Anda di halaman 1dari 20

“APLIKASI PENGELOLAAN PENANGANAN BENCANA DENGAN PENDEKATAN

KOMPREHENSIF PADA SETIAP FASE (PREVENTION, MITIGATION,


PLANNING/RESPONSE/RECORVERY).”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan kritis:

Disusun Oleh Kelompok 2:

Alfajri Aulia Putra (01701001)

Erni Rahayu (01701003)

Harmita Novia (01701005)

Iin Rahyuni (01701006)

Reka Sandra Pertama (01701011)

Dosen Mata Kuliah:

Ns. Chichi Hafifah Transyah, M. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) YPAK PADANG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Aplikasi
Pengelolaan Penanganan Bencana Dengan Pendekatan Komprehensif Pada Setiap Fase
(Prevention, Mitigation, Planning/Response/Recorvery)”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal Mungkin dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Aplikasi Pengelolaan Penanganan
Bencana Dengan Pendekatan Komprehensif Pada Setiap Fase (Prevention, Mitigation,
Planning/Response/Recorvery). Ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Padang, 03 Februari 2021

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Bencana 3
B. Pencegahan Bencana 3
C. Mitigasi 9
D. Tahapan Pencegahan dan Mitigasi 10
E. Prinsip-Prinsip Pencegahan dan Mitigasi Bencana 10
F. Fase Planning 12
G. Fase Response 13
H. Fase Revorvery 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 16
B. Saran 16
Daftar Pustaka 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari segi letak geografisnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat
beresiko untuk terjadi bencana alam, baik itu gempa bumi, banjir, tsunami, gunung
meletus, maupun longsor.Penanganan yang tepat untuk menghadapi bencana sangat
diperlukan sekali  mulai dari fase kesiapsiagaan sampai dengan rehabilitasi.Karena
manajemen bencana merupakan kegiatan yang sangat kompleks. Jauh lebih kompleks
dibanding manajemen kesehatan dalam kondisi biasa. Sehingga perlu pendekatan yang
komprehensif termasuk aspek govermance dalam menangani bencana (Trisnantoro L,
2007).
Kerjasama lintas sektor dalam kesiapsiagaan bencana dinilai masih sangat minim.
Perlu penguatan dari seluruh lapisan mulai dari pemerintah pusat,  pemerintah daerah
sampai dengan masyarakat untuk melakukan kesiapsiagaan bencana karena kesiapsiagaan
merupakan hal yang penting dan harus dibangun pada setiap tingkat kelompok di
masyarakat (Noor I, 2009)
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat
yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan
semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi
yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya
melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang
terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini, Kegiatan saat terjadi bencana yang
mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti
kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian, Kegiatan pasca
bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

1
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi bencana?
2. Bagaimana pencegahan bencana
3. Apa saja macam-macam pencegahan bencana?
4. Apa itu mitigasi?
5. Bagaimana tahapan pencegahan dan mitigasi?
6. Apa saja prinsi-prinsip mitigasi?
7. Apa itu fase planning ?
8. Apa itu fase response?
9. Apa itu fase recorvery ?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi bencana
2. Memahami bagaimana pencegahan bencana
3. Mengetahui macam-macam pencegahan bencana
4. Mengetahui tentang mitigasi
5. Memahami tahapan pencegahan dan mitigasi
6. Mengetahui prinsip-prinsip mitigasi
7. Mengetahui fase planning
8. Mengetahui fase response
9. Mengetahui fase recorvery

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Bencana
Definisi bencana yang dikeluarkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam, manusia atau keduanya yang mengakibatkan korban manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana, dan fasilitas umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Bencana alam bila dilihat dari penyebabnya, dapat dibedakan sedikitnya menjadi tiga
jenis, yaitu geologis, klimatologis, dan ekstra-terestial. Berikut adalah macam-macam
bencana alam yang terjadi di Indonesia, diantaranya: Tsunami, Banjir, Kebakaran,
Longsor, Gunung Berapi, Kekeringan dan Abrasi.

B. Pencegahan bencana
1. Pencegahan
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman
bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna.

2. Macam-macam pencegahan bencana


a. Banjir
Mencegah dan mengatasi banjir perlu diketahui oleh masyarakat kota yang
selalu bermasalah dengan bencana banjir.
Membuat saluran air.
Membuang sampah pada tempatnya.
Membersihkan saluran air.

3
Membuat bendungan.
Menanam pohon.
Melestarikan hutan.
Membuat lubang biopori.
Membuat sumur.
Mengeruk sungai.
Membikin paving tone

b. Tsunami
Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi jatuhnya korban akibat
bencana tsunami adalah sebagai berikut:
1) Perlindungan garis pantai
Perlindungan garis pantai dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Penetapan peraturan tentang pembangunan wilayah pantai.
Membangun tembok- tembok penahan dan pemecah air laut.
Melestarikan hutan mangrove, menanamnya di pesisir dengan baik, dan
tidak menebang sembarangan, atau tidak mengubah lahan mangrove
menjadi tambak.
Tidak mencemari sungai dengan limbah karena akan merusak laut.
2) System peringatan dini
Sistem peringatan dini perlu dibangun untuk mendeteksi, menentukan
lokasi, dan besaran potensi tsunami yang muncul sebagai akibat gempa bumi
atau getaran-getaran lainnya. Sistem ini selanjutnya memberikan informasi
dan peringatan kepada pihak-pihak yang terkait dan kemudian kepada
penanggung jawab di tingkat lapangan atau masyarakat yang mungkin terkena
bencana.
3) Pendidikan dan pembelajaran
Mempelajari dan memahami tsunami, baik penyebab, tanda-tanda,
maupun sifat tsunami, dapat dilakukan dengan penyuluhan terhadap warga
melalui pertemuan RT, mencari, memperoleh, dan berbagi informasi dari

4
berbagai sumber, termasuk kisah korban tsunami, buku, media elektronik, dan
lain-lain.
4) Pemetaan kawasan rawan dan tempat evalusi
Memetakan daerah yang paling rawan serta daerah yang layak untuk
menjadi tempat evakuasi dan rute penyelamatan jika terjadi bencana.
5) Penyiapan posko bencana
Posko (pos komando) harus selalu ada dan siap, terutama di daerah yang
rawan bencana tsunami. Tim satgas dan tim kesehatan harus selalu siap di
posko yang telah disediakan. Dalam posko harus disiapkan peralatan yang
dibutuhkan dalam kondisi darurat.

c. Gempa bumi
Tindakan Pencegahan Gempa Bumi adalah:
Harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa khususnya di daerah
rawan gempa.
Perkuatan bangunan dengan mengikuti standar kualitas bangunan.
Pembangunan fasilitas umum dengan standar kualitas yang tinggi.
Perkuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada.
Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan
hunian di daerah rawan gempa bumi.
Zonasi daerah rawan gempa bumi dan pengaturan penggunaan lahan.
Pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya gempa bumi
dan cara-cara penyelamatan diri jika terjadi gempa bumi.

d. Gunung meletus
Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
1) Sebelum terjadinya letusan
Tindakan yang harus dilakukan oleh pihak berwenang/ pemerintah
sebelum terjadi letusan adalah sebagai berikut
Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada gunung api yang sedang aktif.

5
Pembuatan dan penyediaan peta kawasan rawan bencana letusan gunung
api, peta zona risiko bahaya gunung api, serta peta pendukung lainnya,
seperti peta geologi gunung api.
Membuat langkah-langkah prosedur tetap penanggulangan bencana
letusan gunung api.
Melakukan bimbingan dan penyebarluasan informasi gunung api kepada
masyarakat.
Penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika, dan geokimia di gunung
api.

Tindakan yang harus dilakukan oleh individu/masyarakat sebelum


terjadi letusan adalah sebagai berikut

Mengenali daerah setempat yang dapat dijadikan tempat mengungsi.


Memantau dan mendengarkan informasi tentang status gunung api.
Mengikuti bimbingan dan penyuluhan dari pihak yang bertanggung
jawab.
Memiliki persediaan kebutuhan-kebutuhan dasar, seperti obat-obatan dan
makanan yang memadai.
Mengikuti arahan evakuasi pihak berwenang.
Membawa barang-barang yang berharga, terutama dokumen dan surat
penting.
2) Saat terjadi letusan
Tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah/pihak berwenang saat
terjadi letusan adalah sebagai berikut:
Membentuk tim gerak cepat.
Meningkatkan pemantauan dan pengamatan yang didukung dengan
penambahan peralatan yang lebih memadai.
Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan menurut alur dan frekuensi
pelaporan sesuai dengan kebutuhan.

6
Tindakan yang dapat dilakukan oleh individu/masyarakat saat
terjadi letusan adalah sebagai berikut:
Jika ada evakuasi, pastikan tidak kembali ke kediaman sampai keadaan
sudah dipastikan aman.
Hindari daerah rawan bencana, seperti lereng gunung, lembah, dan
daerah aliran lahar.
Lindungi diri dari debu dan awan panas.
Pakailah kacamata pelindung.
Pakailah masker kain untuk menutup mulut dan hidung.
3) Setelah terjadi letusan
Tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah/pihak berwenang setelah
terjadi letusan adalah sebagai berikut:
Menginventarisasi data, yang mencakup sebaran dan volume hasil
letusan.
Mengidentifikasi daerah yang terkena dan terancam bahaya. Memberikan
sarana penanggulangan bahaya.
Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak.
Menurunkan status tingkat kegiatan.
Tindakan yang dapat dilakukan oleh individu/masyarakat setelah
terjadi letusan adalah sebagai berikut:
Mengikuti informasi perkembangan status gunung api.
Apabila sudah dianggap aman dan dapat kembali, periksalah rumah dan
barang lain yang ada.
Menghubungi dan mengecek saudara dan kerabat yang lain.
Jauhi daerah yang terkena hujan abu.
Membantu tim medis menolong para korban.

e. Tanah longsor
Berikut adalah cara atau upaya yang bisa kita lakukan dengan berbagai cara
mencegah tanah longsor:
Jangan membuat kolam atau sawah di atas lereng

7
Tidak mendirikan rumah di bawah tebing
Jangan menebang pohon di sekitar lereng
Jangan memotong tebing secara tegak lurus
Tidak mendirikan bangunan di sekitar sungai
Membuat terasering
Lakukan upaya preventif.

f. Kekeringan
Mengatasi kondisi kering seperti saat ini sangat direkomendasikan suatu
teknologi penyediaan air adalah dengan pembuatan embung. Embung adalah
kolam besar seperti waduk yang diharapkan dapat terus mengeluarkan air di
musim kemarau. Tujuan pembuatan embung antara lain:
Menyediakan air untuk pengairan tanaman di musim kemarau.
Meningkatkan produktivitas lahan, intensitas tanam, dan pendapatan petani di
lahan tadah hujan.
Mengaktifkan tenaga kerja pada musim kemarau sehingga mengurangi
urbanisasi dari desa ke kota.
Mencegah luapan air di musim hujan, menekan risiko banjir.
Memperbesar atau pengisian kembali air tanah.

g. Kebakaran dank abut asap


Memperingatkan warga sekitar hutan untuk tidak membakar rumput atau
puing-puing.
Memeriksa peraturan setempat tentang perijinan dan pembatasan larangan
pembakaran.
Melakukan aktivitas pembakaran minimal dengan jarak yang telah ditentukan.
Memastikan api tersebut mati setelah melakukan pembakaran terhadap rumput
dan puing-puing sebelum warga meninggalkan tempat pembakaran.
Jangan melakukan aktifitas pembakaran ketika cuaca berangin.
Jangan merokok ketika melakukan kerjaan atau kegiatan yang dilakukan di
hutan.

8
Mobil, truk, dan mesin harus memiliki sistem tempat pembuangan uap ketika
beroperasi di dekat hutan.

h. Abrasi
Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya abrasi,
diantaranya yaitu:
Penanaman kembali hutan bakau
Pelarangan penggalian pasir pantai
Pembuatan pemecah gelombang
Pelestarian terumbu karang.

C. Mitigasi
1. Pengertian mitigasi
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
Ada empat hal penting dalam mitigasi bencana, yaitu
Tersedia informasi dan peta kawasan rawan bencana untuk tiap jenis bencana.
Sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat dalam
menghadapi bencana, karena bermukim di daerah rawan bencana.
Mengetahui apa yang perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara
penyelamatan diri jika bencana timbul, dan
Pengaturan dan penataan kawasan rawan bencana untuk mengurangi ancaman
bencana.

Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian
bahaya, peringatan dan persiapan.

9
Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi
populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman.
Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada
masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami
yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi,
dsb)
Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur
mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan
pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan
pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus
melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.

D. Tahapan pencegahan dan mitigasi


Ada beberapa pentahapan dalam pelaksanaan pencegahan dan mitigasi bencana
antara lain:
Menerbitkan peta wilayah rawan bencana.
Memasang rambu-rambu peringatan bahaya dan larangan di wilayah rawan bencana.
Atau memasang sunami Early Warning System (TEWS). TEWS adalah upaya untuk
mitigasi bencana tsunami.
Mengembangkan sumber daya manusia satuan pelaksana.
Mengadakan penyuluhan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat
Membuat bangunan yang berguna untuk mengurangi dampak bencana.
Membentuk pos-pos siaga bencana.
Mengadakan pelatihan penanggulangan bencana kepada warga.
Mengevakuasi masyarakat ke tempat yang lebih aman.

E. Prinsip-prinsip pencegahan dan mitigasi bencana


Prinsip-prinsip penanggulangan bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 adalah
cepat dan tepat; prioritas; koordinasi dan keterpaduan; berdaya guna dan berhasil guna;
transparansi dan akuntabilitas; kemitraan; pemberdayaan; nondiskriminatif; dan
nonproletisi.

10
Cepat dan akurat yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan
tuntutan keadaan.
Prioritas yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada
kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
Koordinasi yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan
bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.
Keterpaduan yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang
didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
Berdaya guna yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan
biaya yang berlebihan.
Berhasil guna yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
Transparansi yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Akuntabilitas yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan
secara etik dan hokum
Kemitraan yang dimaksud dengan “prinsip kemitraan” adalah Penanggulangan bencana
dilakukaan oleh semua pihak bekerjasama dengan pemerintah.
Pemberdayaan yang dimaksud dengan “prinsip pemberdayaan” adalah Semua individu
atau masuayakat dapat melakukan atau membantu proses penangulangan bencana.

Prinsip-prinsip mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko


bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU no. 24/2007):
Bencana adalah titik awal upaya mitigasi bagi bencana serupa berikutnya.

11
Upaya mitigasi itu kompleks, saling tergantung dan melibatkan banyak pihak
Upaya mitigasi aktif lebih efektif dibanding upaya mitigasi pasif
Jika sumberdaya terbatas, prioritas harus diberikan kepada kelompok rentan
Upaya mitigasi memerlukan pemantauan dan evaluasi terus menerus untuk mengetahui
perubahan situasi.

F. Fase Planning
Pada tahapan/fase preparedness, diperlukan kesiapan dan perencanaan yang adekuat
dengan melibatkan seluruh lapisan komponen masyarakat yang terlibat sehingga akan
terjadi saling interaksi dan komunikasi untuk mengendalikan, mengontrol dan mengurangi
dampak dari bahaya-bahaya bencana.
Berdasarkan hal tersebut, penyusunan rencana untuk penyiagaan seluruh unsur
terkait maupun instansi dalam menghadapi bencana harus dilakukan, mulai dari
penyamaan persepsi pada setiap unit kerja yang terlibat pada penyusunan  SOP / panduan
dalam menghadapi bencana, melakukan pemetaan (mapping) untuk potensi bencana yg
mengancam, potensi SDM, data fasilitas & sumbernya serta menyusun perencanaan dalam
bentuk dokumen tertulis dan protap-protap , program sosialisasi dan pelatihan.
Sebagai bagian dari perencanaan, pengenalan akan potensi bahaya menjadi penting
untuk dikenali. Bahaya ini mungkin meliputi bahaya alam, teknologi atau akibat manusia.
Individu atau komunitas tertentu mungkin lebih rentan terhadap bahaya tertentu dan ini
menjadi bagian dalam proses perencanaan.
Penyusunan disaster plan di level propinsi dan pembentukan infrastruktur yang
bersifat fungsional harus dilaksanakan. Disaster plan ini tidak hanya terbatas
pada emergency medik, tapi mencakup pula sistem komunikasi dan telematika, logistik
kesehatan, pencegahan penyakit menular dan berbagai kegiatan spesifik lainnya. Selain itu,
infrastruktur yang minimal pada saat bencana dan pasca bencana, anggota tim sebaiknya
tidak terbatas pada sistem birokrat.

12
G. Fase response
Saat bencana (tanggap darurat) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang
ditimbulkan. Meliputi kegiatan: (1) penyelamatan dan evakuasi korban maupun harta
benda, (2) pemenuhan kebutuhan dasar. (3) perlindungan, (4) pengurusan pengungsi, dan
(5) penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Sebuah fase respon/tanggap bencana yang efektif bergantung kepada pengkajian
setelah bencana, kewaspadaan situasi, komunikasi, kolaborasi dan koordinai serta elemen
kontrol dan pemberi perintah. Elemen respon ini sekali lagi terjadi pada setiap level dalam
model ecological ini. 

a. Tantangan logistic
Tantangan logistik dapat menjadi kendala utama dalam memberikan tanggap
bencana yang cepat dan efektif (PBB, 2010). Tugas kepala bidang logistik kesehatan
yaitu menyiapkan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan untuk penanggulangan
bencana,  melakukan pencatatan dan pelaporan obat dan perbekalan kesehatan
Melakukan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor (Ristrini, 2012).
Logistik dalam pengertian manajemen bencana berarti segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia, baik pangan, sandang,
papan, dan turunannya.
Termasuk dalam kategori logistik ialah barang yang habis dikonsumsi, misalnya
sembako, obat-obatan, selimut, pakaian dan perlengkapannya, air, tenda, jas hujan, dan
sebagainya. Pada tahap pra, saat, dan pasca bencana, ketersediaan logistik yang cukup
merupakan syarat mutlak karena berhubungan langsung dengan kelangsungan hidup
korban bencana. Untuk itu, penting bagi kita untuk mengetahui sistem dan manajemen
logistik bencana.

b. Fleksebilitas
Fleksibilitas atau kelenturan berarti kemampuan para korban bencana dan sistem
untuk dapat beradaptasi terhadap situasi yang tidak diinginkan dan mampu bertahan
menggunakan sumber daya yang ada dalam proses kreativitas.

13
Tiga sumber utama yang dapat mengganggu rantai penyediaan logistik. Yang
pertama adalah masalah operasional seperti kegagalan peralatan, dan kegagalan sistem
kerja, yang kedua tidak adanya sumber yang mampu memberikan bantuan, yang ketiga
adanya gangguan bencana yang menghancurkan persediaan logistik.

c. Elemen respon
Yang termasuk dalam elemen respon adalah kewaspadaan terhadap situasi,
koordinasi, kolaborasi, dan elemen kontrol dan perintah.  Elemen respon ini terjadi
pada setiap level dalam sistem ekologi ini. Model ini menyarankana bahwa elemen
respon ini harusnya dapat terjadi pada setiap level model ekologikl.

H. Fase Revorvery
Tahap Recorvery merupakan proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena
bencana dengan memfungksikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.
Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai tahap pemulihan ini, sebagian
mengatakan bahwa tahap pemulihan (recovery) terdiri dari rehabilitasi dan rekontruksi
baik dari fisik, psikologis dan komunitas (PNPM, 2008). 
1. Menurut UU No 24 Tahun 2007 mengenai penanggulangan bencana menyatakan
bahwa Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan
sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. Sedangkan
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, social dan
budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
2. Bank Dunia dan ISDR mendefinisikan bahwa pemulihan (recovery) dan rekontruksi
merupakan paket yang sama untuk memulihkan dan memperbaiki kondisi
kehidupan seperti pra-bencana (TRIAMS, 2009). Tujuan dari recovery yaitu untuk
membangun kembali kehidupan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat yang terkena

14
dampak dan membangun kembali kawasan yang rusak. Ketika situasi bencana telah
dikendalikan , populasi yang tidak terkena dampak berpartisipasi dalam kegiatan untuk
memulihkan kehidupan masyarakat dan membangun kembali
infrastruktur seperti kesehatan lingkungan untuk tempat tinggal, air bersih, dan fasilitas
sanitasi.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Definisi bencana yang dikeluarkan oleh Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam, manusia atau keduanya yang mengakibatkan korban manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana, dan fasilitas umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi
atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun
kerentanan pihak yang terancam bencana.
Macam-macam pencegahan bencana antara lain: Banjir, Tsunami, Gempa bumi,
Gunung meletus, Tanah longsor, Kekeringan, Kebakaran dank abut asap, Abrasi.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
Model ekologi manajemen bencana menegaskan  bahwa pelaksanaan majaemen
bencana dalam tiap fasenya merupakan siklus yang sistematik dan saling berkaitan antara
berbagai level organisasi sehingga hal ini sangat penting untuk dapat mengenali bahwa
masing-masing tingkatan mempunyai peran yang sama – sama penting.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
sempurna. Kami akan memperbaiki makalah tersebut dengan pedoman pada banyak
sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik
dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.

16
DAFTAR ISI

Beaton, R, Brideges, E, dkk. 2008. Ecological Model of Disaster Management. AAOHN


Journal : 56 (11), 471-478
Jasper E, Berg K, Reid M,  Gomella P, Weber D,  Schaeffer A, Crawford A,  Mealey K, Berg D.
2013. Disaster preparedness: what training do our interns receive during medical
school?.The Official Journal Of The American College Of Medical Quality [Am J Med
Qual.  Vol. 28 (5), pp. 407-13. ISSN: 1555-824X
PNPM Mandiri (2008). Modul Khusus Fasilitator : Penanganan Pengelolaan Bencana. Direktorat
Jenderal Cipta Karya. Departemen Pekerjaan Umum
Sudiharto. 2011. Manajemen Disaster. Badan Penegmbangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia dan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI
Sunarti Euis (Ed). (2009). Evaluasi Penanggulangan Bencana di Indonesia (Lesson Learned
2006-2007)
http://rumah-perawat.blogspot.com/2016/11/manajemen-bencana-menggunakan-model.html

17

Anda mungkin juga menyukai