Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS
“Trend dan Issue Kasus Kritis Sistem Endokrin”

Dosen Pengampu
Ibu Arabta M Paraten P S.Kep.,Ns.M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 2
Diva Pratama Febrianty (19.156.01.11.047)
Fitri (19.156.01.11.050)
Khalda Agustina (19.156.01.11.055)
Putri Sintawati (19.156.01.11.060)
Reynaldi Yusuf W.D. (19.156.01.11.061)

Kelas : 3B Keperawatan
Semester VI
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES MEDISTRA INDONESIA
Jl. Cut Mutia Raya No.88A Kel. Sepanjang Jaya-Rawa Lumbu Bekasi
Telp. (021) 82431375, Fax. (021) 82431374
Website : http//www.stikesmedistra-indonesia.ac.id, e-mail : stikesmi@yahoo.com
TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini. Adapun judul makalah ini adalah “Trend dan Issue
Kasus Kritis Sistem Endokrin” dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam mata
Kuliah Keperawatan Kritis.
Trend dan Issue Kasus Kritis Sistem Endokrin dalam Keperawatan Kritis
adalah salah satu materi kuliah yang dipelajari, didalami oleh mahasiswa semester VI
keperawatan yang mana materi ini berfungsi penting untuk mengetahui tentang Trend
dan Issue Kasus Kritis Sistem Endokrin. Pembuatan makalah ini diharapkan dapat
membantu setiap anggota kelompok bahkan seluruh mahasiswa Keperawatan
semester VI memahami isi materi sehingga dapat mengimpelementasikannya dalam
kehidupan sebagai perawat.
Dalam proses penyusunan makalah ini, diawali oleh stimulus Penugasan oleh
dosen pengajar mata Keperawatan Gawat Darurat yaitu Ibu Arabta M Paraten P
S.Kep.,Ns.M.Kep dan kerja sama dari semua anggota kelompok 2 yang didasarkan
tugasnya masing-masing, Orang tua dan keluarga yang membantu seserta semua
pihak yang telah membantu baik berupa ide, gagasan, materi maupun moril untuk
penyempurnaan makalah ini. Oleh karenanya kami dari kelompok mengucapkan
limpah terimakasih kepada bapak dosen pengajar yang telah memberikan stimulus
kepada kami melalui pembuatan makalah ini sehingga kami dapat mengeksplor lebih
dalam terkait materi yang diberikan. Selanjutnya kami juga mengucapkan limpah
terikasih kepada seluruh elemen yang telah membantu dengan caranya masing-
masing.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Saya menyadari jika mungkin ada sesuatu yang salah dalam penulisan,
seperti menyampaikan informasi berbeda sehingga tidak sama dengan pengetahuan
pembaca lain. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kalimat atau kata-
kata yang salah. Tidak ada manusia yang sempurna kecuali Tuhan. Demikian Saya
ucapkan terima kasih atas waktu Anda telah membaca hasil karya ilmiah Saya.

Karawang, 21 Juni 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan........................................................................2
1.3 Rumusan Penulisan....................................................................2
1.4 Manfaat......................................................................................2
BAB II..........................................................................................................4
TINJAUAN TEORITIS.............................................................................19
2.1 Definisi Trend Dan Issue.........................................................19
3.2 Trend Dan Issue Sistem Endokrin Di Indonesia......................19
BAB III......................................................................................................19
PENUTUP..................................................................................................19
3.1 Kesimpulan..............................................................................19
3.2 Saran.........................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem endokrin merupakan system kelenjar yang memproduksi substans
untuk digunakan di dalam tubuh. Kelenjar endokrin mengeluarkan substansi yang
tetap beredar dan bekerja didalam tubuh.
Hormon merupakan bahan kimia yang disintesa oleh kelenjar dibawah kontrol
genetic dan kemudian disekresikan menuju darah. Sistem endokrin mempunyai sel-sel
target spesifik di dalam tubuh dan mengontrol bermacam-macam fungsi fisiologis.
Perubahan pada fungsi kelenjar endokrin, hormon-hormon, atau aktifitas sel target,
biasanya mempunyai pengaruh yang cukup lama. Banyak penyakit endokrin yang
prosesnya lambat dan tidak ketahuan gejala-gejalanya, banyak fungsi tubuh yang
dikontrol oleh sistem endokrin merupakan sistem yang vital, disfungsi sistem ini akan
menimbulkan keadaan yang serius dan fatal.
Gangguan endokrin adalah penyakit yang terkait dengan kelenjar endokrin
pada tubuh. Sistem endokrin adalah jaringan kelenjar yang menghasilkan hormon,
yang merupakan sinyal kimia yang dikeluarkan melalui aliran darah. Hormon
membantu tubuh mengatur berbagai proses, seperti nafsu makan, pernapasan,
pertumbuhan, keseimbangan cairan, feminisasi, dan virilisasi (pembentukkan tanda-
tanda seks sekunder seperti pembesaran payudara atau testis), serta pengendalian
berat badan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas maka ditarik rumusan masalah yang akan dibahas
1. Apa yang dimaksud dengan trend?
2. Apa yang dimaksud dengan issue ?
3. trend dan issue gangguan sistem endokrin apa saja yang ada di indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan umum yang ingin dicapai oleh penulis adalah untuk mengetahui
1. Mengetahui pengertian trend
2. Mengetahui pengertian issue
3. Mengetahui trend dan issue gangguan sistem endokrin yang terjadi di indonesia

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Trend


Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan analisa,
tren juga dapat di definisikan salah satu gambaran ataupun informasi yang terjadi
pada saat ini yang biasanya sedang popular di kalangan masyarakat.
Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan
kejadiannya berdasarkan fakta.
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era
globalisasi, pada tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak
tenaga professional keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi
suatu masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan
masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu
menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya
aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan,
disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan
infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola
nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga menimbulkan
masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta penyakit
degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan
kesempatan untuk meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan
pendapatan dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan
masyarakat lebih kritis. Kondisi itu berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana
masyarakat yang kritis menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh
tenaga yang profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan
khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional dalam
memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan professional,
kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social budaya, memiliki
wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di
Indonesia masih belum menggembirakan, banyak factor yang dapat menyebabkan
masih rendahnya peran perawat professional, diantaranya:
A. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985
pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat
pada tahun 1869.
B. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
C. Keterlambatan system pelayanan keperawatan. (standart, bentuk praktik
keperawatan, lisensi).

2.2 Definisi Issue


Issue adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas
faktannya atau buktinya.
Issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau
tidak terjadi pada masa mendatang, yang menyangkut ekonomi, moneter, sosial,
politik, hukum, pembangunan nasional, bencana alam, hari kiamat, kematian, ataupun
tentang krisis.
Issu adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas
faktannya atau buktinya.

2.3 Trend Dan Issue keperawatan di Indonesia


Tren dan Issu keperawatan di Indonesia Keperawatan merupakan profesi yang
dinamis dan berkembang secara terus-menerus dan terlibat dalam masyarakat yang
yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode keperawatan kesehatan berubah,
karena gaya hidup masyarakat berubah dan perawat sendiri juga dapat menyesuaikan
perubahan tersebut.
Keperawatan menetapkan diri dari ilmu social bidang lain karena fokus asuhan
keperawatan bidang lain meluas. trend dalam pendidikan keperawatan di indonesia
adalah berkembangnya jumlah peserta keperawatan yang menerima pendidikan
keperawatan, baik peserta didik dari D3 keperawatan, S1 keperawatan atau kesehatan
masayrakat sampai ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu S2 atau kesehatan.
Tren paraktik keperawatan meliputi berbagai praktik di berbagai tempat praktik
dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar. Perawat secara terus menerus
meningkatkan otonomi dan penghargaan sebagai anggota tim asuhan keperawatan.
Peran perawat meningkat dengan meluasnya focus asuhan keperawatan. Tren dalam
keperawatan sebagai profesi meliputi perkembangan aspek-aspek dari keperawatan
yang mengkarakteristikan keperawatan sebagai profesi meliputi: pendidikan, teori,
pelayanan, otonomi, dan kode etik. Aktivitas dari organisasi keperawatan professional
menggambarkan trend praktik keperawatan. Trend dan Isu tersebut adalah :
A. Semakin tingginya tuntutan profesionalitas pelayanan kesehatan.
B. Penerapan desentralisasi yang juga melibatkan bidang kesehatan.
C. Peran serta masyarakat yang semakin tinggi dalam bidang kesehatan.
D. Munculnya perhatian dari pihak pemerintah mengenai masalah kesehatan
masyarakat seperti diberikannya bantuan bagi keluarga miskin serta asuransi
kesehatan lainnya bagi keluarga yang tidak mampu.

2.4 Trend Dan Issue Kasus Kritis Sistem endokrin Di Indonesia


A. Trend Sistem Endokrin Di Indonesia
1. Obesitas
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas
merupakan salah satu dari 10 kondisi yang beresiko menyebabkan kematian di
seluruh dunia, dan salah satu dari 5 kondisi di negara-negara berkembang.
Di seluruh dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa mengalami
overweight dan lebih dari 300 juta menderita obesitas. Saat ini, terdapat tiga
besar penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian di Indonesia, antara
lain stroke (26,9%), hipertensi (12,3%) dan diabetes (10,2%). Ketiga penyakit
tersebut berhubungan dengan obesitas atau kelebihan berat badan. WHO
memprediksi Indonesia menghadapi peningkatan jumlah penderita penyakit
diabetes dari 8,4 juta orang pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun
2030.
Menjadi gemuk tidak hanya mempengaruhi penampilan. Yang lebih
penting, kelebihan berat badan dapat menyebabkan konsekuensi kesehatan
yang serius. WHO mengungkap bahwa obesitas telah menjadi epidemi yang
besar, seperti halnya AIDS dan penyakit jantung.
2. Perkembangan Terkini di Bidang Terapi Farmakologis Diabetes Melitus
Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penderita Diabetes
Melitus (DM) di seluruh dunia, semakin pesat pula perkembangan di bidang
terapi farmakologis DM. Di satu sisi, perkembangan ini menyediakan harapan
baru bagi penderita DM. Di sisi lain, timbul banyak pertanyaan baru mengenai
waktu dan cara pemberian golongan obat terbaru itu.
Acara tahunan PERKENI (Perhimpunan Endokrinologi Indonesia)
yang luas dikenal sebagai Jakarta Diabetes Meeting (JDM) mengumpulkan
praktisi medis dari seluruh negeri untuk mendiskusikan isu-isu tersebut serta
isu terkini seputar DM secara umum. Bertempat di Hotel Mercure, Ancol,
acara yang berlangsung dari 12 hingga 13 November 2011, ini mengambil
tema “The Art of Diabetes Management: Stratification Approach”.
Terlepas dari ketersediaan sekian banyak golongan obat antidiabetik
oral (OAD) seperti metformin, sulfonilurea, glitazon maupun insulin,
mayoritas pasien gagal mencapai atau mempertahankan kontrol gula darah.
Guideline dari American Diabetes Associtation (ADA) merekomendasikan
metformin sebagai obat antihiperglikemik lini pertama. Begitu metformin
gagal, direkomendasikan penambahan OAD lain. Sayangnya, kombinasi obat
seringkali menimbulkan efek samping yang signifikan dan menghambat
intensifikasi terapi. Penambahan berat badan dan hipoglikemia merupakan dua
dari sekian banyak efek samping yang menghambat kemajuan terapi pada
penderita DM. Sesi simposium JDM pertama didedikasikan untuk membahas
perkembangan terbaru di bidang terapi DM dengan tajuk “Current an Future
Treatment in Managing Diabetes: GLP-1 analogue or Insulin?”
Analog GLP-1 merupakan kelas obat antidiabetik terbaru dengan cara
kerja yang menyerupai hormon endogen, yaitu glucagon-like peptide (GLP).
GLP-1 sendiri merupakan salah satu jenis hormon saluran cerna yang bernama
inkretin. Inkretin dilepaskan ke sirkulasi sebagai respons dari nutrisi yang
sedang dicerna dari makanan. Menurut Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji,
SpPD-KEMD, efek dari inkretin ini pertama kali diketahui setelah adanya
pengamatan bahwa pemberian glukosa secara oral dan intravena menghasilkan
respons yang berbeda. Rangsangan pelepasan insulin dari pankreas lebih besar
setelah pemberian glukosa oral dibandingkan dengan glukosa intravena yang
diberikan dalam jumlah sama.
Analog GLP-1 sendiri bukanlah satu-satunya terapi yang berbasis
inkretin. Diketahui pula bahwa terdapat enzim bernama DPP-4 yang
menghancurkan GLP-1. Berangkat dari pemahaman mengenai hal tersebut,
peneliti menetapkan penghambatan enzim DPP-4 atau dikenal sebagai
inhibitor DPP-4, atau ‘gliptin’ sebagai target terapi selanjutnya. Gliptin akan
mencegah degradasi dari analog GLP-1 dan memperpanjang waktu paruhnya.
Kedua terapi berbasis inkretin ini memiliki sejumlah keunggulan
dibandingkan para pendahulunya. Selain penurunan HbA1C dan kadar
glukosa darah yang signifikan, terdapat manfaat-manfaat lain. Oleh karena
sekresi dari inkretin bergantung dari keberadaan glukosa di saluran cerna,
terjadi penurunan risiko hipoglikemia apabila dibandingkan dengan OAD
lainnya. “GLP-1 dikaitkan pula dengan timbulnya rasa kenyang yang
selanjutnya diikuti penurunan asupan makanan. Hasil akhir dari keadaan ini
adalah penurunan berat badan atau sekurang-kurangnya penderita tidak
bertambah berat badan. Inilah sebabnya analog GLP-1 direkomendasikan pada
pasien dengan berat badan berlebih,” demikian menurut dr. E. M. Yunir,
SpPD-KEMD. Ditambahkan pula oleh beliau mengenai adanya penelitian
yang mendapati preservasi fungsi sel beta pankreas setelah konsumsi obat
tersebut. Saat ini, analog GLP-1 belum ada di Indonesia, namun kehadirannya
diharapkan dalam waktu dekat.
Selain analog GLP-1, topik lain yang cukup menyita perhatian adalah
perkembangan terbaru dari terapi insulin. Insulin dibutuhkan secara mutlak
oleh pasien DM tipe 1 yang tidak lagi memiliki sel beta pankreas fungsional
serta oleh pasien DM tipe 2 dengan fungsi sel beta pankreas yang menurun
secara progresif. Untuk pasien DM tipe 2, pemberian insulin masih cukup
problematik. Walaupun penambahan insulin berimbas pada penurunan kadar
glukosa darah secara signifikan, banyak pasien tidak mampu mencapai target
HbA1C setelah pemberian regimen insulin konvensional. Selain itu, muncul
kekhawatiran mengenai hipoglikemia. “Dapat timbul resistansi insulin
fisiologis pada pasien DM yang kapok setelah mengalami kejadian
hipoglikemia,” demikian ujar dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, pada kesempatan
yang sama.
Sebuah studi yang dijalankan oleh Rury R. Holman, dkk., dari
kelompok studi 4-T berupaya menggambarkan perbandingan berbagai jenis
insulin sebagai tambahan untuk terapi OAD pada pasien DM tipe 2. Studi ini
membandingkan pemberian insulin aspart bifasik (basal ditambah prandial),
insulin prandial, dan insulin basal detemir pada pasien yang sudah mendapat
dosis maksimal metformin dan sulfonilurea yang mampu ditoleransi. Hasilnya,
didapatkan bahwa penambahan insulin bifasik atau prandial lebih menurunkan
kadar HbA1C dibandingkan pemberian insulin basal. Bagaimanapun, diamati
pula adanya peningkatan risiko hipoglikemia dan penambahan berat badan
pada pemberian kedua kelompok insulin pertama.
Insulin basal detemir pun ternyata memiliki kelebihan lain dalam hal
variabilitas intraindividu. Lebih dari 98% insulin detemir di aliran darah
terikat pada albumin, sehingga ia didistribusikan lebih lambat ke jaringan
target perifer. Penambahan asam lemak juga menjadikan detemir tidak mudah
mengalami presipitasi saat pemberian atau saat diabsorpsi. Stabilitas semacam
ini lah yang berkontribusi mengurangi proses yang tidak dapat diperkirakan
sebelumnya, yaitu variabilitas intraindividu, pada pemberian detemir. Salah
satu merk insulin detemir yang beredar luas di Indonesia adalah Levemir
keluaran Novo Nordisk. Dengan alat injeksi yang mudah digunakan oleh
pasien, Levemir menyediakan alternatif terapi yang baik untuk menurunkan
hambatan adherensi terhadap terapi insulin pada pasien DM tipe 2. (Livia).
3. Program penanggulangan penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia
Program pencegahan primer di Indonesia telah dilaksanakan oleh PT
Merck Indonesia Tbk bekerja samadengan Depkes RI dan organisasi profesi
(PERKENI) dan organisasi kemasyarakatan (PERSADI dan PEDI) yaitu
program bertajuk Pandu Diabetes dengan simbol Titik Oranye.
Melakukan kegiatan-kegiatan antara lain memberikan informasi dan
edukasi mengenai Diabetes Mellitus dan pemeriksaan kadar gula darah secara
gratis bagi sejuta orang yang telah diluncurkan oleh Menkes pada 15 Maret
2003. Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadillah Supari, Sp.JP (K) akan
membentuk direktorat baru di Departemen Kesehatan untuk menangani
Penyakit Tidak Menular (PTM) karena berdasarkan data Depkes untuk jumlah
pasien Diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati
urutan pertama untuk seluruh penyakit endokrin. (Depkes,2005).
Terdapat klinik kaki diabetes di salah satu rumah sakit milik
pemerintah yang merupakan bentuk layanan yang diberikan bagi penderita
diabetes. Ini salah satu bentuk perhatian pemerintah kepada penderita Diabetes
Mellitus mengingat penderita Diabetes sangant rentan untuk terkena infeksi,
hal ini juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi amputasi kaki akibat
pekait Diabetes Mellitus.
Federasi Diabetes Internasional (IDF) mengeluarkan pernyataan
konsensus baru mengenai pencegahan diabetes, menjelang resolusi Majelis
Umum PBB pada bulan Desember 2006 yang menghimbau aksi internasional
bersama. Konsensus IDF baru ini merekomendasikan bahwa semua individu
yang beresiko tinggi terjangkiti diabetes tipe-2 dapat diidentifikasi melalui
pemeriksaan oportunistik oleh dokter, perawat, apoteker dan dengan
pemeriksaan sendiri.
Profesor George Alberti, mantan presiden IDF sekaligus penulis
bersama konsensus baru IDF mengatakan: ³Terdapat banyak bukti dari
sejumlah kajian di Amerika Serikat, Finlandia, Cina, India dan Jepang bahwa
perubahan gaya hidup (mencapai berat badan yang sehat dan kegiatan
olahraga yang moderat) dapat ikut mencegah berkembangnya diabetes tipe-2
pada mereka yang beresiko tinggi (2-6). Konsensus baru IDF ini
menganjurkan bahwa hal ini haruslah merupakan intervensi awal bagi semua
orang yang beresiko terjangkiti diabetes tipe-2, dan juga fokus dari pendekatan
kesehatan penduduk. (SUMBER: Federasi Diabetes Internasional).
4. Pantangan Makanan Untuk Penderita Diabetes Mellitus
Penderita diabetes melitus mau tidak mau harus melakukan pantangan
terhadap beberapa jenis makanan. Ini fungsinya untuk menjaga agar kadar
gula darahnya menjadi stabil dan tidak terlalu tinggi naiknya. Pantangan itu
sendiri tidak harus hingga menghindari jenis makanan tertentu sama sekali
sehingga penderita diabetes menjaid menderita dan stres. Tentu saja mereka
masih bisa mengkonsumsi makanan kegemarannya. Hanya saja dengan dosis
yang tidak banyak atau sekedar icip-icip. Makanan untuk diabetes pun tetap
lezat dan penuh gizi. Berikut ini adalah beberapa Pantangan Makanan Untuk
Penderita Diabetes Mellitus di antaranya adalah:
a. Roti Putih
Hindari dan jauhi makanan roti putih karena memiliki kadar gula yang
tinggi, sebagai ganti roti putih anda bisa dengan konsumsi roti gandung
yang memiliki banyak serat dan baik untuk jantung anda.
b. Rokok
Bagi anda penderita diabetes dan memiliki kebiasaan buruk, yaitu
merokok maka segeralah jauhi rokok karena bisa membahayakan anda
sendiri dan orang lain. Sebuah penelitian di Amerika yang melibatkan
4.572 relawan pria dan wanita menemukan bahwa risiko perokok aktif
terhadap diabetes naik sebesar 22 persen. Disebutkan pula bahwa naiknya
risiko tidak cuma disebabkan oleh rokok, tetapi kombinasi berbagai gaya
hidup tidak sehat, seperti pola makan dan olahraga.
c. Kafein
Hati-hati dengan kafein, karena beberapa penelitian, salah satunya
yang berjudul “Diabetes Care” ditulis oleh Hudson Lee dan Kilpatrick
pada 2005 menunjukkan kafein memiliki dampak negatif pada penderita
diabetes. Untuk itu, akan lebih jika Anda mengurangi minuman yang
mengandung kafein.
d. Mie Dan Pasta
Makanan ini sudah pasti sangat digemari oleh banyak orang tak
terkecuali bagi penderita diabetes mellitus. Tapi sayang sekali bagi
penderita diabetes makanan mie dan pasta harus dilarang, karena Sebagian
besar pasta dan mie memiliki indeks glikemik tinggi. Artinya pasta dan
mie dibuat dengan olahan karbohidrat sederhana seperti gandum atau
tepung beras. Konsumsi karbohidrat tinggi bisa meningkatkan kadar gula
dalam darah.
e. Kentang
Kenapa kentang dilarang bagi penderita diabetes? alasannya karena
Kandungan karbohidrat pada kentang yang tinggi, membuat indeks
glikemiknya juga tinggi. Untuk itu, kurangi konsumsi kentang, baik yang
dipanggang, direbus maupun digoreng.
f. Minuman Bersoda
Minuman bersoda dilarang bagi penderita diabetes, karena Dari
penelitian yang dilakukan oleh The Nurses’ Health Study II terhadap
51.603 wanita usia 22-44 tahun, ditemukan bahwa peningkatan konsumsi
minuman bersoda membuat berat badan dan risiko diabetes melambung
tinggi. Para peneliti mengatakan, kenaikan risiko itu terjadi karena
kandungan pemanis yang ada dalam minuman bersoda. Selain itu, asupan
kalori cair tidak membuat kita kenyang sehingga terdorong untuk minum
lebih banyak.
g. Makanan Yang Di Goreng
Padahal gorengan adalah salah satu faktor risiko tinggi pemicu
penyakit degeneratif, seperti kardiovaskular, diabetes melitus, dan stroke.
Penyebab utama penyakit kardiovaskular (PKV) adalah adanya
penyumbatan pembuluh darah koroner, dengan salah satu faktor risiko
utamanya adalah dislipidemia. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme
lipid yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, LDL
(kolesterol jahat) dan trigliserida, serta penurunan kadar HDL (kolesterol
baik) dalam darah. Meningkatnya proporsi dislipidemia di masyarakat
disebabkan kebiasaan mengonsumsi berbagai makanan rendah serat dan
tinggi lemak, termasuk gorengan.
h. Teh Manis
Bagi anda yang suka minum teh manis dipagi hari, tapi bagi anda yang
sedang menderita penyakit diabetes maka ada baiknya anda menjauhi Teh
Manis ini, karena Tingginya asupan gula menyebabkan kadar gula darah
melonjak tinggi. Belum risiko kelebihan kalori. Segelas teh manis kira-kira
mengandung 250-300 kalori (tergantung kepekatan). Kebutuhan kalori
wanita dewasa rata-rata adalah 1.900 kalori per hari (tergantung aktivitas).
Dari teh manis saja kita sudah dapat 1.000-1.200 kalori. Belum ditambah
tiga kali makan nasi beserta lauk pauk. Patut diduga kalau setiap hari kita
kelebihan kalori. Ujungnya: obesitas dan diabetes.
5. Sindrom Cushing
Sindrom Cushing (CS) adalah sindrom klinis yang terdiri dari gejala dan
tanda-tanda yang mencerminkan beredar glukokortikoid berlebihan (GC)
konsentrasi. Hal ini sangat jarang terjadi di masa kanak-kanak dan masa
remaja dan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok hormon
adrenocorticotrophic penyebab (ACTH)-independen dan dependen-ACTH
Penyakit Cushing (CD), yang disebabkan oleh hipofisis corticotroph
adenoma mensekresi ACTH, merupakan penyebab tersering dari CS pada
anak di atas usia 5 tahun. CD untuk 75-80% kasus CS pediatrik dibandingkan
dengan 49 - 71% kasus dewasa. Beberapa aspek CD anak berbeda dengan
pada orang dewasa. Contohnya adalah frekuensi meningkat pada laki-laki
dibandingkan perempuan prepubertal, sering tidak adanya bukti radiologis dari
adenoma hipofisis corticotroph pada MRI scanning dan insiden yang lebih
tinggi lateralisasi sekresi ACTH ditunjukkan oleh rendah petrosus sampel
sinus.
Anak-anak juga memiliki respon kortisol lebih riang ke IV CRH dan
respon yang lebih cepat terhadap eksternal radioterapi berkas hipofisis. Anak
klinis dapat hadir secara berbeda dari orang dewasa, terutama dengan
kegagalan pertumbuhan yang berhubungan dengan berat badan.
CS dapat terjadi sepanjang masa kecil dan remaja, namun etiologi yang
berbeda yang umumnya terkait dengan kelompok-kelompok tertentu usia.
Dengan CD menjadi penyebab paling umum setelah tahun pra-sekolah.
Puncak kejadian CD pediatrik adalah selama masa remaja; dalam 182 kasus
yang diambil dari literatur usia rata-rata presentasi adalah 14,1 tahun.
CD Pediatric hampir selalu disebabkan oleh mikroadenoma hipofisis
dengan diameter <5 mm. Kita telah melihat satu makroadenoma di 37 kasus
anak. Kami menganalisis distribusi gender dalam 50 pasien CD usia 6 sampai
30 tahun dan menemukan signifikan dominasi laki-laki pada pasien pra-
pubertas. Dalam seri kami saat ini 37 kasus berusia 5,8-17,8 tahun ada 24 laki-
laki dan 13 perempuan. Seri besar dari NIH juga mengungkapkan fenomena
yang sama dari dominasi laki-laki pada pasien muda.
CD di masa kecil memerlukan evaluasi mendesak, diagnosis dan
pengobatan ahli. Pilihan pengobatan telah maju selama 50 tahun terakhir.
Adrenalektomi awalnya bilateral secara luas dipraktekkan. Namun, adenoma
hipofisis tetap di situ dan ada risiko yang cukup sindrom pasca-adrenalektomi
Nelson. Selain itu, pasien yang diperlukan glukokortikoid seumur hidup dan
penggantian mineralokortikoid. Dalam pengelolaan 37 kasus, telah dilakukan
adrenalektomi dua kali, ketika pasien yang sangat tidak sehat dan tidak fit
untuk menjalani operasi hipofisis. Dalam salah satu pasien, hypercortisolemia
itu tak terkendali oleh metyrapone lisan dan pengobatan diberikan dengan IV
etomidate yang berhasil dikendalikan tingkat kortisol sebelum adrenalektomi.
Terapi medis untuk menurunkan kortisol menggunakan metyrapone atau
ketoconazole adalah pilihan jangka pendek yang berguna sebelum operasi atau
radioterapi tetapi tidak dapat direkomendasikan sebagai terapi definitif jangka
panjang untuk CD.
Menyembuhkan definitif dari CD dapat dicapai dengan operasi hipofisis
transsphenoidal (TSS) atau radioterapi hipofisis eksternal. TSS dianggap
sebagai prosedur yang aman dan efektif pada anak-anak dan sekarang
dianggap terapi lini pertama karena melibatkan penghapusan selektif dari
adenoma memaksimalkan potensi jaringan hipofisis yang normal untuk tetap
in situ.
Tingkat keberhasilan bedah variabel dilaporkan tergantung di mana
definisi obat diadopsi di unit itu. Kami mendefinisikan pengobatan yang
berhasil, yakni menyembuhkan, seperti tidak terdeteksi kortisol serum pasca
operasi (<50 nmol / L, <1,8 mg / dl), yang konsisten dengan satuan endokrin
dewasa kita. Tingkat kesembuhan keseluruhan dari TSS di 33 pasien anak-
anak dengan mikroadenoma diperlakukan 1982-2010 adalah 61%. Sejak tahun
1986, angka kesembuhan telah 75% pada 28 pasien yang dirawat sejak BIPSS
rutin diperkenalkan sebagai persiapan pra operasi. Laporan series harga
lainnya pediatrik TSS obat bervariasi dari 45% menjadi 78%, tapi sangat
sedikit tingkat laporan> 90%. Kami belum melihat terulangnya CD setelah
penyembuhan dengan TSS, tetapi karena banyak pasien yang dirujuk dari
lainnya pusat, hal ini belum diteliti secara resmi.
Hipofisis radioterapi (RT) adalah pilihan terapi untuk CD pediatrik. Di
pusat kami, sinar eksternal RT digunakan sebagai terapi lini kedua, setelah
berhasil TSS. Kami biasanya melanjutkan ke RT dalam waktu 2-4 minggu
TSS, ketika jelas dari tingkat sirkulasi kortisol yang menyembuhkan lengkap
belum tercapai. RT protokol kita mengikuti terdiri dari 45 Gy memberikan
dalam 25 fraksi selama 35 hari mencerminkan bukti yang menunjukkan bahwa
anak-anak dengan CD merespon lebih cepat daripada orang dewasa. Kami
telah diperlakukan 13 pasien selama 26 tahun terakhir dengan angka
kesembuhan yang sukses dari 85%, yang terjadi pada interval rata-rata 0,8
tahun (kisaran 0,3-2,9) setelah selesai terapi.
B. Issue Gangguan Sistem Endokrin Di Indonesia
1. Isu mutakhir tentang penyakit Diabetes Mellitus
a. Adanya hubungan timbal balik antara periodontitis (infeksi pada mulut)
dengan Diabetes Mellitus, keterlibatan dokter gigi dalam penanganan
pasien Diabetes Mellitus perlu ditingkatkan. (Saidina Hamzah
Daliemunthe,2003)
b. Dokter gigi dituntut untuk lebih aktif memposisikan diri sebagai mitra
dokter umum/dokter spesialis dalam penanganan pasien Diabetes Mellitus
(Saidina Hamzah Daliemunthe,2003)
c. Perlu adanya perlindungan kepada obat tradisional untuk penyakit
Diabetes Mellitus agar tetap asli dari tanaman obat dan tidak diberi
tambahan zat kimia (Siti SapardiyahSantoso, 2003)
d. Perlu dipelajari lebih lanjut dengan mengadakan pendekatan kasus dengan
metode penelitian yang khusus pula mengapa penderita IDDM dapat
bertahan hidup selama 1minggu tanpa insulin dengan melalui penggantian
insulin atau adaptasi
e. Obat anti Diabetes oral sebaiknya tidak diberikan pada Diabetes Mellitus
dengan Tuberkulosis paru karena adanya efek rifampicin dan isoniazid
yang mengurangi efek obat tersebut
f. Kadar glukosa darah yang terkontrol pada penderita Diabetes Mellitus
dapat menurunkan derajat kegoyahan gigi sebesar 51,45%
g. Melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan aktif yang
diisolasi dari buahmengkudu untuk mengetahui efeknya dalam
menurunkan kadar gula darah
h. Perlu dikembangkan kegiatan di kelompok-kelompok masyarakat guna
meningkatkan pengetahuan kesehatan terutama gizi, sehingga masyarakat
mempunyai pengetahuan dankemampuan untuk menangani masalah
kesehatan yang dihadapinya
i. Perlunya melakukan penelitian isolasi kandungan Eugenia Polyantha
j. Menguji khasiat hipoglikemianya untuk menurunkan kadar glukosa darah
2. Terampil Gunakan Insulin Melalui INSPIRE
Insulin termasuk salah satu terapi kunci dalam penatalaksanaan
diabetes mellitus (DM). Akan tetapi, tidak semua dokter, baik dokter umum
maupun spesialis, menguasai teknik terapi insulin secara mahir. Oleh karena
itu, dibutuhkan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan memberikan
terapi insulin.
Dalam mengelola diabetes, dibutuhkan kontrol gula darah, yang salah
satunya dapat dicapai melalui pemberian insulin. Akan tetapi, seiring semakin
majunya ilmu pengetahuan, modalitas terapi insulin juga mengalami
perkembangan. Para dokter harus menguasai metode terapi insulin yang
mampu memberikan hasil terbaik bagi pasien.
Pada tanggal 18 dan 19 Juni 2011 lalu, PERKENI bekerja sama dengan
Novo Nordisk Indonesia mengadakan acara yang disebut sebagai INSPIRE.
INSPIRE sendiri merupakan kepanjangan dari Insulin Novo Nordisk and
PERKENI Roadshow for Excellence. Acara ini diadakan di sejumlah kota
besar di Indonesia dalam rangka meningkatkan pemahaman dan keterampilan
para dokter dalam memberikan terapi insulin. Adapun kota-kota yang
berpartisipasi, antara lain Palembang, Medan, Banda Aceh, Surabaya, Padang,
Jakarta 1&2, Bandung, Semarang, Surakarta, Jogjakarta, Malang,
Banjarmasin, Samarinda, Surabaya 1&2, Denpasar, Makassar, dan Manado.
Acara yang berlangsung tanggal 18 dan 19 Juni 2011 tersebut merupakan
acara untuk wilayah Jakarta1, yang meliputi Jakarta Timur, Jakarta Selatan,
Depok, Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang hanya mencakup empat belas wilayah, pada kesempatan ini
INSPIRE diadakan di delapan belas wilayah di seluruh Indonesia.
Walaupun hanya berlangsung selama satu setengah hari, acara ini
dapat dikatakan mampu mendongkrak pengetahuan dan keterampilan para
dokter dalam memberikan terapi insulin. Sebelum para narasumber
memberikan materi, diadakan pre-test untuk mengukur emampuan awal para
peserta. Diakhir acara, dilakukan post-test dan hasilnya dibandingkan dengan
pretest. Dari hasil tersebut ternyata tampak peningkatan pengetahuan yang
signifikan setelah para peserta mengikuti acara ini. Diharapkan dengan adanya
INSPIRE ini pengelolaan diabetes di Indonesia, khususnya pemberian terapi
insulin, menjadi semakin optimal demi meningkatkan kualitas hidup pasien.
3. Terapi Hiperglikemia Intensif vs Konvensional di ICU
Hiperglikemia adalah hal yang sering terjadi pada pasien dengan
penyakit akut, termasuk mereka yang dirawat di ruang rawat intensif (ICU).
Hiperglikemia berat berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas, sehingga dipikirkan untuk mengontrol kadar glukosa darah dengan
ketat. Namun demikian, terdapat kontroversi dalam pengontrolan kadar
glukosa darah. Ada ahli yang menyarankan pengontrolan secara ketat, tetapi
ada pula yang lebih memilih cara konvensional.
Untuk memilih metode mana yang paling baik untuk diterapkan,
dilakukanlah suatu penelitian yang bernama (NICESUGAR). Sebanyak 6104
pasien ICU yang memiliki karakteristik dasar yang sama direkrut untuk
penelitian ini. Mereka dibagi menjadi dua kelompok. Pada kelompok pertama
(3054 orang) diterapkan metode intensif, sedangkan pada kelompok kedua
(3050 orang) diterapkan metode konvensional. Pada metode intensif, glukosa
darah dijaga ketat pada kisaran 81 sampai 108 mg/dL. Sementara itu pada
metode konvensional, target glukosa darah yang diinginkan hanya 180 mg/dL
atau kurang.
Normoglycemia in Intensive Care Evaluation? Survival Using Glucose
Algorithm Regulation Terapi Hiperglikemia Intensif vs Konvensional di ICU
Setelah mengikuti para responden tersebut selama 90 hari, tercatat bahwa
kejadian hipoglikemia berat (kadar glukosa darah kurang atau sama dengan 40
mg/dL) dialami oleh 6,8% responden dari kelompok pertama dan hanya 0,5%
dari kelompok kedua. Sementara itu, kematian dialami oleh 27,5% pasien dari
kelompok intensif, dibandingkan dengan 24,9% dari kelompok konvensional.
Perbedaan persentase sebanyak 2,6% tersebut didapati bermakna. Kematian
karena penyebab kardiovaskular juga lebih banyak didapati pada kelompok
satu daripada kelompok dua. Namun demikian, tidak didapati adanya
perbedaan lama perawatan antara dua kelompok tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, studi NICE-SUGAR mengambil
kesimpulan bahwa terapi hiperglikemia konvensional, yaitu dengan
mempertahankan target glukosa darah kurang atau sama dengan 180 mg/dL
memiliki mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan terapi
hiperglikemia intensif, yaitu dengan menjaga kadar glukosa darah antara 81
sampai 108 mg/dL.

2.5 Trend Dan Issue Kasus Kritis Sistem Endokrin Secara Internasional

A. Terapi Sirolimus Pada Bayi dengan Hyperinsulinemic Hypoglikemia Berat


Hipoglikemia hyperinsulinemic, penyebab utama hipoglikemia berat selama
periode neonatal, ditandai dengan tidak pantas sekresi insulin dari sel beta
pankreas di hadapan glukosa darah rendah levels.
Satu-satunya pilihan pengobatan saat ini tersedia untuk pasien dengan bentuk
medis responsif menyebar hipoglikemia hyperinsulinemic adalah pancreatectomy
subtotal, di mana 95 sampai 98 % sel mensekresi insulin secara fisik dihapus
untuk meringankan hipoglikemia berat. Namun, beberapa pasien yang telah
menjalani operasi terus memiliki hipoglikemia hyperinsulinemic berulang,
sedangkan diabetes mellitus dan insufisiensi eksokrin pankreas berkembang dalam
diri orang lain. Dalam sebuah penelitian terbaru dari 105 anak-anak yang terkena
dampak yang menjalani pancreatectomy, 59 % memiliki gigih hiperinsulinemia
hipoglikemia hingga 5 tahun setelah operasi, dan diabetes mellitus telah
dikembangkan pada semua anak-anak pada saat mereka mencapai adolescence.
Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk terapi medis yang dapat digunakan sebagai
alternatif untuk jumlahkan pancreatectomy.

Terapi Sirolimus
Semua pasien menerima sirolimus pada dosis awal 0,5 mg per meter persegi
luas permukaan tubuh per hari (dalam satu atau dua dosis). Dosis ini bertahap
meningkat dengan tujuan mencapai tingkat serum palung dari 5 sampai 15 ng per
mililiter. Tingkat serum palung sirolimus diukur setiap 5 hari. Setelah tingkat obat
serum yang diinginkan telah tercapai dan kadar glukosa darah stabil, glukosa dan
glukagon infus intravena secara bertahap meruncing. Pemantauan berkala
dilakukan, termasuk hitung darah lengkap, pengukuran kadar lipid serum, dan
analisis ginjal dan fungsi hati. Setelah debit, pasien ditindaklanjuti secara teratur
untuk penilaian kontrol glikemik dan pengukuran kadar serum sirolimus.
Karena keparahan hipoglikemia mereka, bayi diperlukan kombinasi glukagon
infus dan cairan infus dengan konsentrasi tinggi dekstrosa untuk mempertahankan
normoglycemia di memulai pengobatan dengan sirolimus, setelah respon glikemik
yang baik dicatat. Dengan demikian, dosis dekstrosa secara bertahap meruncing
dan makanan enteral secara bersamaan meningkat . Selama periode 2 sampai 3
minggu, setiap bayi mempertahankan tingkat glukosa darah stabil tanpa perlu
infus glukosa intravena. Glukagon dan octreotide infus kemudian secara bertahap
dihentikan, karena kadar glukosa darah yang stabil di lebih dari 63 mg per
desiliter. Selanjutnya, keempat bayi mampu menerima semua nutrisi enteral
mereka, dan masing-masing terus menerima terapi sirolimus oral.
Bayi juga mampu berpuasa selama 6 sampai 8 jam tanpa pengembangan
hipoglikemia (misalnya, kadar glukosa darah tetap tinggi dari 63 mg per desiliter
pada akhir puasa). Satu bayi (Pasien 4, yang memiliki ABCC8 mutasi homozigot
dan hipoglikemia hyperinsulinemic sangat parah) diperlukan dosis kecil octreotide
(10 mg per kilogram per hari) untuk berpuasa selama 6 jam tanpa pengembangan
hipoglikemia. Setiap pasien dipulangkan ketika pemberian makanan enteral
didirikan dan bayi bisa berpuasa selama 6 sampai 8 jam tanpa pengembangan
hipoglikemia. Tingkat diukur dari asam lemak nonesterified dan 3β-
hidroksibutirat naik pada akhir puasa, menunjukkan bahwa penekanan insulin
hadir karena pengobatan dengan sirolimus.
Orang tua diminta untuk memantau kadar glukosa darah setidaknya tiga kali
sehari sebelum makan. Sebuah tinjauan catatan pemantauan orangtua kadar
glukosa darah tidak ditemukan adanya episode hipoglikemia selama pengobatan
dengan sirolimus. Keempat pasien saat ini terus menerima sirolimus dan sedang
diikuti untuk penilaian kontrol glikemik, tingkat endapan serum sirolimus, dan
setiap efek samping klinis atau biokimia. Tindak lanjut penilaian dilakukan
sampai bayi mencapai usia 1 tahun menunjukkan kontrol glikemik yang baik.
Penilaian laboratorium menunjukkan jumlah darah lengkap normal (tanpa
neutropenia) dan tingkat normal nitrogen urea darah, kreatinin, dan elektrolit
selama tindak lanjut penilaian setiap 3 bulan. Efek samping yang diamati meliputi
elevasi transien tingkat aminotransferase, yang diselesaikan secara spontan, dan
elevasi ringan kadar trigliserida. Hasil studi fungsi hati dinyatakan telah normal.
Baik sepsis atau infeksi serius lainnya yang dikembangkan di salah satu bayi.
Sirolimus dihentikan pada salah satu pasien di usia 7 bulan, dalam waktu 3
hari, hipoglikemia berat dikembangkan, membutuhkan infus intravena glukosa
dan administrasi subkutan octreotide. Sirolimus itu reinitiated, dan selama 3
sampai 4 minggu ke depan infus glukosa dan octreotide itu meruncing dan
kemudian dihentikan.
B. Pengelolaan Pankreatitis Klasifikasi Kronis Dengan Hasil Patologi Anatomi
Adenokarsinoma Pankreas
Pankreas merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin dan
eksokrin, dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Sekretin dan kolesistokinin-
pankreozimin (CCC-PZ) merupakan hormone traktus gastrointestinal yang
membantu dalam mencerna zat-zat makanan dengan mengendalikan sekret
pankreas. Sekresi enzim pankreas yang normal berkisar dari 1500-2500 mm/hari.
Pankreatitis kronis merupakan suatu penyakit inflamasi pada pankreas yang
ditandai dengan fibrosis pankreas yang persisten dan progresif serta menimbulkan
kerusakan jaringan eksokrin dan endokrin. Pankreatitis kronis merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya karsinoma pankreas. Adenokarsinoma pancreas
terjadi pada 1 per 10,000 penduduk Amerika. Umumnya penderita pankreatitis
kronis mengeluh nyeri abdomen di epigastrium yang terus menerus yang
dijalarkan kepunggung, mual, nafsu makan berkurang, berat badan menurun dan
malnutrisi. Pengelolaan penderita pancreatitis kronis dapat secara konservatif
maupun pembedahan berupa drainase dan reseksi pankreas.
Pankreatitis kronis merupakan salah satu factor resiko terjadinya karsinoma
pankreas. Pada penelitian yang melibatkan 6 grup senter internasional yaitu
Denmark, Jerman, Italia, Swedia, Switzerland dan Amerika Serikat didapatkan
angka kejadian karsinoma pankreas 1,8% pada pasien yang telah terdiagnosis
pankreatitis kronis 2 tahun sebelumnya, dan 4% setelah terdiagnosis 10 sampai 20
tahun sebelumnya. Adenokarsinoma pancreas terjadi pada 1 per 10,000 penduduk
Amerika. Laki-laki 2 kali lebih sering terkena dari pada wanita.
Prevalensi Amerika Serikat 26,4 kasus per 100,000 penduduk, di Spanyol 14
per 100,000 penduduk sedangkan di Jepang 5,7 per 100,000 penduduk.
Kebanyakan terjadi karena adanya batu pada saluran pankreas. Kebanyakan kasus
pancreatitis kronis karena minum alkohol yang banyak, berkisar 150 g/hari dalam
beberapa tahun. Hanyakira-kira 10 % peminum berat yang terbentuk pankreatitis,
tampaknya ini ada faktor lain yang dibutuhkan, seperti diet tinggi lemak dan
protein.
Penderita ini mengeluh nyeri abdomen epigastrium yang tak henti-henti yang
dijalarkan kepunggung. Nyeri pada pancreatitis kronis dahulu dipercaya dari
peningkatan tekanan intra pankreas. Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan
sedikit peningkatan pada alfa amylase dan lipase tetapi tidak khas untuk
pancreatitis kronis.
Hasil pemeriksaan patologi anatomi menunjukkan adenokarsinoma. Biopsi
dilakukan pada bagian kaput, korpus dan kauda, hal ini menunjukkan
adenokarsinoma pada seluruh bagian pankreas. Total pancreatectomy merupakan
prosedur yang aman, mortalitas dan morbiditas yang dapat diterima
Reseksi merupakan tindakan kuratif terhadap kanker pankreas. Ada 4
pembedahan yang ditawarkan yaitu Whipple pancreaticoduodenectomy, pylorus
preserving pancreaticoduodenectomy, total pancreatectomy dan regional
pancreatectomy. Tampaknya total pancreatectomy merupakan pilihan yang
sesuaiuntukpasienini.
Prosedur Peustow
Prosedur Peustow dapat dipilih dalam penanganan pancreatitis kalsifikasi
kronis. Prosedur ini aman dengan hasil yang baik. Pada kasus adenokarsinoma
pancreas ini tindakan yang sesuai adalah total pancreatectomy.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Banyak trend dan issue yang terjadi pada sistem endokrin. Seperti trend dan
issue pada Sindrom Cushing (CS), adalah sindrom klinis yang terdiri dari gejala dan
tanda-tanda yang mencerminkan beredar glukokortikoid berlebihan (GC) konsentrasi.
Hal ini sangat jarang terjadi di masa kanak-kanak dan masa remaja dan dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok hormon adrenocorticotrophic penyebab
(ACTH)-independen dan dependen-ACTH.
Trend dan issue yang lainnya adalah beberapa Pantangan Makanan Untuk
Penderita Diabetes Melitus di antaranya adalah roti putih, rokok, kafein, mie dan
pasta, kentang, minuman bersoda, makanan yang di goreng, dan teh manis.
Sedangkan Issue cara untuk mengobati Penyakit Diabetes secara alami, namun tidak
seutuhnya menyembuhkan penyakit diabetes secara total adalah lidah buaya, hindari
makanan yang kaya akan gula sederhana, dan senam.
3.2 Saran
Dalam hal ini penulis menyadari masih adanya kekurangan makalah ini di
berbagai segi, oleh karena itu penulis berharap adanya perbaikan demi perkembangan
makalah ini menuju lebih baik lagi

DAFTAR PUSTAKA

Alempijevic T, Zec S, Milosavljevic T. Drug-induced liver injury: do we know


Everything?. World J Hepatol. 2017 Apr 8. 9 (10):491-502.
Bernal W, Wang Y, Maggs J, et al. Development and validation of a dynamic
outcome
prediction model for paracetamol-induced acute liver failure: a cohort study.
Lancet Gastroenterol Hepatol. 2016 Nov. 1 (3):217-25.
Chalasani NP, Hayashi PH, Bonkovsky HL, Navarro VJ, Lee WM, Fontana RJ, et al.
ACG clinical guideline: the diagnosis and management of idiosyncratic drug
induced liver injury. Am J Gastroenterol. 2014 Jul. 109 (7):950-66; quiz 967.
Fontana RJ, Ellerbe C, Durkalski VE, et al; for the US Acute Liver Failure Study
Group.
Two-year outcomes in initial survivors with acute liver failure: results from a
prospective, multicentre study. Liver Int. 2015 Feb. 35 (2):370-80.
Hoyer DP, Munteanu M, Canbay A, et al. Liver transplantation for acute liver failure:
are there thresholds not to be crossed?. Transpl Int. 2014 Jun. 27 (6):625-33.
Kelly JC. Drug-induced liver injury guidelines released by ACG. Medscape Medical
News. June 18, 2014. June 24, 2014.
Liu J, Ghaziani TT, Wolf JL. Acute fatty liver disease of pregnancy: updates in
pathogenesis, diagnosis, and management. Am J Gastroenterol. 2017 Jun. 112
(6):838-46.
Lo Re V 3rd, Haynes K, Forde KA, et al. Risk of acute liver failure in patients with
drug-induced liver injury: evaluation of Hy's law and a new prognostic model.
Clin Gastroenterol Hepatol. 2015 Dec. 13 (13):2360-8.
Marrone G, Vaccaro FG, Biolato M, et al. Drug-induced liver injury 2017: the
diagnosis
is not easy but always to keep in mind. Eur Rev Med Pharmacol Sci. 2017
Mar.
21 (1 Suppl):122-34.
Stine JG, Lewis JH. Current and future directions in the treatment and prevention of
drug-induced liver injury: a systematic review. Expert Rev Gastroenterol
Hepatol. 2016. 10 (4):517-36.

Anda mungkin juga menyukai