OLEH :
KELOMPOK 1 / 4A S.Tr.KEPERAWATAN
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 3
2.6 Latar Belakang Pentingnya Manajemen Risiko Bencana Pada Sektor Pariwisata. ............ 15
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
informasi pendeteksi cuaca yang lebih luas bisa membantu penanganan sebelum dan setelah
bencana.
Pariwisata adalah sebuah industri yang sangat bergantung pada keunikan alam dan
budaya. Daya tarik utama sebuah destinasi wisata adalah bentangan alam dan kekayaan
budaya suatu daerah yang berbeda dari daerah lainnya. Sehingga jika terjadi kerusakan
ataupun degradasi pada sebuah destinasi, baik akibat krisis maupun bencana, maka akan
sangat berpengaruh terhadap kelangsungan industrinya. Dapat dikatakan pula bahwa industri
pariwisata sangat rentan terhadap bencana dan krisis. Bencana bisa berpengaruh positif
maupun negatif terhadap pariwisata. Pengaruh negatif muncul karena adanya kerusakan dan
penurunan jumlah pengunjung, sementara pengaruh positif justru timbul saat bencana itu
sendiri dijadikan sebagai komoditi pariwisata. Ada beberapa fakta di lapangan yang
menunjukan hal unik terkait pariwisata dan bencana. Secara konseptual bencana akan
mempengaruhi permintaan industri pariwisata. Pada beberapa kejadian, justru menunjukan
sebaliknya. Mungkin belum hilang dari ingatan kita bagaimana erupsi yang terjadi di Gunung
Bromo telah menarik banyak wisatawan untuk melihatnya atau bagaimana wisatawan malah
berbondong-bondong untuk melihat keadaan Kali Urang paska-erupsi Gunung Merapi.
Untuk itu para pakar termasuk Prideaux (2003) sepakat kalau industri pariwisata memerlukan
penanganan khusus dalam perencanaan dan pemulihan paska-bencana. Kedua akibat
bencana tersebut, baik negatif maupun positif, tetap membutuhkan penanganan sebelum,
saat, dan sesudah terjadinya bencana. Faulkner dan Vikulov (2001) memberikan beberapa
alasan mengapa industri pariwisata memerlukan penanganan khusus terkait dengan
bencana alam.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.3 Manajemen Penanggulangan Bencana.
Manajemen bencana adalah suatu proses yang dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis
bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (Undang-Undang No.24 Tahun 2007).
Siklus penanggulangan bencana terdiri dari tiga fase, yaitu fase prabencana, fase saat terjadi
bencana, dan fase pasca bencana.
a. Fase prabencana
Fase prabencana mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, peringatan dini dan
kesiapsiagaan. Fase prabencana merupakan pengurangan risiko bencana dengan tujuan
mengurangi timbulnya suatu ancaman dan mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman
bencana.
b. Fase saat terjadinya bencana
Fase ini kegiatan yang dilakukan adalah tanggap darurat bencana di mana sasarannya
adalah “save more lifes”. Kegiatan tanggap darurat bencana berupa pencarian atau search
and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian.
c. Fase pasca bencana
Fase pasca bencana mencakup kegiatan pemulihkan kondisi (rehabilitasi), pembangunan
kembali (rekonstruksi) tata kehidupan dan penghidupan masyarakat menjadi lebih baik
(build back better).
1. Pencegahan (Prevention)
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian
bahaya, peringatan dan persiapan.
6
kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana
yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
Bencana yang datang silih berganti, bukan tidak mungkin untuk diantisipasi. Ada upaya
mitigasi bencana yang dapat dilakukan sedini mungkin. Upaya mitigasi tersebut dapat
dilaksanakan sebagai berikut.
7
penginapan perlu dirancang sedemikian rupa sehingga tahan terhadap ancaman gempa.
5) Hal penting lainnya adalah membangun dan meningkatkan kapasitas masyarakat dan
wisatawan karena mereka merupakan pihak yang pertama berhadapan dengan resiko
bencana. Maka, penting untuk memberikan edukasi mengenai segala hal yang berkaitan
dengan kebencanaan di kawasan wisata rawan bencana tadi, seperti meningkatkan
kesiapsiagaan, mengatasi kepanikan ketika bencana datang, atau dengan mengadakan
simulasi tanggap bencana.
6) Terakhir, travel warning atau peringatan untuk tidak mengunjungi destinasi yang sedang
dalam siaga bencana penting untuk disosialisasikan, baik melalui media cetak dan
elektronik.
3. Kesiapsiagaan (Preparedness)
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya
guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Berikut beberapa indikator
yang dapat menjadi tolak ukur untuk menilai kesiapsiagaan dalam menanggapi bencana
di kawasan pariwisata.
a. Indikator Kesiapsiagaan
1) Pengetahuan dan sikap terhadap bencana.
Pengetahuan terhadap bencana merupakan alasan utama seseorang untuk
melakukan kegiatan perlindungan atau upaya kesiapsiagaan yang ada (Sutton dan
Tierney, 2006). Pengetahuan yang dimiliki mempengaruhi sikap dan kepedulian
masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi
mereka yang bertempat tinggal di daerah yang rentan terhadap bencana alam.
Indikator pengetahuan dan sikap individu/rumah tangga merupakan pengetahuan
dasar yang semestinya dimiliki oleh individu meliputi pengetahuan tentang
bencana, penyebab dan gejala-gejala, maupun apa yang harus dilakukan bila
terjadi bencana (ISDR/UNESCO 2006). Individu atau masyarakat yang memiliki
pengetahuan yang lebih baik terkait dengan bencana yang terjadi cenderung
8
memiliki kesiapsiagaan yang lebih baik dibandingkan individu atau masyarakat
yang minim memiliki pengetahuan.
2) Rencana tanggap darurat
Rencana tanggap darurat adalah suatu rencana yang dimiliki oleh individu atau
masyarakat dalam menghadapi keadaan darurat di suatu wilayah akibat bencana
alam (Sutton dan Tierney, 2006). Rencana tanggap darurat menjadi bagian yang
penting dalam suatu proses kesiapsiagaan, terutama yang terkait dengan
evakuasi, pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat di
minimalkan (ISDR/UNESCO, 2006). Rencana tanggap darurat sangat penting
terutama pada hari pertama terjadi bencana atau masa dimana bantuan dari pihak
luar belum datang (ISDR/UNESCO, 2006). Rencana tanggap darurat ini adalah
situasi dimana masyarakat memastikan bagaimana pembagian kerja sumber daya
yang ada pada saat bencana.
3) Sistem peringatan dini
Sistem peringatan meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi jika akan
terjadi bencana. Sistem peringatan dini yang baik dapat mengurangi kerusakan
yang dialami oleh masyarakat (Gissing, 2009). Sistem yang baik ialah sistem
dimana masyarakat juga mengerti informasi yang akan diberikan oleh tanda
peringatan dini tersebut atau tahu apa yang harus dilakukan jika suatu saat tanda
peringatan dini bencana berbunyi/menyala (Sutton dan Tierney, 2006). Oleh
karena itu, diperlukan juga adanya latihan/simulasi untuk sistem peringatan
bencana ini.
4) Sumber daya mendukung
Sumber daya yang mendukung adalah salah satu indikator kesiapsiagaan yang
mempertimbangkan bagaimana berbagai sumber daya yang ada digunakan untuk
mengembalikan kondisi darurat akibat bencana menjadi kondisi normal
(ISDR/UNESCO, 2006). Indikator ini umumnya melihat berbagai sumber daya
yang dibutuhkan individu atau masyarakat dalam upaya pemulihan atau bertahan
dalam kondisi bencana atau keadaan darurat. Yang dapat berasal dari internal
maupun eksternal dari wilayah yang terkena bencana. Sumber daya menurut
9
Sutton dan Tierney dibagi menjadi 3 bagian yaitu sumber daya manusia, sumber
daya pendanaan/logistik, dan sumber daya bimbingan teknis dan penyedian
materi.
5) Modal sosial
Modal sosial sering diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok untuk
bekerja sama dengan individu atau kelompok lainnya. Masyarakat atau individu
yang memiliki ikatan sosial yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya akan
lebih mudah dalam melakukan kesiapsiagaan yang ada. Selain itu modal sosial
yang baik diantara masyarakat di wilayah yang rentan terhadap bencana akan
mengurangi kerentanan itu sendiri (Martens, 2009). Modal sosial yang solid
antara penduduk akan mempermudah masyarakat dalam melakukan mobilisasi
pada saat evakuasi akan dilakukan. Modal sosial juga dapat menjadi pengerak
indikator kesiapsiagaan yang lainnya seperti menyepakati tempat evakuasi yang
sama, sepakat dalam mengikuti pelatihan, dan bersama-sama dalam
melakukan tindakan kesiapsiagaan lainnya (Sutton dan Tierney 2006).
Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilakukan di tahap preparedness.
10
Pembetukan tim bencana juga sangat dibutuhkankan. Tim bencana merupakan orang-
orang yang mengkoordinir atau memiliki tanggung jawab terhadap manajemen bencana. Tim
bencana yang biasanya digunakan di hotel biasanya adalah Emergency Responsible Team
dan Fire Brigade, sedangkan menurut BPBD Kota Denpasar beberapa jenis tim bencana
adalah Publict Save Community (PSC), Barisan Relawan Bencana (BALANA), dan Search
and Rescue (SAR). Adapun jenis - jenis tim bencana tersebut adalah sebagai berikut :
1) Emergency Responsible Team
2) Fire Brigade
Menurut BPBD Kota Denpasar, Public Save Community merupakan petugas yang
memberikan pelayanan kedaruratan kepada masyarakat Kota, dioprasikan oleh petugas
khusus yang dilengkapi dengan tiga mobil ambulance, dan siaga 24 jam di setiap pos
jaga. Petugas PSC bergerak mengikuti pergerakan mobil pemadam pada saat terjadi
kebakaran dan PSC setiap saat bertugas mengevakuasi korban kecelakaan lalulintas dan
bencana lainya.
11
4) Search and Rescue (SAR)
- Pencarian/penyelamatan korban
- Pelaksanaan evakuasi
c. Penampungan sementara
12
- Pelayanan kesehatan (Pos kesehatan)
- Penyediaan sanitasi
- Penyediaan dan penyebaran informasi korban, fasilitas rusak dan lain- lain.
4. Pemulihan (Recovery)
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan
pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena
bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan
penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
meliputi :
13
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana Bencana.
4. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No.
Pariwisata No. PM.106/PW.00 6/MPK/2011.
5. Lampiran Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor : PM.106/PW.006
PM.106/PW.006/MPEK/2011 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Hotel pada
Elemen Sembilan tentang Penanganan Keadaan Darurat berisi :
a) Usaha hotel
Usaha hotel wajib memiliki penanganan prosedur keadaan darurat untuk menghadapi
keadaan darurat dan diuji secara berkala untuk dilakukan pada ada saat kejadian yang
sebenarnya. Pengujian prosedur penanganan keadaan darurat tersebut secara berkala
dilakukan oleh pekerja hotel yang memiliki kompetensi. Untuk kegiatan kompetensi
pengujian prosedur penanganan keadaan darurat seperti pada instalasi atau peralatan
yang mempunyai potensi ancaman contohnya uji coba memadamkan kebakaran dan
mengatasi ancaman bom di hotel dikoordinasi dengan instansi terkait yang berwenang
b) Usaha hotel wajib menetapkan, menerapkan dan memelihara suatu prosedur
penanganan penanganan keadaan darurat darurat untuk mengidentifikasi potensi
terjadinya keadaan darurat, menangani situasi darurat dan petunjuk pelaksanaan untuk
untuk tim manajemen krisis (crisismanagement team).
c) Dalam perencanaan penanganan keadaan darurat, usaha hotel wajib memasukkan
tanggung tanggung jawab kepada pihak-pihak terkait
d) Usaha hotel wajib mengantisipasi situasi darurat, mencegah dan menurunkan dampak
terhadap status keamanan.
e) Usaha hotel wajib menguji secara berkala prosedur penanganan keadaan darurat agar
tetap terlatih dengan melibatkan pihak-pihak keadaan darurat agar tetap terlatih
dengan melibatkan pihak-pihak terkait.
14
2.5 Dampak Bencana Pada Sektor Pariwisata.
Dampak pada situs pariwisata akibat bencana yaitu :
1. Kerusakan atau musnahnya bangunan monumental yang sangat berharga sebagai sumber
dan bukti sejarah.
2. Orang-orang yang menjadi korban banyak kehilangan harta benda bahkan nyawa.
3. Trauma tersendiri bagi korban ataupun wisatawan. Mereka cenderung mengesampingkan
kebutuhan untuk pariwisata.
Upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menaikkan kembali citra Indonesia dimata
dunia sebagai Negara yang aman dengan keindahan alam degan keindahan alam yang
menakjubkan dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan promosi dan layanan objek wisata. Contohnya membuat iklan yang
ditayangkan di media elektronik dan media cetak.
2. Mengundang wartawan asing untuk meliput kawasan wisata.
3. Manambah perwakilan biro perjalanan diluar negeri dengan promo-promo yang menarik.
4. Mempermudah akses ke daerah tujuan wisata, misalnya memperbaiki wisata, jalan dan
membuka penerbangan tersendiri. membuka penerbangan tersendiri khusus menuju
khusus menuju daerah tujuan wisata.
2.6 Latar Belakang Pentingnya Manajemen Risiko Bencana Pada Sektor Pariwisata.
1. Industri pariwisata melibatkan banyak orang, baik itu pekerja, penduduk lokal, maupun
wisatawan yang sama – sama terancam ketika sebuah destinasi terkena bencana.
2. Perilaku wisatawan di sebuah destinasi tidak dapat diprediksi, sehingga sulit untuk
mengontrol terjadinya bencana. Hal ini menciptakan kebutuhan yang kuat untuk
mendapatkan informasi yang dapat diakses dengan mudah di daerah terpencil dan di
seluruh daerah tujuan secara keseluruhan.
3. Dalam banyak kasus, wisatawan tidak berbicara bahasa lokal dan tidak dapat dengan
mudah menemukan petunjuk tentang bagaiamana berperilaku dalam penanganan
bencana.
4. Banyak destinasi wisata yang berada di daerah keindahan alam, seperti garis pantai,
gunung, sungai, dan danau dimana ada risiko dan bahaya yang lebih besar untuk terkena
dan terdampak bencana alam.
15
5. Wisatawan memiliki sedikit pengetahuan tentang tempat yang mereka kunjungi, bahkan
kurang begitu tahu tentang bagaimana untuk bereaksi, kemana harus pergi, siapa yang
harus diajak bicara, dan bagaimana prosedur darurat ketika berada pada sebuah destinasi
yang mengalami bencana.
6. Industri pariwisata adalah industry multi sector yang saling berkaitan, sehingga tidak
mudah merespon bencana. Ini juga menekankan perlunya suatu sistem informasi di
seluruh industry yang tersedia untuk semua jenis perusahaan yang dapat digunakan dalam
menghadapi bencana.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bencana merupakan suatu situasi dan kondisi yang terjadi akibat kejadian alam dan
non alam (buatan manusia yang terjadi secara tiba-tiba yang menimbulkan dampak yang
hebat sehingga komunitas masyarakat yang terkena atau terpengaruh harus merespon
dengan tindakan yang luar biasanya (Carter, 2008). Bencana adalah suatu gangguan
serius yang merugikan dalam kehidupan, kesehatan, mata pencaharian, harta benda yang
bisa terjadi pada komunitas tertentu atau sebuah masyarakat selama beberapa waktu yang
ditentukan di masa depan (UNISDR, 2009).
Menurut UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR, 2009) terdapat
dua jenis bencana yaitu bencana alam dan bencana teknologi.
Manajemen bencana adalah suatu proses yang dinamis, berlanjut dan terpadu untuk
meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis
bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (Undang-Undang No.24 Tahun 2007). Siklus
penanggulangan bencana terdiri dari tiga fase, yaitu fase prabencana, fase saat terjadi
bencana, dan fase pasca bencana.
3.2 Saran
Dengan adanya pembahasan mengenai Bencana dan Pariwisata dalam Manajemen
Risiko Bencana Pariwisata ini diharapkan pembaca dapat memahami lebih lanjut
mengenai “Bencana dan Pariwisata” dan dapat memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan
sehari-hari.
17
DAFTAR PUSTAKA
Afrina Risa, 2017. Pemberdayaan Masyarakat dalam Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana
(online). Available: https://www.scribd.com/document/343049321/Bencana diakses
pada 23 Juli 2022, pukul : 20.16 wita
Dhani Armanto, et.al,Mengelola Bencana, Buku Bantu Pendidikan Pengelolaan Bencana untuk
Anak Usia Sekolah Dasar, WALHI, 2016.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan bencana. 2018. Pedoman Penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta
Sutton, J., and Tierney, K. 2016. Disaster Preparedness: Concepts, Guindance and Research.
Colorado: University of Colorado.
Bappenas. 2014. Telaahan Sistem Terpadu Penanggulangan Bencana di Indonesia.
(online.available). from:
http://www.bappenas.go.id/index.php/download_file/view/14057/3930/
diakses pada 11 Mei 2017, pukul : 19.18 wita
18