Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesiapsiagaan Bencana

1. Pengertian Kesiapsiagaan

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang


penanggulangan bencana, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara
terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan
apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya
tata kehidupan masyarakat.
BNPB (2012) dalam Pelatihan Dasar Penanggulangan Bencana

menayatakan bila dilihat dari istilahnya dan berdasarkan pada jenis, waktu

dan tujuan aktivitasnya, kesiapsiagaan merupakan gabungan dari dua istilah

yang berbeda. Karena itu untuk bisa memahami Kesiapsiagaan dengan lebih

baik lagi, kita dapat mendalami dua istilah tersebut, yaitu :

a) Kesiapan (preparedness)

Masa kesiapan terjadi saat kita menyadari adanya potensi ancaman

bahaya sampai masa tanda-tanda munculnya ancaman bahaya sudah

nampak. Lamanya masa ini berbeda pada tiap ancaman juga tergantung

pada jelas tidaknya tanda tanda munculnya bahaya. Fokus utama pada

masa ini adalah pembuatan “Rencana untuk menghadapi Ancaman


Bahaya (Bencana)”. Ada dua rencana (Plan) yang dibuat pada masa ini,

yaitu :

- Rencana persiapan untuk menghadapi ancaman bahaya/bencana

(PLAN A)

- Rencana SAAT ancaman bahaya/bencana terjadi (PLAN B)

b) Kesiagaan (readiness)

Kesiagaan adalah masa yang relatif pendek, dimulai ketika

muncul tanda tanda awal akan adanya ancaman bahaya. Pada masa ini,

rencana B (PLAN B) mulai dijalankan dan semua orang diajak untuk

siap sedia melakukan peran yang sudah ditentukan sebelumnya.

2. Tujuan Kesiapsiagaan

Menurut (The Indonesian Development of Education and

Permaculture (IDEP), 2007) menyatakan kesiapsiagaan bencana

mempunyai beberapa tujuan utama yaitu :

a) Mengurangi ancaman

Mengurangi suatu ancaman merupakan suatu hal yang mustahil

untuk dilakukan. Kesiapsiagaan bencana adalah salah satu faktor yang

dapat mengurangi dampak dan kemungkinan terjadinya ancaman

bencana tersebut .

b) Mengurangi kerentanan masyarakat

Kerentanan adalah ketidakmampuan secara fisik, sosial, ekonomi

dan lingkungan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana,

(Maarif, 2012). Melalui peningkatan kesiapsiagaan, ketidakmampuan


masyarakat dalam menghadapi bencana akan berkurang karena

masyarakat diberdayakan agar mampu menghadapi bencana. Kegiatan

tersebut dapat berupa perencanaan peta evakuasi bencana, pelatihan

kesiapsiagaan bencana, dan mitigasi bencana.

c) Mengurangi akibat

Kesiapsiagaan bencana, dapat mengurangi akibat yang

ditimbulkan dari suatu bencana (korban jiwa, material, ekonomi dan

lingkungan) karena penekanan kegiatan kesiapsiagaan bencana

berfokus kepada kegiatan preventif.

d) Menjalin kerjasama

Kerja sama yang terstruktur dapat terwujud akibat adanya

kesiapsiagaan bencana. Melalui kesiapsiagaan, terjalin kerja sama

lintas sektor dari stakeholder yang berperan dalam peningkatan

kesiapsiagaan. Contohnya kerjasama pihak Palang Merah Indonesia

dan pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana dan pelatihan

siswa dalam kesiapsiagaan bencana.

3. Latar Belakang Perlunya Langkah-langkah Kesiapsiagaan

BNPB (2012) dalam Pelatihan Dasar Penanggulangan Bencana

menyatakan sebagai bagian dari PRB, kegiatan kesiapsiagaan tetap perlu

dilakukan walaupun sudah ada tindakan-tindakan Pencegahan dan

Mitigasi. Ini disebabkan karena:

a) Efektivitas tindakan Pencegahan dan Mitigasi baru akan terlihat saat

ancaman bahaya benar benar terjadi. Bila upaya tersebut tidak efektif,
misalnya ada variabel dampak yang belum diperhitungkan maka akan

sangat terlambat bila kita tidak punya rencana untuk kesiapsiagaan.

Karena itu dalam hal ini kesiapsiagaan bisa dikatakan sebagai rencana

kontinjensi, sebuah sikap antisipatif kita terhadap terjadinya ancaman

bahaya.

b) Walaupun kita siap dengan tindakan Pencegahan dan Mitigasi, kita

tidak pernah benar benar tahu besaran (magnitude) dari ancaman

bahaya yang akan terjadi. Kita tidak bisa memperkirakan seberapa

kuat, seberapa lama dan seberapa luas ancaman bahaya yang akan

datang berikutnya. Misalnya jika kita tahu bahwa gempa bumi pasti

akan terjadi, dan sudah banyak upaya mitigasi yang kita lakukan,

namun kita tidak akan pernah benar-benar tahu : berapa besar, berapa

lama dan berapa dekat kekuatan gempa bumi berikutnya.

c) Upaya kesiapsiagaan itu memperkuat tindakan pencegahan dan

mitigasi. Karena tindakan kesiapsiagaan berfokus pada KAPASITAS

(rumus Pengurangan Risiko Bencana). Kapasitas ini termasuk dalam

kapasitas untuk menjaga dan melakukan aktivitas pencegahan dan

mitigasi. Misalnya dalam penanganan longsor atau banjir, juga

saluran air untuk memitigasi banjir, bila kita tidak memiliki kapasitas

untuk merawat dan menjaganya tentu saja tindakan pencegahan dan

mitigasi tidak akan efektif.


4. Macam-macam Aktivitas Kesiapsiagaan

Dikutip dari BNPB (2012) yaitu Pelatihan Dasar Penanggulangan

Bencana secara keseluruhan, Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana

dapat dikategorikan dalam beberapa aspek berupa sembilan aktivitas

sebagai berikut :

a) Pengukuran Awal

Proses yang dinamis antara masyarakat dan lembaga yang ada untuk :

- Melakukan pengukuran awal terhadap Risiko Bencana (bahaya

dan kerentanan).

- Membuat sumber data yang fokus pada bahaya potensial yang

mungkin memberikan pengaruh.

- Mengantisipasi kebutuhan yang muncul dan sumber daya yang

tersedia.

b) Perencanaan

Merupakan proses untuk :

- Memperjelas tujuan dan arah aktivitas kesiapsiagaan

- Mengidentifikasi tugas-tugas maupun tanggung jawab secara

lebih spesifik baik oleh masyarakat ataupun lembaga dalam

situasi darurat

- Melibatkan organisasi yang ada di masyarakat (grassroots), LSM,

pemerintahan lokal maupun nasional, lembaga donor yang

memiliki komitmen jangka panjang di area yang rentan tersebut.


c) Rencana institusional

Koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal antara masyarakat

dan lembaga yang akan menghindarkan pembentukan struktur

kelembagaan yang baru dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana,

melainkan saling bekerjasama dalam mengembangkan jaringan dan

sistem.

- Mengukur kekuatan dari komunitas dan struktur yang tersedia

- Mencerminkan tangungjawab terhadap keahlian yang ada

- Memperjelas tugas dan tanggung jawab secara lugas dan sesuai

d) Sistem informasi

Mengkoordinasikan peralatan yang dapat mengumpulkan sekaligus

menyebarkan peringatan awal mengenai bencana dan hasil

pengukuran terhadap kerentanan yang ada baik di dalam lembaga

maupun antar organisasi yang terlibat kepada masyarakat luas.

e) Pusat sumber daya manusia

Melakukan antisipasi terhadap bantuan dan pemulihan yang

dibutuhkan secara terbuka dan menggunakan pengaturan yang

spesifik. Perjanjian atau pencatatan tertulis sebaiknya dilakukan untuk

memastikan barang dan jasa yang dibutuhkan memang tersedia,

termasuk :

- Dana bantuan bencana

- Perencanaan dana bencana


- Mekanisme kordinasi peralatan yang ada

- Penyimpanan

f) Sistem peringatan

Harus dikembangkan sebuah cara yang efektif dalam menyampaikan

peringatan kepada masyarakat luas meskipun tidak tersedia sistem

komunikasi yang memadai. Sebagai pelengkap, masyarakat

internasional juga harus diberikan peringatan mengenai bahaya yang

akan terjadi yang memungkinkan masuknya bantuan secara

internasional.

g) Mekanisme Respon

Respon yang akan muncul terhadap terjadinya bencana akan sangat

banyak dan datang dari daerah yang luas cakupannya sehingga harus

dipertimbangkan serta disesuaikan dengan rencana kesiapsiagaan.

Perlu juga dikomunikasikan kepada masyarakat yang akan terlibat

dalam koordinasi dan berpartisipasi pada saat muncul bahaya.

h) Pelatihan dan Pendidikan terhadap Masyarakat

Dari berbagai jenis program pengetahuan mengenai bencana, mereka

yang terkena ancaman bencana seharusnya mempelajari dan

mengetahui hal-hal apa saja yang diharapkan dan apa yang harus

dilakukan pada saat bencana tiba. Sebaiknya fasilitator program

pelatihan dan pendidikan sistem peringatan ini juga mempelajari

kebiasaan serta permasalahan yang ada di masyarakat setempat serta


kemungkinan munculnya perbedaan/pertentangan yang terjadi dalam

penerapan rencana.

i) Geladi

Kegiatan geladi hal-hal yang sudah dipersiapkan dalam rencana

kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dibutuhkan untuk

menekankan kembali instruksiinstruksi yang tercakup dalam program,

mengidentifikasi kesenjangan yang mungkin muncul dalam rencana

kesiapsiagaan tersebut. Selain itu, agar didapatkan informasi

tambahan yang berhubungan dengan perbaikan rencana tersebut.

5. Aktifitas Pokok Terkait Kesiapsiagaan

Menurut Sutton dan Tierney (2006) aktivitas-aktivitas pokok

dalam kesiapsiagaan yang dapat menjadi syarat dan harus ada dalam

kegiatan Kesiapsiagaan dapat dikelompokan dalam 3 kelompok besar

aktivitas sebagai berikut :

a) Adanya rencana untuk menghadapi bencana/bahaya

Baik rencana sebelum terjadi bahaya/bencana maupun rencana

saat terjadinya bahaya). Termasuk aktivitas Kajian Risiko Bencana

(Kajian Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas) yang akan menjadi

dasar pembuatan rencana kesiapsiagaan. Rencana saat terjadinya

bahaya juga meliputi rencana evakuasi, sistem peringatan dini,

manajemen informasi dan komunikasi.


b) Adanya pembagian peran yang jelas (koordinasi, teknis, support)

untuk melaksanakan rencana tersebut baik untuk sebelum maupun

saat bahaya/bencana

Termasuk memastikan bahwa semua orang tahu/mampu

mengerjakan tugas yang lain, sehingga dalam keadaan tertentu bisa

saling menggantikan (sebagai sebuah rencana kontinjensi), misalnya

orang yang bertanggung jawab tidak berada di tempat saat ancaman

bahaya muncul, atau justru menjadi korban saat bahaya muncul.

Dalam hal ini juga harus dipikirkan support untuk orang-orang yang

bertanggung jawab ini, termasuk di dalamnya support secara

psikologis saat ancaman bahaya terjadi.

c) Adanya upaya peningkatan kapasitas berupa pelatihan dan simulasi

Melakukan Kajian Kapasitas yang diperlukan untuk rencana

kesiapsiagaan, baik yang sudah dapat dilakukan maupun belum, juga

latihan latihan untuk mencapai kapasitas dan ketrampilan yang belum

dimiliki serta melakukan banyak simulasi bahaya. Tanpa latihan dan

simulasi, semua rencana yang telah dibuat tidak akan berguna, melalui

pelatihan dan simulasi yang terus menerus dan ajeg kapasitas akan

meningkat dan mengetahui apa saja yang masih perlu dan dapat

ditingkatkan. Kita juga mungkin akan mendapatkan masukan baru

untuk hal hal yang belum terpikirkan dan direncanakan.


6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan Bencana

a) Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses

sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.

Pengetahuan merupakan objek yang sangat penting untuk terbentuknya

prilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan

umumnya bersifat langgeng (Soenaryo, 2002).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif adalah :

- Tahu (know)

- Memahami (comprehension)

- Aplikasi (Application)

- Analisis (Analysis)

- Sintesis (Synthesis)

- Evaluasi (Evaluation)

b) Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap stimulus atau objek. Sedangkan komponen perilaku sikap

adalah maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap

seseorang atau sesuatu. Dari atasan-atasan sikap menurut (Krech et al.,

1982), (Cambell, 1950), Allpor, 1954), (Cardno, 1955) dapat

disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat


tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi

merupakan presdiposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah

laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa merupakan reaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek. Menurut Notoatmodjo (2005) sikap itu mempunyai 3

komponen pokok, yakni: (1) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep

terhadap suatu objek; (2) kehidupan emosional atau evaluasi emosional

terhadap suatu objek; (3) kecenderungan untuk bertindak (tred to

behave).

7. Stakeholder utama kesiapsiagaan

Hidayati, dkk.(2006) menyatakan bahwa terdapat

tiga stakeholder utama yang berperan dalam kesiapsiagaan, yaitu :

a. Individu dan rumah tangga

Stakeholder individu dan rumah tangga dikatakan sebagai ujung

tombak, subjek dan objek dari kesiapsiagaan karena berpengaruh

secara langsung terhadap risiko bencana.


b. Pemerintah

Pemerintah memiliki peran yang tidak kalah penting terutama

dalam kondisi sosial ekonomi masyarakat, pendidikan masyarakat

yang berkaitan dengan bencana, penyediaan fasilitas, sarana dan

prasarana publik untuk keadaan darurat.

c. Komunitas sekolah

Komunitas sekolah memiliki potensi yang besar dalam

penyebarluasan pengetahuan tentang bencana, sumber pengetahuan

dan petunjuk praktis apa yang harus disiapkan sebelum terjadinya

bencana dan apa yang harus dilakukan saat serta setelah terjadinya

bencana.

8. Parameter untuk mengukur kesiapsiagaan

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama

dengan United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization (UNESCO) pada tahun 2006 telah mengembangkan

kerangka kerja kajian (Assessment Framework) kesiapsiagaan masyarakat

dalam mengantisipasi bencana. Kerangka kerja tersebut dirumuskan

menjadi 5 (lima) faktor kritis kesiapsiagaan yang kemudian disepakati

sebagai parameter untuk mengukur kesiapsiagaan untuk mengantisipasi

bencana yaitu :

a) Pengetahuandan sikap terhadap risiko bencana

Pengetahuan merupakan parameter utama dalam

kesiapsiagaan bencana karena pengetahuan tersebut menjadi kunci


penentu sikap dan tindakan di dalam mengantisipasi bencana.

Apabilamasyarakat kurang memiliki pengetahuan mengenai tanda

dan gejala sebelum terjadinya suatu bencana, maka dampak yang

timbul akibat bencana dapat menjadi jauh lebih besar karena

masyarakat bisa saja salah dalam mengambil tindakan penyelamatan

diri saat terjadi bencana.

b) Kebijakan dan panduan

Kebijakan dan panduan merupakan hal yang penting dalam

kesiapsiagaan bencana, agar terbentuk tata kelola yang rapi dalam

menghadapi suatu bencana maka diperlukan sebuah

kebijakansehingga job description setiap pihak tidak saling tumpang

tindih. Selain kebijakan, panduan operasional sesuai dengan job

descriptionjuga diperlukan agar kebijakan dapat berjalan secara

optimal.

c) Rencana untuk keadaan darurat bencana

Mitigasi dan evakuasi yang terstruktur perlu direncanakan

sehingga tidak terjadi dampak bencana yang parah utamanya karena

tidak adanya rute arah menuju zona aman bencana.

d) Sistim peringatan bencana

Adanya sistim peringatan dini bencana, masyarakat dapat

mengetahui bahwa akan ada suatu bencana yang muncul.


e) Mobilisasi sumber daya

Mobilisasi sumber daya merupakan sebuah upaya untuk

memperluassumber-sumber daya, meliputi pengetahuan, kemamuan

dan kapasitasyang memadai dalam penggunaan sumber daya yang

dimiliki. Dalam hal kesiapsiagaan bencana sumber daya manusia

(SDM) maupun sarana dan prasarana yang memadai merupakan hal

yang penting dalam kesiapsiagaan bencana.

Anda mungkin juga menyukai