kajian telah memperli-hatkan bahwa
kombinasi pengobatan estrogen-progestogen sesungguhnya meningkatkan massa
tulang dengan memajukan pembentukan tulang baru.

d. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner


Beberapa kajian terbaru menyarankan bahwa estrogen dapat memberikan
khasiat protektif terhadap penyakit kardiovaskuler, terutama bilamana dipakai
estrogen alamiah dosis rendah yang cukup untuk memulihkan gejala menopause.
Penurunan 63% pada harapan kematian akibat penyakit jantung diamati pada 1.000
wanita yang dibati dengan estrogen yang diawasi selama 15 tahun. Pada wanita
yang diobati selama 25 tahun yang diawasi selama 25 tahun dan dibandingkan
dengan yang tidak pernah memakai estrogen, ditemukan penurunan bermakna
pada: 1) penyakit arterikoroner, 2) gagal jantung kongestif, 3) penyakit
kardiovaskuler aterosklerotik, dan 4) hipertensi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Masalah kesehatan wanita pada masa reproduksi diantaranya ialah


infertilitas dan klimakterium. Infertilitas adalah suatu kondisi dimana pasangan
suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan
seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun. Infertilitas pada pasangan usia subur
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
Penyebab infertilitas pada wanita yaitu faktor hormonal, karena adanya
obstruksi, dan faktor lokal sedangkan penyebab infertilitas pada pria yaitu
gangguan spermatogenesis, adanya obstruksi, ketidakmampuan koitus atau
ejakulasi dan faktor sederhana .
Pencegahan infertilitas, dibagi menjadi dua, yaitu secara umum (Melakukan pola
hidup sehat yang teratur dan seimbang, mengetahui berbagai gangguan kesehatan
reproduksi yang dialami, mengetahui teknik senggama yang benar, mengatasi
masalah psikologis dengan pasangan, berkonsultasi mengenai siklus masa subur
dan memperoleh informasi dan pengetahuan kesehatan reproduksi secara lengkap
dan benar) dan secara khusus (Tangani infeksi pada alat reproduksi secara serius
dan tuntas, berhenti merokok, menghentikan penggunaan alkohol, dan
konsultasikan penggunaan obat-obatan yang digunakan).
Penanganan infertilitas dilakukan menurut kategorinya, apakah pasangan
tersebut infertilitas primer atau sekunder. Hal tersebutt perlu diketahui terlebih
dahulu sebelum dilakukan tindakan.
Klimakterium adalah berhentinya menstruasi karena berhentinya proses
fisiologis akibat menurunnya estrogen tanpa obat-obatan dan intervensi. Masa
klimakterium ini berlangsung secara bertahap antara lain sebagai berikut:
1)Premenopause, 2) Perimenopause dan 3) Post menopause.
Ada beberapa faktor dominan yang mempengaruhi terjadinya kejadian
klimakterium, diantaranya: 1) Awal menstruasi, 2) Beban pekerjaan, 3) Jumlah
anak, 4) Usia melahirkan anak terakhir, dan 5)Pemakaian kontrasepsi.

B. Saran
Semoga makalah dari kelompok kami dapat berguna bagi rekan-rekan dan
semoga makalah kami dapat menjadi suatu acuan untuk kedepannya, khususnya
tentang konsep keperawatan anak dengan penyakit kronik/ terminal dalam konteks
keluarga. Untuk Kritik dan saran akan kami terima untuk membentuk makalah yang
lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

Aziza, N. (2014). Hubungan Pengetahuan Ibu Usia 45-60 Tahun dengan Sindrom
Klimakterium. Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, 221-225.

Kumalasari, I. & Andhyantoro, I. (2012). Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa


Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Oktarina, A., Abadi, A., & Bachsin, R. (2014). Faktor-faktor yang Memengaruhi
Infertilitas pada Wanita di Klinik Fertilitas Endokrinologi Reproduksi.
MKS, Th. 46, No. 4, 295-300.

Trisnawati, Y. (2015). Analisis Kesehatan Reproduksi Wanita Ditinjau dari


Riwayat Kesehatan Reproduksi Terhadap Infertilitas di RS Margono
Soekardjo Tahun 2015. Jurnal Kebidanan 07 (02), 115 – 222. Purwokerto:
Akademi Kebidanan YLPP.

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=16798 (Diunduh pada 27 Agustus


2018 Pukul 16.30 WIB).

http://repository.ump.ac.id/4480/3/EMI%20PRIYATI%20BAB%20II.pdf
(Diunduh pada 27 Agustus 2018 Pukul 16.40 WIB).

http://googleweblight.com/i?u=http://ayarizkyani.blogspot.com/2013/04/klimakter
ium-dan-menopause.html?m%3D1&hl=id-ID (Diunduh pada 27 Agustus 2018
Pukul 17.00 WIB).

Anda mungkin juga menyukai