Oleh :
II A / S.Tr. Keperawatan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami juga mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak dosen pembimbing mata kuliah HIV / AIDS bapak Ns. I Wayan
Sukawana, S.Kep., M.Pd atas bimbingannya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan dapat menambah
wawasan mengenai materi tentang kesadaran dan ketidaksadaran. Kami pun menyadari bahwa di
dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun
Penulis
HIV tidak tertular melalui kontak sehari-hari seperti: bersentuhan, berjabat tangan,
bergandengan, berpelukan, cipika-cipiki, batuk dan bersin, mendonorkan darah ke orang yang
terinfeksi lewat jalur yang aman, menggunakan kolam renang atau dudukan toilet yang sama,
berbagi sprei, berbagi peralatan makan atau makanan yang sama dan dari hewan, nyamuk, atau
serangga lainnya.
Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh terapi komplementer
invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam basah) yang menggunakan jarum dalam
pengobatannya. Sedangkan jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana,
terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin,
hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas; akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing,
dan terapi lainnya.
National Center for Complementary/ Alternative Medicine (NCCAM) membuat
klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem pelayanan dalam lima kategori. Kategori pertama,
mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi
kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan
(imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni.
Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan
tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo, homeopathy, naturopathy.
Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis, yaitu natural dan praktik
biologis dan hasil-hasilnya misalnya herbal, makanan).
Kategori keempat adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh
manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat,
rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.
Terakhir, terapi energi yaitu terapi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapetik sentuhan, pengobatan
2. Meditasi Transendental
Meditasi Transendental adalah program pengurangan stres perilaku yang
menggabungkan pendekatan pikiran-tubuh, dan menunjukkan efektivitas dalam
meningkatkan hasil melalui pengurangan stres. Stres terlibat dalam patogenesis dan
perkembangan HIV. Dan menurut penelitian salah satu jurnal mengevaluasi kelayakan
penerapan Meditasi Transendental dan pengaruhnya terhadap hasil pada orang dengan HIV
kelompok Meditasi Transendental menunjukkan hasil yang signifikan dalam peningkatan
vitalitas. Dan intervensi TM pengurangan stres perilaku adalah dapat diterima pada orang
dengan HIV dan terdapat peningkatan HRQoL (Health Related Quality Of Life) generik
dan khusus HIV.
Ditinjau dari aspek psikologis, terapi meditasi MT terbukti bermanfaat untuk
mengurangi rasa cemas, stres, marah, dan rasa permusuhan yang kerap terjadi pada pasien
HIV AIDS.
3. Terapi Spiritual
Konsep kedokteran modern mengenai pengobatan menggunakan pertimbangan aspek
biopsikososial. Artinya pengobatan tidak hanya berusaha untuk mengembalikan fungsi
fisik seseorang tetapi juga fungsi psikis dan sosial. Pendekatan ini menepatkan kembali
pengobatan spiritual sebagai salah satu cara pengobatan dalam upaya penyembuhan
penderita.
Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama. Seseorang
pemeluk agama Islam misalnya cenderung untuk menjalani pengobatan spiritual yang
dilaksanakan sesuai ajaran agama Islam, misalnya berzikir, berdoa, berpuasa, sholat hajat
dll. Dalam agama lain juga terdapat kegiatan ritual untuk penyembuhan baik yang
dibimbing oleh rohaniawan maupun yang dilakukan sendiri. ODHA dapat memilih untuk
menjalankana pengobatan spiritual yang sesuai dengan agamanya atau pengobatan
4. Tanaman Obat
WHO melaporkan bahwa secara global hanya 21,7 juta (19,1 juta-22,6 juta) orang
yang memiliki akses ke terapi antiretroviral hingga 2017. Saat ini, terapi antiretroviral
(ART) tersedia untuk mengendalikan HIV tetapi memiliki efek samping terkait yang serius
seperti lipodistrofi. Karena keterbatasan, terkait dengan ART, para peneliti di seluruh
dunia mencoba untuk mengeksplorasi dan mengembangkan obat yang lebih handal dan
aman dari sumber daya alam untuk mengelola infeksi HIV. Berbagai macam tanaman obat
telah dipelajari dan dilaporkan memiliki potensi yang signifikan terhadap HIV. Tumbuhan
seperti Rheum palmatum L., Rheum officinale, Trigonostem axyphophylloides, Vatica
astrotricha, Vernonia amygdalina, Hypoxias pelargonium, Sidoides hemerocallidea dan
Sutherlandia frutescens dll memiliki khasiat yang tinggi untuk menyembuhkan HIV.
Mekanisme kerja pastinya masih belum diketahui tetapi berbagai fitokonstituen yang
diisolasi dari tanaman obat seperti alkaloid, flavonoid, polifenol, terpenoid, tanin, protein
dan kumarin berpotensi mengganggu siklus hidup HIV serta berperan sebagai
imunomodulator untuk meningkatkan sistem kekebalan pasien yang terinfeksi tanpa efek
samping yang dilaporkan dengan baik.
Obat-obatan dari sumber daya alam seperti tanaman obat tetap menjadi pilihan yang
populer untuk mengobati berbagai penyakit menular maupun tidak menular. Telah
dilaporkan dengan baik bahwa tanaman obat dengan sedikit atau tanpa efek samping
digunakan untuk pengobatan HIV / AIDS. Tanaman obat tidak hanya mempengaruhi
replikasi partikel virus tetapi juga bertindak sebagai imunomodulator dan stimulan
kekebalan karena potensi sumber antioksidan dan senyawa nutraceutical. Sejumlah jamu
yang memiliki aktivitas anti-HIV telah dilaporkan dalam literatur. Aktivitas anti-HIV
tanaman obat telah ditinjau dari literatur yang diterbitkan dengan mencari bahan referensi
melalui berbagai database / mesin pencari dan tercantum di bawah ini.
6. Jamu Imunostimulan
Berdasarkan hasil penelitian (Astana et al., 2018) menyatakan bahwa ramuan jamu
imunostimulan memberikan perubahan terhadap kualitas hidup terutama pada domain
psikologi, kemandirian, dan kesehatan umum pada penderita HIV/AIDS dan
mempertahankan nilai CD4+.
Ramuan jamu tersebut menggunakan rebusan simplisia rimpang temulawak
(Curcuma xanthorrhiza), temu mangga (Curcuma mangga), dan herba meniran (Phyllantus
niruri). Kandungan meniran yang berupa alkoloid dan saponin, beraktivitas menstimulasi
sel yang berfungsi sebagai pertahanan tubuh yaitu interferon dan interleukin. Adanya
flavonoid dan senyawa fenol berperan dalam mengikat radikal bebas. Kerusakan sel yang
cepat dipengaruhi oleh banyaknya radikal bebas yang tinggi di dalam tubuh. Aktivitas
pengikatan radikal bebas oleh flavonoid dan senyawa fenol disebut dengan antioksidan.
Secara umum, mekanisme zat aktif dalam tanaman obat bersifat antioksidan. Antioksidan
2.6 Peran Perawat dalam Terapi Komplementer pada Pasien HIV / AIDS
Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer
diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung,
koordinator dan sebagai advokat. Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya,
konsultasi, dan diskusi apabila klien membutuhkan informasi ataupun sebelum mengambil
keputusan. Sebagai pendidik kesehatan, perawat dapat menjadi pendidik bagi perawat di
sekolah tinggi keperawatan seperti yang berkembang di Australia dengan lebih dahulu
mengembangkan kurikulum pendidikan. Peran perawat sebagai peneliti di antaranya dengan
melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan dari hasilhasil evidence-based practice.
Perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik
pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer. Perawat lebih banyak
berinteraksi dengan klien sehingga peran koordinator dalam terapi komplementer juga sangat
penting. Perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer dengan dokter yang merawat dan
unit manajer terkait. Sedangkan sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi
permintaan kebutuhan perawatan komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan
alternatif.
3.1 Kesimpulan
Masyarakat Indonesia sudah mengenal adanya terapi tradisional seperti jamu yang telah
berkembang lama. Kenyataannya klien yang berobat di berbagai jenjang pelayanan
kesehatantidak hanya menggunakan pengobatan barat (obat kimia) tetapi secara mandiri
memadukan terapi tersebut yang dikenal dengan terapi komplementer. Perkembangan terapi
komplementer atau alternatif sudah luas, termasuk didalamnya orang yang terlibat dalam
memberi pengobatan karena banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum
yang terlibat dalam terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu
pengetahuan melalui penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi komplementer agar
menjadi lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Astana, P. R. W., Ardiyanto, D., & Mana, T. A. (2018). Perubahan Kualitas Hidup dan Nilai CD4+
Pasien HIV/AIDS dengan Pemberian Ramuan Jamu Imunostimulan di Sragen. Indonesian
Journal of Clinical Pharmacy, 7(4), 227.
Buckle J. (2002). Clinical aromatherapy and AIDS. The Journal of the Association of Nurses in
AIDS Care : JANAC, 13(3), 81–99.
Chang, Bei-Hung. 2007. The Combined Effect of Relaxation Response and Acupunture on Quality
of Life in Patients with HIV : A Plot Study. J.Altern Complement Med, pg 807-815.
Chhatre, Sumedha dkk. 2013. Effect of Behavioral Stress Reduction Transcendental Meditation
Intervention in Persons with HIV. AIDS Care, pg 1291-1297.
Fitriani, Annisa dkk (2014). Potensi Teh Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Sebagai
Terapi Komplementer Untuk Menurunkan Infeksi Opurtunistik Pada Penderita HIV-AIDS.
6th Islamic Medical Science Festival (IMSF).
Fontaine, K.L. (2005). Complementary & alternative therapies for nursing practice. 2th ed. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Herek GM, Capitanio JP, Widaman KF. HIVrelated stigma and know-ledge in the United States:
prevalence and trends, 1991-1999. American Journal of Public Health. 2002; 92 (3): 371-
7
Laila, Umme dkk. 2019. Role of Medicinal plants in HIV/AIDS Therapy. Clinical and
Experimental Pharmacology dan Physiology, Volume 46.
Prinsloo, Gerhard dkk. 2018. Anti-HIV Activity of Southern African Plants : Current
Developments, Phytochemistry dan Future Research. Journal of Ethnopharmacology, pg
133-135.
Shaluhiyah Z, Musthofa SB, Widjanarko B. Stigma masyarakat terhadaporang dengan HIV/AIDS.
Kesmas: National Public Health Journal. 2015 May 1;9(4):333-9.
Widyatuti. 2008. Terapi Komplementer Dalam Keperawatan. Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume.12, No. 1, hal 53 – 57.