Anda di halaman 1dari 21

MANAGEMEN RISIKO BENCANA PARIWISATA

BENCANA DAN PARIWISATA

OLEH :

KELOMPOK 1 / 4A S.Tr.KEPERAWATAN

1. Ni Nyoman Lili Restiadewi (P07120219005)

2. Komang Suhesti Aprilia (P07120219006)

3. Putu Diah Purnama Dewi (P07120219007)

4. Gusti Ayu Putu Yuni Arianti (P07120219008)

5. Komang Triana Yulia Dewi (P07120219018)

6. Ni Kadek Astikananda Wulandari (P07120219019)

7. Tjok Istri Agung Dwi Laksmi P. (P07120219031)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena makalah mengenai
“Bencana dan Pariwisata” dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini
disusun agar pembaca dapat memahami tentang Bencana dan Pariwisata. Makalah ini kami
susun dengan mencari informasi dari berbagai sumber.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Pembimbing, yaitu Bapak I Dw


.Pt.Gd.Putra Yasa,S.Kp.M.Kep.Sp.MB yang telah membimbing kami. Semoga makalah ini dapat
mengantarkan ilmu dan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun, makalah ini
telah kami susun sebaik mungkin, pasti terdapat kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, kami
membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Terima kasih.

Denpasar, 25 Juli 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 2

1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4

2.1 Pengertian Bencana ............................................................................................................... 4

2.2 Jenis-jenis Bencana. .............................................................................................................. 4

2.3 Manajemen Penanggulangan Bencana. ................................................................................. 5

2.4 Kebijakan Penanggulangan Bencana Pariwisata................................................................. 13

2.5 Dampak Bencana Pada Sektor Pariwisata. .......................................................................... 15

2.6 Latar Belakang Pentingnya Manajemen Risiko Bencana Pada Sektor Pariwisata. ............ 15

BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 17

3.2 Saran .................................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keindahan alam yang berlimpah, tak dapat dipungkiri menjadikan negeri ini memiliki
banyak daerah tujuan wisata yang layak dibanggakan. Laut, pantai, gunung, sungai, lembah,
dataran tinggi, hutan, dan sawah berderet dari Sabang sampai Merauke saling berebut
menampakan kemolekannya. Tapi dibalik semua pesona alam tersebut, Indonesia adalah
kawasan rawan bencana.
Letak Indonesia yang tepat berada di atas deretan cincin gunung api, menjadikan
Indonesia negeri yang rawan bencana alam, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi,
kebakaran hutan, banjir bandang, angin topan, dan tsunami. Sejarah juga telah membuktikan
bahwa hampir tiap tahun Indonesia selalu mengalami bencana yang sifatnya berulang. Ada
beberapa bencana yang sifatnya memang alamiah – dalam artian bencana tersebut tak dapat
dicegah, seperti letusan gunung berapi dan gempa bumi. Sementara di sisi lain ternyata lebih
banyak lagi bencana yang sebenarnya merupakan ulah dari manusia itu sendiri yang
seharusnya bisa dicegah, seperti banjir bandang, kebakaran hutan, dan tanah longsor.
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, menyebutkan
definisi bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi
tersebut mengacu pada semua bencana, baik bencana alam, non-alam, maupun bencana
sosial. Sementara Faulkner (2001) menjelaskan secara lebih spesifik bahwa bencana
merupakan suatu peristiwa atau kejadian akibat dari fenomena alam yang membutuhkan
sistem informasi gabungan pendeteksi cuaca dan tindakan manusia secara lebih luas.
Faulkner membedakan antara bencana alam dan bencana non-alam. Bencana menurut
Faulkner adalah bencana alam, sementara bencana non-alam dan sosial disebut sebagai
krisis. Dari pengertian tersebut, Faulkner menegaskan bahwa apa pun bentuk sebuah bencana
sebenarnya bisa diprediksi ataupun dicegah. Keterlibatan manusia secara aktif dan sistem

1
informasi pendeteksi cuaca yang lebih luas bisa membantu penanganan sebelum dan setelah
bencana.
Pariwisata adalah sebuah industri yang sangat bergantung pada keunikan alam dan
budaya. Daya tarik utama sebuah destinasi wisata adalah bentangan alam dan kekayaan
budaya suatu daerah yang berbeda dari daerah lainnya. Sehingga jika terjadi kerusakan
ataupun degradasi pada sebuah destinasi, baik akibat krisis maupun bencana, maka akan
sangat berpengaruh terhadap kelangsungan industrinya. Dapat dikatakan pula bahwa industri
pariwisata sangat rentan terhadap bencana dan krisis. Bencana bisa berpengaruh positif
maupun negatif terhadap pariwisata. Pengaruh negatif muncul karena adanya kerusakan dan
penurunan jumlah pengunjung, sementara pengaruh positif justru timbul saat bencana itu
sendiri dijadikan sebagai komoditi pariwisata. Ada beberapa fakta di lapangan yang
menunjukan hal unik terkait pariwisata dan bencana. Secara konseptual bencana akan
mempengaruhi permintaan industri pariwisata. Pada beberapa kejadian, justru menunjukan
sebaliknya. Mungkin belum hilang dari ingatan kita bagaimana erupsi yang terjadi di Gunung
Bromo telah menarik banyak wisatawan untuk melihatnya atau bagaimana wisatawan malah
berbondong-bondong untuk melihat keadaan Kali Urang paska-erupsi Gunung Merapi.
Untuk itu para pakar termasuk Prideaux (2003) sepakat kalau industri pariwisata memerlukan
penanganan khusus dalam perencanaan dan pemulihan paska-bencana. Kedua akibat
bencana tersebut, baik negatif maupun positif, tetap membutuhkan penanganan sebelum,
saat, dan sesudah terjadinya bencana. Faulkner dan Vikulov (2001) memberikan beberapa
alasan mengapa industri pariwisata memerlukan penanganan khusus terkait dengan
bencana alam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian bencana ?
2. Apa sajakah jenis-jenis bencana
3. Bagaimanakah manajemen penanggulangan bencana ?
4. Bagaimanakah kebijakan penanggulangan bencana pariwisata ?
5. Bagaimanakah dampak bencana pada sektor pariwisata ?
6. Bagaimanakah latar belakang pentingnya manajemen risiko bencana pada sektor
pariwisata ?
2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian bencana.
2. Mengetahui jenis-jenis bencana.
3. Mengetahui manajemen penanggulangan bencana.
4. Mengetahui kebijakan penanggulangan bencana pariwisata.
5. Mengetahui dampak bencana pada sektor pariwisata.
6. Mengetahui latar belakang pentingnya manajemen risiko bencana pada sektor pariwisata.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bencana


Bencana merupakan suatu situasi dan kondisi yang terjadi akibat kejadian alam dan non
alam (buatan manusia yang terjadi secara tiba-tiba yang menimbulkan dampak yang hebat
sehingga komunitas masyarakat yang terkena atau terpengaruh harus merespon dengan
tindakan yang luar biasanya (Carter, 2008). Bencana adalah suatu gangguan serius yang
merugikan dalam kehidupan, kesehatan, mata pencaharian, harta benda yang bisa terjadi pada
komunitas tertentu atau sebuah masyarakat selama beberapa waktu yang ditentukan di masa
depan (UNISDR, 2009).

2.2 Jenis-jenis Bencana.


Menurut UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR, 2009) terdapat dua
jenis bencana yaitu bencana alam dan bencana teknologi.
 Bencana alam terdiri dari tiga:
1) Bencana hydro-meteorological berupa topan, badai,banjir, kekeringan, topan, banjir
bandang, kebakaran dan tanah longsor.
2) Bencana geologi meliputi proses internal bumi seperti gempa, tsunami, dan aktifitas
vulkanik.
3) Bencana biological berupa wabah penyakit epidemi, penyakit tanaman dan hewan.
 Bencana teknologi terbagi menjadi tiga grup yaitu:
1) Kecelakaan industri berupa kebocoran zat kimia, kerusakan infrastruktur industri,
kebocoran gas, keracunan dan radiasi.
2) Kecelakaan transportasi berupa kecelakaan udara, rail, jalan dan transportasi air.
3) Kecelakaan miscellaneous berupa struktur domestik atau struktur nonindustrial, ledakan
dan kebakaran.

4
2.3 Manajemen Penanggulangan Bencana.
Manajemen bencana adalah suatu proses yang dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis
bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (Undang-Undang No.24 Tahun 2007).
Siklus penanggulangan bencana terdiri dari tiga fase, yaitu fase prabencana, fase saat terjadi
bencana, dan fase pasca bencana.
a. Fase prabencana
Fase prabencana mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, peringatan dini dan
kesiapsiagaan. Fase prabencana merupakan pengurangan risiko bencana dengan tujuan
mengurangi timbulnya suatu ancaman dan mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman
bencana.
b. Fase saat terjadinya bencana
Fase ini kegiatan yang dilakukan adalah tanggap darurat bencana di mana sasarannya
adalah “save more lifes”. Kegiatan tanggap darurat bencana berupa pencarian atau search
and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian.
c. Fase pasca bencana
Fase pasca bencana mencakup kegiatan pemulihkan kondisi (rehabilitasi), pembangunan
kembali (rekonstruksi) tata kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik
(build back better).

Tahapan Proses Manajemen Risiko di Sektor Pariwisata

1. Pencegahan (Prevention)

Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki


daerah rawan bencana di kawasan pariwisata.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin
mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan
bencana.
5
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat terutama pada pekerja di
kawasan pariwisata
d. Pemindahan wisatawan serta penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat di sekitar kawasan wisata.
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi
bencana.
g. Pembuatan bangunan di kawasan pariwisata yang terstruktur yang berfungsi
untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan
sejenisnya.
2. Mitigasi (Mitigation)

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.

a. Mitigasi Bencana yang Efektif

Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian
bahaya, peringatan dan persiapan.

- Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi


dan asset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan
pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana,
serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi
Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya

- Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat


tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan
oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem
peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini
serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan

6
kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana
yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.

- Persiapan (preparedness); kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi


sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan
tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang
sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan
saatnya kembali ketika situasi telah aman. Tingkat kepedulian masyarakat dan
pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk
dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak
akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang
yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya
bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun
struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana
(mitigasi struktur).

Bencana yang datang silih berganti, bukan tidak mungkin untuk diantisipasi. Ada upaya
mitigasi bencana yang dapat dilakukan sedini mungkin. Upaya mitigasi tersebut dapat
dilaksanakan sebagai berikut.

1) Pertama, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, khususnya lembaga


terkait kebencanaan seperti BNPB, BPBD, dan para pelaku pariwisata dalam upaya
mitigasi bencana menjadi suatu keharusan.
2) Selain itu, pembangunan infrastruktur terutama di destinasi pariwisata prioritas
yang rawan bencana. Misalnya dengan membangun sistem peringatan dini ( Early
Warning System) di titik rawan bencana dan mendirikan shelter evakuasi sementara di
tempat yang strategis dan aman dari bencana.
3) Selain itu, diperlukan juga pemasangan jalur atau rambu evakuasi yang mengarahkan
masyarakat dan wisatawan saat ada perintah untuk melakukan evakuasi.
4) Infrastruktur penunjang juga perlu mendapat perhatian, seperti pembangunan model
hunian penduduk dan fasilitas kritis seperti rumah sakit dan sekolah. Fasilitas pariwisata
seperti pusat informasi pariwisata (Tourism Information Center ), hotel atau

7
penginapan perlu dirancang sedemikian rupa sehingga tahan terhadap ancaman gempa.
5) Hal penting lainnya adalah membangun dan meningkatkan kapasitas masyarakat dan
wisatawan karena mereka merupakan pihak yang pertama berhadapan dengan resiko
bencana. Maka, penting untuk memberikan edukasi mengenai segala hal yang berkaitan
dengan kebencanaan di kawasan wisata rawan bencana tadi, seperti meningkatkan
kesiapsiagaan, mengatasi kepanikan ketika bencana datang, atau dengan mengadakan
simulasi tanggap bencana.
6) Terakhir, travel warning atau peringatan untuk tidak mengunjungi destinasi yang sedang
dalam siaga bencana penting untuk disosialisasikan, baik melalui media cetak dan
elektronik.
3. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Berikut beberapa indikator
yang dapat menjadi tolak ukur untuk menilai kesiapsiagaan dalam menanggapi bencana
di kawasan pariwisata.
a. Indikator Kesiapsiagaan
1) Pengetahuan dan sikap terhadap bencana.
Pengetahuan terhadap bencana merupakan alasan utama seseorang untuk
melakukan kegiatan perlindungan atau upaya kesiapsiagaan yang ada (Sutton dan
Tierney, 2006). Pengetahuan yang dimiliki mempengaruhi sikap dan kepedulian
masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi
mereka yang bertempat tinggal di daerah yang rentan terhadap bencana alam.
Indikator pengetahuan dan sikap individu/rumah tangga merupakan pengetahuan
dasar yang semestinya dimiliki oleh individu meliputi pengetahuan tentang
bencana, penyebab dan gejala-gejala, maupun apa yang harus dilakukan bila
terjadi bencana (ISDR/UNESCO 2006). Individu atau masyarakat yang memiliki
pengetahuan yang lebih baik terkait dengan bencana yang terjadi cenderung

8
memiliki kesiapsiagaan yang lebih baik dibandingkan individu atau masyarakat
yang minim memiliki pengetahuan.
2) Rencana tanggap darurat
Rencana tanggap darurat adalah suatu rencana yang dimiliki oleh individu atau
masyarakat dalam menghadapi keadaan darurat di suatu wilayah akibat bencana
alam (Sutton dan Tierney, 2006). Rencana tanggap darurat menjadi bagian yang
penting dalam suatu proses kesiapsiagaan, terutama yang terkait dengan
evakuasi, pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat di
minimalkan (ISDR/UNESCO, 2006). Rencana tanggap darurat sangat penting
terutama pada hari pertama terjadi bencana atau masa dimana bantuan dari pihak
luar belum datang (ISDR/UNESCO, 2006). Rencana tanggap darurat ini adalah
situasi dimana masyarakat memastikan bagaimana pembagian kerja sumber daya
yang ada pada saat bencana.
3) Sistem peringatan dini
Sistem peringatan meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi jika akan
terjadi bencana. Sistem peringatan dini yang baik dapat mengurangi kerusakan
yang dialami oleh masyarakat (Gissing, 2009). Sistem yang baik ialah sistem
dimana masyarakat juga mengerti informasi yang akan diberikan oleh tanda
peringatan dini tersebut atau tahu apa yang harus dilakukan jika suatu saat tanda
peringatan dini bencana berbunyi/menyala (Sutton dan Tierney, 2006). Oleh
karena itu, diperlukan juga adanya latihan/simulasi untuk sistem peringatan
bencana ini.
4) Sumber daya mendukung
Sumber daya yang mendukung adalah salah satu indikator kesiapsiagaan yang
mempertimbangkan bagaimana berbagai sumber daya yang ada digunakan untuk
mengembalikan kondisi darurat akibat bencana menjadi kondisi normal
(ISDR/UNESCO, 2006). Indikator ini umumnya melihat berbagai sumber daya
yang dibutuhkan individu atau masyarakat dalam upaya pemulihan atau bertahan
dalam kondisi bencana atau keadaan darurat. Yang dapat berasal dari internal
maupun eksternal dari wilayah yang terkena bencana. Sumber daya menurut

9
Sutton dan Tierney dibagi menjadi 3 bagian yaitu sumber daya manusia, sumber
daya pendanaan/logistik, dan sumber daya bimbingan teknis dan penyedian
materi.
5) Modal sosial
Modal sosial sering diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok untuk
bekerja sama dengan individu atau kelompok lainnya. Masyarakat atau individu
yang memiliki ikatan sosial yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya akan
lebih mudah dalam melakukan kesiapsiagaan yang ada. Selain itu modal sosial
yang baik diantara masyarakat di wilayah yang rentan terhadap bencana akan
mengurangi kerentanan itu sendiri (Martens, 2009). Modal sosial yang solid
antara penduduk akan mempermudah masyarakat dalam melakukan mobilisasi
pada saat evakuasi akan dilakukan. Modal sosial juga dapat menjadi pengerak
indikator kesiapsiagaan yang lainnya seperti menyepakati tempat evakuasi yang
sama, sepakat dalam mengikuti pelatihan, dan bersama-sama dalam
melakukan tindakan kesiapsiagaan lainnya (Sutton dan Tierney 2006).
Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan di tahap preparedness.

1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya di kawasan


pariwisata.
2) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi masyarakat sekitar daerah pariwisata
beserta pekerja di kawasan tersebut.
3) Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
4) Penyiapan dukungan / stok logistik.
5) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung
tugas kebencanaan.
6) Penyiapan peringatan dini (early warning).
7) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan).
8) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
9) Pembuatan standar bantuan dan pelayanan.

10
Pembetukan tim bencana juga sangat dibutuhkankan. Tim bencana merupakan orang-
orang yang mengkoordinir atau memiliki tanggung jawab terhadap manajemen bencana. Tim
bencana yang biasanya digunakan di hotel biasanya adalah Emergency Responsible Team
dan Fire Brigade, sedangkan menurut BPBD Kota Denpasar beberapa jenis tim bencana
adalah Publict Save Community (PSC), Barisan Relawan Bencana (BALANA), dan Search
and Rescue (SAR). Adapun jenis - jenis tim bencana tersebut adalah sebagai berikut :
1) Emergency Responsible Team

Emergency Responsible Team (ERT) didefinisikan oleh Georgetown University (2014)


sebagai berikut,”The Emergency Responsible Team (ERT) is responsible team for
coordinating the response to crises affecting the safety and operation of some disaster.
They will be called to assist in the management of the emergency situation”. Tim ini
merupakan tim khusus yang menangani masalah bencana, tim ini selain dibentuk oleh
Georgetown University juga dibentuk oleh berbagai organisasi termasuk hotel.

2) Fire Brigade

Fire Brigade didefinisikan sebagai berikut “Fire Brigade is a private or temporary


organization of individual equipped to fight fires”. Fire Brigade tersebut merupakan
organisasi yang bertugas untuk menanggulangi segala jenis bencana yang berhubungan
dengan kebakaran. Selain dari pemerintah, tim ini biasanya juga dibentuk oleh hotel-
hotel.

3) Public Save Community (PSC)

Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community merupakan petugas yang
memberikan pelayanan kedaruratan kepada masyarakat Kota, dioprasikan oleh petugas
khusus yang dilengkapi dengan tiga mobil ambulance, dan siaga 24 jam di setiap pos
jaga. Petugas PSC bergerak mengikuti pergerakan mobil pemadam pada saat terjadi
kebakaran dan PSC setiap saat bertugas mengevakuasi korban kecelakaan lalulintas dan
bencana lainya.

11
4) Search and Rescue (SAR)

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM.43 Tahun 2005 Tentang


Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, Searh and Rescue (SAR)
memiliki pengertian yaitu badan yang berfungsi melaksanakan pembinaan,
pengkoordinasian dan pengendalian potensi Search and Rescue (SAR) dalam kegiatan
SAR terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang, atau
menghadapi bahaya dalam pelayaran dan atau penerbangan, serta memberikan
bantuan SAR dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya sesuai dengan
peraturan SAR Nasional dan Internasional.

5) Barisan Relawan Bencana (BALANA)

Menurut BPBD Kota Denpasar, Barisan Relawan Bencana (BALANA) merupakan


barisan relawan bencana yang direkrut dari pegawai Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dilingkungan Pemerintah Kota Denpasar yang ditugaskan ikut serta menangani
bencana.

Tahap tanggap darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan


untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya
korban jiwa. Upaya yang dilakukan pada saat kejadian bencana, meliputi :

a. Pengerahan unsur (TNI, Polri, Linmas dan masyarakat)

- Pencarian/penyelamatan korban

- Pelaksanaan evakuasi

- Penyelamatan dokumen keperdataan

- Penyiapan akses bantuan dan penyelamatan

- Dengan mengutamakan penanggulangan kelompok rentan (perempuan, ibu hamil,


penyandang cacat, balita, dan lansia)

b. Pengkajian kebutuhan (initial need assessment )

c. Penampungan sementara
12
- Pelayanan kesehatan (Pos kesehatan)

- Penyediaan pangan dan gizi

- Penediaan air bersih

- Penyediaan sanitasi

- Penyediaan dan penyebaran informasi korban, fasilitas rusak dan lain- lain.

- Pemberantasan vektor untuk pencegahan penyakit menular.

- Koordinasi dan pengelolaan bantuan.

4. Pemulihan (Recovery)

Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan
pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena
bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan
penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
meliputi :

- Perbaikan sarana/prasarana sosial dan ekonomi.


- Penanggulangan kejiwaan pasca bencana ( post traumatic stress) melalui penyuluhan,
konseling, terapi kelompok (di sekolah) dan perawatan.
- Pemulihan gizi/kesehatan.
- Pemulihan sosial ekonomi sebagai upaya peningkatan ketahanan masyarakat
(antara lain: penciptaan lapangan kerja, pemberian modal usaha, dll).

2.4 Kebijakan Penanggulangan Bencana Pariwisata.


Beberapa kebijakan penanggulangan bencana pada pariwisata yaitu :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi
Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2006 tentang Search and Rescue (SAR)

13
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana Bencana.
4. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No.
Pariwisata No. PM.106/PW.00 6/MPK/2011.
5. Lampiran Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor : PM.106/PW.006
PM.106/PW.006/MPEK/2011 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Hotel pada
Elemen Sembilan tentang Penanganan Keadaan Darurat berisi :
a) Usaha hotel
Usaha hotel wajib memiliki penanganan prosedur keadaan darurat untuk menghadapi
keadaan darurat dan diuji secara berkala untuk dilakukan pada ada saat kejadian yang
sebenarnya. Pengujian prosedur penanganan keadaan darurat tersebut secara berkala
dilakukan oleh pekerja hotel yang memiliki kompetensi. Untuk kegiatan kompetensi
pengujian prosedur penanganan keadaan darurat seperti pada instalasi atau peralatan
yang mempunyai potensi ancaman contohnya uji coba memadamkan kebakaran dan
mengatasi ancaman bom di hotel dikoordinasi dengan instansi terkait yang berwenang
b) Usaha hotel wajib menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu prosedur
penanganan penanganan keadaan darurat darurat untuk mengidentifikasi potensi
terjadinya keadaan darurat, menangani situasi darurat dan petunjuk pelaksanaan untuk
untuk tim manajemen krisis (crisismanagement team).
c) Dalam perencanaan penanganan keadaan darurat, usaha hotel wajib memasukkan
tanggung tanggung jawab kepada pihak-pihak terkait
d) Usaha hotel wajib mengantisipasi situasi darurat, mencegah dan menurunkan dampak
terhadap status keamanan.
e) Usaha hotel wajib menguji secara berkala prosedur penanganan keadaan darurat agar
tetap terlatih dengan melibatkan pihak-pihak keadaan darurat agar tetap terlatih
dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

14
2.5 Dampak Bencana Pada Sektor Pariwisata.
Dampak pada situs pariwisata akibat bencana yaitu :
1. Kerusakan atau musnahnya bangunan monumental yang sangat berharga sebagai sumber
dan bukti sejarah.
2. Orang-orang yang menjadi korban banyak kehilangan harta benda bahkan nyawa.
3. Trauma tersendiri bagi korban ataupun wisatawan. Mereka cenderung mengesampingkan
kebutuhan untuk pariwisata.
Upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menaikkan kembali citra Indonesia dimata
dunia sebagai Negara yang aman dengan keindahan alam degan keindahan alam yang
menakjubkan dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan promosi dan layanan objek wisata. Contohnya membuat iklan yang
ditayangkan di media elektronik dan media cetak.
2. Mengundang wartawan asing untuk meliput kawasan wisata.
3. Manambah perwakilan biro perjalanan diluar negeri dengan promo-promo yang menarik.
4. Mempermudah akses ke daerah tujuan wisata, misalnya memperbaiki wisata, jalan dan
membuka penerbangan tersendiri. membuka penerbangan tersendiri khusus menuju
khusus menuju daerah tujuan wisata.

2.6 Latar Belakang Pentingnya Manajemen Risiko Bencana Pada Sektor Pariwisata.
1. Industri pariwisata melibatkan banyak orang, baik itu pekerja, penduduk lokal, maupun
wisatawan yang sama – sama terancam ketika sebuah destinasi terkena bencana.
2. Perilaku wisatawan di sebuah destinasi tidak dapat diprediksi, sehingga sulit untuk
mengontrol terjadinya bencana. Hal ini menciptakan kebutuhan yang kuat untuk
mendapatkan informasi yang dapat diakses dengan mudah di daerah terpencil dan di
seluruh daerah tujuan secara keseluruhan.
3. Dalam banyak kasus, wisatawan tidak berbicara bahasa lokal dan tidak dapat dengan
mudah menemukan petunjuk tentang bagaiamana berperilaku dalam penanganan
bencana.
4. Banyak destinasi wisata yang berada di daerah keindahan alam, seperti garis pantai,
gunung, sungai, dan danau dimana ada risiko dan bahaya yang lebih besar untuk terkena
dan terdampak bencana alam.
15
5. Wisatawan memiliki sedikit pengetahuan tentang tempat yang mereka kunjungi, bahkan
kurang begitu tahu tentang bagaimana untuk bereaksi, kemana harus pergi, siapa yang
harus diajak bicara, dan bagaimana prosedur darurat ketika berada pada sebuah destinasi
yang mengalami bencana.
6. Industri pariwisata adalah industry multi sector yang saling berkaitan, sehingga tidak
mudah merespon bencana. Ini juga menekankan perlunya suatu sistem informasi di
seluruh industry yang tersedia untuk semua jenis perusahaan yang dapat digunakan dalam
menghadapi bencana.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bencana merupakan suatu situasi dan kondisi yang terjadi akibat kejadian alam dan
non alam (buatan manusia yang terjadi secara tiba-tiba yang menimbulkan dampak yang
hebat sehingga komunitas masyarakat yang terkena atau terpengaruh harus merespon
dengan tindakan yang luar biasanya (Carter, 2008). Bencana adalah suatu gangguan
serius yang merugikan dalam kehidupan, kesehatan, mata pencaharian, harta benda yang
bisa terjadi pada komunitas tertentu atau sebuah masyarakat selama beberapa waktu yang
ditentukan di masa depan (UNISDR, 2009).
Menurut UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR, 2009) terdapat
dua jenis bencana yaitu bencana alam dan bencana teknologi.
Manajemen bencana adalah suatu proses yang dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis
bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (Undang-Undang No.24 Tahun 2007). Siklus
penanggulangan bencana terdiri dari tiga fase, yaitu fase prabencana, fase saat terjadi
bencana, dan fase pasca bencana.

3.2 Saran
Dengan adanya pembahasan mengenai Bencana dan Pariwisata dalam Manajemen
Risiko Bencana Pariwisata ini diharapkan pembaca dapat memahami lebih lanjut
mengenai “Bencana dan Pariwisata” dan dapat memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan
sehari-hari.

17
DAFTAR PUSTAKA
Afrina Risa, 2017. Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana
(online). Available: https://www.scribd.com/document/343049321/Bencana diakses
pada 23 Juli 2022, pukul : 20.16 wita
Dhani Armanto, et.al,Mengelola Bencana, Buku Bantu Pendidikan Pengelolaan Bencana untuk
Anak Usia Sekolah Dasar, WALHI, 2016.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan bencana. 2018. Pedoman Penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta
Sutton, J., and Tierney, K. 2016. Disaster Preparedness: Concepts, Guindance and Research.
Colorado: University of Colorado.
Bappenas. 2014. Telaahan Sistem Terpadu Penanggulangan Bencana di Indonesia.
(online.available). from:
http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/14057/3930/
diakses pada 11 Mei 2017, pukul : 19.18 wita

18

Anda mungkin juga menyukai