Anda di halaman 1dari 24

TERAPI KOMPLEMENTER PADA HIV/AIDS

Dosen Pengampu : Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep., M.Pd

Oleh :
II A / S.Tr. Keperawatan

1. Ni Made Puriasih (P07120219013)


2. Ni Made Audia Maheswari (P07120219016)
3. Ni Kadek Astikananda Wulandari (P07120219019)
4. Ni Kadek Ima Wayuntari (P07120219023)
5. Lidya Ajeng Aprilia W.P (P07120219026)
6. Ni Made Ari Adnyani (P07120219034)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak dosen pembimbing mata kuliah HIV / AIDS bapak Ns. I Wayan
Sukawana, S.Kep., M.Pd atas bimbingannya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan dapat menambah
wawasan mengenai materi tentang kesadaran dan ketidaksadaran. Kami pun menyadari bahwa di
dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun

Penulis, 28 Januari 2021

Penulis

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii
BAB I ...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................................................2
1.3. Tujuan ..........................................................................................................................2
BAB II ..............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN ...............................................................................................................................3
2.1 Konsep HIV / AIDS ......................................................................................................3
2.2 Pengertian Komplementer .............................................................................................4
2.3 Tujuan Komplementer ..................................................................................................5
2.4 Jenis - Jenis Terapi Komplementer ................................................................................5
2.5 Penerapan Komplementer Pada Pasien HIV / AIDS ......................................................6
2.6 Peran Perawat dalam Terapi Komplementer pada Pasien HIV / AIDS ......................... 18
BAB III........................................................................................................................................... 20
PENUTUP ...................................................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 21

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | ii


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Terapi komplemeter sebagai pengembangan terapi tradisional dan ada yang


diintegrasikan dengan terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek
biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi tersebut ada yang telah
lulus uji klinis sehingga sudah disamakan dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan
prinsip keperawatan yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko,
sosial, dan spiritual). Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung kemampuan
perawat dalam menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi komplementer.
Penerapan terapi komplementer pada keperawatan perlu mengacu kembali pada teori-teori
yang mendasari praktik keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia
sebagai sistem terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi. Teori ini dapat
mengembangkan pengobatan tradisional yang menggunakan energi misalnya tai chi, chikung,
dan reiki.
Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam mengembangkan
terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam praktiknya mengaitkan ilmu
fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini didukung dalam catatan keperawatan
Florence Nightingale yang telah menekankan pentingnya mengembangkan lingkungan untuk
penyembuhan dan pentingnya terapi seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu,
terapi komplementer meningkatkan kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada
klien. Hasil penelitian terapi komplementer yang dilakukan belum banyak dan tidak dijelaskan
dilakukan oleh perawat atau bukan. Beberapa yang berhasil dibuktikan secara ilmiah misalnya
terapi sentuhan untuk meningkatkan relaksasi, menurunkan nyeri, mengurangi kecemasan,
mempercepat penyembuhan luka, dan memberi kontribusi positif pada perubahan
psikoimunologik. Terapi pijat (massage) pada bayi yang lahir kurang bulan dapat
meningkatkan berat badan, memperpendek hari rawat, dan meningkatkan respons. Sedangkan
terapi pijat pada anak autis meningkatkan perhatian dan belajar. Terapi pijat juga dapat
meningkatkan pola makan, meningkatkan citra tubuh, dan menurunkan kecemasan pada anak
susah makan.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 1


HIV (Human Immunodeficiency Virus) membahayakan sistem kekebalan tubuh dengan
menghancurkan sel darah putih yang melawan infeksi. Virus ini membuat seseorang berisiko
terkena infeksi serius dan kanker tertentu. Sementara itu, AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) adalah tahap akhir dari infeksi HIV. Tidak semua orang dengan HIV sampai pada
tahap AIDS.
HIV paling sering menyebar melaui hubungan seks tanpa kondom dengan orang yang
terinfeksi. Virus ini juga bisa menyebar dengan berbagi jarum suntik atau melalui kontak
dengan darah orang yang terinfeksi. Wanita hamil bisa menularkan virus ini pada bayi mereka
selama kehamilan atau persalinan. HIV adalah virus yang menyebar melalui cairan tubuh
tertentu yang menyerang sistem kekebalan tubuh, khususnya sel CD4 yang sering disebut sel
T. Seiring waktu, HIV dapat menghancurkan banyak sel – sel ini hingga tubuh tidak dapat
melawan infeksi dan penyakit. Sel – sel khusus ini membantu sistem kekebalan melawan
infeksi. Jika tidak diobati, HIV mengurangi jumlah sel CD4 (sel T) didalam tubuh. Kerusakan
pada sistem kekebalan ini mempersulit tubuh untuk melawan infeksi dan beberapa penyakit
lainnya. Infeksi oportunistik atau kanker muncul akibat dari sistem kekebalan tubuh yang
sangat lemah dan menandakan bahwa orang tersebut mengidap AIDS, tahap terakhir infeksi
HIV.
1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep HIV / AIDS?
2. Apa yang dimaksud dengan komplementer?
3. Apa saja tujuan dari komplementer?
4. Apa yang termasuk dalam jenis – jenis komplementer?
5. Apakah penerapan komplementer pada pasien HIV / AIDS?’
6. Apa saja peran perawat dalam komplementer pasien HIV / AIDS?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari HIV / AIDS
2. Dapat memahami definisi komplementer
3. Dapat memahami tujuan dari komplementer
4. Dapat memahami jenis – jenis komplementer
5. Dapat memahami dan melakukan penerapan komplementer pada pasien HIV/AIDS
6. Dapat memahami dan menjelaskan peran perawat dalam komplementer pasien HIV/AIDS

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 2


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep HIV / AIDS
HIV/AIDS merupakan penyakit defisiensi imun sekunder yang paling umum di dunia
dan sekarang menjadi masalah epidemik dunia yang serius. Data tercatat menunjukkan
terdapat 742 kasus HIV/AIDS dengan 175 orang meninggal dunia sejak September 2009.
Stigma terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan, dan
pengalaman negatif terhadap ODHA (Shaluhiyah, 2015). Stigma membuat ODHA
diperlakukan secara berbeda dengan orang lain. Diskriminasi terkait HIV adalah suatu
tindakan yang tidak adil pada seseorangyang secara nyata atau diduga mengidap HIV (Herek,
Capitanio, & Widaman, 2002).
HIV adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency
Virus. Adapun AIDS adalah kondisi yang terdiri dari kumpulan gejala terkait pelemahan
sistem imun ketika infeksi HIV sudah berkembang parah dan tidak ditangani dengan baik.
Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), penularan virus HIV dari pengidap
hanya bisa diperantarai oleh cairan tubuh seperti darah, air mani, cairan pra-ejakulasi, cairan
rektal (anus), cairan vagina, dan ASI yang berkontak langsung dengan luka terbuka di selaput
lendir, jaringan lunak, atau luka terbuka di kulit luar tubuh orang sehat. Jalur penularan virus
umumnya terjadi dari hubungan seks tanpa kondom (penetrasi vaginal, seks oral, dan anal).
Ingat, penularan HIV hanya bisa terjadi dengan syarat, Anda sebagai orang yang sehat
memiliki luka terbuka atau lecet di organ seksual, di mulut, atau di kulit. Biasanya perempuan
remaja cenderung lebih rentan terhadap risiko infeksi HIV karena selaput vagina mereka lebih
tipis sehingga lebih rentan lecet dan terluka dibandingkan wanita dewasa. Penularan HIV lewat
seks anal juga termasuk lebih rentan karena jaringan anus tidak memiliki lapisan pelindung
layaknya vagina, sehingga lebih mudah sobek akibat gesekan. Selain dari paparan antar cairan
dengan luka lewat aktivitas seks, penularan HIV juga dapat terjadi jika cairan terinfeksi
tersebut disuntikkan langsung ke pembuluh darah, misalnya dari:
- Pemakaian jarum suntik secara bergantian dengan orang yang terkontaminasi dengan
Human Immunodeficiency Virus.
- Menggunakan peralatan tato (termasuk tinta) dan tindik (body piercing) yang tidak
disterilkan dan pernah dipakai oleh orang dengan kondisi ini.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 3


- Memiliki penyakit menular seksual (PMS) lainnya seperti klamidia atau gonore. Virus
HIV akan sangat mudah masuk saat sistem kekebalan tubuh lemah.
- Ibu hamil pengidap HIV/AIDS dapat menularkan virus aktif kepada bayinya (sebelum
atau selama kelahiran) dan saat menyusui.

HIV tidak tertular melalui kontak sehari-hari seperti: bersentuhan, berjabat tangan,
bergandengan, berpelukan, cipika-cipiki, batuk dan bersin, mendonorkan darah ke orang yang
terinfeksi lewat jalur yang aman, menggunakan kolam renang atau dudukan toilet yang sama,
berbagi sprei, berbagi peralatan makan atau makanan yang sama dan dari hewan, nyamuk, atau
serangga lainnya.

2.2 Pengertian Komplementer

Terapi Komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai


pendukung pengobatan medis konvensional atau sebagai pengobatan pilihan lain di luar
pengobatan medis yang konvensional.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), terapi merupakan usaha untuk
memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit. Pengobatan penyakit, perawatan penyakit.
Terapi Komplementer adalah pengobatan non konvensional yang bukan berasal dari negara
yang bersangkutan. Misalnya, jamu bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi
merupakan pengobatan tradisional (WHO).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan komplementer
tradisional-alternatif atau sering disebut dengan CAM (Complementary Alternative Medicine)
adalah pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh
melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik. Artinya pengobatan komplementer adalah
pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi
konvesional/medis. Sedangkan pengobatan alternatif adalah jenis pengobatan yang tidak
dilakukan oleh paramedis/dokter pada umumnya, tetapi oleh seorang ahli atau praktisi yang
menguasai keahliannya tersebut melalui pendidikan yang lain/non medis.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 4


2.3 Tujuan Komplementer

Terapi komplementer bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem–sistem tubuh,


terutama sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya
sendiri yang sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk
menyembuhkan dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon
dengan asupan nutrisi yang baik dan lengkap serta perawatan yang tepat.

2.4 Jenis - Jenis Terapi Komplementer

Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer
invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam
pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana,
terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin,
hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing,
dan terapi lainnya.
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) membuat
klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori. Kategori pertama,
mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi
kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan
(imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni.
Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan
tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy.
Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik
biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan).
Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh
manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat,
rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.
Terakhir, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 5


sentuhan, reiki, external qi gong, magnet. Klasifikasi kategori kelima ini biasanya dijadikan
satu kategori berupa kombinasi antara biofield dan bioelektromagnetik.
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup (pengobatan holistik,
nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif (kiropraktik, akupresur &
akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi, guided imagery, biofeedback, color
healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan sesuai dengan indikasi yang
dibutuhkan. Contohnya pada terapi sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti
meningkatkan relaksasi, mengubah perseps nyeri, menurunkan kecemasan, mempercepat
penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses kematian.
Jenis terapi komplementer banyak sehingga seorang perawat perlu mengetahui
pentingnya terapi komplementer. Perawat perlu mengetahui terapi komplementer diantaranya
untuk membantu mengkaji riwayat kesehatan dan kondisi klien, menjawab pertanyaan dasar
tentang terapi komplementer dan merujuk klien untuk mendapatkan informasi yang reliabel,
memberi rujukan terapis yang kompeten, ataupun memberi sejumlah terapi komplementer.
Selain itu, perawat juga harus membuka diri untuk perubahan dalam mencapai tujuan
perawatan integrative.

2.5 Penerapan Komplementer Pada Pasien HIV / AIDS


Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan komplementer
tradisional-alternatif atau sering disebut dengan CAM (Complementary Alternative Medicine)
adalah pengobatan non konvensional yang di tunjukan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh
melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik. Artinya pengobatan komplementer adalah
pengobatan tradisional yang sudah diakui dan dapat dipakai sebagai pendamping terapi
konvesional/medis. Sedangkan pengobatan alternatif adalah jenis pengobatan yang tidak
dilakukan oleh paramedis/dokter pada umumnya, tetapi oleh seorang ahli atau praktisi yang
menguasai keahliannya tersebut melalui pendidikan yang lain/non medis. Terapi
komplementer ini bertujuan untuk memperbaiki fungsi dari sistem–sistem tubuh, terutama
sistem kekebalan dan pertahanan tubuh agar tubuh dapat menyembuhkan dirinya sendiri yang
sedang sakit, karena tubuh kita sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 6


dirinya sendiri, asalkan kita mau mendengarkannya dan memberikan respon dengan asupan
nutrisi yang baik dan lengkap serta perawatan yang tepat.
Pengobatan tradisional, komplementer dan alternatif telah digunakan oleh beberapa
orang yang hidup dengan HIV dalam upaya untuk menyembuhkan HIV. Faktor utama yang
mempengaruhi keputusan mereka untuk memilih pengobatan tradisional, komplementer dan
alternatif untuk menyembuhkan HIV dan membahas implikasi untuk penelitian penyembuhan
HIV. Mereka yang memutuskan untuk menjalani pengobatan medis tradisional, komplementer
dan alternatif dapat dipengaruhi oleh sistem kesehatan, dinamika budaya dan sosial, dan
keyakinan dan preferensi individu mereka sendiri. Faktor – faktor yang sama ini dapat
mempengaruhi partisipasi dalam penelitian penyembuhan HIV. Orang yang mencari
pengobatan medis tradisional, komplementer dan alternatif mungkin menghadapi tantangan
khusus karena mereka direkrut, disetujui, dan dipertahankan dalam studi penelitian
penyembuhan HIV. Untuk mengatasi tantangan potensial ini, terdapat solusi yang berfokus
pada komunikasi dan pendidikan yang disesuaikan dengan budaya, penelitian ilmu sosial
formatif, dan kemitraan masyarakat dengan pemangku kepentingan utama. Kondisi sosial yang
telah mempromosikan pengobatan medis tradisional, komplementer dan alternatif
kemungkinan akan berdampak pada bagaimana orang yang hidup dengan HIV berpartisipasi
dan mengalami uji coba remisi HIV. Terlepas dari tantangan potensial, itu akan terjadi penting
untuk melibatkan mereka yang sebelumnya telah mencari pengobatan tradisional untuk HIV
dalam penelitian penyembuhan HIV.
1. Akupuntur dan Respon Relaksasi (RR)
Kemajuan pengobatan telah mengubah penyakit human immunodeficiency
virus/acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS) menjadi penyakit kronis yang
dapat ditangani. kualitas hidup penderita HIV/AIDS telah menjadi hasil kesehatan yang
penting. Beberapa penelitian telah menunjukkan efek individu dari pengobatan terapi
akupunktur dan respon relaksasi (RR) dalam meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
HIV / AIDS. Banyak pasien menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif
(CAM) untuk membantu meringankan gejala terkait HIV dan meningkatkan imunitas
tubuh. Akupunktur dan respon relaksasi (RR) adalah pengobatan yang umum biasa
digunakan.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 7


Akupunktur dan RR dianggap memiliki ciri-ciri umum yang sama-sama menginduksi
ketenangan dan relaksasi yang mendalam dalam pikiran dan tubuh. Ciri-ciri bersama dari
2 terapi ini dapat saling melengkapi karena akupunktur memfasilitasi efek RR, sedangkan
RR mempersiapkan tubuh untuk lebih responsif terhadap akupunktur. Meskipun cara
akupunktur dan RR efeknya tidak dipahami dengan baik dan tetap menjadi bidang
penyelidikan ilmiah, penelitian telah menemukan respons fisiologis dan neurologis serupa
yang dihasilkan oleh kedua terapi ini. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa
akupunktur mempercepat pelepasan opioid endogen. peptida (misalnya, endorfin,
enkefalin) di sistem saraf pusat. Demikian pula, pelepasan neurotransmitter opioid dan
nitric oxide juga telah dihipotesiskan dan didemonstrasikan dalam penelitian yang
menjelaskan efek kesehatan dari RR.Efek klinis dari masing-masing terapi ini telah
dipelajari secara luas. Efek dari akupunktur untuk meredakan gejala dan meningkatkan
kualitas hidup terapi akupuntur dan RR menghasilkan efek menguntungkan untuk
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh, mengurangi tekanan psikologis, dan meningkatkan
Kualitas hidup di antara pasien dengan HIV / AIDS.
Fokus utama perawatan akupunktur adalah untuk memberikan dukungan bagi sistem
kekebalan, kedua, penanganan gejala ditangani. Semua pengobatan diberikan menurut
penilaian klinis ahli akupunktur,setiap perawatan terdiri dari poin-poin yang ditentukan
agar optimal sesuai dengan standar perawatan. Pengobatan individual dipraktekkan oleh
sebagian besar ahli akupunktur dan dianggap sebagai norma untuk pengobatan akupunktur.
Rencana perawatan akupunktur biasanya merekomendasikan perawatan mingguan selama
45-60 menit namun, dalam beberapa kasus lebih dari 1 pengobatan per minggu dapat
terjadi. Kemudian untuk perawatan Respon Relaksasi (RR) biasanya digunakan teknik
yaitu mendengarkan kaset yang berisi instruksi. Adapun teknik terapi RR yaitu, (1)
kesadaran pernapasan; (2) pengulangan kata, suara, frase, atau doa secara mental; (3)
autogenik (self-hypnosis); (4) pemindaian tubuh terpandu; (5) visualisasi penyembuhan
diri; dan (6) citra terpandu. Teknik ini biasanya digunakan untuk memunculkan respons
relaksasi. Pita untuk masing-masing teknik ini disiapkan, dan setiap pita digunakan dalam
2 perawatan akupunktur. Instruksi untuk masing-masing teknik RR ini berlangsung selama
20 menit. Karena durasi sesi akupunktur adalah 45-60 menit, musik lembut ditambahkan
setelah instruksi RR di sisa kaset, yang digunakan selama pengobatan akupunktur. Juga

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 8


diminta untuk mempraktikkan RR di rumah dua kali sehari dengan mendengarkan kaset
dengan instruksi untuk mendapatkan RR. Hasil ini memberi kesan bahwa menambahkan
RR pada pengobatan akupunktur dapat meningkatkan peningkatan kualitas hidup pasien
dengan HIV.

2. Meditasi Transendental
Meditasi Transendental adalah program pengurangan stres perilaku yang
menggabungkan pendekatan pikiran-tubuh, dan menunjukkan efektivitas dalam
meningkatkan hasil melalui pengurangan stres. Stres terlibat dalam patogenesis dan
perkembangan HIV. Dan menurut penelitian salah satu jurnal mengevaluasi kelayakan
penerapan Meditasi Transendental dan pengaruhnya terhadap hasil pada orang dengan HIV
kelompok Meditasi Transendental menunjukkan hasil yang signifikan dalam peningkatan
vitalitas. Dan intervensi TM pengurangan stres perilaku adalah dapat diterima pada orang
dengan HIV dan terdapat peningkatan HRQoL (Health Related Quality Of Life) generik
dan khusus HIV.
Ditinjau dari aspek psikologis, terapi meditasi MT terbukti bermanfaat untuk
mengurangi rasa cemas, stres, marah, dan rasa permusuhan yang kerap terjadi pada pasien
HIV AIDS.

3. Terapi Spiritual
Konsep kedokteran modern mengenai pengobatan menggunakan pertimbangan aspek
biopsikososial. Artinya pengobatan tidak hanya berusaha untuk mengembalikan fungsi
fisik seseorang tetapi juga fungsi psikis dan sosial. Pendekatan ini menepatkan kembali
pengobatan spiritual sebagai salah satu cara pengobatan dalam upaya penyembuhan
penderita.
Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Seseorang
pemeluk agama Islam misalnya cenderung untuk menjalani pengobatan spiritual yang
dilaksanakan sesuai ajaran agama Islam, misalnya berzikir, berdoa, berpuasa, sholat hajat
dll. Dalam agama lain juga terdapat kegiatan ritual untuk penyembuhan baik yang
dibimbing oleh rohaniawan maupun yang dilakukan sendiri. ODHA dapat memilih untuk
menjalankana pengobatan spiritual yang sesuai dengan agamanya atau pengobatan

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 9


spiritual yang berlaku umum. Apabila memilih pengobatan spiritual yang sesuai dengan
agamanya maka kegiatan tersebut tidak asing lagi baginya serta mendukung jemaah yang
dikenal dan akrab akan mempermudah sosialisasi.

4. Tanaman Obat
WHO melaporkan bahwa secara global hanya 21,7 juta (19,1 juta-22,6 juta) orang
yang memiliki akses ke terapi antiretroviral hingga 2017. Saat ini, terapi antiretroviral
(ART) tersedia untuk mengendalikan HIV tetapi memiliki efek samping terkait yang serius
seperti lipodistrofi. Karena keterbatasan, terkait dengan ART, para peneliti di seluruh
dunia mencoba untuk mengeksplorasi dan mengembangkan obat yang lebih handal dan
aman dari sumber daya alam untuk mengelola infeksi HIV. Berbagai macam tanaman obat
telah dipelajari dan dilaporkan memiliki potensi yang signifikan terhadap HIV. Tumbuhan
seperti Rheum palmatum L., Rheum officinale, Trigonostem axyphophylloides, Vatica
astrotricha, Vernonia amygdalina, Hypoxias pelargonium, Sidoides hemerocallidea dan
Sutherlandia frutescens dll memiliki khasiat yang tinggi untuk menyembuhkan HIV.
Mekanisme kerja pastinya masih belum diketahui tetapi berbagai fitokonstituen yang
diisolasi dari tanaman obat seperti alkaloid, flavonoid, polifenol, terpenoid, tanin, protein
dan kumarin berpotensi mengganggu siklus hidup HIV serta berperan sebagai
imunomodulator untuk meningkatkan sistem kekebalan pasien yang terinfeksi tanpa efek
samping yang dilaporkan dengan baik.
Obat-obatan dari sumber daya alam seperti tanaman obat tetap menjadi pilihan yang
populer untuk mengobati berbagai penyakit menular maupun tidak menular. Telah
dilaporkan dengan baik bahwa tanaman obat dengan sedikit atau tanpa efek samping
digunakan untuk pengobatan HIV / AIDS. Tanaman obat tidak hanya mempengaruhi
replikasi partikel virus tetapi juga bertindak sebagai imunomodulator dan stimulan
kekebalan karena potensi sumber antioksidan dan senyawa nutraceutical. Sejumlah jamu
yang memiliki aktivitas anti-HIV telah dilaporkan dalam literatur. Aktivitas anti-HIV
tanaman obat telah ditinjau dari literatur yang diterbitkan dengan mencari bahan referensi
melalui berbagai database / mesin pencari dan tercantum di bawah ini.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 10


a. Vernonia Amygdalina
Vernonia amygdalina merupakan tumbuhan perdu yang digunakan sebagai obat
herbal tradisional untuk pengobatan HIV / AIDS. Tanaman ini termasuk famili
Asteraceae dan nama umum tumbuhan ini adalah daun pahit karena rasanya yang pahit.
Penelitian melaporkan bahwa Vernonia amygdaline memiliki aktivitas antioksidan
pada pasien HIV-positif bila dibandingkan dengan tablet Immunace yang tersedia
secara komersial. amygdalina memiliki khasiat meningkatkan nutrisi dan kesehatan.
Penelitian melaporkan efek ekstrak daun amygdalina pada pasien yang terinfeksi
HIV dan mereka yang memakai terapi antiretroviral. Ekstrak air daun segar
amygdalina digunakan bersama dengan ART untuk mengevaluasi efek jamu pada
jumlah sel CD4 + selama empat bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah
CD4 meningkat pada pasien yang menggunakan ekstrak daun atau suplemen. Selain
itu, pasien tersebut juga mengalami penyembuhan dengan berkurangnya ruam kulit.
Daun amygdalina memiliki efek imunologi pada pasien yang terinfeksi HIV dan
digunakan dalam pengelolaan HIV.
b. Spesies Reum
Telah dilaporkan bahwa ekstrak dari spesies Rheum termasuk Rheum palmatum
L. dan Rheum officinale Baill mengandung konstituen fitokimia yang secara khusus
menghambat replikasi HIV.
c. Trigonostem Xyphophylloides dan Vatica Astrotricha
Kedua ekstrak tanaman obat ini memiliki sedikit efek samping pada penggandaan
sel kekebalan tubuh dan kelangsungan hidup mereka secara bermakna menghentikan
replikasi HIV-1 dan pembentukan sinkitia dalam sel CD4 + Jurkat. Pengobatan dengan
kedua ekstrak tersebut menunjukkan bahwa ekstrak TXE dan VAD memiliki potensi
anti-HIV dengan menghambat penggandaan HIV dan masuknya virus ini ke dalam sel
target. Studi molekuler mengungkapkan bahwa konstituen fitokimia memblokir
interaksi HIV-1 dengan sel target, yaitu, interaksi antara gp120 dan CD4 / CCR5 atau
gp120 dan CD4 / CXCR4 dan menunjukkan potensi pengembangan kedua ekstrak ini
menjadi penghambat masuk HIV-1.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 11


d. Hipoksis Hemerocallidea
Hypoxis hemerocallidea juga dikenal sebagai kentang Afrika dan termasuk dalam
keluarga Hypoxidaceae. Kentang Afrika umumnya digunakan sebagai penguat
kekebalan. Bahan aktif tumbuhan yang memiliki aktivitas anti-HIV antara lain
fitosterol, hipoksida, aglikon, dan rooperol. Komunitas perawatan kesehatan primer
Afrika menggunakan akar H. hemerocallidea sebagai imunostimulan pada pasien HIV
/ AIDS dan memiliki potensi yang signifikan untuk meningkatkan kekebalan.
e. Sutherlandia Frutescens
Semak berbunga Sutherlandia frutescens, juga disebut insiswa, termasuk famili
Fabaceae. L ‐ canavanine merupakan salah satu penyusun kimiawi S. frutescens yang
memiliki aktivitas antivirus. 95% dari limfosit yang terinfeksi HIV dihancurkan secara
selektif secara in vitro. Telah dilaporkan bahwa dosis harian 9 mg / kg / hari efektif
untuk merangsang sistem kekebalan pada orang yang terinfeksi, tetapi penyelidikan
lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi mekanisme kerja fitokimia yang ada pada
tanaman obat ini.
f. Pelargonium Sidoides
Pelargonium sidoides (PS) adalah tumbuhan yang termasuk dalam famili
Geraniaceae. Nama umumnya adalah geranium Afrika. Ekstrak tanaman ini
menonaktifkan virus. Ekstrak akar pelargonium sidoides memiliki senyawa bioaktif
yang dapat menyerang partikel virus sehingga menghambat replikasi virus. Ekstrak P.
sidoides melindungi darah dan sel kekebalan dari infeksi HIV-1. Efek antivirus ekstrak
P. sidoides dimediasi oleh polifenol, dan campuran polifenol yang diperoleh dari
ekstrak P. sidoides menyerang HIV-1 dan tindakannya berbeda dari semua obat anti-
HIV-1 yang digunakan secara klinis.
Di Jerman, ekstrak akar PS telah dilisensikan setelah berbagai uji klinis dan
melaporkan obat yang aman untuk digunakan manusia. Ekstrak tanaman ini pada
konsentrasi 8,13 μg / mL menghambat langkah 1 replikasi virus sedangkan pada
konsentrasi 8,00 μg / mL menghambat langkah 2 replikasi virus.
Ekstrak tanaman ini menargetkan pengikatan awal dan akhir HIV untuk
menghentikan aktivitasnya dan juga mencegah penempelan partikel virus ke inangnya,
sehingga mencegah masuknya HIV. Beberapa senyawa polifenol menunjukkan

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 12


aktivitas anti-HIV setelah analisis kimiawi, yang dapat dipisahkan dari ekstrak dengan
adsorpsi ke polivinilpirolidon untuk mengurangi toksisitas obat. Ekstrak P. sidoides
dapat menjadi salah satu jamu yang memiliki khasiat lebih besar terhadap infeksi HIV.
g. Artemisia Annua L.
Artemisia annua L. adalah ramuan tahunan asli Cina dan termasuk dalam famili
tumbuhan Asteraceae. Infus teh yang dibuat dari tanaman ini telah diidentifikasi
memiliki aktivitas anti-HIV dengan nilai IC50 serendah 2.0 μg / mL. Selain itu,
artemisinin yang ditemukan tidak aktif pada 25 μg / mL juga menunjukkan aktivitas
serupa.
h. Calendula Officinalis L.
Spesies calendula adalah tumbuhan obat yang termasuk dalam famili tumbuhan
Asteraceae. Di antara spesies calendula, bunga calendula officinalis digunakan dalam
salep untuk pengobatan kerusakan kulit, bisul, herpes, luka dan radang dingin. Ekstrak
bunga C. officinalis yang dibuat dalam diklorometana-metanol (1:1) menunjukkan
potensi aktivitas anti-HIV dalam uji berbasis tetrazolium in vitro. Aktivitas anti-HIV
tanaman ini dikaitkan dengan penghambatan HIV1-RT pada konsentrasi ekstrak 1000
μg / mL serta menekan fusi yang dimediasi HIV pada konsentrasi 500 μg / mL.
i. Cassia Abbreviata
Cassia Abbreviata adalah semak gugur dan termasuk dalam keluarga tumbuhan
Fabaceae. Ini telah digunakan oleh dukun tradisional untuk pengelolaan HIV / AIDS.
Aktivitas penghambatan replikasi HIV tanaman ini diuji terhadap klon HIV-1c dengan
mengukur kadar antigen p24 virus dalam PBMC yang terinfeksi dan perlindungan efek
sitopatik. Penghambatan yang signifikan dari replikasi HIV-1c ditunjukkan oleh
ekstrak C. singkatan. Aktivitas anti-HIV ekstrak akar tanaman ini terjadi dengan
konsentrasi efektif (EC 50) 102,8 μg / mL.28.
j. Combretum Molle
Combretum molle termasuk dalam famili tumbuhan Combretaceae. Ini banyak
digunakan dalam sistem pengobatan tradisional Ethopia dalam mengobati penyakit
hati, tuberkulosis dan malaria. Berbagai ekstrak disiapkan dari kulit batang C. molle
menggunakan pelarut yang berbeda termasuk metanol, aseton, kloroform dan
petroleum eter melalui peralatan Soxhlet untuk penilaian aktivitas anti-HIV in vitro

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 13


melawan HIV-1 dan HIV-2. Penghambatan selektif pertumbuhan virus dievaluasi
dengan secara bersamaan menentukan sitotoksisitas in vitro dari ekstrak yang disiapkan
terhadap sel MT-4. Penghambatan selektif tertinggi dari replikasi HIV-1 ditunjukkan
oleh fraksi asetonl.
k. Garcinia Edulis Exell
Garcinia edulis termasuk dalam famili tumbuhan Clusiaceae. Senyawa bioaktif
turunan xanthone isoprenilasi diisolasi dari kulit akar G. edulis dalam pelarut etanol.
Aktivitas protease anti-HIV-1 in vitro dari ekstrak etanol tanaman ini dipamerkan pada
nilai IC50 11,3 μg / mL saat menggunakan asetil pepstatin sebagai kontrol positif yang
memiliki aktivitas anti ‐ HIV ‐ 1 PR pada nilai IC50 2,2 μg / mL. 18.
l. Hyssopus Officinalis L.
Hyssopus officinalis termasuk dalam famili Lamiaceae. Telah digunakan sebagai
obat herbal dan ekstrak tanaman ini menunjukkan aktivitas anti-HIV-1 yang kuat
karena adanya polisakarida. Aktivitas penghambatan replikasi HIV dari ekstrak
hidroalkohol H. officinalis ditentukan dengan menggunakan infeksi HIV dari sel MT-
2 sebagai sistem tes yang cepat dan sensitif untuk mendeteksi obat antivirus yang
manjur terutama yang efektif melawan AIDS. Ekstrak tanaman ini pada konsentrasi
yang berkisar dari 50 sampai 100 μg / mL telah menunjukkan efek penghambatan
infeksi yang diinduksi HIV dalam sel MT-2.
m. Hiperikum Perforatum L.
Juga dikenal sebagai St John's Wort, Hypericum perforatum milik keluarga
tanaman Hypericaceae. Telah digunakan untuk tujuan pengobatan dalam sistem
pengobatan tradisional khususnya untuk penyembuhan luka dan juga untuk pengobatan
AIDS. Aktivitas antiretroviral dari phytoconstituents seperti hypericin dan
pseudohypericin yang diisolasi dari H. perforatum pada pasien yang terinfeksi HIV
telah diamati selama uji klinis.
n. Pachymahoelen Rumph
Tanaman ini termasuk dalam famili Polyporaceae. Ekstrak heksana dari tanaman
ini yang digunakan dalam pengobatan tradisional Korea telah menunjukkan aktivitas
anti-HIV-1. Ekstrak tumbuhan juga menunjukkan efek perlindungan pada sel MT-4

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 14


yang terinfeksi dan perlindungan tertinggi diamati pada 58,2%. Konsentrasi sitotoksik
50% (CC50) ekstrak heksana Pachymahoelen ditemukan 100,6 μg / mL.
o. Terminalia Paniculata
Terminalia paniculata termasuk dalam famili tumbuhan Combretaceae. Aktivitas
anti-HIV-1 in vitro dari ekstrak buah T. paniculata yang dibuat dalam pelarut metanol
dan aseton diuji dan nilai EC50 dari ekstrak tanaman ini dalam aseton dan metanol
adalah ≤10,3 μg / mL. Mekanisme tindakan ditentukan melalui tes enzimatik yang
menunjukkan aktivitas anti-HIV-1 karena penghambatan enzim protease
(penghambatan ≥69,9%) dan transkriptase balik (penghambatan ≥77,7%).
p. Smilax Corbularia Kunth
Smilax corbularia termasuk dalam famili tumbuhan Smilaceae. Efek
penghambatan ekstrak etanol dan air S. corbularia terhadap HIV ‐ 1 protease (HIV ‐
PR) dan HIV ‐ 1 integrase (HIV ‐ 1 IN) telah diuji dan menemukan bahwa ekstrak
etanol S. corbularia menunjukkan anti ‐ HIV ‐ 1 IN aktivitas dengan nilai IC50 1,0 μg
/ mL dan suramin digunakan sebagai kontrol positif dengan IC50 3,4 μg / mL. Nilai
IC50 yang ditentukan untuk ekstrak air tanaman ini adalah 5,4 μg / mL. Temuan
penelitian menunjukkan nilai IC50 dua kali lipat lebih rendah dari ekstrak etanol S.
corbularia.
q. Tuberaria Lignose Sampaio
Tuberaria lignosa termasuk dalam famili tumbuhan Asteraceae. Tanaman ini
banyak digunakan dalam pengobatan tradisional untuk pengobatan penyakit virus.
Aktivitas anti-HIV dari ekstrak etanol dan air tanaman ini dengan menghambat
replikasi HIV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak air T. ligosa yang diuji
relatif tidak beracun bagi sel MT-2 limfositik manusia tanpa menunjukkan aktivitas
anti-HIV antara kisaran konsentrasi 12,5 dan 50 μg / mL. Toksisitas ekstrak etanol
tanaman ini mencegah evaluasi aktivitas antivirus yang kuat pada konsentrasi yang
meningkat.
r. Astragalus Membranaceus Bunge
Astragalus membranaceus termasuk dalam keluarga tumbuhan Fabaceae. Ini
adalah tanaman obat terkenal yang digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok
sebagai imunostimulan. Studi menggunakan ekstrak Astragalus menunjukkan

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 15


augmentasi atau pemulihan cangkok lokal versus penolakan host pada pasien
imunokompeten dan imunosupresi. Hasil studi menunjukkan ekstrak Astragalus aman
tetapi tidak ada yang terungkap tentang mutagenisitasnya.
s. Dittrichia Viscosa (L.) Greuter
Tanaman ini termasuk famili Asteraceae. Kemampuan ekstrak air D. viscosa
untuk menghambat replikasi HIV diuji dengan menggunakan infeksi HIV dari sel MT-
2 untuk mendeteksi efek antivirus obat terhadap AIDS. Efek penghambatan HIV-1
dari ekstrak air D. viscosa pada konsentrasi mulai dari 25 sampai 400 μg / mL telah
diamati pada sel MT-2 yang diinduksi dengan infeksi HIV-1.
t. Momordica Balsamina
Momordica balsamina termasuk dalam famili tumbuhan Cucurbitacae. Ini
biasanya digunakan sebagai agen antivirus karena kemanjuran antivirusnya pada
unggas terutama di bagian utara Nigeria. Ekstrak daging buah tanaman ini telah diuji
sifat anti-HIVnya melalui penelitian in vitro dan ditemukan sebagai penghambat
replikasi anti-HIV-1 yang manjur. Penelitian lebih lanjut tentang ekstrak buah tanaman
ini diperlukan untuk mempelajari potensi terapeutiknya terhadap infeksi retroviral pada
manusia.

5. Teh dari Kulit Buah Naga Merah


Penderita HIV sangat rentan mengalami infeksi oportunistik. Ada beberapa infeksi
oportunistik yang paling umum, yaitu kandidiasis (thrush), virus sitomegalia (CMV), virus
herpes simpleks, malaria, Mycobacterium avium complex (MAC atau MAI), Pneumonia
Pneumocystis (PCP), Toksoplasmosis (tokso), dan Tuberkulosis (TB). Resiko infeksi
oportunistik pada penderita HIV dapat dikurangi dengan menggunakan obat untuk
mencegah pengembangan penyakit aktif yang disebut terapi profilaksis. Terapi ini
menggunakan ARV (Antiretroviral) yang berfungsi untuk memulihkan sistem imunitas
tubuh sehingga dapat melawan pathogen dari infeksi oportunistik. Selain itu, pencegahan
juga dapat dilakukan dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber patogen
yang diketahui menyebabkan IO (Fitriani dkk., 2014). Selain terapi ARV, penekanan
infeksi oportunistik bisa dilakukan dengan terapi komplementer yaitu meminum teh dari
kulit buah naga merah.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 16


Kulit buah naga mengandung fraksi polyphenolic yang menunjukkan spectrum
antimicrobial yang luas melalui penghambatan pertumbuhan beberapa pathogen.
Berdasarkan penelitian Nurmahani, International Food Research Journal 19(1): 77-84
(2012), aktivitas antibacterial dari ethanol, chloroform dan hexane extracts dari kulit
Hylocereus polyrhizus (red flesh pitaya) dan Hylocereus undatus (white flesh pitaya) dapat
melawan sembilan pathogens yang dievaluasi melalui disc diffusion method dan broth
micro- dilution method (Fitriani dkk., 2014). Hasil dari disc diffusion method
menunjukkan bahwa chloroform extracts dari kulit H. polyrhizus and H. undatus memiliki
aktivitas antibacterial yang baik dimana hampir semua pathogen yang diuji berhasil
dihambat. Patogen tersebut antara lain, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Listeria
monocytogenes, Enterococcus faecalis, Salmonella typhimurium, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Yersiniaent erocolitica dan Campylobacter jejuni. Aktivitas
antibacterial dari kulit buah naga yang mempunyai spectrum luas yang dapat menghambat
pathogenesis bakteri gram positif dan gram negatif diharapkan dapat menjadi terapi
komplementer pendamping ARV dalam mencegah terjadinya infeksi oportunistik pada
penderita HIV AIDS (Fitriani dkk., 2014).

6. Jamu Imunostimulan
Berdasarkan hasil penelitian (Astana et al., 2018) menyatakan bahwa ramuan jamu
imunostimulan memberikan perubahan terhadap kualitas hidup terutama pada domain
psikologi, kemandirian, dan kesehatan umum pada penderita HIV/AIDS dan
mempertahankan nilai CD4+.
Ramuan jamu tersebut menggunakan rebusan simplisia rimpang temulawak
(Curcuma xanthorrhiza), temu mangga (Curcuma mangga), dan herba meniran (Phyllantus
niruri). Kandungan meniran yang berupa alkoloid dan saponin, beraktivitas menstimulasi
sel yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh yaitu interferon dan interleukin. Adanya
flavonoid dan senyawa fenol berperan dalam mengikat radikal bebas. Kerusakan sel yang
cepat dipengaruhi oleh banyaknya radikal bebas yang tinggi di dalam tubuh. Aktivitas
pengikatan radikal bebas oleh flavonoid dan senyawa fenol disebut dengan antioksidan.
Secara umum, mekanisme zat aktif dalam tanaman obat bersifat antioksidan. Antioksidan

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 17


adalah zat aktif yang memiliki potensi untuk memodulasi sistem imun dan dapat digunakan
sebagai komplementer pada terapi ARV (Astana et al., 2018).
Temulawak mengandung kurkumin dan xantorrizol yang meningkatkan profilerasi
dan diferensiasi sel imun melalui jalur NFkB. Aktivitas minyak atsiri temulawak juga dapat
menstimulasi proliferasi limfosit. Ekstrak temulawak mempunyai aktivitas tinggi dalam
menghambat radikal bebas yang berpengaruh dalam sistem kekebalan tubuh. Kurkumin
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dalam menurunkan jumlah radikal bebas di
dalam tubuh. Selain mengandung kurkumin, temu mangga juga mengandung aktivitas
antijamur. Temu mangga memiliki potensi terkuat di antara jenis Zingiberaceae lain. Hal
ini bermanfaat bagi penderita HIV/AIDS yang mengalami infeksi jamur karena
menurunnya daya tahan tubuh (Astana et al., 2018).

2.6 Peran Perawat dalam Terapi Komplementer pada Pasien HIV / AIDS

Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer
diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung,
koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya,
konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil
keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu
mengembangkan kurikulum pendidikan. Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan
melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice.

Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik
pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer. Perawat lebih banyak
berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat
penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan
unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi
permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan
alternatif.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 18


Peran perawat dalam terapi komplomenter pada pasien HIV/AIDS adalah Perawat
sebagai bagian integral dari tim pelayanan kesehatan sangat berperan dalam mengupayakan
terwujudnya kehidupan yang berkualitas bagi pasien HIV/AIDS dengan cara memberikan
asuhan keperawatan yang bersifat komprehensif dan holistik yang meliputi bio, psiko, sosio,
dan spiritual. Artinya, dalam memberikan asuhan, perawat tidak hanya berfokus pada
penanganan masalah fisik namun juga berperan dalam mencegah dan menangani masalah
psikososial pada pasien HIV/AIDS. Selain itu, perawat berada dalam posisi kunci untuk
menciptakan suasana penerimaan dan pemahaman terhadap penderita HIV/AIDS bagi
keluarga agar dapat memberikan dukungan bagi pasien.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 19


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti jamu yang telah
berkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di berbagai jenjang pelayanan
kesehatantidak hanya menggunakan pengobatan barat (obat kimia) tetapi secara mandiri
memadukan terapi tersebut yang dikenal dengan terapi komplementer. Perkembangan terapi
komplementer atau alternatif sudah luas, termasuk didalamnya orang yang terlibat dalam
memberi pengobatan karena banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum
yang terlibat dalam terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu
pengetahuan melalui penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi komplementer agar
menjadi lebih dapat dipertanggung jawabkan.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 20


DAFTAR PUSTAKA

Astana, P. R. W., Ardiyanto, D., & Mana, T. A. (2018). Perubahan Kualitas Hidup dan Nilai CD4+
Pasien HIV/AIDS dengan Pemberian Ramuan Jamu Imunostimulan di Sragen. Indonesian
Journal of Clinical Pharmacy, 7(4), 227.
Buckle J. (2002). Clinical aromatherapy and AIDS. The Journal of the Association of Nurses in
AIDS Care : JANAC, 13(3), 81–99.
Chang, Bei-Hung. 2007. The Combined Effect of Relaxation Response and Acupunture on Quality
of Life in Patients with HIV : A Plot Study. J.Altern Complement Med, pg 807-815.
Chhatre, Sumedha dkk. 2013. Effect of Behavioral Stress Reduction Transcendental Meditation
Intervention in Persons with HIV. AIDS Care, pg 1291-1297.
Fitriani, Annisa dkk (2014). Potensi Teh Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Sebagai
Terapi Komplementer Untuk Menurunkan Infeksi Opurtunistik Pada Penderita HIV-AIDS.
6th Islamic Medical Science Festival (IMSF).
Fontaine, K.L. (2005). Complementary & alternative therapies for nursing practice. 2th ed. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Herek GM, Capitanio JP, Widaman KF. HIVrelated stigma and know-ledge in the United States:
prevalence and trends, 1991-1999. American Journal of Public Health. 2002; 92 (3): 371-
7
Laila, Umme dkk. 2019. Role of Medicinal plants in HIV/AIDS Therapy. Clinical and
Experimental Pharmacology dan Physiology, Volume 46.
Prinsloo, Gerhard dkk. 2018. Anti-HIV Activity of Southern African Plants : Current
Developments, Phytochemistry dan Future Research. Journal of Ethnopharmacology, pg
133-135.
Shaluhiyah Z, Musthofa SB, Widjanarko B. Stigma masyarakat terhadaporang dengan HIV/AIDS.
Kesmas: National Public Health Journal. 2015 May 1;9(4):333-9.
Widyatuti. 2008. Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume.12, No. 1, hal 53 – 57.

Terapi Komplementer pada HIV / AIDS | 21

Anda mungkin juga menyukai