Anda di halaman 1dari 20

KESEHATAN DALAM TUGAS OPERASI MILITER LAUT

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas

mata kuliah Keperawatan Matra

Dosen Pengampu:

Ronny Basirun Simatupang, S.Kep., Ns., Msi (Han)

Disusun Oleh:
Lutfi Riskyta Istikomah 1810711014
Rahmawati Eka Yulistyani 1810711020
Likha Mahabbah S. M. 1810711078
Nur Rohmah 1810711083

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2022

KESEHATAN DALAM TUGAS OPERASI MILITER LAUT


A. Pengertian

Kesehatan Kelautan dan bawah air adalah kesehatan matra yang berhubungan
dengan pekerjaan atau keadaan lingkungan yang bertekanan tinggi ( hiperbarik).
Kesehatan kelautan dan bawah air meliputi :

1. Kesehatan penyelaman
2. Kesehatan pelayaran dan lepas pantai
3. Kesehatan dalam tugas operasi dan latihan militer di laut.

Menurut Permenkes No 61 tahun 2013 Kesehatan dalam operasi militer laut


merupakan salah satu kesehatan matra untuk mendukung kesehatan prajurit di satuan
militer dan memberikan pertolongan medik kepada korban dalam kegiatan operasi
perang dan selain perang serta kegiatan latihan militer di laut.

Tujuan kesehatan matra laut diantaranya adalah mewujudkan upaya kesehatan


pada kondisi matra secara cepat, tepat , menyeluruh dan terkoordinasi guna
menurunkan resiko kesehatan serta meningkatkan kesadaran , kemauan, dan
kemampuan masyarakat dalam menurunkan resiko kecelakaan

B. Kesehatan dalam Tugas Operasi Militer di Laut


Dalam setiap kegiatan yang dilakukan di luar ruangan dalam kondisi yang
serba berubah, tidak dapat diprediksikan dapat berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup dan pelaksanaan manusia dalam lingkungan tersebut, oleh karenanya perlu
adanya upaya kesehatan dalam bentuk khusus yang diselenggarakan untuk
meningkatkan kemampuan adaptasi, mengendalikan resiko kesehatan, meningkatkan
serta memelihara kesehatan agar mampu meminimalkan resiko gangguan kesehatan
yang mungkin terjadi

Menurut Permenkes no 61 tahun 2013 kegiatan kesehatan dalam operasi


militer laut diselenggarakan pada saat sebelum, selama dan setelah pelaksanaan tugas
operasi militer laut. Kegiatan tersebut diantaranya adalah :

1. Pelayanan Kesehatan

2. Kegiatan kesehatan promotif dan preventif


3. Kegiatan kesehatan kuratif dan rehabilitatif

4. Kegiatan pembekalan kesehatan

5. Kegiatan administrasi kesehatan

6. Melakukan pelayanan kegawat daruratan dan rujukan bila terjadi kedaruratan


medik

Contoh Kegiatan Kesehatan Operasi muliter di laut (Dinas Kesehatan Angkatan Laut,
2019)

1. Kegiatan Bakti sosial Oleh TNI AL kepada masyarakat

TNI Angkatan Laut merupakan komponen utama pertahanan negara di laut


yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan Operasi Militer Selain Perang
(OMSP), dalam hal ini tentang pembinaan dan pemberdayaan wilayah laut.
Tugas tersebut diarahkan untuk menggali dan memberdayakan potensi
masyarakat maritim menjadi potensi pertahanan serta menciptakan kondisi
yang kondusif guna mendukung rencana pembangunan nasional. Contohnya
Dalam rangka Armada Jaya XXXVII TA. 2019, Lantamal V mengadakan
Bakti Sosial dan Kesehatan bagi masyarakat Situbondo dan pelayanan
kesehatan, sebagai upaya pembinaan potensi maritim di wilayah tersebut.
2. Uji Riwayat Kesehatan kepada Anggota

Contoh upaya kesehatan preventif yaitu melakui kegiatan Urikes. Urikkes


adalah Uji Riwayat Kesehatan yang bertujuan untuk deteksi dini kesehatan
yang ditujukan bagi personel TNI AL dan PNS yang berada pada satuan kerja
agar kita bisa mengenali kondisi kesehatan tubuh. sehingga diharapkan tidak
akan ada lagi prajurit ataupun PNS yang mengalami sakit yang
berkepanjangan karena ketidaktahuan dan terlambatnya diagnosa.

3. Melakukan Pelatihan dan Pembekalan kepada Anggota

Contoh nya pada pembekalan pelatihan penanggulangan penderita gawat


darurat. sudah seyogianya seluruh personel TNI Angkatan Laut memiliki
pengetahuan dan skill Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD).
Materi pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) meliputi
sistem penanggulangan gawat darurat terpadu, initial assesment, bantuan
hidup dasar, airway and breathing, trauma kepala dan cidera spinal, trauma
musculoskeletal, luka bakar, pediatrik trauma, wanita dan geriatri, biomekanik
trauma, ekstrikasi, stabilisasi dan transportasi, keracunan, algoritma arithmia
lethal.
Data yang diperlukan untuk melakukan kesehatan operasi militer laut diantaranya:

1. Lokasi pelatihan / operasi militer

2. Skala, jenis pelatihan atau operasi yang dilakukan

3. Unit dan jumlah personil

4. Sarana , obat dan alat

5. Tenaga kesehatan militer

Menurut (Wahjuningati, 2021) Guna meningkatkan kualitas sumber daya


manusia anggo ta TNI AL penting untuk secara terus menerus untuk memberikan
pemahan pentingnya Uji dan Pemeriksaan Kesehatan secara kontinyu. uji dan
pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan di :

1. Rumah Sakit Angkatan Laut (RumKit al) Tingkat I, Tingkat II, Tingkat III, dan
Tingkat IV
2. Satuan Kesehatan (Satkes)
3. Balai Kesehatan (Balkes)
4. Balai pengobatan
5. Tim Uji dan Pemeriksaan Kesehatan mobile.

C. Kegiatan Operasi Militer, Pencegahan dan Penanggulangan


1. Operasi Militer Perang (OMP) adalah penumpasan PKI dan pemberontakan.
Contohnya luka tembak, luka bakar. Pencegahan dan penanggulangan yang
dilakukan dengan cara :
- Memperketat keamanan dan strategi, membentengi tubuh dengan
pakaian khusus
- P3K khusus, OP room disediakan dalam situasi darurat serta
dilengkapi oleh tenaga medis dari DISKESAL.
2. Operasi Militer Selain Perang (OMSP) adalah kegiatan dalam mengatasi
gerakan separatis bersenjata dan mengatasi pemberontakan, tugas dinas luar,
TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD), dan bakti sosial. Contohnya
malaria, DBD, diare. Pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan dengan
cara :
- Minum profilaksis dengan menggunakan seragam yang tertutup dan
penggunaan repellent untuk mencegah DBD
- Kuratif dapat dilakukan di klinik maupun Rumah Sakit

D. Peran Perawat dalam Kesehatan Penyelam


1. Penyuluhan Kesehatan
2. Pengawasan dan atau pemeriksaan kesehatan penyelam sebelum melakukan
penyelaman
3. Pelayanan gawat darurat penyelam beserta rujukan medis
4. Pengawasan atau pemeriksaan berkala terhadap instruktur

E. Tugas Latihan Militer di Laut dalam Promotif dan Preventif


Promosi kesehatan tentang bagaimana tetap menjadi sehat sebelum maupun sesudah
melakukan tugas militer dengan peraturan Do dan Don’t yang ada. Misalnya sebelum
melakukan tugas militer TNI dibekali dengan briefing peraturan, medan latihan dan
upaya survival. Sebelum melakukan tugas militer pada saat menyelam, diwajibkan
melakukan :
- Latihan rutin (lari dan renang) dan cek kesehatan fisik secara berkala
(dipastikan dalam keadaan prima).
- Rencanakan kegiatan penyelaman dengan baik. Memahami medan lingkungan
tempat bertugas dengan melakukan review perkiraan cuaca, merencanakan
kedalaman dan lama menyelam.
- Melakukan nitrogen wash out dengan Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB)
setidaknya 2-7 hari sebelum penyelaman
- Lakukan pemanasan dan peregangan dipermukaan selama 10 menit dan selalu
ditemani oleh satu orang
- Naik ke permukaan harus perlahan mengikuti gelembung gas pernafasan
- Makan makanan berprotein tinggi dan karbohidrat sedang 24 jam sebelum
menyelam
- Makanan karbohidrat tinggi dan protein sedang 2 jam sebelum menyelam
- Menggunakan peralatan yang lengkap sesuai dengan standar baik di dalam
kapal maupun saat menyelam.

F. Faktor yang Memperberat Risiko Penyelaman


1. Faktor peselam (SDM) : kondisi fisik tidak sehat dan mental yang mudah
panik
2. Faktor peralatan :
- Tanpa peralatan selam (penyelaman tahan nafas) : mask dan snorkel
- Peralatan selam minimal : mask, snorkel, sirip apung, rompi apung
sabuk pemberat
- Peralatan selam lengkap : mask, snorkel, sirip apung, rompi apung
sabuk pemberat, pakaian selam, pengukur kedalaman, jam selam, pisau
selam
3. Faktor lingkungan : tekanan yang tinggi, binatang laut yang dapat berbahaya,
dan suhu yang rendah

G. Gangguan Kesehatan yang Mempengaruhi Akibat Penyelaman


1. Caisson Disease (Dekompresi)
a. Pengertian
Caisson Disease (CD) dengan nama lain penyakit dekompresi (DCS =
Decompression Sickness), penyakit penyelam (diver’s disease), Penyakit
Dekompresi (PD), atau the bends merupakan nama yang diberikan untuk
kumpulan gejala yang terjadi pada seseorang yang terpapar oleh penurunan
(biasanya setelah peningkatan tekanan yang besar terlebih dulu).
Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase larut
dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan dengan cepat
disekitarnya. Tubuh seharusnya beradaptasi terhadap tekanan seiring dengan
kenaikan ketinggian yang cepat. Hal ini merupakan masalah dalam
penyelaman dan gangguan akibat tekanan udara.
b. Etiologi
Penyakit dekompresi biasanya diakibatkan oleh pembentukan gelembung
gas, yang dapat menyebar ke seluruh tubuh, yang menyebabkan berbagai
macam gangguan. Suatu gelembung gas yang terbentuk di punggung atau
persendian dapat menyebabkan nyeri terlokalisir (the bends).
Gelembung gas pada jaringan medulla spinalis atau pada nervus perifer
dapat menyebabkan paraestesia, neuropraxia, atau paralisis. Sementara
gelembung gas yang terbentuk pada system sirkulasi dapat mengakibatkan
emboli gas pada pulmonal atau serebrum.

c. Klasifikasi
1) Tipe I
Tipe I ini lebih ringan, tidak mengancam nyawa, dan ditandai dengan rasa
nyeri pada persendian dan otot-otot serta pembengkakan pada limfonodus.
Gejala yang paling umum dari CD adalah nyeri persendian yang awalnya
ringan kemudian memberat seiring waktu dan dirasakan terutama bila
melakukan gerakan.
2) Tipe II
CD tipe II merupakan masalah serius dan dapat menyebabkan kematian.
Manifestasinya bisa berupa gangguan respirasi, sirkulasi, dam biasanya
gangguan nervus perifer dan / atau gangguan susunan saraf pusat.

d. Manifestasi Klinis
Umumnya tanda gejala dekompersi, antara lain :
o Timbul saat dekompresi atau dipermukaan (paling lama 24 jam setelah
menyelam).
o Mula-mula rasa kaku kemudian rasa nyeri
o Kekuatan otot menurun
o Bengkak kemerahan Peau d’orange
o Banyak pada penyelam ulung dan singkat
o Anggota atas 2-3x lebih banyak dari bawah.
o ⅓ kasus pada bahu kemudian siku, pergelangan tangan, tangan, sendi paha,
lutut dan kaki.
o Asimetri
o Kasus ringan, tidak rekompresi, nyeri hilang 3-7 hari.

Tanda gejala tipe I


CD tipe I ditandai dengan satu atau beberapa dari gejala berikut :

1) Rasa nyeri ringan yang menetap setelah 10 menit onset (niggles),

2) Pruritus, atau “skin bends” yang menyebabkan rasa gatal atau terbakar pada
kulit, dan
3) Ruam pada kulit yang biasanya beraneka warna atau menyerupai marmer
atau papular, atau ruam yang menyerupai plak. Pada kasus tertentu yang
jarang menyerupai kulit jeruk

Tanda gejala tipe II

CD tipe II ditandai oleh :

1) Gejala gangguan pada paru,

2) Syok hipovolemik, atau

3) Gangguan pada sistem saraf. Dari kasus yang dilaporkan hanya ada sekitar
30% yang disertai dengan keluhan nyeri. Tanda dan gejalanya bervariasi
karena kompleksnya susunan saraf pusat dan perifer. Onset gejala biasanya
segera atau hingga 36 jam

e. Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan untuk Caisson Disease ringan dapat diobati dengan
menghirup O2 100% pada tekanan permukaan, pengobatan terpenting
adalah rekompressi.
- Bila penderita perlu diangkut ke ruang rekompresi yang terdekat atas
nasehat dokter hiperbarik, maka bila ada RUBT (Ruang Udara Bertekanan
Tinggi) portable bertekanan 2 ATA penderita dimasukkan ke dalam unit ini
dan diangkut ke RUBT defenitif
- Bila perlengkapan ini tidak tersedia maka penderita diberi O2 100% pada
tekanan 1 ATA dengan masker tertutup rapat, diselingi tiap 30 menit
bernafas selama 5 menit dengan udara biasa untuk menghindari intoksikasi
O2.
- Bila nampak gejala serius maka dipasang infus larutan garam isotonik atau
Ringer dan pada kasus ringan penderita diberi banyak air minum sampai
urin berwarna putih dan jumlahnya banyak bila perlu dipasang keteter dan
pleurosentesis.
- Bila nampak gejala neurologik maka dosis tinggi kortikosteroid diberikan
untuk menanggulangi edema, namun keberhasilannya dipertanyakan
- Penderita secepat mungkin diangkut ke fasilitas RUBT. Tiba di RUBT
maka rekompresi dengan O2 100% dengan tekanan paling sedikit 18 meter
(2,8 ATA) adalah pilihan utama pada banyak kasus PD.
- Bila sesudah 10 menit penderita belum sembuh sempurna maka terapi
diperpanjang sampai 100 menit dengan diselingi tiap 20 menit bernafas
selama 5 menit dengan udara biasa.
- Setelah ini dilakukan dekompresi dari 18 meter ke 9 meter selama 30 menit
dan mengobservasi penderita kemungkinan terjadinya deteriorasi.
Selanjutnya penderita dinaikkan ke permukaan selama 30 menit. Seluruh
waktu pengobatan dapat berlangsung selama kurang dari 5 jam.

2. Keracunan Oksigen
a. Pengertian
- Keracunan oksigen akut mengenai otak yang terjadi bila tekanan parsial
oksigen melebihi 2 ATA.
- Keracunan oksigen kronis terjadi setelah penghisapan oksigen dalam
jangka waktu lama dengan tekanan parsial 0,8 ATA atau lebih.
- Dapat juga terjadi bila bernafas dengan 100% oksigen dipermukaan
selama 20-40 jam.
b. Etiologi
- Penggunaan alat selam closed atau semi-closed circuit dengan 100% O2
atau O2 yang diperkaya sebagai gas pernafasannya.
- Pada penyelaman saturasi dimana digunakan campuran O2 yang
diperkaya atau O2 murni untuk memperpendek waktu dekompresi.
c. Keracunan oksigen akut
- Penyebab
Penyebab pasti belum diketahui, diduga adanya hambatan pada enzim2
tertentu yang dibutuhkan untuk reaksi biokimiawi di otak
- Tanda gejala
1) Mual muntah
2) Kepala terasa ringan atau pusing
3) Getaran2 bibir dan otot
4) Halusinasi pandangan atau pendengaran
5) Inkoordinasi getaran otot
6) Kebingungan
7) Kejang epileptik
8) Tinitus
9) Vertigo
- Pengobatan
1) Cegah cidera tubuh akibat kejang -> letakkan sendok atau tongspatel
yang dibungkus kain di mulut (cegah tergigitnya lidah).
2) Di dalam air, penyelam harus diangkat ke permukaan setelah fase tonik
konvulsinya menghilang.
3) Jika di dalam RUBT perhatikan tabel dekompresi.
4) Dekonvulsan diberikan pada keadaan tertentu.
- Pencegahan
1) Melakukan hiperventilasi dan menyelingi pernafasan O2 dengan
bernafas ke udara.
2) Penyelaman dengan O2 100% maksimal kedalaman 10 m.

d. Keracunan oksigen kronis


- Pengertian

Dikenal sebagai “Efek Lorraine-Smith”. Terjadi pada penyelaman saturasi


atau penyelaman dalam RUBT dalam waktu lama

- Penyebab

Diduga terjadi perubahan enzim dan berpengaruh pada surfaktan paru (paru
dapat kolaps)
- Gejala
1) Tenggorokan gatal (seperti influenza)
2) Rasa pedih di belakang tulang dada
3) Batuk (terutama bila bernafas dalam, kering dan mengiritasi)
4) Rasa sakit bertambah berat dengan pernafasan
5) Nafas berbunyi dan batuk tak terkontrol
6) Nafas pendek
7) Dapat terjadi dahak berdarah
8) Kematian
9) Dapat menimbulkan jaringan parut pada paru dan pengaruhnya
berlangsung sangat lama

- Pengobatan
1) Dapat diberikan hidrokortison dan bronkodilator
2) Jika terlihat gejala awal keracunan -> tekanan O2 harus diturunkan
sebanyak mungkin dan pasien dipaksa untuk bernafas dengan udara
jika kerusakan terus terjadi.

- Pencegahan
1) Pengukuran fungsi vital paru -> amati tanda awal keracunan
2) Selingan dengan bernafas udara.
3) Penghembusan nafas secara maksimal secara periodik -> cegah kolaps
paru.

3. Keracunan CO2

a. Etiologi
- Penyebab utama

Pemakaian alat selam dimana digunakan zat kimia yang dimaksudkan


untuk menyerap CO2 dari nafas yang dikeluarkan sebelum gas pernafasan
dihirup kembali

- Penyebab pembentukan CO2


1. Kerusakan sistem penyerap CO2 pada alat selam closed atau semi
closed circuit.
2. Ventilasi yang inadekuat dilingkungan tertutup.
3. Penurunan ventilasi pulmoner.
4. Kontaminasi media pernafasan dengan CO2

b. Tanda gejala

1. Pembentukan CO2 yang sangat cepat -> kehilangan kesadaran.


2. Pembentukan CO2 yang lambat -> timbul gejala lain sebelum kehilangan
kesadaran.
3. Sakit kepala berdenyut (dahi).
4. Nafas pendek, cepat, dan dalam
5. Kepala terasa ringan, tremor atau kejang
6. Penglihatan berkurang dan tidak sadar
7. Kematian

c. Pengobatan

1) Hentikan aktifitas otot -> alirkan udara segar ke dalam alat selam dan naik ke
permukaan dengan bantuan jaket pelampung.
2) Bila sumber pencemaran sudah disingkirkan -> berikan O2 100% melalui
masker
3) Pencegahan -> ventilasi dari semua gas yang dikeluarkan dari helm
penyelam, ruang dekompresi dan pengikatan CO2 oleh zat kimia penyerap
dalam alat

4. Barotrauma

a. Pengertian

Barotrauma adalah kekerasan (pengerutan) akibat tekanan tinggi yang dapat


mengakibatkan kerusakan jaringan tubuh. Ini diakibatkan kegagalan tubuh
menyesuaikan tekanan udara atau gas yang terdapat pada rongga-rongga udara
di dalam tubuh penyelam, dengan tekanan absolut yang dialami penyelam.
Barotrauma ini dapat terjadi pada saat menyelam (tekanan meninggi, volume
udara mengecil) maupun penyelam berenang ke permukaan (tekanan mengecil,
volume udara membesar sesuai hukum Boyle) (Hadi, 2015).

Barotrauma adalah kerusakan jaringan tubuh yang terjadi akibat perbedaan


tekanan udara di dalam ruang yang berongga dengan tekanan lingkungan
(Sumiarto & Mes, 2015). Prinsip barotrauma ini mengikuti hukum boyle,
dimana peningkatan atau penurunan suatu tekanan dengan gas akan
menyebabkan pengembangan atau kompresi dari volume gas yang terkena
(LAKESLA, 2013).

b. Klasifikasi

Barotrauma terdiri dari barotrauma telinga, barotrauma hidung (sinus


paranasalis), barotrauma paru, barotrauma gigi dan barotrauma wajah (Arini et
al., 2017).

1) Barotrauma Telinga

Barotrauma telinga merupakan barotrauma yang paling sering dan banyak


terjadi pada penyelam tradisional. Hal ini disebabkan karena pada saat
menyelam telinga mendapatkan tekanan lebih besar dibandingkan dengan
rongga tubuh yang lainnya. Penyelam akan lebih sering mengalami tekanan
telinga yang berulang pada gendang telinga karena telinga memiliki tuba
auditori yang menutup saat terdapat tekanan dan harus dibuka dengan cara
menguap atau perasat lain, jika tuba mengalami gangguan dan tidak dapat
melakukan fungsinya maka tekanan negatif yang besar ditelinga tengah dapat
menyebabkan pelebaran pembuluh darah pada membran timpani dan mukosa
telinga tengah. Perubahan tekanan dapat menyebabkan pertukaran udara,
akibat dari perbedaan tekanan antara tekanan atmosfer dan tekanan telinga.

Barotrauma telinga terbagi atas dua, yaitu:

a) Barotrauma Telinga Waktu Menyelam (Descent)

Barotrauma Descent sering terjadi karena saat penyelam turun tubuh


mengalami penambahan tekanan dari air. Bila terjadi kegagalan
equalisasi pada saat penyelam turun, maka tekanan udara dalam
rongga-rongga fisiologis akan menjadi relatif negatif dengan tekanan
sekelilingnya. Tekanan relatif negatif akan menimbulkan distorsi atau
kerusakan pada jaringan lunak dalam rongga.

b) Barotrauma Telinga Waktu Naik ke Permukaan (Ascent)

Barotrauma Ascent terjadi saat penyelam akan mengalami penurunan


tekanan disekelilingnya ketika naik ke permukaan. Penurunan tekanan
akan mengakibatkan pengembangan (expansion) dari udara dalam
rongga-rongga fisiologis tubuh. Udara yang mengembang normalnya
dapat disalurkan keluar lewat rongga-rongga fisiologis tubuh. Tekanan
akan seimbang antara rongga-rongga tubuh dengan tekanan sekeliling,
jika terdapat obstruksi, udara yang mengembang akan terperangkap
dan meningkatkan tekanan dalam rongga-rongga fisiologis tubuh.
Barotrauma ini umumnya menimbulkan nyeri mendadak akibat
kenaikan tekanan dalam rongga dan teoritis juga terdapat bahaya
emboli vena.

2) Barotrauma Hidung (Sinus Paranasalis)

Hidung memiliki sinus paranasalis yang didalamnya terdapat rongga, pada


saat menyelam jika terjadi kegagalan equalisasi akibat dari adanya rhinitis,
polip dan sinusitis yang dapat menghambat saluran atau ostium sinus. Tekanan
yang meningkat akan menyebabkan nyeri pada bagian frontalis dan dapat
terjadi epistaksis dan salah satu tanda dari barotrauma hidung.

Barotrauma hidung terbagi atas dua, yaitu:

a) Barotrauma Hidung Waktu Menyelam (Descent)

Penyelam mengalami sumbatan pada saluran sinus disebabkan karena


terjadi kegagalan equalisasi pada saat penyelam turun di dalam air.
Tekanan yang meningkat dari luar akan dihantarkan oleh dinding sinus
sehingga tekanan pada waktu yang sama akan relatif negatif dalam
sinus karena kontraksi dari udara.
b) Barotrauma Hidung Waktu Naik ke Permukaan (Ascent)

Penyelam akan mengalami obstruksi yang mempunyai mekanisme


katup satu arah. Udara yang masuk melalui sinus saat menyelam turun
tidak ada hambatan, tetapi pada saat naik udara yang keluar dari sinus
terganggu sehingga terjadi peningkatan tekanan dalam sinus. Obstruksi
ini disebabkan karena peradangan pada mukosa, kista atau polip yang
mengganggu udara untuk keluar dari sinus.

3) Barotrauma Paru

Barotrauma paru merupakan yang paling berbahaya di antara barotrauma


lainnya. Penyelam akan terpajan dengan tekanan yang meningkat pada
pembuluh darah saat menyelam. Peningkatan tekanan berhubungan langsung
dengan kedalaman menyelam. Peningkatan tekanan berpengaruh dengan
peningkatan tekanan parsial gas-gas respirasi (O2 dan N) sehingga larutan
dalam jaringan tubuh akan meningkat dan tekanan yang meningkat akan
membentuk gelembung-gelembung gas di dalam darah dan jaringan tubuh.

Barotrauma paru terbagi atas dua, yaitu:

a) Barotrauma Paru Waktu Menyelam (Descent)

Penyelam yang tidak menggunakan alat (breath hold diving)


mempunyai resiko terjadinya barotrauma paru saat turun karena
penyelam tidak mempunyai suplai udara untuk mengequalisasikan
tekanan intrapulmonal dengan tekanan sekeliling. Kerusakan jaringan
paru pada barotrauma ini adalah kerusakan pada pembuluh vena kecil,
cairan keluar lewat membran alveoli dari kapiler dan jaringan
kemudian masuk ke dalam alveoli dan saluran nafas. Gejala klinis
yang ringan pada barotrauma paru jenis ini hanya menimbulkan rasa
nyeri dada dan eksudari ringan yang akan direabsorbsi pada saat naik
ke permukaan.

b) Barotrauma Paru Waktu Naik ke Permukaan (Ascent)


Ekshalasi waktu naik dapat terhambat dan udara yang mengembang
dalam paru akan terperangkap dan menimbulkan pengembangan
berlebih pada volume paru (overdistension of the lungs) disertai
dengan kenaikan tekanan intrekhalasi tidak adekuat dapat terjadi akibat
panik, menghisap air secara tidak sengaja yang menimbulkan
bronkospasme (water inhalation), penyakit yang dapat menimbulkan
obstruksi seperti asma, kista, tumor dan gangguan sistem pernapasan
lainnya.

4) Barotrauma Gigi

Barotrauma gigi ini terjadi apabila ada gigi yang berlubang (caries) akibatnya
rasa sakit pada gigi (terutama saat menyelam) yang disertai perdarahan.

c. Upaya Pencegahan Terjadinya Barotrauma

Penyelam melakukan pembinaan mengenai teknik equalisasi. Teknik


equalisasimerupakan membuka ujung saluran eustachio sehingga udara masuk
ke rongga telinga untuk menekan tekanan udara dari luar ketika menyelam.
Penggunaan teknik equalisasi sangat membantu penyelam tradisional untuk
menyamakan tekanan dari luar dan dari dalam tubuh sehingga bisa mencegah
terjadinya barotrauma. Cara melakukan teknik equalisasi, diantaranya sebagai
berikut:

1) Toynbee Manuver

Cubit hidung dan lakukan menelan pada saat menyelam untuk menyamakan
tekanan lingkungan.

2) Frenzel Manuver

Cubit hidung dan posisikan tenggorokan seakan menegang kemudian


membuat suara dari huruf “k”, keadaan ini akan membuat lidah menempel
pada palatum dan mengkompresi udara sehingga tuba eustachian membuka.

3) Lowry Technique
Cubit hidung, meniup dan menelan lakukan secara bersamaan.

4) Edmonds Technique

Cubit hidung, meniup dan menekan rahang lakukan dengan cara


bersamaan. Otot pada rahang akan menegang dan mendorong rahang
kedepan.

5) Valsavah Manuver

Menutup kedua sisi hidung dan mulut serta meniup pipi dengan ekspirasi
paksa. Peningkatan tekanan akan menyebabkan udara dalam ruang masuk
ke kedua tabung eustachius, menggembungkan rongga telinga tengah dan
membran timpani akan menonjol.

5. Tenggelam

Tenggelam merupakan salah satu resiko yang dihadapi oleh setiap orang yang
berkecimpung di air, dan sering mengakibatkan kematian karena masuknya air ke
dalam paru-paru. Oleh karena itu kepada semua calon penyelani dan juga
penyelani diharuskan dapat berenang dan disarankan pula semua penyelam
memakai rompi apung yang dilengkapi tabung CCL atau yang dihubungkan
dengan scuba sehingga dapat dikembangkan dengan cepat apa bila dalam keadaan
darurat.

6. Gangguan Bahaya Lainnya

Gangguan bahaya lainnya yang dapat terjadi saat menyelam seperti serangan dari
binatang laut yang berbahaya baik yang berbisa maupun yang beracun. Binatang
laut ada yang menggigit tapi ada pula yang menyengat. Luka yang diakibatkan oleh
gigitan binatang sewaktu menyelam dapat menyebabkan pendarahan yang hebat
dan dapat menimbulkan kematian. Sedangkan binatang laut yang nienyengat tidak
menimbulkan luka yang berarti, tetapi reaksi alergi/keracunan yang ditimbulkan
dapat pula membahayakan penyelam. Beberapa binatang laut yang berbahaya yang
perlu diwaspadai oleh penyelani seperti ubur-ubur, kerondong, gurita, ikan pari,
ikan hiu, karang api, jelatang laut, dll.
DAFTAR PUSTAKA

Arini, D., Farida, I., & Sari, R. R. (2017). CORRELATION OF EQUALIZATION


TECHNICAL TO BAROTRAUMA EVENTS IN TRADITIONAL DIVERS
VILLAGE KEDUNG COWEK, DISTRICT BULAK, KENJERAN, SURABAYA. In
Proceeding of Surabaya International Health Conference (pp. 535–544).

Dinas Kesehatan Angkatan Laut (2019) ‘Warta Kesehatan TNI AL media komunikasi,
Koordinasi dan Informasi’.

Farida, I., Arini, D., & Astuti, N. M. (2020). Aplikasi Tehnik Equalisasi Untuk Mencegah
Barotrauma Pada Penyelam Tradisional. GEMASSIKA : Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, 4(2), 155. https://doi.org/10.30787/gemassika.v4i2.545

Hadi, N. (2015). Macam-macam penyelaman. Simposium sehari penyelaman dengan aman.


Jakarta,. Oseana, XVI(4), 1–12. http://oseanografi.lipi.go.id/dokumen/oseana_xvi(4)1-
12.pdf

LAKESLA. (2013). Buku Ajar ilmu Kesehatan Penyelaman Dan Hiperbarik. Jakarta:
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI-AL.

Permenkes No 61 Tahun 2013 Tentang

Sumiarto, D., & Mes, S. (2015). Paket Instruksi Scuba Sistem Terbuka Khusus Penyelam
Scuba (Scuba Diver). Surabaya: Komando Pengembangan Dan Pendidikan TNI.

Wahjuningati, E. (2021) ‘ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN UJI PEMERIKSAAN


KESEHATAN ANGGOTA TNI ANGKATAN LAUT DI RUMAH SAKIT Dr.
RAMELAN SURABAYA’, MAKSIGAMA : Volume 15 Nomor 2 periode November
2021 Hal. 81 - 88, pp. 10–27.

Anda mungkin juga menyukai