Anda di halaman 1dari 17

Makalah

Matra Laut
“Keracunan Ikan atau Tumbuhan Laut”

Dosen Pengampu : F. A. Metekohy, S.SiT., M.Kes

Disusun Oleh : Kelompok 1 (Tingkat IIIB) :

1. Rahmawati Polpoke
2. Santi Lestari Budiman
3. Firdiani Sri A. La Abudan

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES MALUKU
PRODI KEPERWATAN MASOHI
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, yang karena atas limpahan rahmat dan
anugerah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.  Tak lupa
pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah
Matra Laut yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis, terutama
terkait penulisan makalah ini.
Adapun makalah ini penulis rangkum dari sumber yang dapat dipercaya yang
penyajiannya penulis sajikan dalam lembar Daftar Pustaka.  Penulis menyadari penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis
harapkan guna penyempurnaannya di masa mendatang.
Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan kemampuan
kita dalam bidang Ilmu Matra Laut sebagaimana yang kita semua harapkan.

Masohi, 01 September 2018

Penyusun
Kelompok I
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II. Pembahasan
A. Pengertian
B. Jenis-Jenis Ikan atau Tumbuhan Laut yang Beracun
C. Prinsip Penatalaksanaan
BAB III. Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun haruslah
dipersiapkan dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau secara berlebihan justru
mendatangkan bahaya baru. Identifikasi racun  merupakan usaha untuk mengetahui bahan,
zat, atau obat yang diduga sebagai penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan
penganggulangannya dapat dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat. Dalam menghadapi
peristiwa keracunan, kita berhadapan dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana
dan kapan saja serta memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga
mengamati efek dan gejala keracunan yang timbul.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau
bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat
menyebabkan keracunan.
Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan.
Pada pembahasan makalah kali ini, penyusun akan membahas mengenai keracunan ikan
atau tumbuhan laut.

B. Rumusan Masalah
Adapula rumusan masalah yang kemudian akan penyusun bahas pada makalah ini,
yaitu :
1. Apa itu racun dan keracunan ?
2. Apa itu keracunan ikan atau tumbuhan laut ?
3. Ikan atau tumbuhan laut apasajakah yang apabila dimakan akan menimbulkan efek
keracunan ?
4. Tindakan apasajakah yang harus segera dilakukan untuk menangani orang dengan
keracunan karena memakan ikan atau tumbuhan laut ?
5. Tindakan-tindakan apasajakah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
absorpsi lanjut pada orang dengan keracunan ?
6. Bagaimanakah cara untuk mengeluarkan racun yang telah terserap didalam tubuh ?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Secara umum tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
kelengkapan tugas dari dosen pembimbing mata kuliah matra laut.
2. Tujuan khusus
Tak hanya sebagai pemenuhan tugas dari dosen pembimbing mata kuliah matra
laut, makalah ini juga penyusun susun agar pembaca sekaligus penyusun dapat
mengetahui dan memahami mengenai :
a. Pengertian racun dan keracunan,
b. Jenis-jenis ikan atau tumbuhan laut yang beracun, dan
c. Prinsip penatalaksanaan (tindakan pada kedaruratan, pencegahan absorpsi
lanjut, serta mengeluarkan racun yang telah terserap).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik
kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu
kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,
serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Keracunan dapat
diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang disengaja seperti
usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan kriminal.
Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan
rumah tangga maupun lingkungan kerja. Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam
penyebab yang mengandung bahan berbahaya dan potensial yang dapat menjadi racun.
Keracunan ikan laut adalah masuknya suatu zat yang bersumber dari ikan laut yang
tidak diinginkan ke dalam tubuh manusia, sehingga zat tersebut menjadi berbahaya bagi
fungsi organ-organ tubuh manusia.
Sedangkan keracunan tumbuhan laut adalah masuknya suatu zat yang bersumber dari
tumbuhan laut yang tidak diinginkan ke dalam tubuh manusia, sehingga zat tersebut menjadi
berbahaya bagi fungsi organ-organ tubuh manusia.

B. Jenis-Jenis Ikan atau Tumbuhan Laut yang Beracun


Sama seperti keracunan yang disebabkan oleh penyebab lain, keracunan pada ikan
atau tumbuhan laut baru akan terjadi bila orang menyantap ikan atau tumbuhan laut yang
mengandung racun, tidak peduli apakah racun tersebut terdapat secara alami, terbentuk
oleh kegiatan jasad renik tertentu, atau akumulasi dari zat pencemar di sekitarnya (air laut).
Ikan merupakan salah satu jenis bahan pangan yang sangat mudah mengalami
kerusakan ketika ikan tersebut tidak segera mendapatkan penanganan dengan baik dan
benar. Bakteri yang terdapat di dalam ikan akan tumbuh atau berkembang biak. Salah satu
jenis bakteri yang tumbuh dan cepat berkembang biak ketika ikan tidak mengalami
penanganan dengan benar adalah bakteri patogen. Oleh karena itu agar kandungan ikan
tetap terjaga maka ikan harus selalu didinginkan setelah ditangkap. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya pertumbuhan bakteri yang menyebabkan kandungan ikan menjadi
tidak baik ataupun menyebabkan ikan menjadi busuk.
Zat beracun yang berada di dalam tubuh ikan terakumulasi di dalam jaringan / organ
tertentu. Berdasarkan jaringan atau organ yang mengandung racun, ikan dibagi menjadi tiga
kelompok besar, yaitu :
1. Jenis ichtyosarcotoxic (racun terkonsentrasi di dalam otot, kulit, hati, usus, dan
jaringan lain termasuk zat lender pada tubuh ikan, kecuali gonad).
2. Jenis ichtyootoxic (racun terkumpul di gonad : ovarium, testis, dan ovum).
3. Jenis ichtyohemotoxic (racun terkandung di dalam darah).
Pembagian ini tidak sepenuhnya tegas karena masih sering terjadi tumpang tindih.
Contohnya, puffer fish (tetraodontiformers) ; racun pada ikan jenis ini tersebar di seluruh
jaringan tubuh.

Dalam hal keracunan ikan laut, terdapat beberapa istilah, yaitu :


1. Tetrodoksin (Fugu Poisoning)
Tetrodotoksin adalah molekul organik berukuran kecil, bersifat heterosiklik yang
bekerja pada kanal natrium yang aktif di jaringan saraf. Racun ini memblok difusi natrium
melalui kanal natrium sehingga depolarisasi dan propagasi potensial aksi sel – sel saraf
dihambat. Dengan kata lain, Tetrodotoksin merupakan neurotoksin.
Tetrodotoksin bekerja langsung pada system saraf pusat dan perifer (saraf otonom,
motorik, dan sensorik). Racun ini juga mampu merangsang Chemoreceptor Trigger
Zone di medulla oblongata, dan menekan pusat pernapasan dan vasomotor pada area
tersebut.
Tetrodotoksin bersifat tahan panas (kecuali dalam suasana basa), larut dalam air,
bukan termasuk protein, menyerupai quinazoline, dan ditemukan terutama pada bagian
tubuh ikan, seperti kulit, hati, ovarium, usus dan (mungkin juga) otot. Karena kandungan
toksin di dalam ovarium sangat tinggi, ikan betina akan sangat beracun bila dimakan
pada musim bertelur.
Tetrodotoksin diyakini disinstesis oleh bakteri atau dinoflagellata yang berkaitan
dengan ikan puffer. Kadar toksisitasnya bervariasi menurut musim.

2. Histamin / skrombotoksin
Histamin yaitu senyawa yang terdapat pada daging ikan yang umumnya dari family
scombroid yang di dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang tinggi. Gejala
keracunan akan muncul apabila kita mengkonsumsi ikan dengan kandungan histamin
yang berlebih, yaitu dalam jumlah diatas 70-1000 mg.
Keracunan histamin juga ditulis sebagai keracunan skombrotoxin karena
keterkaitannya dengan keluarga scombroidae, yaitu ikan laut besar yang sebagian
dagingnya berwarna agak gelap. Contoh ikan yang bermotif tersebut, terutama warna
gelap yang memanjang dari kepala ke pangkal ekor adalah tuna, bonito, mackerel,
skipjack dan mahi – mahi (varietas ikan lumba – lumba) tetapi juga oleh etnis non-
scrombroidae seperti sardine, ikan herring dan salmon. Ikan yang termasuk keluarga ini
adalah tongkol, cakalang, kuwik, dan kembung. Jika pengolahan ikan golongan
scromboid tidak tepat, ikan tersebut akan mengalami penguraian bakteri dimana histidin
berubah menjadi histamin dan terbentuk racun skombrotoxin. Histamin bersifat stabil
dalam panas dan dingin.
Berikut gambar dari ikan-ikan tersebut :
a. Tuna

b. Bonito

c. Mackerel

d. Skipjack

e. Mahi – mahi (varietas ikan lumba – lumba)

f. Sardine

g. Ikan herring

h. Salmon
3. Ciguatera
Disamping histamin, terdapat pula ciguatera. Ciguatera merupakan kondisi
keracunan pada manusia yang diakibatkan karena mengkonsumsi hewan laut (ikan)
yang mengandung ciguatoxin. Penyakit ini telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu.
Ciguatera telah sering terjadi di kawasan tropis dan sub-tropis Samudra Pasifik dan
Samudra Hindia. Indonesia yang terletak di antara kedua samudra tersebut merupakan
salah satu kawasan yang banyak terjadi ciguatera.Racun ini dihasilkan oleh alga
dinoflasgelata yang disebut Gambierdiscus toxicus. Organisme ini biasanya tertelan oleh
ikan herbivor, selanjutnya ikan herbivor dimangsa ikan predator sehingga jumlah
kandungan racun makin meningkat. Pada ikan racun tersebut tidak berdampak namun
dapat menyebabkan sakit luar biasa bahkan dapat menyebabkan kematian pada
manusia maupun mamalia yang memakan ikan beracun tersebut.
Ikan belut laut dan kerapu karang (Plectropomus spp.) merupakan jenis ikan yang
banyak terkait dengan ciguatera, terutama di barat daya Samudra Hindia. Di Amerika
jenis ikan yang banyak terkait dengan ciguatera adalah kerapu sunu (Epinephelus spp.).
Di Australia, ikan-ikan yang dikenal dapat beracun meliputi tenggiri (Scomberomorus
commersoni), kerapu (Plectropomus dan Epinephelus), barakuda (Sphyraena jello),
kakap merah (Lutjanus sebae), dan kuwe (Caranx spp.). Berikut gambar dari jenis ikan
tersebut :
a) Ikan Belut Laut dan Kerapu Karang (Plectropomus Spp.)

b) Kerapu Sunu (Epinephelus Spp.)

c) Tenggiri (Scomberomorus Commersoni)

d) Kerapu (Plectropomus Dan Epinephelus)

e) Barakuda (Sphyraena Jello)

f) Kakap Merah (Lutjanus Sebae)


g) Kuwe (Caranx Spp.)

Sedangkan keracunan akibat dari tumbuhan laut dapat diakibatkan karena tumbuhan
laut tersebut sudah terkontaminasi dengan zat-zat hasil limbah manusia atau dapat juga
disebabkan oleh protozoa, parasit, bakteri yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat
racun.
Berikut manifestasi klinis dari keracunan :

Onset (Masa Awitan) Gejala Utama Jasad Renik/Toksin


Gejala Saluran Cerna Atas (Mual, Muntah) yang Dominan
< 1 jam Mual, muntah, rasa yang tak Garam logam
lazim di mulut, mulut terasa
panas
1-2 jam Mual, muntah, sianosis, sakit Nitrit
kepala, pusing, sesak nafas,
gemetar, lemah, pingsan.
1-6 jam (rerata 2-4) Mual, muntah, diare, nyeri Staphylococcus Aureus
perut. dan enterotoksinnya
8-16 jam (2-4 muntah) Muntah, kram perut, diare, rasa Bacillus Cereus.
mual.
6-24 jam Mual, muntah, diare, rasa haus, Jamur berjenis Amanita.
pelebaran pupil, pingsan, koma.
Radang Tengorokan Dan Gejala Saluran Napas
12-72 jam Radang tengorokan, demam, Streptococcus Pyogene
mual, muntah, pengeluaran
secret dari hidung, terkadang
ruam kulit.
2-5 hari Radang tengorokan dan hidung, Corynebacterium
eksudat berwarna keabuan, diphtheria
demam, mengigil, nyeri
tengorokan, lemah, sulit
menelan, pembengkakan
kelenjar getah bening leher.
Gejala Saluran Cerna Bawah (kram perut, diare) yang Dominan
2-36 jam (rerata 6-12) Kram perut, diare, diare yang C. perfringens; B. cereus;
disebabkan Clostridium S; faecalis; S.  faecium
perfringens, kadang-kadang
rasa mual dan muntah
12-72 jam (rerata 18-36) Kram perut, diare, muntah, Salmonella spp (termasuk
demam, mengigil, lemah hebat, S. Arizonae), E. coli
mual, sakit kepala, kadang- enteropatogenik, dan
kadang diare berdarah dan Enterobakteriacae, V.
berlendir, lesi kulit yang cholera (01 dan non-01),
disebabkan Vibrio vulnificuis. vulvinicus, V. fluvialis.
Yersinia enterocolitica
menyebabkan gejala yang
menyerupai flu apendisitis akut.
3-5 hari Diare, demam, muntah dengan Virus-virus enteric
nyeri perut, gejala saluran nafas
1-6 minggu Diare lengket (tinja berlemak), Giardia lamblia
sakit perut, berat badan
menurun
1-beberapa minggu Sakit perut, diare, sembelit, Entamoeba hystolitica
sakit kepala, mengantuk,
kadang tanpa gejala
3-6 bulan Sulit tidur, tak ada nafsu makan, Taenia sanginata dan 
berat badan menurun, sakit taenia solium
perut, kadang gastroenteritis
Gejala Neurologis (Gangguan Visual, Vertigo, Gell, Paralisis)
< 1 jam Gastroenteritis, cemas, Fosfat organic
penglihatan kabur, nyeri dada,
sianosis, kedutan, kejang.
Salvias berlebihan, berkeringat,
gastroenteritis, nadi tak Jamur jenis muscaria
teraratur, pupil mengecil,
bernafas seperti orang asma.
1-6 jam Rasa baal atau gatal, pusing, Tetrodotoxin
pucat, pendarahan perut,
pengelupasan kulit, mata
terfiksasi, reflek hilang, kedutan,
paralisis otot.
Rasa baal atau gatal,
gastroenteritis, pusing, mulut Ciguatoxin
kering, otot nyeri, pupil melebar,
pandangan kabur, paralisis otot.
2 jam-6 hari (12-36 jam) Rasa mual, muntah, rasa (geli) Chlorinated hydrocarbon
seperti dikaruk, pusing, lemah,
tak ada nafsu makan, berat
badan menurun, bingung.
Vertigo, pandangan kabur atau
diplobia, reflek cahaya hilang, Clostridium botulinum dan
sulit menelan, berbicara dan toksinnya.
bernafas; mulut kering, lemah,
paralisis pernafasan.
>72 jam Rasa baal, kaki lemah, Air raksa organic
paralisis, spastic, penglihatan
berkurang, buta, dan koma.
Gastroenteritis, nyeri pada kaki,
kaki dan tangan jatuh. Triortrocresyl phosphate.
Terjadi Gejala Alergi (Muka Memerah dan Rasa Gatal)
< 1 jam Sakit kepala, pusing, mual, Scombrotoxin (histamine)
muntah, rasa panas pada
mulut, tengorok terasa terbakar,
muka sembab dan merah, sakit
perut, gatal dikulit.
Rasa baal disekitar muluit, rasa Monosodium glutamate
seperti digaruk (geli), (MSG)
kemerahan, pusing, sakit 
kepala, mual.
Kemerahan, rasa panas, gatal, Asam nikotinat
sakit perut, edema lutut dan
wajah.
Gejala Gastroenteritis Dan/atau Neurologis (Toksin Kerang)
0,5-2 jam Rasa seperti digaruk (geli), Saxitoxin (paralytic
terbakar, baal, mengantuk, shelifish poisoning: PSP)
bicara inkoheren, paralisis
pernafasan.
2-5 menit sampai 3-4 Sensasi panas dan dingin Brevetoxin (neurotoxic
jam bergantian, rasa geli; baal shelifish poisoning: NSP)
disekitar bibir, lidah dan
tengorokan; nyeri otot, pusing,
diare, muntah.
30 menit sampai 2-3 Rasa mual, muntah, diare, sakit Dinophysis toxin, okadaic
jam perut, mengigil, demam. acid, pectenotoxin,
yessotoxin (Diarrheic
shelifish poisoning:DSP)
24 jam  Muntah, diare, sakit perut, Domoic Acid (Amnestic
(gastrointestinal) bingung, hilang ingatan, shelifish poisoning: ASP)
sampai 48 jam deisorientasi, kejang dan koma.
(neurologis)
Gejala Infeksi Umum (Demam, Mengigil, Lemah, Sakit, Pembengkakan Kelenjar
Limfe)
4-28 hari (rerata 9 hari) Gastroenteritis, demam, edema Trichinella spiralis
disekitar mata, berkeringat,
nyeri otot, mengigil, lemah, sulit
bernafas.
7-28 hari (rerata 14 hari) Lemah yang hebat, sakit Salmonella typhi
kepala, sakit kepala, demam,
batuk, mual, muntah, sembelit,
sakit perut, mengigil, bintik
merah dikulit, tinja berdarah.
10-13 hari Demam, sakit kepala, nyeri otot, Toxoplasma gondii
kemerahan.
10-50 hari (rerata 25- Demam, lemah-lesu, tak ada Mungkin virus
30) nafsu makan, mual, sakit perut,
kuning (ikterus).
Bervariasi, bergantung Demam, mengigil, sakit kepala Bacillus anthracis, brucella
pada tipe penyakit atau sendi, lemah-lesu, melitensis, B. abortus, B.
bengkak dikelenjar getah suis, coxiella bernetti,
bening, dan gejala yang khas francisella tularensis,
untuk penyakit lain. listeria monocytogenes, M.
tuberculosis,
mycobacterium sp,
pasteurella multocida,
streptobacillus
moniliformis,
campylobacter jejuni,
leptospira SSP.

C. Prinsip Penatalaksanaan
1. Tindakan pada kedaruratan
a. Tujuan penatalaksanaan
Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau meng-inaktifkan racun
sebelum diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk memelihara
sistem organ vital, menggunakan antidotum spesifik untuk menetralkan racun, dan
memberikan tindakan untuk mempercepat eliminasi racun terabsorbsi.
Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain :
1) Dapatkan kontrol jalan panas, ventilasi, dan oksigenisasi. Pada keadaan tidak
ada    kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung pada
keberhasilan penatalaksanaan pernapasan dan sistem sirkulasi.
2) Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu
tertelan, gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.
3) Tangani syok yang tepat.
4) Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
5) Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk
menurunkan efek toksin.
6) Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem saraf
pusat atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
7) Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang
ditelan, yaitu :
a) Diuresis untuk agen yang dikeluarkan lewat jalur ginjal
b) Dialisis Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal dan cartridge containing an adsorbent [karbon atau resin],
dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien.
8) Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
9) Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
10) Menurunkan peningkatan suhu.
11) Berikan analgesik yang sesuai untuk nyeri.
12) Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
13) Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma.
14) Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejan
Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukkan tanda dan
gejala masalah potensial dan prosedur untuk bantuan ulang.

b. Terapi Farmakologis
Untuk menangani korban keracunan dapat diberikan oralit. Oralit befungsi
menggantikan glukosa, garam dan mineral penting lain yang hilang akibat muntah
dan diare yang dialami oleh korban tersebut.

c. Terapi Non Farmakologi


Tindakan pertolongan yang dapat dilakukan pada korban keracunan adalah
usahakan agar dimuntahkan kembali makanan yang sudah tertelan itu. Kalau
mungkin lakukan pula pembilasan lambung dan pernafasan buatan. Karena obat
yang khas untuk keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada.

d. Penanganan multi sistem dalam tubuh


1) Kardiovaskuler
Hipotensi sering terjadi pada keracunan yang berat yang disertai depresi
sistem saraf pusat. Tekanan darah sistolik kurang dari 70 mmHg dapat
menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau nekrosis tubuler ginjal.
Hipotensi sebaiknya segera dikoreksi mula- mula dengan cara merendahkan
posisi kepala pasien dan pemberian infus NaCl atau infus koloidal. Zat
simpatomimetik vasokonstriktor jarang digunakan dan untuk penggunaannya
dapat meminta saran dari Sentra Informasi Keracunan.
Kehilangan cairan tanpa terjadinya hipotensi, umum terjadi pada koma yang
berkepanjangan dan pada keracunan asetosal yang disertai adanya muntah,
berkeringat, dan hiperpneu. Pada kasus keracunan, hipertensi seringkali bersifat
sementara (sesaat) lebih jarang terjadi dibandingkan hipotensi. Hipertensi dapat
disebabkan oleh obat-obat simpatomimetik seperti amfetamin, fensiklidin, dan
kokain.
Gangguan konduksi jantung dan aritmia dapat terjadi pada keracunan akut,
terutama pada keracunan antidepresan trisiklik, beberapa antipsikotik, beberapa
antihistamin, dan koproksamol. Aritmia yang disebabkan oleh kondisi hipoksia,
asidosis atau abnormalitas biokimia lain, seringkali memberikan respons
terhadap pemberian koreksi. Aritmia ventrikel yang menimbulkan hipotensi berat
mungkin memerlukan terapi. Jika interval QT memanjang, pemberian obat
antiaritmia mungkin tidaklah tepat sehingga sebaiknya dirujuk kepada ahli
jantung. Aritmia supraventrikel kadang mengancam jiwa dan pengobatan
sebaiknya ditunda hingga pasien tiba di rumah sakit
2) Respirasi
Pernapasan sering terganggu pada pasien yang tak sadarkan diri. Sumbatan
jalan napas membutuhkan tindakan segera. Bila tidak ada trauma, segera
bebaskan jalan nafas dengan teknik head thil chin lift atau jaw trust  apabila 
pada penderita keracunan akibat sekresi air liur dan bronkus yang menyumbat
untuk penatalaksaannya bersihkan mulut dan jalan nafas dari sisa muntahan
atau air liur  dan selalu miringkan penderita secara bergantian pada sisi kiri dan
kanan.
Pipa orofaring dan pipa nasofaring (gudel) dapat digunakan pada pasien
dengan penurunan kesadaran untuk mencegah obstruksi serta memberikan
ventilasi yang adekuat. Tindakan intubasi dan ventilasi sebaiknya
dipertimbangkan pada pasien yang jalan nafasnya tidak dapat dilindungi dan
ventilasinya tidak adekuat akibat asidosis respiratorik, pasien dengan kondisi
demikian sebaiknya dirawat dan dipantau pada perawatan ICU (critical care
area). Kebanyakan racun yang dapat mengganggu kesadaran juga dapat
menekan pernapasan.
Bantuan pernapasan, misalnya dengan mulut-ke-mulut atau dengan
alat ambu-bag mungkin diperlukan. Ventilasi yang adekuat tidak dapat digantikan
dengan pemberian oksigen semata, walaupun pada kasus keracunan karbon
monoksida dan gas iritan oksigen memang sebaiknya diberikan dengan kadar
setinggi mungkin.
3) SSP
Kejang tunggal dan singkat tidak memerlukan pengobatan. Bila kejang
berlangsung lama dan berulang, segera berikan lorazepam 4 mg atau diazepam
(sebaiknya dalam bentuk emulsi) hingga 10 mg injeksi intravena, pada vena
besar secara perlahan, benzodiazepin tidak boleh diberikan secara
intramuskular.

2. Pencegahan absorpsi lanjut


Untuk mencegah penyerapan atau absorpsi racun lebih lanjut secara umum, yaitu :
a. Menimbulkan muntah (korek dinding faring belakang dengan menggunakan
spatel, atau dengan memberikan apomorfin 5-8 gram secara SC).
b. Bilas lambung.
c. Pemberian pencahar (meningkatkan peristaltic usus sehingga penyerapan lebih
lama).
d. Pemberian bubur karbon aktif (untuk menyerap obat/racun).

3. Mengeluarkan racun yang telah terserap

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penyusunan makalah ini penyusun mengambil kesimpulan bahwa tidak semua
keracunan ikan atau tumbuhan laut berasal dari ikan atau tumbuhan laut tersebut. Tetapi
dapat juga disebabkan karena terkontaminasi dengan limbah manusia sendiri yang apabila
dimakan oleh manusia dapat berdampak pada terjadinya kejadian keracunan tersebut.

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan penyusun sekaligus pembaca
dalam hal keracunan ikan atau tumbuhan laut.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai