Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PENERAPAN KESEHATAN DAN

KESELAMATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN


“UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI: PRECAUTION DAN UPAYA
MENCEGAH HAZARD FISIK, KIMIA, BIOLOGI,
MEMPERTAHANKAN ERGONOMIK PADA POSISI, DAN UPAYA
MENCEGAH HAZARD PSIKOSOSIAL”

Disusun oleh:
Kelompok 6
Cantika Laksmi Bunga
Denny Nur Kholiq
Erika Dwi Wahyuni
Nur Khalifah

Dosen Pembimbing:
dr. Putri Tresnasari, Sp.OK

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021
MAKALAH PENERAPAN KESEHATAN DAN
KESELAMATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
“UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI: PRECAUTION DAN
UPAYA MENCEGAH HAZARD FISIK, KIMIA, BIOLOGI,
MEMPERTAHANKAN ERGONOMIK PADA POSISI, DAN UPAYA
MENCEGAH HAZARD PSIKOSOSIAL”

Disusun oleh:
Kelompok 6
Cantika Laksmi Bunga
Denny Nur Kholiq
Erika Dwi Wahyuni
Nur Khalifah

Dosen Pembimbing:
dr. Putri Tresnasari, Sp.OK

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah “Upaya memutuskan rantai infeksi: precaution dan
upaya mencegah hazard fisik kimia, biologi, mempertahankan ergonomik pada posisi,
dan upaya mencegah hazard psikososial” dapat kami selesaikan.
Shalawat beriring salam semoga dilimpahkan kepada Baginda Rasulullah
SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang istiqamah di jalan-Nya hingga
akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar
Keperawatan K3. Selain itu, agar pembaca dapat memperluas ilmu yang berkaitan
dengan judul makalah, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber dan hasil kegiatan yang telah dilakukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait, terutama
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Dan kami menyadari masih banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini. Oleh karena itu, kami memohon keterbukaan dalam pemberian saran
dan kritik agar lebih baik lagi untuk ke depannya.

Samarinda, 25 Agustus 2021

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................7
C. Tujuan...............................................................................................................7
D. Manfaat.............................................................................................................8
E. Sistematika Penulisan.......................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9
A. Precaution.........................................................................................................9
B. Upaya Mencegah Hazard Fisik.......................................................................10
C. Upaya Mencegah Hazard Kimia.....................................................................15
D. Upaya Mencegah Hazard Biologi...................................................................17
E. Mempertahan Ergonomik Pada Posisinya......................................................18
F. Upaya Mencegah Hazard Psikisosial..............................................................21
BAB III PENUTUP..............................................................................................25
A. Kesimpulan.....................................................................................................25
B. Saran...............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang


yang sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih
dikenal dengan singkatan K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan kerja.
Menurut Milyandra (2009) Istilah „keselamatan dan kesehatan kerja‟, dapat
dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang pertama
mengandung arti sebagai suatu pendekatan pendekatan ilmiah (scientific
approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau
suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan
kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied
science). Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya
bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun
kerugian- kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang
mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ).
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar
bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa
kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya
korban jiwa yang tidak sedikit jumlanya. Kehilangan sumber daya manusia
ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-
satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja
menderita penyakit akibat kerja, kematian 2.2 juta dan kerugian finansial
sebesar 1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia menurut data PT.
Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005 terjadi lebih dari 300 ribu
kecelakaan kerja, 5000 kematian, 500 cacat tetap dan konpensasi lebih dari

4
Rp. 550 milyar. Konpensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung dan
7.5 juta pekerja sektor formal yang aktif sebagai peserta Jamsostek.
Diperkirakan kerugian tidak langsung dari seluruh sektor formal lebih dari
Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar merupakan kerugian dunia usaha.
(DK3N,2007). Melihat angka-angka tersebut tentu saja bukan suatu hal yang
membanggakan, akan tetapi hendaklah dapat menjadi pemicu bagi dunia
usaha dan kita semua untuk bersama-sama mencegah dan mengendalikannya.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan
penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja.
Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi
tentang pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek
hukum K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Melalui
peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat
ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati
adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang
dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat
regional. Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat
kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga
menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3
yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat
meningkatkan hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat
mendorong semua tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum
merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap
tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial.
Selain penyakit-penyakit infeksi, rumah sakit memiliki potensi bahaya
lainnya yang memengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik,

5
dan sumber- sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang
berbahaya, gasgas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi (Kepmenkes
RI, 2007). Hasil laporan National Safety Council (NSC) dalam Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 432 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Hal
ini sejalan dengan riset yang diklaim oleh US Department of Health and
Human Services (1990) bahwa dibandingkan dengan pekerja sipil lainnya,
pekerja RS lebih banyak mengalami masalah keselamatan dan kesehatan
kerja. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit
pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi, dan lain-lain.
Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan
bagi karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di
lingkungan RS.
Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di institusi pelayanan
kesehatan terutama di rumah sakit, penggunaan peralatan dengan teknologi
tinggi dan bahan- bahan serta obat berbahaya bagi kesehatan untuk tindakan
diagnostik, terapi maupun rehabilitasi semakin meningkat. Oleh sebab itu,
terpaparnya Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit oleh bibit penyakit
perlu mendapat perhatian khusus. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 66 tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit,
SDM Rumah Sakit adalah semua tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan
yang bekerja di rumah sakit
Salah satu tenaga medis yang memiliki eksistensi peranan cukup penting
di rumah sakit adalah perawat. Sejalan dengan ini, penelitian yang dilakukan
pada tahun 2003 mengatakan bahwa pekerjaan yang paling berisiko
menyebabkan injury (non fatal) pada wanita adalah perawat, dimana terdapat
risiko tertusuk jarum suntik dan sebagainya. Perawat adalah profesi yang
difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga
mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang
optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Perawat profesional adalah

6
perawat yang bertanggung jawab dan berwenang untuk memberikan
pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain sesuai dengan kewenangan (Bastian, 2008). Dalam
melaksanakan pengabdiannya seorang perawat tidak hanya berhubungan
dengan pasiennya, tetapi juga dengan keluarga pasien, rekan sesama perawat,
dokter, serta berbagai peraturan yang harus dijalani. Seorang perawat
memiliki daftar tugas yang harus dilakukan selama bekerja, khususnya pada
Instalasi Rawat Inap (IRI) di antaranya, merawat pasien, bertanggung jawab
atas kebersihan ruangan dan sekitarnya, melakukan penyuntikan, pemasangan
infus, memeriksa darah, tes urin, mendampingi dokter memeriksa pasien, dan
lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis kemukakan, rumusan


masalah yang ingin diungkapkan yaitu :
1. Precation
2. Upaya Mencegah Hazard Fisik
3. Upaya Mencegah Hazard Kimia
4. Upaya Mencegah Hazard Biologi
5. Mempertahankan Posisi Ergonomik
6. Upaya mencegah Hazard Psikososial

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah agar kita sebagai
mahasiswa keperawatan dapat mengetahui dan memahami Upaya
memutuskan rantai infeksi: precaution dan upaya mencegah hazard fisik kimia,
biologi, mempertahankan ergonomik pada posisi, dan upaya mencegah hazard
psikososial.

2. Tujuan Khusus

7
Tujuan Khusus dari penulisan makalah ini adalah:
a. Mahasiswa mengetahui Precation.
b. Mahasiswa mengetahui Upaya Mencegah Hazard Fisik.
c. Mahasiswa mengetahui Upaya Mencegah Hazard Kimia.
d. Mahasiswa mengetahui Upaya Mencegah Hazard Biologi
e. Mahasiswa mengetahui Mempertahankan Posisi Ergonomik
f. Mahasiswa mengetahui Upaya mencegah Hazard Psikososial

D. Manfaat

1. Bagi Penulis
Makalah ini sebagai acuan dan referensi pembelajaran mata kuliah K3
keperawatan dengan materi upayah memutuskan rantai infeksi precaution
dan upayah mencegah hazard fisik kimia, biologi, mempertahankan
ergonomik pada posisi, dan upayah mencegah hazard psikososial.
Sehingga penulis bisa memahami materi ini dengan baik.
2. Bagi Pembaca
Ditulisnya makalah ini bertujuan agar, pembaca dapat menambah bekal
pengetahuan tentang upayah memutuskan rantai infeksi precaution dan
upayah mencegah hazard fisik kimia, biologi, mempertahankan
ergonomik pada posisi, dan upayah mencegah hazard psikososial,
sebagai bahan referensi dalam ilmu pengetahuan serta bisa mengetahui
lebih luas.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu bab I
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika
penulisan, bab II terdiri dari telaah pustaka, bab III penutup terdiri dari
kesimpulan dan saran.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Precaution

Suatu metode atau petunjuk yang dirancang oleh pusat dan kendali
Pencegahan Penyakit untuk mereduksi penyebaran penyakit dan infeksi pada
penyedia pelayanan kesehatan dan pasien yang terdapat di dalam ruang
lingkup kesehatan ( Dailey, 2010).
Menurut Nursalam Universal precaution perlu diterapkan dengan
tujuan untuk:
1. Mengendalikan infeksi secara konsisten
2. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau
tidak terlihat seperti berisiko
3. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
4. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya

Precaution diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan


petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Universal precaution
berlaku untuk darah, sekresi dan ekskresi(kecuali keringat), luka pada kulit
dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi resiko
penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui
atau tidak diketahui (misalnya pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik
bekas pakai, dan spuit) di dalam sistempelayanan kesehatan. Pencegahan
yang baik merupakan langkah awal untuk mencegah infeksi nosokomial bagi
pasien rawat inap. Cairan yang berpotensi infeksius di fasilitasi pelayanan
kesehatan antara lain darah, cairan semen, sekresi vagina, sekresi leher rahim,
ASI, sekresi luka, CSF (crebrospinal fluid), cairan amnion, cairan sendi,
cairan perikardium.

9
B. Upaya Mencegah Hazard Fisik
Hazard fisik, dengan dikelompokkan dalam 7 kategori antara lain:
1. Resiko bahaya mekanik
Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu :
a. Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya
tertusuk, terpotong, tergores, dan lain-lain. Resiko bahaya ini
termasuk salah satu yang paling sering menimbulkan kecelakaan
kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum jahit bekas pasien. Resiko
bahaya ini sebenarnya bukan hanya resiko bahaya fisik karena
dimungkinkan jarum bekas yang menusuk tersebut terkontaminasi
dengan kuman dari pasien. Mengingat bahaya akibat tertular
penyakit tersebut cukup besar, maka harus ada prosedur tindak
lanjut paska tertusuk jarum yang akan dibahas dibagian lain dalam
pelatihan ini. Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain:
penggunaan safety box limbah tajam, kebijakan dilarang menutup
kembali jarum bekas, pemasangan keramik anti licin pada
koridor dan lantai yang miring, pemasangan rambu “awas licin”,
pemasangan kaca film dan stiker pada dinding / pintu kaca agar
lebih kelihatan, kebijakan penggunaan sabuk keselamatan pada
pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter, dan
lain-lain.
b. Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui
di rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk mengangkut
pasien dan barang-barang logistik. Resiko yang dapat muncul
adalah pasien jatuh dari brankart/ tempat tidur, terjepit / tertabrak
kereta dorong, dan lain-lain.
c. Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi
dimana saja meskiput kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal yang
perlu diperhatikan terutama di ruang perawatan anak dan ruang
perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu, jendela atau fasilitas lain

10
yang memiliki resiko untuk terjepit/tenggelam tersebut.

d. Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan


lain- lain. Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring baik di
koridor, ramp atau batas lantai dengan halaman. Pastikan area yang
beresiko licin sudah ditandai dan jika perlu pasanglah handriil atau
pemasangan alat lantai anti licin serta rambu peringatan “awas
licin”.

e. Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan


anak dan jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan
konstruksi bangunan atau pembersihan kaca pada posisi yang cukup
tinggi. Jika pekerjaan dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter
sebaiknya pekerja tersebut menggunakan abuk keselamatan. Pada
ruang perawatan anak dan jiwa yang terletak di lantai atas pastikan
jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman dan anak-anak
selalu dalam pengawasan orang dewasa saat bermain.

2. Resiko bahaya radiasi


Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:
a. Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel
yang mampu menghasilkan ion langsung atau tidak langsung.
Contoh di rumah sakit: di unit radiodiagnostik, radiotherapi dan
kedokteran nuklir.
b. Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan
energi yang tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah
atau radiasi gelombang mikro. Pengendalian resiko bahaya radiasi
dilakukan untuk pekerja radiasi, peserta didik, pengunjung dan
pasien hamil. Pekerja radiasi harus sudah mendapatkan informasi
tentang resiko bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD
yang baik, monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan
petugas dalam pengendalian bahaya radiasi merupakan hal yang

11
penting. Sebagai indikator tingkat paparan, semua pekerja radiasi
harus memakai personal dosimetri untuk mengukur tingkat paparan
radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau dan tingkat
paparan tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk
pengunjung dan pasien hamil hendaknya setiap ruang pemerikasaan
atau therapy radiasi terpasang rambu peringatan “Awas bahaya
radiasi, bila hamil harus melapor kepada petugas”.
Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain: pemasangan
rambu peringatan bahaya radiasi, pelatihan proteksi bahaya radiasi,
penyediaan APD radiasi, pengecekan tingkat paparan radiasi secara
berkala dan pemantauan paparan radiasi pada petugas radiasi dengan
personal dosimetri pada patugas radiasi.

3. Resiko bahaya akibat kebisingan


Kebisingan akibat alat kerja atau lingkungan kerja yang melebihi
ambang batas tertentu. Resiko ini mungkin berada di ruang boiler,
generator listrik, dan peralatan yang menggunakan alat-alat cukup besar
dimana tingkat kebisingannya tidak dipantau dan dikendalikan. Berdasar
peraturan menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004 tentang pengendalian
lingkungan fisik di rumah sakit, seluruh area pelayanan pasien harus
dipantau dan dikendalikan tingkat kebisingannya minimal 3 bulan sekali.
Di rumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan hasil
temuan yang tidak memenuhi persyaratan di analisa dan dikendalikan
bersama IPSRS dan Unit K3 serta dilaporkan kepada Manajemen rumah
sakit.
Pengendalian yang telah dilakukan antara lain: substitusi peralatan
dengan alat-alat baru dengan ambang kebisingan yang lebih rendah,
penggunaan pelindung telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara
berkala oleh Instalasi Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS).

4. Resiko bahaya akibat pencahayaan

12
Pencahayaan pada lingkungan kerja yang kurang atau berlebih.
Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah sakit juga telah dipantau dan
dilaporkan seperti resiko bahaya kebisingan tersebut. Hal yang harus
diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu, pastikan lampu
pengganti setara tingkat pencahayaannya dengan lampu sebelumnya,
sehingga tidak terjadi perubahan dalam tingkat pencahayaan pada area
tersebut.
Pengendalian yang sudah dilakukan adalah pemantauan tingkat
pencahayaan secara berkala oleh ISLRS dan hasil pemantauan dilaporkan
ke Direktur, Teknik dan Unit K3 untuk tindak lanjut ruangan yang tingkat
pencahayaannya tidak memenuhi persyaratan.

5. Resiko bahaya listrik


Bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus listrik.
Pengendalian yang telah dilakukan adalah melakukan preventif
maintenance seluruh peralatan elektrik yang dilakukan oleh IPSRS.
Kalibrasi peralatan medis dan penggantian peralatan yang telah out off
date. Untuk mencegah bahaya kebakaran akibat peralatan listrik yang
dibawa peserta didik dan keluarga pasien dilakukan sosialisasi kepada
seluruh peserta didik pada saat orientasi dan untuk keluarga pasien
informasi diberikan pada saat pasien masuk rumah sakit khususnya
pasien rawat inap.
Pengendalian yang telah dilakukan adalah adanya kebijakan
penggunaan peralatan listrik harus memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) dan harus dipasang oleh bagian IPSRS atau orang yang
kompeten. Peralatan elektronik di RSUP dr Sardjito secara berkala
dilakukan maintenance oleh bagian IPSRS dan seluruh peralatan yang
layak pakai akan diberikan label layak pakai berupa stiker warna hijau,
sedangkan yang tidak layak pakai akan diberikan stiker merah dan
peralatan tersebut ditarik oleh bagian IPSRS. Selain itu unit K3 dan
IPSRS secara berkala melakukan sosialisasi ke seluruh satuan kerja

13
tentang perilaku aman dalam menggunakan listrik di rumah sakit.

6. Resiko bahaya akibat iklim kerja


Berupa suhu ruangan dan tingkat kelembaban. Jika suhu dan
kelembaban di rumah sakit tidak dikendalikan dapat mempengaruhi
lingkungan kerja dan kualitas hasil kerja. Pemantauan secara berkala
telah dilakukan oleh ISLRS dan jika ditemukan kondisi tidak memenuhi
peresyaratan akan dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI, Unit K3RS
dan ISLRS yang dipimpin oleh Direktur Umum dan Operasional.
Upaya yang dilakukan untuk menghambat kolonisasi kuman
terutama pada ruang perawatan pasien, ICU dan kamar operasi harus
dilakukan desinfeksi ruangan lebih sering dan pemantauan angka kuman
secara berkala.

7. Resiko bahaya akibat getaran


Resiko yang tidak banyak ditemukan di rumah sakit tetapi mungkin
masih ada terutama pada kedokteran gigi yang menggunakan bor dengan
motor listrik dan pada bagian housekeeping / rumah tangga yang
menggunakan mesin pemotong rumput (bagian taman).upaya dalam
penanganannya dengan :
a. Mendesain ulang alat-alat yang bergetar untuk meminimalisasi
paparan pada tangan dan lengan. Bila pendesainan ulang tidak
memungkinkan, Anda bisa mengurangi efek getaran dengan cara
meredam getaran (damping). Damping adalah suatu mekanisme
untuk meredam getaran dengan cara menempelkan suatu sistem
resonansi pada sumber getaran.
b. Gunakan alat-alat yang bergetar tidak lebih dari 2 jam (tergantung
nilai percepatan getaran). Energi yang dipindahkan oleh suatu
getaran tergantung pada lama pemaparan. Untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya penyakit akibat getaran terhadap pekerja,
maka ILO tahun 1978 menganjurkan waktu pemaparan tidak lebih

14
dari 2 jam. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai batas
waktu pemaparan getaran tertuang dalam Kepmenaker No: KEP-
51/MEN/ 1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat
kerja.

Nilai percepatan pada


Jumlah waktu pemaparan per frekuensi dominan
hari kerja
(m/ det²)
4 jam dan kurang dari 8 4
jam
2 jam dan kurang dari 4 6
jam
1 jam dan kurang dari 2 8
jam
kurang dari 2 jam 12

Tabel batas waktu pemaparan getaran pada tangan dan


lengan pekerja

C. Upaya Mencegah Hazard Kimia


Hazard Kimia ialah kecederaan akibat sentuhan dan terhirup bahan
kimia.Contohnya bahan-bahan kimia seperti asid, alkali, gas, pelarut, simen,
getah sintetik, gentian kaca, pelekat antiseptik, aerosol, insektisida, dan lain-
lain.. Bahan- bahan kimia tersebut merbahaya dan perlu diambil langkah -
langkah keselamatan apabila mengendalinya. Hazard dari bahan kimia yang
digunakan dalam proses produksi yang meliputi:
1. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi
lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai,
desinfeksi peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-lain.
2. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan
mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan
lain- lain.

15
3. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan
peralatan lainnya.
4. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi anatomi.
5. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk
pengobatan pasien.
6. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan
penunjang pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen,
nitrit oxide, nitrous oxide, dan lain-lain.
Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi
dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
pengadaan B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking,
pemanfaatan dan pembuangan limbahnya.
Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar
Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang
mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta
mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3.
Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan
diatas palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan,
tersedia MSDS, safety shower, APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit untuk
menangani tumpahan B3 serta tersedia prosedur penanganan Kecelakaan
Kerja akibat B3.\
Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja
yang kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar
pelabelan. Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan
oleh pimpinan rumah sakit.
Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke
lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus
memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus segera diusulkan
sesuai prosedur yang berlaku.

16
Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor
yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3
padat harus dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS
B3), untuk selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.
Hazars kimia ini terutama terhadap bahan kimia golongan berbahaya
dan beracun (B3). Pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan
identifikasi bahan- bahan B3, pelabelan standar, penyimpanan standar,
penyiapan MSDS, penyiapan P3K, APD dan safety shower serta pelatihan
teknis bagi petugas pengelola B3. Rekayasa juga dilakukan dengan
penggunaan Laminary Airflow pada pengelolaan obat dan B3 lainnya.

D. Upaya Mencegah Hazard Biologi


Hazard biologi, misalnya yang berkaitan dengan mahluk hidup yang
berada di lingkungan kerja seperti virus, bakteri, tanaman, burung, binatang
yang dapat menginfeksi atau memberikan reaksi negative kepada manusia.
Contoh kasus Hazard Biologis yaitu perawat tertular penyakit Difteri
dari pasien pasca menangani dan melakukan tindakan awal pada pasien
positif difteri. Upaya pencegahan dari Rumah Sakit/ tempat kerja:
1. RS menyediakan APD yang lengkap seperti masker, handscoon, scout dll
Alasan: meminimalisir terjadinya atau tertularnya penyakit/ infeksi yang
dapat terjadi terutama saat bekerja, APD harus selalu di gunakan sebagai
pelindung diri. Dengan kasus diatas dapat dihindari jika perawat
menggunakan APD lengkap mengingat cara penularan Difteri melalui
terpaparnya cairan ke pasien.
2. Menyediakan sarana untuk mencuci tangan atau alkohol gliserin untuk
perawat. Alasan: Cuci tangan merupakan cara penanganan awal jika kita
sudah terlanjur terpapar cairan pasien baik pasien beresiko menularkan
atau tidak menularkan. Cuci tangan merupakan tindakan aseptic awal
sebelum ke pasien maupun setelah ke pasien.

17
3. RS menyediakan pemilahan tempat sampah medis dan non medis.
Alasan: Bila sampah medis dan non medis tercampur dan tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan penyebaran penyakit.
4. RS menyediakan SOP untuk tindakan keperawatan. Alasan: Agar
petugas/perawat menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/perawat
atau tim dalam organisasi atau unit kerja, sebagai acuan (check list)
dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama pekerja, supervisor dan
lainlain dan SOP merupakan salah satu cara atau parameter dalam
meningkatkan mutu pelayanan.
Upaya pencegahan pada perawat :
1. Menjaga diri dari infeksi dengan mempertahankan teknik aseptic
seperti mencuci tangan, memakaiAPD, dan menggunakan alat
kesehatan dalam keadaan steril. Alasan: Agar perawat tidak tertular
penyakit dari pasien yang di tangani meskipun pasien dari UGD dan
memakai APD adalah salah satu SOP RS
2. Perawat mematuhi Standar Operational Prosedure yang sudah ada
RS dan berhati-hati atau jangan terburu-buru dalam melakukan
tindakan. Alasan :Meskipun pasien di Ruang UGD dan pertama
masuk RS, perawat sebaiknya lebih berhati – hati atau jangan
terburu-buru dalam melakukan tindakan ke pasien dan perawat
menciptakan dan menjaga keselamatan tempat kerja supaya dalam
tindakan perawat terhindar dari tertularnya penyakit dari pasien dan
pasien juga merasa aman.

E. Mempertahan Ergonomik Pada Posisinya


Menurut Fatimah, (2012) ergonomi adalah istilah dari bahasa yunani
yang terdiri dari kata “ergon” dan “nomos” yang arti ringkasnya adalah suatu
aturan atau norma dalam system kerja. Apabila pekerjaan atau aktivitas yang
dilakukan tidak secara ergonomis, ini akan mengakibatkan ketidak nyamanan
kerja. Tarwaka, (2004) dalam Fatimah, (2012) mengemukakan bahwa
“ergonomi” adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut

18
karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan,
mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungannya, sehingga manusia
dapat hidup dan bekerja secar sehat, aman, nyaman dan efisien.
Penerapan ergonomi yang tepat diharapkan akan terjadi proses kerja
yang efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien (ENASE). Konsepyang tepat
untuk mendukung efisiensi dan keselamatan dalam pengunaanya harus sesuai
dengan sarana yang ditentukan. Konsep tersebut adalah desain untuk
reliabilitas, kenyamanan, lamanya waktu pemakaian, kemudahan dalam
pemakaian, dan efisiensi dalam pemakaian.
Menurut Marras dan Karwowski, (2006) dalam Simanjuntak, (2017)
secara spesifik bidang ergonomi memiliki tujuan, yaitu:

1. Meningkatkan produktivitas pekerja baik secara individu maupun


berkelompok.
2. Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja saat
berada di lingkungan kerja.
3. Mengurangi waktu kerja yang hilang akibat kecelakaan ataupun keadaan
sakit.

4. Meningkatkan kualitas kerja dan meminimalkan kejadian cacat bagi


para pekerja.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap


tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu :

1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap


berdiri secara bergantian.
2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya
hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis
diperkecil.

3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak


membebani melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot yang
tidak digunakan untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada

19
bagian paha (Agustin, 2013).

Contoh kasus Banyak perawat yang sering mengalami gangguan


musculoskeletal seperti nyeri otot yang sering diderita oleh perawat, dalam
berita tersebut yang menyebabkan gangguan otot yaitu dari pekerjaan perawat
yang biasanya selalu mengandalkan kekuatan otot/fisik untuk memindahkan
bed pasien dan juga memindahkan serta mengangkat pasien dari satu tempat
ketempat yang lain. Upaya pencegaham dari Rumah Sakit/ tempat kerja:
1. Membuat sebuah peraturan/Protap yang ditujukan kepada
karyawannya tentang tindakan-tindakan yang menggunakan kekuatan
tubuh secara berlebih Alasan : Dengan menetapkan beberapa protap,
maka perawat wajib mematuhi protap tersebut, sehingga rumah sakit
dapat meminimalisir resiko karena protap tersebut
2. Memberikan waktu istirahat yang cukup bagi karyawannya
Alasan : Pembagian waktu/jadwal shift kerja yang sesuai dengan
kemampuan perawat akan memberikan manfaat yang besar untuk
perawat, yaitu perawat dapat beristirahat, sehingga ia mampu untuk
selalu tetap menjaga kondisi tubuhnya yang sehat.

3. Membuat sebuah alat yang dapat meminimalisir penggunaan kekuatan


tubuh manusia secara berlebih.
Alasan : Penggunaan alat bantu dalam tindakan/aktivitas perawatan
akan membantu perawat untuk menggunakan tenaganya secara
maksimal.

Upaya pencegahan pada Perawat :

1. Menggunakan posisi yang tepat ketika mengangkat pasien maupun


benda berat lainnya.
Alasan : Karena pengaturan posisi saat beraktivitas sangat berpengaruh
terhadap kekuatan otot yang akan digunakan, apabila perawat salah
dalam menempatkan posisi, biasanya perawat akan merasakan nyeri

20
dibagian.
2. Sering berolahraga
Alasan :Dengan berolahraga perawat akan mendapatkan kondisi
fisik/tubuh yang kuat dan sehat serta mampu menjaga staminanya
ketika bekerja.
3. Mengkonsumsi makanan yang bergizi agar mampu meningkatkan
kekuatan otot dan tulang
Alasan : Makan makanan yang bergizi sangat bermanfaat karena
kandungan dari makanan tersebut akan menjaga stamina dan juga
kesehatan tubuh perawat.
4. Selalu mematuhi protap/SOP yang sudah ditetapkan oleh Rumah sakit.
Alasan : Protap yang sudah diberikan dan ditetapkan oleh rumah sakit
merupakan protap yang sesuai dengan kemampuan kerja perawat itu
sendiri

F. Upaya Mencegah Hazard Psikisosial


Hazard psikososial, misalnya yang berkaitan aspek sosial psikologis
maupun organisasi pada pekerjaan dan lingkungan k e r j a yang dapat
memberi dampak pada aspek fisik dan mental pekrja. Seperti misalnya pola
kerja yang tak beraturan, waktu kerja yang diluar waktu normal, beban kerja
yang melebihi kapasitas mental, tugas yang tidak berfariasi, suasana
lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu ramai dll sebagainya.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah hazard psikososial :
1. Analisis beban kerja
Analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam
kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu
pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis beban
kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa
jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada
seorang petugas.
2. Memberi Kesempatan Pengembangan Kerja

21
Pengembangan karir perawat merupakan suatu perencanaan dan
penerapan rencana karir dapat digunakan untuk penempatan perawat
pada jenjang yang sesuai dengan keahliannya, serta menyediakan
kesempatan yang lebih baik sesuai dengan kemampuan dan potensi
perawat. Hal ini akan meningkatkan kualitas kerja perawat, ia akan
berusaha mengontrol karirnya dan memilih karir yang lebih baik
sehingga ia terus berprestasi dan memperoleh kepuasan kerja (Marquis a
nd Huston 2010).
3. Penetuan/Penyesuaian Desain Kerja
Herjanto menjelaskan bahwa desain pekerjaan adalah rincian tugas
dan cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang
mengerjakan tugas, bagaimana tugas itu dilaksanakan, dimana tugas
dikerjakan dan hasil apa yang diharapkan.

Contoh kasus Tenaga Kesehatan yang bekerja di ruang HIV/AIDS


terus menghadapi masalah komunikasi, keletihan, depresi, duka yang tidak
terselesaikan, banyaknya pergantian staf dan frustrasi. Serta sering
mengalami ketakutan bekerja di HIV/AIDS. Upaya pencegaham dari Rumah
Sakit/ tempat kerja:
1. Memberikan ruangan isolasi khusus untuk pasien yang menderita
HIV AIDS.
Alasan: Sehingga perawat tidak langsung terpapar setiap hari dia
bekerja.
2. Rumah sakit khususnya ruangan perawatan pasien HIV AIDS lebih
meperhatiakan fasilitas alat pelindung diri untuk tenaga kesehatan dan
mefasilitasinya.
Alasan: Karena dengan adanya alat pelindungi diri itu para petugas
khususnya perawat yang 24 jam mendampingi pasien bisa bekerja
dengan aman, sehingga tidak beresiko tertular.
3. Kebijakan rumah sakit seharusnya memfasilitasi pemeriksaan
kesehatan untuk tenaga kesehatan yang mengalami kecelakaan saat

22
melakukan tindakan seperti tertusuk jarum bekas pasien HIV AIDS.
Alasan: Dengan adanya pemeriksaan itu para perawat bisa terjmin
kesehatannnya dan ada pemantauan.
4. Tersedianya asupan sehat untuk tenaga kesehatan untuk
mempertahankan kondisi imun supaya tidak sampai mengalami
penurunan
Alasan: Untuk menjaga kesehatan para petugas kesehatan khususnya
para perawat.
5. Bagi manajer atau kepala ruangan dapat mengatur shift dengan baik
Alasan: Pembagian shift kerja sangat membantu mengurangi beban kerja
petugas kesehatan sehingga mereka bisa bekerja gantian dan bisa bekerja
semaksimal mungkin
6. Dapat dilakukan pendampingan dalam segi spiritual dan juga dapat
diadakan konsultasi
Alasan: Sehingga beban kerja maupun beban psikologis bisa diatasi.

7. Upaya pencegahan dapat dilakukan seperti dengan pemberian


doorprize kepada perawat berprestasi
Alasan: Sehingga perawat tersebut bisa mendapat hiburan dan
terhindar dari sifat frustasi

Upaya pencegahan pada Perawat:

1. Menjaga keselamatan klien dan tenaga kesehatan dari infeksi dengan


mempertahankan teknik aseptik, menggunakan alat kesehatan dalam
keadaan steril.
Alasan: Meskipun beresiko tertular petugas kesehatan harus tetap
menjaga keselamatan pasien karena keselamatan pasien merupakan
tujuan perawat dalam merawat pasien.
2. Jika perawat dalam kondisi syok, perawat tarik nafas lalu
mengeluarkan secara perlahan beberapa kali
Alasan: Sehingga perawat bisa mengurangi kondisi syok.

23
3. Ikutlah membangun iklim kerja yang menyenangkan, yaitu dengan
bersikap terbuka dan berkomunikasi dengan sesama rekan kerja
Alasan: Dengan ukut serta membangun iklim kerja yang
menyenangkan perawat bisa mengurangi beban kerjanya dengan saling
bertukar pikiran ke sesama rekan kerja

4. Berolahraga teratur merupakan hal yang sangat penting dalam


mengurangi stress. Berolahraga akan memobilisasi otot-otot kita,
mempercepat aliran darah dan membuka paru-paru untuk mengambil
lebih banyak oksigen.

Alasan: Sehingga perawat bisa menjaga kesehatannya, tidak mudah


sakit dengan sering berolahraga

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap


tenaga kerjadari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan
dilaksanakannya perlindungan K3 diharapkan akan tercipta tempat kerja
yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan
meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. K3 sangat
besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan,
terutama dapat mencegah korban manusia.

Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan


perencanaan dan pertimbangan yang tepat dan salah satu kunci
keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai
subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan
banyaknya risiko yang diperoleh

B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, kami mengucapkan banyak terima

kasih kepada semua pihak yang ikut andil wawasannya dalam penulisan

ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih

jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu

25
kami tunggu dan kami perhatikan.

Sebagai penutup, semoga Allah SWT membalas semua jerih payah

semua pihak lebih-lebih bapak dosen pengampuh yang telah memberi

semangat pada kami dalam menyelesaikan makalah ini dan bermanfaat

bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:fR6eAQKEjgEJ:ejournal.litbang.k
emkes.go.id/index.php/kespro/article/view/4431+&cd=6&hl=id&ct=clnk
&gl=id
https://id.scribd.com/document/376671322/Upaya-Mencegah-Hazard-
Psikososial
https://www.safetysign.co.id/news/283/Bahaya-Getaran-Pada-Alat-Kerja-
Pekerja-Berisiko- Terkena-Hand-Arm-Vibration-Syndrome
https://id.scribd.com/presentation/376615891/Hazard-Ergonomi-Di-Rumah-Sakit
https://www.academia.edu/36963140/UPAYA_MENCEGAH_DAN_MEMINI
MALKAN_RESIKO_DAN_HAZARD_PADA_TAHAP_IMPLEMENT
ASI_ASUHAN_KEPERAWA TAN
Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit.

26

Anda mungkin juga menyukai