Disusun Oleh:
Kelas :
Keperawatan Reguler C
2019
1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Upaya
Pemutusan Rantai Infeksi, Pencegahan Bahaya Fisik, Radiasi, Kimia, Ergonomik, Dan
Psikososial Dalam Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kerja Dalam Keperawatan”
Semoga Allah yang Maha Esa memberikan kekuatan dan melimpahkan segala rahmat
dan hidayah-Nya atas segala yang telah kita lakukan.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi
penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya,amiin.
ii
DAFTAR ISI
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................29
3.2 Saran..................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang yang
sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih dikenal dengan
singkatan K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan kerja. Kecelakaan yang
umumnya mulai dijumpai seperti infeksi, bahaya fisik, kimia, radiasi, ergonomik dan
psikososial. Menurut Milyandra (2009) Istilah ‘keselamatan dan kesehatan kerja’,
dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang pertama
mengandung arti sebagai suatu pendekatan pendekatan ilmiah (scientific approach)
dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau suatu program yang
mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat
digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied science). Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya
mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya
penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi
dimulai dari infeksi, fisik, radiasi, kimia, ergonomik dan psikososial. Untuk itu
diperlukan tindakan pengendalian, yang bisa dimulai dari individu tersendiri. Jadi
dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan
ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan
keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ).
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi
yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak
sedikit jumlanya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang
sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat
digantikan oleh teknologi apapun. Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan
kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan
kerugian finansial sebesar 1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia menurut data PT.
Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005 terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan
kerja, 5000 kematian, 500 cacat tetap dan konpensasi lebih dari Rp. 550 milyar.
1
Konpensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung dan 7.5 juta pekerja
sektor formal yang aktif sebagai peserta Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak
langsung dari seluruh sektor formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar
merupakan kerugian dunia usaha.(DK3N,2007). Melihat angka-angka tersebut tentu
saja bukan suatu hal yang membanggakan, akan tetapi hendaklah dapat menjadi
pemicu bagi dunia usaha dan kita semua untuk bersama-sama mencegah dan
mengendalikannya. Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan
penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja.
2
1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui tentang Konsep Dasar K3 dan Upaya individu
dalam pemutusan rantai infeksi, penegahan bahaya fisik, radiasi, kimia,
ergonomik dan psikososial.
b. Tujuan khusus
Dengan penyusunan makalah ini, mahasiswa diharapkan:
- Mampu memahami dan mngetahui tentang konsep dasar K3
- Mampu memahami dan mngetahui tentang Hazard dan Upaya individu dalam
pemutusan rantai infeksi, penegahan bahaya fisik, radiasi, kimia, ergonomik dan
psikososial.
3
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
D. Zaman Yunani Kuno
Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates.
Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal
yang ditumpanginya.
E. Zaman Romawi
Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan
adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena adanya paparan bahan-
bahan toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan sulfur. Pada masa
pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah dilakukan pelayanan
kesehatan bagi angkatan perang.
F. Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang
mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau meninggal.
Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja
sehingga disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang
mengandung vapour harus menggunakan masker.
G. Abad Ke-16
Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus
Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal
dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-penyakit akibat
kerja terutama yang dialama oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli
yang bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah mulai
melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di pertambangan dengan
menerapkan prinsip ventilasi.
H. Abad ke-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 – 1714)
dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal :
Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan
referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa
dokter-dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan
dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia
mendiagnosa seseorang yaitu “ What is Your occupation ?”. Ramazzini
melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat kerja,
yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja dan
6
adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika
bekerja (ergonomic factors)
I. Era Revolusi Industri
Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah :
-Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru
ditemukan sebagai sumber energi.
-Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia
-Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya
bidang industri kimia dan logam).
-Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya
industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru.
-Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa
pembakaran
J. Era Industrialisasi
Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan pertengahan abad 20
maka penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti
perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri, safety
devices. dan interlock dan alat-alat pengaman lainnya juga turut berkembang.
K. Era Manajemen dn Manajemen K3
Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an
hingga sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang
meneliti penyebabpenyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi karena
faktor manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe
condition). Pada era ini berkembang system automasi pada pekerjaan untuk
mengatasi masalah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor manusia.
Namun system otomasi menimbulkan masalah-masalah manusiawi yang
akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya blok-blok
pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit pekerjaan. Sejalan
dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI) pada
tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang menyatakan
bahwa factor manajemen merupakan latar belakang penyebab yang
menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan tersebut
serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada akhir abad
7
20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan system manajemen K3 yang
berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya.
Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti safety, health dan masalah
lingkungan dalam suatu system manajemen juga menuntut adanya kualitas
yang terjamin baik dari aspek input proses dan output. Hal ini ditunjukkan
dengan munculnya standar-standar internasional seperti ISO 9000, ISO 14000
dan ISO 18000.
L. Era Mendatang
Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya
difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan
pekerja. Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang sifatnya
publik atau untuk masyarakat luas. Penerapan aspek-aspek K3 mulai
menyentuh segala sektor aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk
menjaga harkat dan martabat manusia serta penerapan hak asazi manusia demi
terwujudnya kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak
berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang merupakan perwujudan
aspek-aspek K3.
M. Sejarah Perkembangan K3 di Indonesia
Seperti halnya dengan perkembangan K3 dinegara-negara maju
lainnya. Perkembangan K3 di Indonesia tidak diketahui secara pasti kapan
tepatnya. Kemajuan-kemajuan yang dicapai di eropa sangat dirasakan sejak
timbulnya revolusi industri, nemun perkembangan K3 sesungguhnya baru
dirasakan (terjadi) bebrapa tahun setelah Negara kita merdeka yaitu pada saat
munculnya Undang-Undang Kerja dan Undang-Undang Kecelakaan,
meskipun permulaannya belum berlaku, namun telah memuat pokok-pokok
tentang K3.
Selanjutnya oleh Departemen Perburuhan pada tahun 1967 didirikan
lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian pada tahun 1965 berubah menjadi
Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh.
Pada tahun 1966 didirikan Lembaga igiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja di Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas Higiene Perusahaan/Sanitasi
umum dan Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan.
Disamping itu juga tumbuh organisasi swasta yaitu Yayasan Higiene
Perusahaan yang berkedudukan di Surabaya. Untuk selanjutnya organisasi
8
Hiperkes (Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja) yang ada dipemerintah
dari tahun-ketahun selalu mengalami perubahan-perubahan dengan nama
sebagai berikut:
1. Pada tahun 1969 berubah menjadi Lembaga Nasional Higiene Perusahaan
dan Kesehatan Kerja
2. Pada tahun 1978 berubah menjadi pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (Hiperkes).
3. Pada tahun 1983 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja
4. Pada tahun 1988 berubah menjadi pusat Pelayanan Ergonomi, Kesehatan
dan Keselamatan Kerja.
5. Pada tahun 1993 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan
dan Keselamatan Kerja.
Jadi jelas bahwa perkembangan K3 di Indonesia berjalan bersama-
sama dengan pengembangan kesehatan kerja yaitu selain melalui institusi,
juga dilakukan melalui upaya-upaya penerbitas buku-buku, majalah, leaflet
K3, spanduk-spanduk, poster dan disebabarluaskan ke Seluruh Indonesia.
Kegiatan lain adalah seminar K3, konvensi, lokakarya, bimbingan terapan K3
diadakan secara berkala dan terus menerus.
Organisasi K3 adalah Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja
(AHKKI) yang memiliki cabang diseluruh Provinsi Wilayah NKRI dengan
pusat di Jakarta.
Program pndidikan keahlian K3 dilaksanakan baik dalam bentuk mata
kuliah pendidikan formal yang diberikan pada beberapa jurusan di Perguruan
Tinggi, juga diberikan dalam bentuk In formasl berupa kursus-kursus keahlian
K3. dan salah satu keahlian yang berkembang di tahun 2004 adalah HIMU =
Higiene Industri Muda.
Dari segi peraturan perundang-uandang yang berlaku, yaitu
perundangan yang menyangkut K3 yang terdapat dalam Undang-Undang No.1
tahun 1970, Peraturan Menteri dan Surat edaran telah banyak diterbitkan.
9
2.1.2 Pengertian K3
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah ilmu terapan yang bersifat
multi disiplin, bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan,
dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi proyek.
Menurut America Society of safety and Engineering (ASSE) K3 diartikan sebagai
bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang ada
kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.
Pengertian K3 menurut undang-undang No.1 tahun 1970 (1) adalah upaya dan
pemikiran dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani dan rohani
manusia pada umumnya dan pekerja pada khususnya serta hasil karya budaya 12
dalam rangka menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila
10
faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan
psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan
setiap manusia kepada jabatannya.Suma’mur (1976) memberikan definisi
kesehatan kerja sebagai : “Spesialisasidalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi- tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta
terhadap penyakit-penyakit umum”.Kesehatan kerja adalah suatu kondisi
kesehatan yang bertujuan agar masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan
setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Kesehatan dalam ruang lingkup kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja
tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut
Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, Bab I pasal 2, keadaan
sehat diartikan sebagai kesempurnaan keadaan jasmani, rohani, dan
kemasyarakatan (Slamet, 2012). Mia (2011) menyatakan bahwa kesehatan kerja
disamping mempelajari faktorfaktor pada pekerjaan yang dapat mengakibatkan
manusia menderita penyakit akibat kerja (occupational disease) maupun penyakit
yang berhubungan dengan pekerjaannya (work-related disease) juga berupaya
untuk mengembangkan berbagai cara atau pendekatan untuk pencegahannya,
bahkan berupaya juga dalam meningkatkan kesehatan (health promotion) pada
manusia pekerja tersebut.
11
disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu program yang
menjamin keselamatan dan kesehatan pegawai di tempat kerjaMangkunegara
(2002) menyatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusiapada umumnya,
hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri .Keselamatan dan Kesehatan Kerja
merupakan satu upaya pelindungan yang diajukan kepada semua potensi yang
dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang
lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua
sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Suma’mur, 2006).
Menurut Ridley (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang
sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat
dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Sama halnya dengan
Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja
menunjukkan kepada kondisikondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja
yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan instrumen yang memproteksi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya
akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib
dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan
menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak
boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus
dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan
yang berlimpah pada masa yang akan datang (Prasetyo, 2009).Keselamatan dan
kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang
memungkinkan terjadinya kecelakaan
12
Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan
penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan
pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar
terhindar dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi
penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang manusiawi.
Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu : suatu ilmu yang
penerapannya untuk meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui
peningkatan kesehatan, pencegahan Penyakit Akibat Kerja meliputi pemeriksaan
kesehatan, pengobatan dan pemberian makan dan minum bergizi.
13
2.1.3 Subdisiplin/Cabang Keilmuan Keselamatan Kerja dlam Keperawatan
Menurut Joint Committee of OHS dari ILO dan WHO bahwa subkeilmuan
besar dari K3 adalah :
Sub disiplin ilmu dari K3 yang menggunakan kedua keilmuan besar tersebut
adalah ergonomi dan ilmu perilaku.
Kesehatan dan keselamatan kerja cukup penting bagi moral, legalitas, dan
finansial. Semua organisasi memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja
dan orang lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu.
14
Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu :
1. Identifikasi bahaya
2. Analisis
3. Evaluasi
4. Pengendalian
15
2.2. Resiko Bahaya dalam Keselamatan Kerja dalam Keperawatan
Dalam sebuah pekerjaan dimanapun itu tidak akan terlepas dari suatu hal yang
disebut bahaya/ resiko yang ditimbulkan dari pekerjaan tersebut. Terutama
sebagai seorang tenaga medis yang dituntut agar selalu melakukan pengendalian
akan resiko apa saja yang mungkin terjadi, seperti penggunaan APD dalam
melakukan tindakan terhadap pasien.
Resiko bahaya di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi, fisik,
kimia, fisiologi/ergonomi dan psikologi dapat menyebabkan penyakit dan
kecelakaan akibat kerja bagi pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat
disekitar lingkungan rumah sakit. Pekerja rumah sakit memiliki resiko kerja yang
lebih tinggi dibanding pekerja industri lain sehingga resiko bahaya tersebut harus
dikendalikan.
Resiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita
tidak dapat mengenalinya, terutama resiko bahaya biologi, karena keberadaan
micro organisme patogen tidaklah nampak seperti resiko bahaya fisik atau kimia.
Akan tetapi dampak dari resiko bahaya biologi di rumah sakit jika tidak
dikendalikan, maka dapat berdampak serius baik terhadap kesehatan maupun
terhadap keselamatan pekerja dan pengunjung serta masyarakat disekitar rumah
sakit.
16
Secara umum resiko bahaya di rumah sakit dapat dikelompokkan dalam 5
kelompok sebagai berikut;
Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik antara lain:
17
abuk keselamatan. Pada ruang perawatan anak dan jiwa yang terletak di lantai
atas pastikan jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman dan anak-
anak selalu dalam pengawasan orang dewasa saat bermain.
18
d. Resiko bahaya akibat pencahayaan adalah pencahayaan pada lingkungan
kerja yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah
sakit juga telah dipantau dan dilaporkan seperti resiko bahaya kebisingan
tersebut. Hal yang harus diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu,
pastikan lampu pengganti setara tingkat pencahayaannya dengan lampu
sebelumnya, sehingga tidak terjadi perubahan dalam tingkat pencahayaan pada
area tersebut.
e. Resiko bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus
listrik. Pengendalian yang telah dilakukan adalah melakukan preventif
maintenance seluruh peralatan elektrik yang dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi
peralatan medis dan penggantian peralatan yang telah out off date. Untuk
mencegah bahaya kebakaran akibat peralatan listrik yang dibawa peserta didik
dan keluarga pasien dilakukan sosialisasi kepada seluruh peserta didik pada
saat orientasi dan untuk keluarga pasien informasi diberikan pada saat pasien
masuk rumah sakit khususnya pasien rawat inap.
f. Resiko bahaya akibat iklim kerja adalah berupa suhu ruangan dan tingkat
kelembaban. Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak dikendalikan
dapat mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas hasil kerja. Pemantauan
secara berkala telah dilakukan oleh ISLRS dan jika ditemukan kondisi tidak
memenuhi peresyaratan akan dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI, Unit
K3RS dan ISLRS yang dipimpin oleh Direktur Umum dan Operasional.
g. Resiko bahaya akibat getaran adalah resiko yang tidak banyak ditemukan di
rumah sakit tetapi mungkin masih ada terutama pada kedokteran gigi yang
menggunakan bor dengan motor listrik dan pada bagian housekeeping / rumah
tangga yang menggunakan mesin pemotong rumput (bagian taman).
19
2.2.4 Resiko Bahaya Kimia
Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi:
a. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi
lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, desinfeksi
peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-lain.
b. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan mencuci
permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan lain-lain.
c. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan
peralatan lainnya.
d. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi anatomi.
e. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk pengobatan
pasien.
f. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan
penunjang pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen, nitrit
oxide, nitrous oxide, dan lain-lain.
g. Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi
dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah
pengadaan B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking,
pemanfaatan dan pembuangan limbahnya.
h. Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan
yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data
Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang
mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta
mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3.
i. Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan
diatas palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan,
tersedia MSDS, safety shower, APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit untuk
menangani tumpahan B3 serta tersedia prosedur penanganan Kecelakaan
Kerja akibat B3.
j. Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja yang
kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar
pelabelan. Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan
oleh pimpinan rumah sakit.
20
k. Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke
lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus
memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus segera diusulkan
sesuai prosedur yang berlaku.
l. Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor
yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3
padat harus dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS
B3), untuk selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.
21
2.3. HIERARKI UPAYA PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA
22
operasional Prosedur (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal
kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, dan lain-
lain.
e. Alat pelindung diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang
paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya. APD hanya dipergunakan oleh
pekerja yang akan berhadapan langsung dengan resiko bahaya dengan memperhatikan
jarak dan waktu kontak dengan resiko bahaya tersebut. Semakin jauh dengan resiko
bahaya maka resiko yang didapat semakin kecil, begitu juga semakin singkat kontak
dengan resiko bahaya resiko yang didapat juga semakin kecil.
Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada pekerja
seperti kurang leluasa dalam bekerja, keterbatasan komunikasi dengan pekerja lain,
alergi terhadap APD tertentu, dan lain-lain. Beberpa pekeerja yang kurang faham
terhadap dampak resiko bahaya dari pekerjaan yang dilakukan kadang kepatuhan
dalam penggunaan APD juga menjadi rendah. APD reuse memerlukan perawatan dan
penyimpanan yang baik sehingga kualitas perlindungan dari APD tersebut tetap
optimal.
Hierarki pengendalian resiko bahaya tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
23
2.4. UPAYA PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA
Setelah kita ketahui jenis-jenis resiko bahaya di rumah sakit, ternyata seluruh
resiko bahaya tersebut terdapat di rumah sakit. Beberapa contoh sistem pengendalian
resiko bahaya yang telah dilakukan di rumah sakit adalah sebagai berikut:
Resiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapi, kedokteran nuklir, ruang
cath lab dan beberapa kamar operasi yang memiliki fluoroskopi / x-ray.
Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain: pemasangan rambu peringatan
bahaya radiasi, pelatihan proteksi bahaya radiasi, penyediaan APD radiasi,
pengecekan tingkat paparan radiasi secara berkala dan pemantauan paparan
radiasi pada petugas radiasi dengan personal dosimetri pada patugas radiasi.
Terdapat pada ruang boiler, generator listrik dan ruang chiller. Pengendalian
yang telah dilakukan antara lain: substitusi peralatan dengan alat-alat baru
dengan ambang kebisingan yang lebih rendah, penggunaan pelindung telinga
dan pemantauan tingkat kebisingan secara berkala oleh Instalasi Sanitasi
Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS).
24
Resiko bahaya ini terutama di satuan kerja dengan pekerjaan teliti seperti di
kamar operasi dan laboratorium. Pengendalian yang sudah dilakukan adalah
pemantauan tingkat pencahayaan secara berkala oleh ISLRS dan hasil
pemantauan dilaporkan ke Direktur, Teknik dan Unit K3 untuk tindak lanjut
ruangan yang tingkat pencahayaannya tidak memenuhi persyaratan.
25
2.4.5. Resiko bahaya listrik
Resiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesetrum. Pengendalian yang
telah dilakukan adalah adanya kebijakan penggunaan peralatan listrik harus
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan harus dipasang oleh bagian
IPSRS atau orang yang kompeten. Peralatan elektronik di RSUP dr Sardjito
secara berkala dilakukan maintenance oleh bagian IPSRS dan seluruh
peralatan yang layak pakai akan diberikan label layak pakai berupa stiker
warna hijau, sedangkan yang tidak layak pakai akan diberikan stiker merah
dan peralatan tersebut ditarik oleh bagian IPSRS. Selain itu unit K3 dan
IPSRS secara berkala melakukan sosialisasi ke seluruh satuan kerja tentang
perilaku aman dalam menggunakan listrik di rumah sakit.
26
Resiko bahaya getaran tidak terlalu signifikan. Dari telaah yang telah
dilakukan unit K3, resiko bahaya getaran ditemukan di bagian taman akibat
dari mesin pemotong rumput dan di klinik gigi akibat dari mesin bor gigi,
tetapi tingkat getaran pada ke 2 lokasi tersebut masih dalam batas yang
diijinkan.
Resiko bahaya biologi yang paling banyak adalah akibat kuman patogen dari
pasien yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh, dropet dan udara.
Pengendalian resiko ini telah dilakukan oleh Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) akan tetapi termasuk dalam area pemantauan Unit
K3. Resiko air borne dissease dikendalikan dengan rekayasa ruangan tekanan
negatif beserta peraturan administratif dan APD. Resiko penularan melalui
droplet dikendalikan dengan menyediakan masker bagi petugas, pengantar
pasien dan pasien yang batuk, serta sosialisasi etika batuk oleh PPI. Resiko
blood borne dissease dikendalikasn dengan penggunaan alat-alat single
use beserta persturan administratif dan APD. Selain itu untuk mencegah pe
nularan penyakit blood borne dissease khususnya Hepatitis B dilakukan
Imunisasi Hepatitis B dengan perioritas pada karyawan dengan kadar titer anti
HBs < 0,2 u/L terutama yang bekerja pada tindakan invasif terhadap pasien.
Selain itu juga telah dilakukan penanganan paska pajanan infeksi khususnya
pada HIV dan Hepatitis B. Bila pekerja atau peserta didik mengalami
kecelakaan kerja berupa tertusuk jarum bekas pasien atau terkena percikan
darah dan cairan tubuh pada mukosa (mata, mulut) atau terkena pada luka,
maka wajib melaporkan kepada penanggung jawab ruangan pada saat itu dan
setelah melakukan pertolongan pertama harus segera periksa ke IGD agar
dilakukan telaah dan tindak lanjut paska pajanan sesuai prosedur untuk
mengurangi resiko tertular.
Resiko ini terutama terhadap bahan kimia golongan berbahaya dan beracun
(B3). Pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan identifikasi bahan-
27
bahan B3, pelabelan standar, penyimpanan standar, penyiapan MSDS,
penyiapan P3K, APD dan safety shower serta pelatihan teknis bagi petugas
pengelola B3. Rekayasa juga dilakukan dengan penggunaan Laminary Airflow
pada pengelolaan obat dan B3 lainnya.
Resiko ini banyak terjadi pada pekerjaan angkat dan angkut baik pasien
maupun barang. Sosialisasi cara mengangkat dan mengangkut yang benar
selalu dilakukan. Selain itu dalam pemilihan sarana dan prasarana rumah sakit
juga harus mempertimbangkan faktor ergonomi tersebut terutama peralatan
yang dibeli dari negara lain yang secara fisik terdapat perbedaan ukuran
badan.
Resiko psikologi teidak terlalu kelihatan akan tetapi selalu ada meskipun
kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya yang dilakukan antara lain dengan
mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar staff dan pimpinan dan pada
acara-acara bersama seperti saat ulang tahun RS dan lain-lain yang bertujuan
agar terjalun komunikasi yang baik sehingga secara psikologi menjadi lebih
akrab denganharapan resiko bahaya psikologi dapat ditekan seminimal
mungkin.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
Jagalah keselamatan anda dalam kondisi yang aman dan patuhilah pada
peraturan rambu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan dan mengurangi risiko
kecelakaan.
29
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. – Jakarta : Departemen, Kesehatan RI. Cetakan
kedua, 2008.
Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit.
https://www.academia.edu/7921817/Kesehatan_Keselamatan_Kerja_dan_Fisioterapi
30