Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
C. Tujuan Masalah...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Manajemen Bencana...........................................................................................
B. Prinsip Manajemen Bencana...............................................................................
C. Respon Bencana Dalam Aspek Kesehatan.........................................................
1. Respon Bencana Non Alam Flu Burung .......................................................
2. Respon Bencana Non Alam Kebakaran Hutan dan Lahan.............................
3. Respon Bencana Alam Banjir .......................................................................
4. Respon Bencana Alam Tanah Longsor..........................................................

D. Rapid Health Assessment (RHA).......................................................................


E. Koentijensi..........................................................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah wilayah yang sangat rawan terjadi bencana alam. Selain wilayahnya yang
dilintasi jajaran pegunungan berapi, letak di antara 2 samudera besar memberikan
kemungkinan Indonesia akan sering dilibas bencana badai laut yang hebat. BPPT
memberikan peringatan bahwa Indonesia akan menjadi sasaran Tsunami setelah Amerika
Selatan dan Jepang (KR, 12-3-2003, h. 1; Jackson & Jackson, 1996). Bencana itu selain
merusak Iingkungan juga menelan korban jiwa dan menyisakan stres bagi masyarakat yang
menjadi korban. Peringatan itu benar terjadi ketika Aceh dan sebagian Sumatera Utara
diguncang gempa tektonik tanggal 26 Desember 2004 yang mengakibatkan terjadinya
tsunami. Tsunami itu sendiri menghancurkan Aceh, sebagian Sumatera Utara, Srilanka,
India, Malaysia, Thailand dan sebagian benua Afrika. Iklim Indonesiapun menentukan
terjadinya bencana. Banjir mudah terjadi ketika musim hujan dan kekeringan akan
menyengsarakan pada saat kemarau. Faktor perubahan kondisi alam memang memberi
andil bagi membesamya bencana banjir dan kekeringan, tetapi bukankah penyebab
utamanya adalah perilaku manusia yang terlewat serakah.

Berbagai tempat di Indonesia pemah mengalami bencana alam yang amat dahsyat. Gunung
Galunggung di Jawa Barat pemah meletus dengan menelan korban harta, benda, dan
nyawa yang tidak sedikit. Hampir tiap tahun Gunung Merapi di Jogjayakarta memiliki
potensi menyemburkan wedus gembel. Bencana ini juga· mengakibatkan korban yang
lumayan besar. Bukan hanya bencana vulkanik, tetapi bencana tektonik acapkali terjadi di
Indonesia. Misalnya pada tahun 2002 terjadi bencana tektonik yang menyebabkan
Lampung porak poranda. Banyak rumah-rumah roboh. Nyawa manusia melayang sia-sia.

Menurut catatan The Global Seismic Hazard Assesment Program disebutkan bahwa
Indonesia merupakan negara yang dilintasi secara sinambung jaring kerja geothermal
sehingga tidak aneh jika Indonesia rentan terjadi letusan gunung berapi, gempa bumi,
retakanlapisan tanah dan semburan gas bumi. Indonesia juga termasuk . kawasan
kemungkinan gempa berskala tinggi. Indonesia merupakan negara yang dikurung oleh
lempeng tektonik dengan potensi gempa besar. Potensi gempa bawah laut sepanjang pantai
barat Sumatera, pantai selatan Jawa, laut Sulawesi dan sepanjang pantai kepulauan Papua
rawan gempa yang memiliki potensi terjadinya tsunami. Tsunami pemah beberapa kali
terjadi di Indonesia. Magnitude dan korban terbesar terjadi beberapa waktu lalu di Aceh
dan sebagian Sumatera Utara. Tsunami merupakan bencana yang terjadi secara periodik.

Salah satu provinsi yang paling rentan meng-alami bencana di Indonesia adalah provinsi
Jawa Barat. Hampir setiap daerah di Jawa Barat memiliki potensi terjadinya bencana, dari
26 kabupaten/kota 19 di antaranya termasuk ketegori zona merah, yaitu paling tinggi
tingkat rawan bencana alamnya (BNPB, 2016). Berdasarkan data yang dihimpun BNPB
pada dari tahun 2011-2015, bencana yang terjadi di Jawa Barat terdiri dari tanah longsor
dengan 678 kejadian, banjir 501 kejadian, puting beliung 479 kejadian, kebakaran 79
kejadian, kekeringan 74 kejadian, banjir dan tanah long-sor 28 kejadian dan gempa bumi
17 kejadian (BNPB, 2016). Salah wilayah di Provinsi Jawa Barat yang termasuk ke dalam
zona merah adalah Kabupaten Sumedang. Bencana yang sering terjadi di Kabupaten
Sumedang adalah bencana banjir. Dimana, pada tahun 2016 sebanyak delapan kecamatan
di kabupaten ini mengalami bencana banjir (BPBD Jawa Barat, 2016).

Serangkaian kegiatan baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk
mencegah, mengurangi, menghindari dan me-mulihkan diri dari dampak bencana disebut
sebagai penanggulangan bencana. Penang-gulangan bencana saat ini telah mengalami
perkembangan paradigma dari responsif me-nuju preventif. Penanggulangan bencana se-
cara konvensional berubah menjadi holistik dari menangani dampak menjadi mengelola
resiko yang semula hanya urusan pemerintah berubah menjadi hubungan sinergis bekerja-
sama dengan masyarakat untuk melakukan pencegahan bencana. Secara umum kegiatan-
kegiatan dalam penanggulangan bencana meliputi: pencegahan, pengurangan dampak
bahaya, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pe-mulihan dan pembangunan yang mengurangi
resiko bencana (IDEP, 2007).

Pendapat lainnya menyebutkan bahwa siklus manajemen bencana dapat dibagi menjadi
empat tahapan, yaitu tahap kesiapsiagaan, tahap pra bencana, tahap tanggap darurat, dan
tahap pasca bencana (BNPB,2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Manajemen Bencana?
2. Apa saja prinsip dari Manajemen Bencana?
3. Apa saja Respon Bencana Dalam Aspek Kesehatan?
4. Apa pengertian dari Rapid Health Assessmen?
5. Apa pengertian dari Koentijensi?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari Manajemen Bencana?
2. Untuk mengetahui apa saja prinsip dari Manajemen Bencana?
3. Untuk mengetahui apa saja Respon Bencana Dalam Aspek Kesehatan?
4. Untuk mengetahui pengertian dari Rapid Health Assessmen?
5. Untuk mengetahui pengertian dari Koentijensi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manajemen Bencana
1. Bencana (BPNP)
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana terbagi menjadi 2 yaitu ;


a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Disebut “bencana” harus memenuhi beberapa kriteria/kondisi sebagai berikut:


a. Ada peristiwa
b. Terjadi karena faktor alam atau karena ulah manusia
c. Terjadi secara tiba-tiba akan tetapi dapat juga terjadi secara perlahan-
lahan/bertahap
d. Menimbulkan hilangnya jiwa manusia, harta benda, kerugian sosial-ekonomi,
kerusakan lingkungan
e. Berada di luar kemampuan masyarakat untuk menanggulanginya
Gambar bencana yang terjadi
2. Mitigasi bencana
Menurut Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Mitigasi Bencana adalah untuk mengurangi risiko
bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami
dan/atau buatan maupun non struktur atau non fisik melalui peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.

3. Manajemen Bencana
Merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka usaha
pencegahan, mitigasi kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan yang
berkaitan dengan kejadian bencana. Manajemen bencana dilakukan dengan
tujuan untuk mengurangi kerugian dan risiko yang mungkin terjadi dan
mempercepat proses pemulihan pasca bencana itu terjadi.
4. Jenis Bencana
a. Geologi : Gempa bumi, tsunami, longsor, gerakan tanah
b. Hidro-meteorologi : Banjir, topan, rob air laut, kekeringan
c. Biologi : Epidemi, penyakit tanaman, hewan
d. Teknologi : Kecelakaan transportasi, industri
e. Lingkungan : Kebakaran hutan, penggundulan hutan
f. Sosial : Konflik, terorisme

B. Prinsip Manajemen Bencana


1. Prinsip Penanggulangan Bencana
Dalam UU NO 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana terdapat 9
prinsip dalam Penanggulangan Bencana, yaitu :
1) Cepat dan tepat, meminimalisir korban dan kehilangan harta benda
2) Prioritas, utamakan penyelamatan manusia kemudian harta benda
3) Koordinasi dan keterpaduan, antar instansi pemerintah dan masyarakat harus
dilakukan secara terpadu dan saling mendukung.
4) Berdaya guna dan berhasil guna, memanfaatkan waktu, tenaga, dan biaya
sebaik mungkin.
5) Transparansi dan akuntabilitas, dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
6) Kemitraan, penanggulangan bencana dilakukan oleh semua pihak bekerja
sama dengan pemerintah.
7) Pemberdayaan, semua individu atau masyarakat dapat melakukan atau
membantu proses penanggulangan bencana.
8) Non diskriminatif, menghargai persamaan derajat tidak membeda-bedakan,
baik para pihak , atas dasar agama, ras, etnis, suku bangsa, warna kulit, status
social, afiliasi atau ideology dan sebagainya.
9) Non proletisi, dilarang memanfaatkan keadaan untuk kepentingan individu
atau kelompok tertentu, misalnya politik dan agama.

2. Dampak Bencana
Dampak bencana adalah akibat yang timbul dari kejadian bencana dapat berupa
korban jiwa, luka, pengungsian, kerusakan pada infrastruktur/aset, lingkungan
ekosistem, harta benda, gangguan pada stabilitas sosial-ekonomi.

Besar kecilnya dampak bencana tergantung pada tingkat ancaman (hazard),


kerentanan (vulnerability), dan kapasitas / kemampuan untuk menanggulangi
bencana. Menurut Benson and Clay, dampak bencana dibagi menjadi 3 bagian,
yaitu :
1) Dampak Langsung
Dampak langsung (direct impact), meliputi kerugian finansial dari kerusakan
asset ekonomi, misalnya rusaknya bangunan seperti tempat tinggal dan
tempat usaha.

2) Dampak Tidak Langsung


Dampak tidak langsung (indirect impact) meliputi berhentinya proses
produksi, hilangnya sumber penerimaan yang dalam istilah ekonomi disebut
flow value.

3) Dampak Sekunder
Dampak sekunder (secondary impact) atau dampak lanjutan. Misalnya
terhambatnya pertumbuhan ekonomi, terganggunya rencana pembangunan
yang telah disusun, meningkatnya angka kemiskinan.

3. Siklus Manajemen Bencana


Siklus manajemen bencana bukanlah suatu siklus yang terpotong antara tiap
tahapan bencana. Pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana berkolaborasi
bersama dengan proporsi berbeda dalam setiap penanganan bencana.

a. Pra bencana
1) Perencanaan
2) Pencegahan
3) Pengurangan risiko bencana
4) Pendidikan dan latihan
5) Mitigasi
6) Peringatan dini
7) Kesiapsiagaan

b. Tanggap Darurat
1) Rapat Koordinasi Awal
2) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumber
daya
3) Penentuan status keadaan darurat bencana
4) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena bencana
5) Pemenuhan kebutuhan dasar
6) Perlindungan terhadap kelompok rentan
7) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

c. Penanganan pasca bencana

d. Relokasi erupsi gunung merapi


1) Relokasi 3.134 KK (2.682 KK di DIY dan 452 KK di Jateng korban
erupsi G.Merapi.
2) Masyarakat memperoleh bantuan stimulus pembangunan rumah tipe 36
senilai Rp 30 juta/unit dan tanah 150 m2/KK, dimana 100 m2 untuk
rumah dan 50 m2 untuk fasum-fasos. Konstruksi bangunan tahan gempa.
3) Pembangunan melalui pemberdayaan masyarakat dengan model
Rekompak (Rehabilitasi Rekonstruksi Masyarakat berbasis Komunitas).
4) Masyarakat diberikan sertifikat tanah hak milik oleh BPN namun tidak
boleh dijualbelikan. Ketentuan ini tertulis dalam sertifikat tanah.
5) Tanah asal tetap menjadi hak milik masyarakat untuk pertanian dan tidak
boleh membangun rumah atau tidak boleh ditempati.
C. Respon Bencana Dalam Aspek Kesehatan

”Di dalam tanggap darurat bencana tidak hanya medis. Tetapi peran dari bidang
kesehatan masyarakat atau dari psikologi juga besar. Jadi, memerlukan interprofessional
collaboration. Saya sangat menyambut baik telah mulai dikembangkan interprofessional
education di UNAIR,” sebutnya.

Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas


Airlangga, Dr. Atik Choirul Hidajah dr., M.Kes, menjelaskan

Menurut dr. Atik, selama ini yang orang pahami bahwa sesudah bencana yang penting
adalah bagaimana memberikan respons medis setelah bencana. Padahal
sebenarnya, public health memiliki peran yang sangat besar. Yakni, mulai dan sebelum
terjadi, saat, serta pasca bencana.

Dijelaskan oleh dr Atik, mindset interprofessional collaboration diupayakan terbangun.


Karena itu, pendidikan dilaksanakan, ditekankan, dengan konsep interproffesional
education.” Jadi, nanti akan dipelajari bahwa dalam hal penanggulangan bencana bukan
hanya pada aspek bidang keilmuannya, tapi kolaborasinya dengan bidang ilmu yang lain,”
tambahnya.

1. Respon Bencana Non Alam Kebakaran Hutan dan Lahan


Dalam hal bencana kebakaran hutan dan lahan yang menjadi prioritas adalah
pelayanan kesehatan. Salah satu dampak yang terjadi akibat adanya kebakaran
adalah adanya asap kabut (asbut). Asbut akibat kebakaran hutan telah meresahkan
dan mendatangkan penyakit bagi warga. Sejumlah rumah sakit terutama Puskesmas
yang ada dibanjiri pasien ISPA, terutama kelompok masyarakat yang rentan seperti
ibu hamil, balita, dan lansia yang bisa lebih mudah terdampak asap karhutla.
Bencana kabut asap juga memberikan dampak sosial psikologis kepada
korbannya. Pemulihan psikologis dapat dilakukan dengan: Pos trauma healing
dengan bantuan psikiater maupun ahli psikologi lainnya agar dapat menyembuhkan
trauma psikologis korban bencana. Bantuan sosial juga perlu diberikan dengan
memperhatikan sasaran berupa bantuan makanan seperti PMT untuk balita juga
tidak boleh diabaikan. Dapat juga disediakan ahli gizi untuk mengatur pola makan
korban agar sesuai dengan kalori yang dibutuhkan. Kerjasama dengan sektor sosial
untuk merencanakan kebutuhan pangan dan kebutuhan dasar lainnya untuk para
pengungsi. Penyediaan pelayanan kesehatan tentunya sangat penting dilakukan
kepada masyarakat yang sakit atau yang kemungkinan akan sakit setelah bencana
selesai sebagai akibat dari terlalu lama terpapar asap pekat. Pemerintah dalam hal ini
menyiapkan pelayanan kesehatan yang cepat tanggap, misalnya dari pihak
Puskesmas dan Rumah Sakit. Seperti
1. Memberikan masyarakat masker yang digunakan untuk mencegah terhirupnya asap
kabut yang dapat masuk ke saluran pernafasan yang bisa menimbulkan penyakit
ISPA.
2. Membuat pos kesehatan di tingkat puskesmas termasuk di desa. Puskesmas yang
merupakan rujukan pertama bagi korban kabut terlebih dahulu
3. Rumah Sakit sebagai tempat rujukan dari puskesmas juga harus menyediakan
pelayanan yang baik dan lengkap. Baik dalam bentuk obat dan alat-alat medis yang
dibutuhkan. 8
4. Mendata dan memastikan perlindungan maksimal kepada balita atau anak-anak
terhadap kabut asap, hal ini sangat dibutuhkan karena setidaknya dari data di atas,
yang paling banyak menjadi korban dalam bencana kabut asap ini adalah anak-anak.
Karena anak-anak belum bisa menyelamatkan dirinya sendiri seperti yang dilakukan
orang dewasa. Oleh karena itu, baik tim medis maupun orang tua / dewasa yang
berada di sekitar balita agar aktif dalam memberikan perlindungan dari kabut asap.
Rekomendasi/Tindakan Pelayanan Pasca Bencana Dalam Aspek Kesehatan
Tindakan Pasca bencana, mencakup kegiatan seperti
1. Rehabilitasi (pemulihan daerah bencana, prasarana dan sarana umum, sosial,
psikologis, pelayanan kesehatan, keamanan dan ketertiban) dan
2. Rekonstruksi (pembangkitan dan peningkatan sarana prasarana, termasuk
fungsi pelayanan kesehatan).
3. Pemulihan Lahan kebakaran Serta penanaman Pohon kembali.
Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera
diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai pengungsian. Upaya
penanggulangan bencana perlu dilaksanakan dengan memperhatikan hak-hak
masyarakat, antara lain hak untuk mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan sosial, pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana serta hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan. Sebagaimana tercantum dalam Pasal Peran pemerintah pusat dan daerah
dalam menanggulangi dampak kabut asap terhadap kesehatan masyarakat tertera
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 82 UU
tersebut misalnya, menyebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah dan
masyarakat bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas dan
pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada
bencana. Tersedianya sumber daya dan pelaksanaan pelayanan kesehatan pada
saat prabencana, saat bencana dan pascabencana. Pasal 85 lebih jauh menegaskan
bahwa dalam keadaan darurat bencana, fasilitas pelayanan kesehatan, baik
pemerintah maupun swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana
bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacata
2. Respon Bencana Non Alam Flu Burung
Dampak flu burung secara langsung dan tak langsung telah menyebabkan
berbagai masalah. produksi ayam turun sampai 60 persen. Banyak hal harus
dipertimbangkan dalam mengendalikan wabah flu burung secara integratif,
efektif, dan adil. Karena tidak hanya memberi rasa takut pada masyarakat umum,
tetapi juga mempertimbangkan keberlanjutan usaha peternak dan semua aktivitas
yang terkait dengan industri perunggasan.

a. Prioritas pelayanan bencana flu burung dibidang kesehatan


Ada beberapa prioritas pelayanan bencana flu burung di bidang kesehatan,
Pemerintah terus berupaya mengatasi penyebaran virus mematikan, flu burung.
Menko Kesra, Deptan, dan Komnas Flu Burung mengeluarkan 6 prioritas untuk
mengendalikan penyebaran virus flu burung. "Strategi yang kita punya sudah
benar," kata Menko Kesra Aburizal Bakrie ketika ditemui usai Rakor Flu Burung
di Kantor Kementerian Menko Kesra, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta. Prioritas
pertama, melakukan kampanye mengenai bahaya flu burung kepada masyarakat
menyangkut apa yang harus dilakukan terhadap unggas-unggas yang terkena
infeksi virus H5N1. Kedua, bagaimana mencegah virus-virus itu menyebar.
Ketiga, bagaimana suatu kompensasi yang dapat dilakukan tidak saja dalam
bentuk uang tetapi lainnya. Keempat, surveilans yang terintegrasi. Kelima,
persiapan seandainya terjadi pandemi influenza, dan keenam, investigasi secara
ilmiah."Kita harapkan bisa mengikutsertakan panel-panel ahli dari Indonesia
maupun internasional," papar Aburizal.Rakor Flu Burung juga membahas
pentingnya  regular meeting sehingga tidak terjadi perbedaan statemen mengenai
flu burung dan akan dibuat bersama-sama komnas, serta dibentuknya
kesekretariatan."Bukan departemennya yang berbeda, tapi jalan pikiran orang-
orang yang di dalam departemen. Seperti contohnya pemikiran dokter umum
berbeda dengan dokter hewan," urai Aburizal.Aburizal menambahkan, perlu
adanya perhatian dari pemerintah daerah dan Komite Flu Burung Daerah terhadap
kemungkinan terjadinya penularan flu burung dari manusia ke manusia. "Jangan
sampai terjadi seperti itu," .

b. Rekomendasi atau tindakan pelayanan pasca flu burung dalam aspek


kesehatan
Ada beberapa tindakan pelayanan kesehatan pasca wabah flu burung yang bisa
dilakukan, pelayan dilakukan pada hewan unggas dan pada manusia baik
pencegahan, pengobatan dan peanggulangan.

1. Pada hewan unggas


Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung dan vaksinasi
pada unggas yang sehat. Penemuan vaksin terbaru dari ekstrak mahkota
dewa (Phaleria macrocarpa) menambah daftar alternatif pencegahan
penyakit flu burung. Vaksin ini ditemukan oleh Artina Prastiwi Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menurut Artina Prastiwi, cara membuat antivirus dari ekstrak mahkota
dewa itu sederhana. Diawali dengan penimbangan sesuai dosis yang
dibutuhkan. "Untuk dosis 10 mililiter diperlukan buah mahkota dewa
kering sebanyak 100 gram per 100 mililiter air atau kelipatannya, yakni
100 gram per 1.000 mililiter. Selanjutnya, dilakukan penyulingan untuk
mendapatkan ekstrak,
Ia mengatakan, pada awalnya uji coba dilakukan pada 30 telur ayam
berembrio. Dari hasil uji tersebut diketahui telur yang diberi virus AI dan
diberi tambahan saponin 10 persen dari ekstrak buah mahkota dewa 0,2 ml,
setelah diinkubasi selama 35 hari diketahui embrio tidak mati, sehat, dan
tanpa bekas luka. Namun, telur yang disuntik dosis yang lebih tinggi 15
persen dan 20 persen, ternyata semua embrio mati dengan bentuk
perdarahan seluruh tubuh, kekerdilan, dan cairan alantois keruh. Menurut
dia, 10 persen merupakan hasil terbaik untuk menghambat virus flu
burung. Hal itu membuktikan bahwa kadar saponin yang digunakan harus
tepat karena bisa menimbulkan keracunan jika diberikan dalam dosis besar.
"Setelah teruji aman pada telur, vaksin mengujikan pada ayam usia kurang
dari 21 hari, dan hasilnya cukup menggembirakan. Ayam yang telah
divaksin tidak ada satu pun yang mati," katanya.

2. Pada manusia
Pada manusia dilakukan pencegahan dan pengobatan, pencegahan pada
kelompok beresiko tinggi yaitu pekerja peternakan dan pedagan dilakukan
dengan cara mencuci tangan dengan disinfektan dan mandi sehabis kerja,
hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu
urung, menggunakan alat pelindung diri, meninggalkan pakaian kerja
ditempat kerja, memebersihkan kotoran unggas setiap hari, membatasi lalu
lintas orang yang masuk peternakan, mendiinfeksikan orang dan
kendaraan yang masuk peternakan, mendiinfeksikan peralatan peternakan
dan mengisolasi kandang dan kotoran dari lokasi peternakan.
Untuk masyarakat umum dengan cara memilih daging yang baik dan
segara saat sedang berbelanja, memasak daging ayam dengan benar,
menjaga kesehatan dan ketahanan umum tubuh dengan makan,olahraga
dan istirahat yang cukup, segera ke dokter jika mulai merasa mengalami
gejala flu burung,
Untuk pengobatan bagi penderita flu burung yaitu oksigenasi bila
terdapat sesak napas, hidrasi dengan pemverian cairan parenteral (infuse),
pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selam 7 hari,
amantadi diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam waktu 48
jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5mg/kg BB perhari dibagi
dalam 2 dosis. Bila berat badan lebih dari 45kg diberikan 100 mg 2 kali
sehari.
Selain cara diatas dapat digunakan cara seperti suportif: vitamin,
mislanya vitamin C dan B kompleks. simtomatik : analgesic, antitusif,
mukolitik. Profilaksis : antibiotic. Pengobatan anti virus dengan
olsetamivir 75 mg (tamiflu). Dosis profilaksis adalah 1 kali 75 mg selama
7 hari yang diberikan pada semua kausu suspek. Dosis terapi adalah 2 kali
75 mg selama 5 hari yang diberikan pada semua kasus supek yang dirawat.
Dosis anak tergantung dari berat badannya. Penggunaan anti virus sangat
membantu, terutama pada 48 jam pertama, karena virus akan menghilang
sekitar 7 hari setelah masuk kedalam tubuh.

2. Respon Bencana Alam Banjir


Banjir merupakan peristiwa yang setiap tahun menjadi topik pemberitaan. Pada musim
hujan, banyak kota di Indonesia mengalami bencana banjir. Telah banyak usaha dilakukan
pemerintah antara lain membuat bendungan, pembuatan kanal, dan reboisasi hutan namun
belum ada yang menyelesaikan masalah bahkan kelihatannya makin lama semakin luas
cakupannya, baik frekuensinya, luasannya, kedalamannya, maupun durasinya. Banjir
disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alamiah dan faktor yang disebabkan oleh aktivitas
manusia (Suripin, 2004).
Faktor alamiah pada umumnya meliputi topografi, jenis tanah, penggunaan lahan dan
curah hujan. Tata kota dapat mengurangi banjir sejauh penataan tersebut memberi ruang
untuk sistem menyerap dan mengalirkan air sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran
permukaan yang liar yang menyebabkan banjir
Prioritas Pelayanan Bencana Alam Banjir di Bidang Kesehatan Pemberian pelayanan
kesehatan pada kondisi hencana sering tidak memadai. Hal ini terjadi antara lain akibat
rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis ohat serta alat kesehatan,
terbatasnya tenaga kesehatan, terbatasnya dana operasional pelayanan di lapangan. Salah
satu permasalahan kesebatan akibat bencana adalah meningkatnya potensi kejadian 9
penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Bahkan, tidak jarang kejadian luar biasa
(KLB) untuk beberapa penyakit menular tertentu, seperti KLB diare dan disentri yang
dipengaruhi lingkungan dan sanitasi yang memburuk akibat bencana seperti banjir.
Penanggulangan masalah kesehatan dalam kondisi bencana ditujukan untuk menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana dan pengungsi sesuai
dengan standar minimal. Secara khusus, upaya ini ditujukan untuk memastikan:
1 ). Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
standar minimal;
2). Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan penyakit menular bagi korban
bencana dan pengungsi sesuai standar minimal;
3). Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
standar minimal;
4). Terpenuhinya kesehatan lingkungan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
standar minimal; serta
5). Terpenuhinya kebutuhan papan dan sandang bagi korban bencana dan pengungsi
sesuai standar minimal. Dalam penanggulangan bencana, peran Puskesmas mengacu pada
tugas dan fungsi pokoknya, yaitu sebagai pusat
(1) penggerak pembangunan kesehatan masyarakat,
(2) pemberdayaan masyarakat dan
(3) pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Sebagai pusat penggerak pembangunan kesehatan masyarakat, Puskesmas melakukan
fungsi penanggulangan bencana melalui kegiatan surveilans, penyuluhan dan kerjasama
lintas sektor. Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, Puskesmas dituntut mampu
melibatkan peran aktif masyarakat, baik peroangan maupun kelompok, dalam upaya
penanggulangan bencana. Sedangkan sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama,
Puskesmas melakukan berbagai kegiatan seperti: pelayanan gawat darurat 24 jam, pendirian
pos kesehatan 24 jam di sekitar lokasi bencana, upaya gizi, KIA dan sanitasi pengungsian,
upaya kesehatan jiwa serta upaya kesehatan rujukan. Selain berdasarkan SK Menkes
145/2007, peran dan tugas Puskesmas dalam penanggulangan bencana juga mengacu pada
SK Menkes Nomor 10 1357/Menkes/SK/XII/200 1 tentang Standar Minimal Penanggulangan
Masalah Kesehatan akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Dalam dokumen tersebut,
standar minimal yang harus dipenuhi meliputi berbagai aspek:
1. Pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan masyarakat, kesehatan
reproduksi dan kesehatan jiwa.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi,penanganan
masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans dan
ketenagaan.
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian, surveilans
gizi, kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan secepat mungkin
untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur
dan kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia).
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan.
Beberapa tolok ukur kunci yang perlu diperhatikan adalah:
a) persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari,
b) jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter,
c) satu kran air untuk 80-100 orang,
d) satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah
tangga atau menurut jenis kelamin,
e) jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari pemukian atau tempat
pengungsian

f) bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 meter dan
lubang sampah umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari pemukiman
atau tempat pengungsian, 11
g) bak atau lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta,
h) htidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar
pemukiman atau tempat pengungsian.
Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti penampungan
keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang tersedia, misalnya,
setidaknya tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m. Kebutuhan sandang juga perlu
memperhatikan kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk balita dan anak-anak serta
pembalut untuk perempuan remaja dan dewa
3. Respon Bencana Alam Tanah Longsor
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,
bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau
keluar lereng atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang
terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis
seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu.
Ada enam jenis tanah longsor, yaitu longsor translasi, longsor rotasi, pergerakan
blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Di indonesia jenis
longsor yang paling sering terjadi adalah longsor translasi dan longsor rotasi.
Sementara itu, jenis tanah longsor yang paling banyak memakan korban jiwa adalah
aliran bahan rombakan.

a. Prioritas Pelayanan Bencana Alam Longsor Di Bidang Kesehatan

Kondisi bencana alam kerap menimbulkan permasalahan lingkungan seperti


lingkungan yang tidak higenis, persediaan air yang terbatas, dan jamban yang tidak layak.
Kondisi tersebut menyebabkan korban bencana lebih rentan untuk mengalami berbagai
penyakit bahkan kematian. Dengan demikian, sanitasi merupakan salah satu kebutuhan
vital pada tahap awal terjadinya bencana (The Sphere Project, 2011; Tekeli-Yesil, 2006).
Hal itu terjadi pada berbagai bencana alam yang melanda berbagai belahan dunia,
termasuk Indonesia. Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana pemenuhan kebutuhan dasar bidang kesehatan lingkungan dalam
penanggulangan bencana yang harus dipenuhi antara lain:

1. Kebutuhan air bersih dan sanitasi.

2. Pangan

3. Sandang.

4. Pelayanan Kesehatan.

5. Pelayanan psikososial.

6. Penampungan dan tempat hunian.

Standar minimal kebutuhan bidang kesehatan lingkungan saat bencana telah diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1357/
Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan
Akibat Bencana dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
12/MENKES/SK/I/2002 tentang Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana Di
Lapangan.

Kebijakan dalam bidang sanitasi saat penanganan pengungsi adalah mengurangi risiko
terjadinya penularan penyakit melalui media lingkungan akibat terbatasnya sarana
kesehatan lingkungan yang ada di tempat pengungsian, melalui pengawasan dan
perbaikan kualitas kesehatan lingkungan dan kecukupan air bersih.

Pada saat penanganan pascabencana beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian
dan membutuhkan penanganan lebih lanjut adalah:

1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit, cacat)
dan ciri–ciri demografinya.

2. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.

3. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.


4. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas.

5. Kelompok–kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil,


bunifas, dan manula).

6. Kemampuan dan sumberdaya setempat.

Upaya-upaya tersebut ditujukan untuk menyelamatkan korban semaksimal


mungkin guna menekan angka morbilitas dan mortalitas. Hal tersebut dipengaruhi
oleh jumlah korban, keadaan korban, geografi, lokasi, fasilitas yang tersedia di
lokasi, dan sumberdaya yang ada.

b. Rekomendasi Atau Tindakan Pelayanan Pasca Bencana Alam Longsor


Dalam Aspek Kesehatan

Bantuan kesehatan yang diberikan kepada para penyintas bencana adalah berupa obat
obatan, sarana dan prasarana kesehatan, serta tenaga medis. Penanggung jawab dalam
penanganan bantuan kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Dinas
kesehatan provinsi juga bekerja sama dengan Tim Reaksi Cepat (TRC) dengan
melakukan kaji cepat terhadap korban, fungsi pelayanan kesehatan, potensi masalah
kesehatan, kebutuhan obat-obatan, dan pelayanan kesehatan. Selanjutnya tenaga medis
akan memberikan bantuan pelayanan kesehatan kepada masyarakat korban bencana
sesuai dengan standar yang berlaku. Dinas kesehatan juga bertanggung jawab untuk
mendirikan posko kesehatan, menyediakan fasilitas kesehatan dan tenaga medis serta
menunjuk rumah sakit rujukan.

Obat dan perbekalan paska bencana harus diperlakukan sesuai dengan aturan yang ada.
Pengelolaan obat untuk mendukung pelayanan kesehatan harus ditangani oleh petugas
kesehatan yang memiliki keahlian dibidangnya. Mengingat obat mempunyai efek terapi
dan efek samping, maka obat paska bencana yang tersebar diluar sarana kesehatan dan
dikelola oleh tenaga yang tidak kompeten dan tidak memiliki kewenangan, maka harus
dilakukan penarikan.

Langkah yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan, khususnya pengelola obat dan
perbekalan kesehatan setelah pasca bencana harus melakukan inventarisasi terhadap obat
dan perbekalan kesehatan yang masih tersebar.
Pengelola kebencanaan menyadari bahwa penyembuhan trauma (healing traumatic)
sangat penting untuk mengembalikan kondisi psikologis para penyintas bencana sebelum
dilakukan relokasi. Para pekerja sosial bertanggung jawab dalam menangani
penyembuhan trauma ini. Dalam upaya penyembuhan trauma, petugas sosial memberikan
bantuan dalam bentuk dukungan moral dan healing traumatic terhadap Post Traumatic
Stress Disorde (PTDS).

D. Rapid Health Assessment (RHA)


Rapid Health Assessment Penilaian kesehatan cepat melalui pengumpulan
informasi cepat dengan analisis besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan
akan kebutuhan untuk tindakan penanggulangan segera (WHO

Rapid Health Assessment Penilaian kesehatan cepat melalui pengumpulan


informasi cepat dengan analisis besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan
akan kebutuhan untuk tindakan penanggulangan segera (WHO

a. Maksud diadakannya RHA:


a) Konfirmasi kejadian bencana
b) Menggambarkan tipe, dampak, dan kemungkinan resiko akibat situasi bencana
c) Mengukur kondisi dan resiko kesehatan
d) Mengidentifikasi pelayanan kesehatan pada masyarakat yang terkena dampak
e) Menilai kemampuan respon setempat dan kebutuhan yang mendesak akibat
bencana
f) Membuat rekomendasi untuk pengambilan keputusan penanggulangan segera

Konfirmasi kejadian bencana, menggambarkan tipe, dampak dan kemungkinan


risiko akibat situasi bencana, mengukur kondisi dan risiko kesehatan,
mengidentifikasi pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang kena dampak,
menilai kemampuan respons setempat dan kebutuhan yang mendesak akibat
bencana, serta membuat rekomendasi untuk pengambilan keputusan
penanggulangan segera, merupakan beberapa poin maksud dari diadakannya Rapid
Health Assessment

b. Tujuan Diadakannya RHA:


a) Memastikan ada atau tidaknya kedaruratan kesehatan
b) Menggambarkan jenis dan besarnya masalah kesehatan
c) Kemungkinan perkembangan negative akibat keadaan darurat
d) Menilai kemampuan dalam merespons dan kebutuhan dalam penanggulangan
bencana
e) Menentukan prioritas tindakan yang perlu dilakukan untuk penanggulangan
bencana
Rapid Health Assessment dapat dilakukan dengan pengamatan visual
dengan cara melakukan observasi lapangan di daerah bencana dan
sekitarnya, wawancara, mengkaji data atau informasi yang ada (baik primer
maupun sekunder)8 , survei cepat, maupun melalui pencatatan lainnya.

c. Lingkup Penilaian Rapid Health Assessment


a) Aspek Medis Menilai kemampuan respon setempat dan kebutuhan yang
mendesak akibat bencana
b) Aspek Epidemiologi Untuk menilai potensi munculnya KLB penyakit menular
pada periode pasca kejadian / bencana
c) Aspek Kesehatan Lingkungan Untuk menilai masalah yang terkait dengan sarana
kesehatan lingkungan yang diperlukan bagi pengungsi

d. ORGANISASI DAN TIM RHA


a) Organisasi pelaksana dapat terdiri dari PetugasPuskesmas,Dinas Kesehatan
Kabupaten dan dapat dibantu oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Departemen
Kesehatan.
b) Tim Rapid Health Assessment dapa tterdiri dari petugas medis,epidemiologist
dan sanitarian.

e. CARA PENGUMPULAN DATA / INFORMASI


Dalam pengumpulan data/informs, harus diingat kemungkinan adanya keterbatasan
informasi dan narasumbernya
Cara mengumpulkan data/informasi:
a) Mengkaji data/informasi yang tersedia
b) Observasi lapangan didaerah bencana dan sekitarnya
c) Wawancara
d) Surveicepat(bilaperlu)

f. OBSERVASI LAPANGAN
1. Luasnyadareahbencana
2. Lokasiperpindahanpenduduk/pengungsi
3. Faktorresikolingkungan.

HASIL OBSERVASI LAPANGAN:


Buat peta kasar yang memuat:
1. Luas daerah bencana
2. Persebaran penduduk yang mengungsi
3. Tempat pengungsian
4. Lokasi sarana pelayanan kesehatan
5. Sumber-sumber air bersih
6. Akses jalan kesarana pelayanan kesehatan
7. Persebaran faktor resiko lingkungan

g. WAWANCARA:

1. Pejabatdaerah
2. Petugaskesehatantermasukdi rumahsakit
3. Perorangan( tokohmasyarakat, tokohagama, dll)

HASIL DARI WAWANCARA.:

1. Keadaansebelumbencana
2. Data-datakorban
3. SDMkesehatanyangbiasdimanfaatkan
4. Potensiyangtersediadirumahsakit
5. Ketersediaanairbersihdansanitasi
6. Endemisitaspenyakit
7. Masalahgizi
8. Ketersediaanobat,bahan,danalatyangmasihbisadipakai

E. Koentijensi

Anda mungkin juga menyukai