Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PSIKOSOSIAL

ETNO MEDICINE/FARMAKOLOGI DAN DILEMA TEKNOLOGI


(IPTEK) DALAM PERSPEKTIF TRANSKULTURAL

Dosen Pengampu :

Veny Elita, S.Kp., MN (MH)

Disusun oleh :
Kelompok : 5 ( Lima )
Kelas : A 2020 1

Anggota kelompok :

1. Afdi Setiawan (2011110889) 6. Ishmah Qonitatul Jannah (2011113065)

2. Alfisenna ( 2011113044) 7. Risti Amanda (2011113038)

3. Dinda Yulia Melani (2011113062) 8. Rani Novita (2011113048)

4. Ella Widya Putri (2011113033) 9. Suci Arfa Dewi (2011113026)

5. Habibah Syafna (2011113052) 10. Septya Windy (2011113058)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hanturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak
nikmat,taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Etno Medicine/Farmakologi dan Dilema Teknologi (IPTEK) dalam Perspektif
Transkultural” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Kami sampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing Psikososial dan Budaya
dalam Keperawatan yaitu Veny Elita, S.Kp., MN (MH) dan semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan
sarandari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Pekanbaru, 12 Oktober 2021

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 5

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 5


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................ 7

A. Definisi Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural ........................... 7


B. Tradisi dalam Etno Farmakologi .................................................................................... 7
C. Prinsip Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural ............................ 9
D. Peran Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural ............................... 10
E. Definisi Dilema IPTEK dalam Perspektif Transkultural ................................................ 10
F. Arti Dilema IPTEK Dalam Perspektif Transkultural Nursing ........................................ 10
G. Jenis-Jenis Kecenderungan Dilema IPTEK Dalam Perspektif Trankultural .................. 12
H. Penyebab Dilema IPTEK Dalam Perspektif Trankultural .............................................. 13
I. Gambaran Masyarkat Dengan Kasus Dilema IPTEK Dalam Perspektif Transkultural .. 13
J. Mendiskripsikan Contoh-Contoh Perilaku Masyarakat Yang Berhubungan dengan
Penolakan IPTEK Dalam Keperawatan Transkultural ................................................... 19
K. Memecahkan Masalah yang Berhunungan dengan Dilema IPTEK ............................... 19

BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 23

A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etnomedicine, istilah kontemporer untuk kelompok pengetahuan luas yang
berasal dari rasa ingin tahu dan metode-metode penelitian yang digunakan untuk
menambah pengetahuan itu, menarik minat ahli-ahli antropologi, baik dari alasan
teoritis maupun alasan praktis. Etnomedicine yang berkenaan dengan kausalitas,
menemukan bahwa hanya ada sedikit sekali kerangka kognitif pada masyarakat non
barat yang penting untuk menjelaskan tentang adanya penyakit (desease), ditemukan
bahwa suatu bagian atas dua telah cukup untuk membedakan kategori kategori besar,
atau system system. Usul Foster dan Anderson adalah menyebut pembagian atas dua
itu dengan istilah personalistik dan naturalistic.

Walaupun istilah-istilah tersebut merujuk secara khusus kepada konsep-


konsep kausalitas, keduanya dapat juga dipakai untuk menyebut seluruh sistem medis
(yakni tidak hanya kausal melainkan juga seluruh tingkah laku yang berhubungan,
yang bersumber pada pandangan-pandangan tersebut). Salah satu tulisan ahli
antropologi yakni Erwin Ackerknecth pada tahun 1940-an, tanpa malu-malu
membahas mengenai pengobatan primitif, hal ini dikarenakan mereka melakukan
penelitian pada masyarakat primitif. Namun pada saat setelah Perang Dunia II, studi
antropologi berubah dari masyarakat primitif ke masyarakat desa, membuat para ahli
antropologi dalam hal mendeskripsikan sistem medis yang berbeda dengan sistem
medis barat merasa kebingungan mengenai peristilahan. Seperti istilah Redfield yakni
“pengobatan rakyat” (folk medicine), yang menimbulkan kebingungan, karena dalam
masyarakat yang teknologinya maju, pengobatan populer sering pula disebut sebagai
pengobatan “rakyat”.

Model pengobatan tradisional dalam antropologi medis termasuk salah satu


sisi kajian yang disebut etnomedicine. Dilihat dari bahan yang digunakan, obat-obat
tradisional dapa dibagi dua, yaitu obat yang menggunakan bahan-bahan dari

4
tumbuhan (herbalmedicine) dan obat-obat yang berbahan dari binatang
(animalmedicine).

Dilema IPTEK dalam ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar
untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu


pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai keseluruhan sarana untuk
menyediakan barang-barang yg diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup
manusia. Sebagian beranggapan teknologi adalah barang atau sesuatu yang baru.

Nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial, Transcultural


Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai Nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda, ras, yang
mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada
klien / pasien ). Menurut Leininge( 1991 ).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural?
2. Bagaimana tradisi dalam Etno Farmakologi?
3. Apa saja prinsip Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural?
4. Bagaimana peran Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural?
5. Apa itu dilema IPTEK dalam perspektif trankultural?
6. Apa arti dilema IPTEK dalam perspektif transkultural Nursing?
7. Apa saja jenis-jenis kecenderungan dilema IPTEK dalam perspektif trankultural?
8. Apa penyebab dilema IPTEK dalam perspektif trankultural?
9. Bagaimana gambaran masyarkat dengan kasus dilema IPTEK dalam perspektif
trankultural?
10. Bagaimana contoh-contoh perilaku masyarakat yang berhubungan dengan
penolakan IPTEK dalam keperawatan transcultural?
11. Bagaimana memecahkan masalah yang berhubungan dengan dilema IPTEK?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif
Transkultural
2. Untuk Mengetahui Tradisi dalam Etno Farmakologi
3. Untuk Mengetahui Prinsip Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif
Transkultural
4. Untuk Mengetahui Peran Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif
Transkultural
5. Untuk Mengetahui definisi dilema IPTEK dalam perspektif trankultural
6. Untuk Mengetahui arti dilema IPTEK dalam perspektif transkultural Nursing

5
7. Untuk Mengetahui jenis-jenis kecenderungan dilema IPTEK dalam perspektif
trankultural
8. Untuk Mengetahui penyebab dilema IPTEK dalam perspektif trankultural
9. Untuk mengetahui Gambaran masyarkat dengan kasus dilema IPTEK dalam
perspektif trankultural
10. Untuk Mendiskripsikan contoh-contoh perilaku masyarakat yang berhubungan
dengan penolakan IPTEK dalam keperawatan transcultural
11. Untuk Memecahkan masalah yng berhubungan dengan dilema IPTEK

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural

Etnomedisin secara etimologi berasal dari kata Ethno (Etnis) dan Medicine (Obat). Hal
ini menunjukan bahwa Etnomedisin sedikitnya berhubungan dengan dua hal yaitu etnis dan
obat. Secara ilmiah dinyatakan bahwa etnomedisin merupakan presepsi dan konsepsi
masyarakat lokal dalam memahami kesehatan atau studi yang mempelajari sistem medis etnis
tradisional. (Bhasin, 2017;Daval 2009)

Etnomedisin merupakan salah satu bidang kajian etnobotani yang mengungkapkan


pengetahuan lokal berbagai etnis dalam menjaga kesehatannya. Secara empirik terlihat bahwa
dalam pengobatan tradisional memanfaatkan tumbuhan maupun hewan, namun dilihat dari
jumlah maupun frekuensi pemanfaatannya tumbuhan lebih banyak dimanfaatkan
dibandingkan hewan. Hal tersebut mengakibatkan pengobatan tradisional identik dengan
tumbuhan obat, oleh karena itu tulisan selanjutnya difokuskan pada tumbuhan obat(Silalahi,
2016).

Etnomedisin berhubungan dengan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Etnomedisin


merupakan praktek medis tradisional yang tidak berasal dari medis modern. Etnomedisin
tumbuh berkembang dari pengetahuan setiap suku dalam memahami penyakit dan makna
kesehatan. Pemahaman akan penyakit ataupun teori tentang penyakit tentunya berbeda di
setiap suku. Hal ini dikarenakan latar belakang kebudayaan pengalaman dan pengetahuan
yang dimiliki setiap suku tersebut berbeda dalam memahami penyakit, terutama dalam
mengobatipenyakit.

B. Tradisi dalam Etno Farmakologi

Pengobatan tradisional yang dilakukan melalui pemanfaatan tanaman obat-obatan secara


praktik telah dilakukan oleh masyarakat di Indonesia khususnya di daerah pedalaman sejak
zaman dahulu yang digunakan sampai saat ini. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan
budaya Indonesia, yang diinginkan untuk dapat dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan.
Penggunaannya di masyarakat telah dimanfaatkan untuk pengobatan dan pemeliharaan
kesehatan serta diwariskan turun temurun, bertahan lestari, dan tidak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat, tanpa dibuktikan secara ilmiah (Depkes RI, 2007). Indonesia sangat
kaya akan tumbuhan bermanfaat. Data lama, menunjukkan bahwa terdapat 5000 spesies
tumbuhan bermanfaat yang tercatat resmi, dan 21 % diantaranya merupakan spesies obat-
obatan (Heyne, 1950).

7
Berdasarkan catatan WHO, IUCN dan WWF lebih dari 20.000 spesies tumbuhan obat
yang digunakan oleh 80 % penduduk seluruh dunia(WHO, 2005). Sampai tahun 2001,
laboratorium Konservasi Tumbuhan, Fakultas Kehutanan IPB telah mendata dari berbagai
laporan penelitian dan literatur tidak kurang dari 2039 spesies tumbuhan obat yang berasal
dari hutan Indonesia (Zuhud, 2009).

Salah satu ciri budaya masyarakat di negara berkembang adalah masih dominannya
unsur-unsur tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan ini didukung oleh
keanekaragaman hayati yang terhimpun dalam berbagai tipe ekosistem yang pemanfaatannya
telah mengalami sejarah panjang sebagai bagian dari kebudayaan. Salah satu aktivitas
tersebut adalah penggunaan tumbuhan sebagai bahan obat oleh berbagai suku bangsa atau
sekelompok masyarakat yang tinggal di pedalaman. Tradisi pengobatan suatu masyarakat
tidak terlepas dari kaitan budaya setempat. Persepsi mengenai konsep sakit, sehat, dan
keragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional terbentuk melalui suatu
proses sosialisasi yang secara turun temurun dipercaya dan diyakini kebenarannya
(Sosrokusumo P, 1989).

Sama halnya daerah-daerah lain di Indonesia, Contoh nya Bantul ( Jawa tengah )
memiliki sumber daya alam melimpah yang dapat digunakan oleh masyarakat, sumber daya
tersebut diantaranya meliputi tumbuhan tanaman obat baik dengan sengaja dibudidayakan
oleh masyarakat maupun tumbuh secara bebas di alam. Masyarakat Bantul telah mengenal
pemanfaatan tumbuhan untuk kebutuhan sehari-hari. Tumbuh-tumbuhan yang berada pada
daerah tersebut diantaranya dijadikan sebagai makanan dan berbagai macam barang olahan
konsumsi lainnya serta berbagai macam bahan obat-obatan oleh masyarakat.

Tanaman obat yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Bantul Diantaranya
adalah Temulawak, kunyit , kencur, pucuk kates, temu hitam , kunyit asam dan kayu lawang.
Tempe busuk yang dianggap masyarakat Bantul sebagai antikanker. Pucuk kates,
temulawak, temu hitam , kayu lawang dan kunyit di percaya masyarakat Bantul untuk
diberikan kepada ibu yang menyusui agar air susu nya banyak dan kental. Masyarakat bantul
jugk memberikan kunyit asam untuk wanita sebelum dan sesudah menstruasi. Masyarkat
Bantul jugk meracik pilis untuk diletakkan di jidat ibu yang baru melahirkan . Bahan-bahan
pilis diantaranya kencur, kunyit, mint, kenanga dan ghanti.

Sementara itu jika dilihat dari cara pengolahan tanaman obat maka sebagian besar adalah
dengan cara ditumbuk. Untuk pengobatan luar masyarakat memilih cara dengan ditumbuk
dan ditempelkan pada bagian yang sakit . Untuk pengobatan dalam, masyarakat Bantul
mengolah tanaman obat dengan dua cara, yaitu direbus dan diseduh atau hanya dicuci dengan
air bersih kemudian diremas untuk diambil sarinya. Pemanfaatan tanaman obat untuk
pengobatan pada umumnya menggunakan komposisi tanamannya tunggal. Pada dasarnya
pemakaian tumbuhan obat oleh masyarakat bersifat sederhana, hanya bersumber dari
pengalaman dan informasi orang tua terdahulu. Praktek pengobatannya juga tidak diketahui
dosis yang tepat, tetapi yang terpenting adalah mengolah tumbuhan sehingga bisa dipakai
untuk pengobatan. Pengobatan yang dilakuakn oleh masyarakat dikategorikan menjadi 2
jenis, yaitu pengobatan untuk penyakit luar dan pengobatan untuk penyakit dalam.

8
Pengobatan luar adalah segala sesuatu pengobatan yang berhubungan dengan bagian luar
tubuh manusia seperti, penyakit kulit, sakit gigi, mata, dan luka. Sementara penyakit dalam
adalah pengobatan yang memakan dan meminum olahan dari tumbuhan obat (S. Hidayat et
al., 2010). Pengobatan dalam seperti demam, hipertensi, diare, kencing manis,cacingan, tukak
lambung dll).

C. Prinsip Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural

Secara umum menurut Foster, 1986

 Prinsip Naturalistic yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan,

makanan salah makan, kebiasaan hidup, ketidakseimbangan dalam tubuh, termasuk

juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan.

 Prinsip Personalistic yaitu menganggap munculnya penyakit disebabkan oleh

intervensi suatu agent aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia hantu, roh,

leluhur atau roh jahat, atau makhluk manusia tukang sihir, tukang tenung.

Dalam tradisi Jawa (kuhususnya Jawa Tengah), sistem pengobatan tradisionalnya


mempunyai beberapa karakter yang khas. Dalam menentukan penyakit, primbon
menggunakan perhitungan yang berdasarkan perhitungan waktu. Perhitungan yang banyak
digunakan ialah perhitungan yang menggunakan dasar perhitungan hari dan pasaran.

Mengenai etiologi atau asal usul satu penyakit ini ditemukan beberapa pendapat.
Sebagian besar pendapat-pendapat tersebut juga mendasarkan perhitungannya dengan dasar
hari dan pasaran saat datangnya penyakit. Etiologi penyakit menurut primbon ini dapat
dikatakan sebagai salah satu bentuk “diagnose penyakit” yang disesuaikan dengan pandangan
dan kondisi zaman primbon tersebut pertama kali ditulis.

Berdasarkan hari dimulainya sakit, maka dapat ditentukan anggota badan yang
memulai sakit atau sebab penyakitnya, serta dapat menentukan tentang jenis-jenis penyakit
sebagaimana diuraikan dalam Kitab Primbon Betaljemur Adammakna (Tjakraningrat,
1991:228).

Secara teknis, pengobatan dalam tradisi Jawa Tengah yang terdapat dalam primbon
mengenal beberapa teknis pengobatan, teknis pengobatan itu disebut berdasarkan tempat
yang diberikan ramuan dan cara memberikannya.

Peracikan obat dikenal dua jenis, yaitu peracikan obat berdasarkan perhitungan waktu
dan peracikan obat berdasarkan tradisi. Peracikan obat berdasarkan perhitungan waktu
ditentukan saat datangnya penyakit atau hari lahir si sakit. Obat jenis ini bersifat ritual.
Peracikan obat berdasarkan tradisi ditentukan berdasarkan gejala penyakit yang tampak.
Peracikan obat berdasarkan tradisi dapat dibagi menjadi 4 golongan :

1. Jalu usada (obat untuk laki-laki)

9
2. Wanita usada (pengobatan untuk masalah-masalah yang ada hubungannya dengan
masalah reproduksi kaum wanita)
3. Rarya usada (obat untuk penyakit anak-anak)
4. Triguna usada (obat untuk segala penyakit, baik untuk laki-laki, wanita, maupun
anak-anak)

D. Peran Etno Medicine/Farmakologi dalam Perspektif Transkultural

Peran etno medicine dalam perspektif transkultural di budaya Jawa Tengah, sebagai berikut :

1. Sebagai penguji hubungan antara teori dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan
yang diwariskan dan dipelajari dari kehidupan. Informasi ini membentuk dasar dari
budaya pengobatan yang lazim atau pengobatan yang masuk akal yang biasa
digunakan untuk mengobati penyakit.
2. Sebagai penerjemah suatu penyakit, tidak hanya mengerti mengenai cara pengobatan
dari suatu budaya,melainkan untuk membandingkan ide antar budaya .
3. Sebagai bantuan dalam mencari senyawa baru untuk pengobatan yang memiliki efek
samping lebih kecil, serta digunakan untuk antisipasi munculnya penyakit baru.

E. Definisi dilema iptek dalam perspektif transcultural

lmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-
ilmudiperoleh dari keterbatasannya. Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan
praktis; ilmu pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai keseluruhan sarana
untuk menyediakan barang-barang yg diperlukan bagi kelangsungandan kenyamanan hidup
manusia.

Sebagian beranggapan teknologi adalah barang atau sesuatu yang baru. Nilai budaya
yang berbeda melalui proses interaksi sosial, Transcultural Nursing merupakan suatu
area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai Nilai budaya (
nilai budaya yang berbeda, ras, yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan
asuhan keperawatankepada klien / pasien ). Menurut Leininger ( 1991 ).

F. Arti Dilema IPTEK Dalam Perspektif Transkultural Nursing

Definisi Dilema IPTEK dalam TranskulturalIlmu atau ilmu pengetahuan adalah


seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.

Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu- ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu
pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai keseluruhan sarana untuk

10
menyediakan barang-barang yg diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup
manusia. Sebagian beranggapan teknologi adalah barang atau sesuatu yang baru.

Namun, teknologi itu telah berumur sangat panjang dan merupakan suatu gejala
kontemporer. Setiap zaman memiliki teknologinya sendiri. Bila ditinjau dari makna kata,
transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans berarti aluar perpindahan, jalan lintas
atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang,
melintas,menembus, melalui. Cultur berarti budaya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti : kebudayaan, cara


pemeliharaan, pembudidayaan. Kepercayaan, nilai-nilai dan pola perilaku yang umum
berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya, Sedangkan cultural
berarti : Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti:akal budi, hasil
dan adat istiadat. Dan kebudayaan berarti: Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian danadat istiadat. Keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai makhluk sosialyang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunya. Jadi,
transkulturaldapat diartikan sebagai: Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budayayang
satu mempengaruhi budaya yang lain,Pertemuan kedua nilai-nilai budaya yang berbeda
melalui proses interaksi sosial, Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah
yang berkaitan dengan perbedaan.maupun kesamaan nilai- nilai budaya ( nilai budaya yang
berbeda, ras, yangmempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan
keperawatan kepada klien / pasien ).

Menurut Leininger ( 1991 ) Konsep TranskulturalKazier Barabara ( 1983 ) dalam


bukuya yang berjudul Fundamentals of Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa
konsep keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu
kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistic , philosopi
perawatan, praktik kliniskeperawatan , komunikasi dan ilmu social.

Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi
target pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio-psycho-social-spiritual. Oleh
karenanya, tindakan perawatan harus didasarkan pada tindakan yang komperhensif
sekaligus holistik.Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang
nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budayayang berupa norma, adat istiadat menjadi
acuan perilaku manusiadalam kehidupan dengan yang lain . Pola kehidupan yang
berlangsung lama dalam suatu tempat, selalu diulangi, membuat manusia terikatdalam proses
yang dijalaninya.

Keberlangsungaan terus menerus danlama merupakan proses internalisasi dari suatu


nilai-nilai yangmempengaruhi pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi perilaku yang
kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan. (
cultural nursing).

11
G. Jenis-Jenis Kecenderungan Dilema IPTEK Dalam Perspektif Trankultural

Seperti yang kita ketahui, teknologi kini telah merembes dalam kehidupan
kebanyakan manusia bahkan dari kalangan atas menengah kebawah sekalipun. Dimana
upaya tersebut merupakan cara atau jalan didalam mewujudkan kesejahteraan dan
peningkatan harkat martabat manusia. Kecenderungan dilema iptek dalam perspektif
transkultural salah satunya dipengaruhi oleh kepercayaan kuno dan praktik pengobatan.
Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana dan
pengetahuan tradisional.

Menurut orang Jawa, "sehat" adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan batin.
Bahkan, semua itu berakar pada batin. Jika" batin karep ragu nututi", artinya batin
berkehendak, raga/badan akan mengikuti. Sehat dalam konteks raga berarti "waras".

Masyarakat Jawa sebagian besar lebih mempercayai dukun atau "wong tuo" untuk
mengobati berbagai jenis penyakit yang dialaminya. Hal ini yang menjadi salah satu
penyebab mengapa masyarakat Jawa Tengah cenderung mengalami dilema iptek dalam
kesehatan.

Apabila seseorang tetap mampu menjalankan peranan sosialnya sehari-hari, misalnya


bekerja di ladang, sawah, selalu gairah bekerja, gairah hidup, kondisi inilah yang dikatakan
sehat. Ukuran sehat untuk anak-anak adalah apabila kemauannya untuk makan tetap
banyak dan selalu bergairah main. Untuk menentukan sebab-sebab suatu penyakit ada dua
konsep, yaitu konsep personalistik dan konsep naturalistik.

Dalam konsep personalistik, penyakit disebabkan oleh makhluk supranatural


(makhluk gaib, dewa), makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, roh jahat), dan
manusia (tukang sihir, tukang tenung). Penyakit ini disebut "ora lumrah" atau ora sabaene"
(tidak wajar atau tidak biasa). Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan secara gaib
atau supranatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi personalistik,
jenis penyakit ini terdiri dari kesiku, kebhendu, kewalat, kebulisan, keluban, keguna-guna
atau di gawe wong, kampiran bangsa lelembut, dan sebagainya. Penyembuhan dapat melalui
seorang dukun atau "wong tuo". Pengertian dukun bagi masyarakat Jawa adalah orang yang
pandai atau ahli dalam mengobati penyakit melalui "JapaMantera", yakni doa yang diberikan
oleh dukun kepada pasien.

Ada beberapa kategori dukun pada masyarakat Jawa yangmempunyai nama dan
fungsi masing-masing :

a. Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang


berhubungan dengan kesehatan bayi, dan orang yang hendak melahirkan.
b. Dukun pijat / tulang (sangkal putung) : khusus menangani orang yang sakit terkilir,
patah tulang, jatuh atau salah urat.
c. Dukun klinik : khusus menangani orang yang terkena guna-guna atau “digawe
uwong”

12
d. Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena
kemasukan roh halus.
e. Dukun hewan : khusus mengobati hewan.

Sedangkan konsep naturalistik, penyebab penyakit bersifat natural dan mempengaruhi


kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan, racun, bisa, kuman, dan
kecelakaan. Disamping itu ada unsur lain yang mengakibatkan ketidak- seimbangan dalam
tubuh, misalnya dingin, panas, angin atau udara lembab .Oleh orang Jawa hal ini disebut
dengan penyakit “Lumrah“ atau biasa. Adapun penyembuhannya dengan model
keseimbangan dan keselarasan, artinya dikembalikan pada keadaan semula sehingga orang
sehat kembali. Misalnya orang sakit masuk angin, penyembuhannya dengan cara “kerokan“
agar angin keluar kembali.

Begitu pula penyakit badan dingin atau disebut “ndrodok” (menggigil, kedinginan),
penyembuhannya dengan minum jahe hangat atau melumuri tubuhnya dengan air garam dan
dihangatkan dekat api. Di samping itu juga banyak pengobatan yang dilakukan dengan
pemberian ramuan atau “dijamoni“. Jamu adalah ramuan dari berbagai macam tumbuhan atau
dedaunan yang dipaur, ditumbuk, setelah itu diminum atau dioleskan pada bagian yang sakit.

H. Penyebab Dilema IPTEK Dalam Perspektif Trankultural

Nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial, Transcultural Nursing
merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan
nilai Nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda, ras, yang mempengaruhi padaseorang
perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien / pasien ).Beberapa faktor yang
ikut mempengaruhi dilemma iptek adalah :

1. Karena adanya perbedaan pola pikir masyarakat dalam bidang kesehatan


2. Rendahnya tingkat pendidikan
3. Letak geografis

I. Gambaran Masyarkat Dengan Kasus Dilema IPTEK Dalam Perspektif


Transkultural

A. Tradisi Mitoni (7 Bulanan)

Dalam tradisi Jawa Tengah, mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang
sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian masyarakat Jawa. Kata mitoni berasal dari kata
„am‟ (awalan am menunjukkan kata kerja) + ‟7′ (pitu) yang berarti suatu kegiatan yang
dilakukan pada hitungan ke-7. Upacara mitoni ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu
upacara yang dilakukan pada bulan ke-7 masa kehamilan pertama seorang perempuan dengan
tujuan agar embrio dalam kandungan dan ibu yang mengandung senantiasa memperoleh
keselamatan.

Upacara-upacara yang dilakukan dalam masa kehamilan, yaitu siraman, memasukkan


telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami, ganti busana, memasukkan

13
kelapa gading muda, memutus lawe atau lilitan benang/janur, memecahkan periuk dan
gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog, pada hakekatnya ialah upacara
peralihan yang dipercaya sebagai sarana untuk menghilangkan petaka, yaitu semacam inisiasi
yang menunjukkan bahwa upacara- upacara itu merupakan penghayatan unsur- unsur
kepercayaan lama. Selain itu, terdapat suatu aspek solidaritas primordial terutama adalah adat
istiadat yang secara turun temurun dilestarikan oleh kelompok sosialnya. Mengabaikan adat
istiadat akan mengakibatkan celaan dan nama buruk bagi keluarga yang bersangkutan di mata
kelompok sosial masyarakatnya.

Mitoni tidak dapat diselenggarakan sewaktu-waktu, biasanya memilih hari yang


dianggap baik untuk menyelenggarakan upacara mitoni. Hari baik untuk upacara mitoni
adalah hari Selasa (Senin siang sampai malam) atau Sabtu (Jumat siang sampai malam) dan
diselenggarakan pada waktu siang atau sore hari. Sedangkan tempat untuk menyelenggarakan
upacara biasanya dipilih di depan suatu tempat yang biasa disebut dengan pasren, yaitu
senthong tengah. Pasren erat sekali dengan kaum petani sebagai tempat untuk memuja Dewi
Sri, dewi padi. Karena kebanyakan masyarakat sekarang tidak mempunyai senthong, maka
upacara mitoni biasanya diselenggarakan di ruang keluarga atau ruang yang mempunyai luas
yang cukup untuk menyelenggarakan upacara.

Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota
keluarga yang dianggap sebagai yang tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial,
dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara- upacara kehamilan. Serangkaian
upacara yang diselenggarakan pada upacara mitoni adalah:

1. Sungkeman

Upacara mitoni diawali dengan upacara sungkeman. Sungkeman dilakukan pertama-


tama oleh calon ibu kepada calon ayah (suaminya). Kemudian, calon ibudan ayah melakukan
sungkeman kepada kedua pasang orang tua mereka. Intinya adalah memohon do’a restu agar
proses kehamilan dan kelahiran kelak berjalan dengan lancar dan selamat.

2. Siraman

Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda


pembersihan diri,baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan
membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak si calon ibu melahirkan anak
tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar.

Air siraman adalah air yang berasal dari 7 sumber, misalnya dari rumah orang tua
istri, rumah orang tua suami, tetangga atau saudara lainnya. Pada air siraman juga terdapat
bunga 7 rupa. Setelah acara selesai, bagi tamu yang belum mempunyai keturunan bisa
mengambil air siraman yang belum terpakai, untuk digunakan sebagai air mandi (bisa dibawa
pulang). Diharapkan setelah menggunakan air tersebut, tamu tersebut bisa 'ketularan'
memiliki keturunan juga.

14
3. Pecah Telur

Setelah siraman, calon ayah melakukan upacara pecah telur. 1 butir telur ayam
kampung yang sebelumnya ditempelkan ke dahi dan perut calon ibu dan kemudian dibanting
ke lantai. Telur tersebut harus pecah, sebagai perlambang proses persalinan nanti dapat
berjalan dengan lancar tanpa aral melintang. Dari referensi yang say abaca, ada juga yang
dengan cara memasukkan telur tersebut ke dalam kain calon ibu.

4. Memutus Lawe/benang/janur

Berikutnya, masih di tempat siraman berlangsung, adalah upacara memutuskan


lawe/benang/janur. Lawe atau Janur diikatkan ke perut calon ibu, kemudian calon ayah
memutuskan lilitan tersebut. Maknanya juga agar proses persalinan berjalan lancar dan tidak
ada halangan.

5. Brojolan

Yaitu memasukkan kelapa gading muda (kelapa cengkir) yang telah dilukis Kamajaya
dan Dewi Ratih. Calon ibu dipakaikan sarung (longgar saja). Bagian pinggir sarung, agar
tetap longgar, dipegang oleh kedua calon kakek, masing-masing di sebelah kiri dan kanan.
Kemudian sang calon ayah memasukkan satu kelapa cengkir tersebut dari atas, dan siap
diterima oleh salah satu calon nenek (misalnya diawali oleh calon nenek dari pihak calon
ibu). Hal ini dilakukan 3 kali berturut- turut. Setelah itu, diikuti dengan proses yang sama
dengan kelapa cengkir kedua, dan diterima oleh calon nenek lainnya (calon nenek dari
pihak calon ayah).

Calon nenek menerima kelapa tersebut sambil membawa selendang dan nenek
kemudian menggendong kelapa tersebut (seperti menggendong bayi) dan membawanya ke
kamar tidur. Kelapa tersebut kemudia ditidurkan di atas tempat tidur, seperti menidurkan
bayi. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa
kesulitan.

6. Pecah Kelapa

Selanjutnya, calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut. Mengambilnya dengan
dengan mata tertutup, sehingga ia tidak tahu kelapa yang melambangkan perempuan atau
laki-laki yang diambil. Kelapa diambil dan ditempatkan di area siraman, untuk kemudian
dipecahkan. Hal ini melambangkan perkiraan jenis kelamin calon bayi tersebut.

7. Ganti Busana

Setelah calon ibu dikeringkan dan ganti dengan pakaian kering, dilakukan acara
selanjutnya, yaitu upacara ganti busana. Akan terdapat 7 kali ganti pakaian, yang berupa ganti
kain dan kebaya. Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu
yang mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir. Kain yang digunakan
terdapat 7 macam dimulai dengan urutan dan makna sebagai berikut :

1. sidomukti (melambangkan kebahagiaan)

15
2. sidoluhur (melambangkan kemuliaan)
3. Parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup),
4. Semen rama (melambangkan agar cinta kedua orangtua yang sebentar lagi
menjadi bapak-ibu tetap bertahan selama- lamanya/tidak terceraikan),
5. Udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak
yang akan lahir selalu menyenangkan),
6. Cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya).
7. Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem
(melambangkan kain yang walaupun sederhana tapi pembuatannya sulit,
membutuhkan kesabaran karena dibuatnya dari lembar per lembar benang.
Melambangkan kesederhanaan cinta kasih orang tua kepada anaknya). Pemakaian
kain dibantu oleh kedua calon nenek dan ditanggapi oleh keluarga atau tamu yang
hadir (pada 6 kain dan kebaya pertama) dengan “kurang cocok…” serta pada
kain terakhir (yang ke-7) dengan tanggapan “cocok”… Kain-kain yang
dipakaikan tadi, setelah diganti dengan kain berikutnya, diletakkan di bawah kaki
calon ibu, sehingga lama kelamaan menumpuk dan melingkari kaki calon ibu.
Setelah selesai dengan pakaian ke-7, calon ayah membantu mendudukkan
calon ibu di atas tumpukan kain tersebut, sehingga tampak seperti „ayam
mengerami telurnya‟, yang melambangkan sang calon ibu menjaga dan
memelihara calon bayi dalam kandungannya.

8. Jualan Cendol & Rujak

Selanjutnya adalah upacara jualan rujak dan cendol (dawet) oleh sang calon ayah
dan calon ibu. Calon ayah membawa payung untuk memayungi calon ibu saat berjualan,
sementara calon ibu membawa wadah untuk menampung uang hasil jualan tersebut. Uang
yang digunakan adalah uang koin yang terbuat dari tanah liat (kreweng). Sang calon ayah
menerima uang tersebut dari pembeli untuk dimasukkan dalam wadah tersebut dan sang
calon ibu melayani para pembeli.

Rujak yang merupakan rujak serut tersebut juga dibuat dari 7 macam buah-buahan.
Calon ibu yang meracik sendiri bumbu rujaknya, melambangkan apabila rasanya kurang
enak, anaknya adalah lelaki, dan sebaliknya.

9. Potong Tumpeng

Acara diakhiri dengan upacara potong tumpeng. Tumpeng yang juga merupakan
sesajen dalam upacara mitoni ini. Tumpeng isinya berupa tumpeng terbuat dari nasi, satu
tumpeng besar di tengah-tengah dan 6 tumpeng kecil di sekelilingnya, sehingga totalnya
berjumlah 7 buah tumpeng. Sajen tumpeng juga bermakna sebagai pemujaan pada arwah
leluhur yang sudah tiada.

Tumpeng dilengkapi minimal dengan: ikan, ayam (termasuk ayam goreng yang
dipotong dari ayam hidup (ayam yang dibeli dalam keadaan hidup)), perkedel, tahu dan

16
tempe serta sayur gudangan (urap) yang bermakna agar calon bayi selalu dalam keadaan
segar. Urap tersebut juga dibuat tanpa cabe (tidak pedas). Potong tumpeng dilakukan oleh
calon ayah dan diterima oleh calon ibu. Lalu keduanya melakukan upacara suap-suapan.

Selain itu, juga terdapat bubur 7 rupa. Bubur merah dan bubur putih dibuat dalam 2
wadah, yang satu bubur merah dan diberi sedikit bubur putih di tengahnya, dan
sebaliknya (melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu dalam wujud bayi yang akan
lahir). Pada upacara mitoni ini,bubur 7 rupa dilengkapi dengan bubur candil, bubur sum-sum,
bubur ketan hitam, dan lain sebagainya.

 Makna Terdalam Upacara Mitoni

Dipercaya merupakan fase di mana calon jabang bayi sudah mulai berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya melalui perantaraan sang ibu. Hubungan psikis antara
ibu dan anak pun sudah mulai terjalin erat mulai dari fase ini. Bagi masyarakat Jawa,
kehamilan adalah bagian dari siklus hidup seorang manusia. Oleh karena itu keberadaan si
calon jabang bayi selalu dirayakan oleh masyarakat Jawa dengan ritual yang bernama mitoni.

Mitoni sendiri berasal dari kata pitu atau tujuh. Hal itu karena mitoni diadakan ketika
usia kandungan masuk tujuh bulan. Ritual ini bertujuan agar calon bayi dan ibu selalu
mendapatkan keselamatan.

Ada beberapa rangkaian upacara yang dilakukan dalam mitoni, yaitu siraman sebagai
simbol, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami, ganti
busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus lawe/lilitan benang/janur, memecahkan
periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan nyolong endhog (mencuri telur).

Rangkaian upacara itu dipercaya sebagai prosesi pengusiran marabahaya dan petaka
dari ibu dan calon bayinya. Ritual mitoni sarat dengan simbolisasi. Upacara siraman,
misalnya, adalah simbol pembersihan atas segala kejahatan dari bapak dan ibu si calon bayi.
Sedangkan memasukkan telur ayam kampong ke dalam kain calon ibu adalah perwujudan
dari harapan agar bayi bisa dilahirkan tanpa hambatan yang berarti. Memasukkan kelapa
gading muda ke dalam sarung dari perut atas calon ibu ke bawah adalah simbolisasi
agar tidak ada aral melintang yang menghalangi kelahiran si bayi. Setelah itu calon ibu
akan berganti pakaian dengan kain 7 motif. Para tamu diminta untuk memilih kain yang
paling cocok dengan calon ibu.

Sedangkan pemutusan lawe/lilitan benang atau janur yang dilakukan setelah


pergantian kain masih bermakna agar kelahiran berjalan dengan lancar. Lilitanitu harus
diputus oleh suami. Pemecahan gayung atau periuk mengandung makna agar saat nanti sang
ibu mengandung lagi, diharapkan kehamilannya berjalan dengan lancar. Sedangkan
upacaraminum jamu sorongan (dorongan) berarti bayi bisa lahir dengan cepat dan lancar
seperti disurung (didorong). Dan yang terakhir, mencuri endhog atau telur, merupakan
perwujudan atas keinginan calon bapak agar proses kelahiran berjalan dengan cepat, secepat
maling yang mencuri.

17
Untuk melakukan mitoni, harus dipilih hari yang benar-benar bagus dan membawa
berkah. Orang Jawa memiliki perhitungan khusus dalam menentukan hari baik dan hari yang
dianggap kurang baik. Selain itu, biasanya mitoni digelar pada siang atau sore hari.

Hari yang dianggap baik adalah Senin siang sampai malam serta Jumat siang sampai
Jumat malam. Mitoni tidak bisa dilakukan pada sembarang tempat. Dulu mitoni biasa
dilakukan di pasren atau tempat bagi para petani untuk memuja Dewi Sri, Dewi Kemakmuran
bagi para petani. Namun mengingat dewasa ini sangat jarang ditemui pasren, maka mitoni
dilakukan di ruang tengah atau ruang keluarga selama ruangan itu cukup besar untuk
menampung banyak tamu. Anggota keluarga yang tertua seringkali dipercaya untuk
memimpin pelaksanaan mitoni.

Setelah melakukan serangkaian upacara, para tamu yang hadir diajak untuk
memanjatkan doa bersama-sama demi keselamatan ibu dan calon bayinya. Tak lupa setelah
itu mereka akan diberi berkat untuk dibawa pulang. Berkat itu biasanya berisi nasi lengkap
beserta lauk pauknya.

 Lambang atau makna yang terkandung dalam unsur upacara mitoni

Upacara-upacara mitoni, yaitu upacara yang diselenggarakan ketika kandungan


dalam usia tujuh bulan, memiliki simbol-simbol atau makna atau lambang yang dapat
ditafsirkan sebagai berikut:

1. Sajen tumpeng, maknanya adalah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang
sudah tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal di tempat yang tinggi, di
gunung-gunung.
2. Sajen jenang abang, jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu
dalam wujud bayi yang akan lahir.
3. Sajen berupa sega gudangan, mengandung makna agar calon bayi selalu dalam
keadaan segar.
4. Cengkir gading (kelapa muda yang berwarna kuning), yang diberi gambar Kamajaya
dan Dewi Ratih, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir lelaki akan tampan
dan mempunyai sifat luhur Kamajaya. Kalau bayi lahir perempuan akan secantik dan
mempunyai sifat-sifat seluhur Dewi Ratih.
5. Benang lawe atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong, maknanya
adalah mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi.
6. Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang
mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir.
7. Sajen dhawet mempunyai makna agar kelak bayiyang sedang dikandung
mudah kelahirannya.
8. Sajen berupa telur yang nantinya dipecah mengandung makna berupa ramalan, bahwa
kalau telur pecah maka bayi yang lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi
yang lahir nantinya adalah laki-laki.

18
J. Mendiskripsikan Contoh-Contoh Perilaku Masyarakat Yang Berhubungan
Dengan Penolakan IPTEK Dalam Keperawatan Transcultural

Dilema IPTEK dalam Transcultural adalah sebuah situasi sulit yang mengharuskan
seseorang menentukan pilihan dalam perbedaan budaya dan perkembangan teknologi yang
dianggap bertentangan dengan budaya dari masyarakat tersebut. Contoh kasusnya adalah
sebagai berikut.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah telah mengembangkan Sistem Informasi
Kesehatan yaitu SIK 5NG “Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng” yang dirancang agar
sistem pencatatan dan pelaporan kehamilan dapat dilakukan secara realtime sehingga dapat
memberikan data dan informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu bagi proses
pengambilan keputusan. Salah satu kabupaten yang telah memanfaatkan SIK 5NG adalah
Kabupaten Demak, namun belum maksimal dimanfaatkan oleh penggunanya yaitu Bidan
Desa. Tahap pengembangan SIK 5NG memerlukan evaluasi untuk perbaikan pengembangan
selanjutnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis evaluasi penerapan SIK 5NG di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Demak dengan metode TAM (Technology
Acceptance Model) dilihat dari persepsi kemudahan penggunaan, persepsi manfaat, sikap
penggunaan, niat perilaku penggunaan. , dan penggunaan sistem yang sebenarnya. Penelitian
ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah
281 Bidan Desa yang bekerja di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Demak. Sampel
penelitian ini adalah 38 Bidan Desa. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
Simple Random Sampling. Hasil penelitian menunjukkan masih terdapat beberapa
kekurangan pada setiap variabel, seperti bidan desa tidak mudah menggunakan SIK 5NG
dalam pencatatan dan pelaporan ibu hamil, tidak menggunakan SIK 5NG untuk menghitung
indikator pada program KIA, dan tidak menggunakan SIK 5NG untuk menghasilkan
informasi tentang ibu hamil. Salah satu alasan yang dikemukakan adalah seringnya
gangguan server sehingga sistem sulit untuk diakses. Oleh karena itu, disarankan bagi
bidan koordinator untuk mengevaluasi dan memantau bidan desa dalam memanfaatkan SIK
5NG mulai dari memasukkan data, menghitung indikator pada program KIA hingga
menghasilkan informasi tentang ibu hamil.

K. Memecahkan Masalah yang Berhubungan dengan Dilema IPTEK


Kemoterapi atau Herbal? Mana Yang Tepat Untuk Kanker Payudara?

Sering kali penderita kanker bingung apakah harus kemo atau tidak, karena kemo
atau tidak, karena melihat efek samping yang berat dan apakah jika dengan herbal bisa
sembuh. Sering kali pertanyaan itu muncul ketika masih awal ingin melakukan pengobatan.

Dilemanya yang didapatkan pada masyarakat sebagai berikut : Apakah Saya Harus
Kemoterapi? Kita akan bahas dahulu apakah saya harus kemoterapi?

Itu yang menjadi pertanyaan pertanyaan jika kita menempuh jalan medis. Kasus
yang kita bicaraka bicarakan adalah kanker stadium 4 yang sudah menyebar jadi tidak
bisa dilakukan operasi. Untuk memutuskan harus kemoterapi atau tidak, berikut ini adalah
beberapa faktor yang perlu anda pikirk perlu anda pikirkan dulu:

1. Biaya.

19
Faktor biaya menjadi yang utama karena kemoterapi tidak murah apalagi jika anda
melakukannya diluar negeri.
2. Apakah penderita kanker mau?
Ini menjadi pertanyaan yang kedua karena kemauan dari penderita kanker sangat
penting untuk menunjang kesembuhannya. Jadi keputusan kemoterapi harus
keluar dari penderita kanker.
3. Biasanya muncul pertanyaan apakah fisik saya kuat.
Pertanyaan ini juga muncul jika penderita penderita kanker kurang percaya
percaya diri. Itulah tugas keluarga/teman untuk memberikan support.

Menurut pengalaman beberapa pasien itulah 3 pertanyaan penting yang harus


dijawab sebelum anda memutuskan untuk melakukan kemoterapi atau tidak. Itupun terjadi
pada sebuah keluarga, yang harus memilih apakah keluarga dan pasien tetap
memutuskan kemoterapi. Waktu itu yang muncul adalah pertanyaan ke-2 dan ke-3 jadi
pasien sudah memilih mau untuk kemoterapi tetapi tidak yakin (poin 3) jadi tugas keluarga
dan lingkungan sekitar yang memberikan dukungan.

 Apakah Saya Harus Menggunakan Herbal?


Bagian kedua adalah mengenai herbal, apakah lebih baik mengambil
keputusan menggunakan herbal saja dari pada kemoterapi yang menakutkan?Sering muncul
pertanyaan seperti ini karena rumor mengatakan bahwa herbal tidak berefek samping
meskipun minum sebanyak mungkin.Pengalaman mereka yang pernah mencoba berkata lain
karena herbal yang konsumsi ternyata juga berefek samping misalnya saja daun sirsak tidak
memiliki efek (linu dan sakit pada persendian karena sifatnya yang dingin) dan kulit manggis
memb eri efek samping sulit buang air besar karena sifatnya yang panas.Untuk mengambil
keputusan apakah harus menggunakan herbal atau tidak berikut faktor yang perlu anda
pikirkan:
1. Apakah Ada Ahli/Herbalis Untuk Menyatukan Penggunaannya

Sering kali penderita kanker diberikan berbagai macam masukkan bisa dari teman
atau keluarga untuk minum ini dan itu. Padahal menurut sayasebaiknya harus ada tenaga ahli
untuk mengatasi perkembangan apakah bekerja atau tidak.

2. Sumber obat herbal.

Obat herbal entah sudah diolah atau belum anda harus terus mendapatkannya agar
proses pengobatan bisa terus berlangsung.

Menurut kami 2 hal yang penting untuk memutuskan apakah anda harus
menggunakan herbal atau tidak. Pengalaman kami adalah kami tidak menemukan ahli tenaga
untuk herbal (sirsak atau manggis) jadi kami hanyamenggunakan berdasarkan informasi yang
tersebar di internet atau pendapatteman/keluarg a. Hal ini menjadi kurang efektif karena tidak
bisa terpantau dengan baik.

20
 Bagaimana Bila Melakukan Kombinasi Kemoterapi dengan Herbal?

Yang ketiga adalah bagaimana jika kita melakukan kemoterapi secara bersamaan
dengan herbal, apakah mungkin? Pendapat diantara masyarakat adalah bisa mungkin bisa
tidak. Bisa, jika anda menggunakan herbal yang sudah dipatenkan sudah berbentuk kapsul
misalnya transfer factor. Bisa tidak, jika yanganda gunakan adalah obat herbal olahan sendiri
misalnya rebusan daun sirsak, dll.kenapa tidak bisa? Karena rasanya yang tidak enak dan
efek samping kemoterapi yaitu mual akan membuat semuanya kacau balau. Kacau balaunya
adalah karena mual jadi penderita kanker malas untuk minum obat herbal tersebut.Jika anda
menjalankannya secara bersamaan anda tidak tahu mana yang membawa efek positif atau
kesembuhan jadi anda akan bingung.

Pengalaman beberapa pasien diantaranya yaitu menggunakan transfer factor


sebagaisuplemen herbal pada saat masa kemoterapi dan setelah selesai 8x kemolanjutkan
dengan obat herbal daun warung. Jadi efek samping sudah hilang dan tidak mual maka
olahan daun waru bisa masuk tanpa ada gangguan dari efek kemoterapi.

 Membandingkan Antara Kemoterapi atau Herbal

Setelah 2 bagian diatas kami berharap tips diatas dapat membantu andamemutuskan
antara kemoterapi atau herbal. Untuk lebih mematangkan pikirananda membandingkan kedua
pengobatan itu sebagai berikut ini:

21
Dari kedua tabel itu anda dapat melihat setiap pengobatan yang didapatkan kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Alangkah baik jika anda bisa menemukan dokter dan
herbalis yang mau kerja sama jadi anda bisa menggambungkan kedua pengobatan tersebut.
 Kesimpulan
Itu adalah pengalaman masyarakat yang pernah mengalami, dalam mengambil
keputusan yang dilema antara kemoterapi atau herbal. Mereka yakin masalah ini akan terjadi
pada semua penderita kanker yang akan menjalani pengobatan.

22
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Etnomedicine merupakan study mengenai praktek medis tradisional yang tidak
berasal dari medis modern, klasifikasi penyakit lebih dibatasi pada pengaruh penyakit dan
ditandai oleh variasi-variasi penyakit yang berbeda disetiap kebudayaannya, tetapi di
dalamnya etnomedicine meliputi prosedur magis, religius, mekanik dan kimia. Konsep
etnomedicine terbagi 2 yaitu konsep personalitik dan konsep naturalistic. Etnomedicine
merupakan sub bagian dari antropologi medis dan merupakan istilah kontemporer untuk
kelompok pengetahuan luas yang berasal dari rasa ingin tahu dan metode-metode penelitian
yang digunakan untuk menambah pengetahuan itu, menarik minat ahli-ahli antropologi, baik
dari alasan teoritis maupun alasan praktis.

Keperawatan transkultural merupakan keperawatan yang berfokus pada studi


komparatif dan analisa pada perbedaan budaya. Keperawatan ini berhubungan dengan
kepedulian akan perilaku, keperawatan, dan nilai sehat-sakit, serta kepercayaan mereka.
Tujuannya adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan untuk
memberikan keperawatan dalam kebudayaan khusus dan kebudayaan universal.

Ilmu pengetahuan atau science adalah pengetahuan yang bersifat metodis,


sistematis dan logis. Metodis maksudnya pengetahuan tersebut diperoleh dengan
menggunakan cara kerja yang terperinci dan telah ditentukan sebelumnya, metode itu dapat
deduktif atau induktif. Sistematis maksudnya pengetahuan tersebut merupakan suatu
keseluruhan yang mandiri dari hal-hal yang saling berhubungan sehingga dapat di
pertanggung jawabkan. Logis maksudnya proporsi-proporsi (pernyataan) yang satu dengan
yang lainnya mempunyai hubungan rasional sehingga dapat ditarik keputusan yang rasional
pula.

Dalam adat jawa tengah, mereka lebih mempercayai tradisi saat calon ayah
mengambil salah satu kelapa tersebut. Mengambilnya dengan dengan mata tertutup, sehingga
ia tidak tahu kelapa yang melambangkan perempuan atau laki-laki yang diambil. Kelapa
diambil dan ditempatkan di area siraman, untuk kemudian dipecahkan. Hal ini
melambangkan perkiraan jenis kelamin calon bayi,daripada melakukan usg di rumah sakit.

23
B. SARAN
Saran kami sebaiknya kepercayaan dan pelaksanaan medis para warga masyarakat
tradisional mengenai kepercayaan medis pribumi dan pelaksanaan nya penting untuk
perencanaan dan program kesehatan dalam pengadaan program kesehatan dan dalam
pengadaan pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat tradisional. Dan kepada
para pembaca kalau ingin lebih mengetahui tentang pembahasan ini bisa membaca buku yang
memuat tentang Etnomedicine.

Serta saran Perawat sebagai tenaga kesehatan di era modern hendaknya megetahui,
mampu menyelidiki dan meningkatkan pemahaman tentang ilmu teknologi terutama dalam
bidang kedokteran dan kesehatan agar perawat dapat menjadi mitra yang baik bgi para
dokter.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bhasin, V. 2007. Medical Antropology a review. Etheno. Med. 1(1): 1-20


Croizier, Ralph. 1968’ Traditional Medicine in Modern China: Science, Nationalism, and the
Tension of Cultural Change. Cambridge: Harvard University Press.
Foster, George M dan Anderson. 1978. Medical Anthropology . New York: John Wiley &
Sons.
Foster, George M dan Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Terjemahan. Jakarta: UI
Press.
Koentjaraningrat.1983. Pengantar Ilmu Antropologi . Jakarta: Aksara Baru.
Sosrokusumo P. (1989). Pengobatan tradisional di bidang kesehatan jiwa. Prosiding
Lokakarya Tentang Penelitian Praktek Pengobatan Tradisional, 42-49. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI
Hidayat, S., Hikmat, A., & Zuhud, E. (2010). Kajian Etnobotani Masyarakat Kampung Adat
Dukuh
WHO. (2005). Review of Traditional Medicine in the South-East Asia Region. In WHO.
Djojosugito, Ahmad Muhammad. 1985. “Pengetahuan Obat-obatan Jawa Tradisional” dalam
Soedarsono dkk . (Editor). Celaka, Sakit, Obat, dan Sehat Menurut Konsepsi Orang Jawa.
Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi),
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Subalidinata, R.S., 1985. “Primbon dalam Kehidupan Masyarakat Jawa”. Dalam Soedarsono
dkk. (Editor). Aksara dan Ramalan Nasib dalam Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Proyek
Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Javanologi), Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Bhasin, V. 2007. Medical Antropology a review. Etheno. Med. 1(1): 1-20.
Creswell, Jhon W. 1998. Qalitative Inquriy and Research Design, Choosing Among Fife
Tradision. Calofornia: Sage Piblication.
Daval, N. 2009. Consevation and cultivation of Ethnomedicinal Plants in Jharkhand. Dalam
Trivedi, P. C. Medicinal Plants utilisation and conservation. India : Aavishkar Publishers
Distributor
Foster dan Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia Hendry
Chang. 2001. Upaya mencapai hidup sehat. Jakarta: Gramedia.
Andre, M Dan Boyle, J,S (1995), Transkultural Concepts In Nursing Care.
Farma, Budi. (2018). Dilema IPTEK Dalam Transkultural Nursing.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip) 5 (4), 180-189, 2017
https://www.scribd.com/document/380565328/TRADISI-MITONI

25
http://transferfactorformula.com/kemoterapi-atau-herbal/

26

Anda mungkin juga menyukai