Anda di halaman 1dari 14

Tugas Kelompok

Mata Kuliah : Pengendalian Vektor Penyakit Tropis


Dosen : dr. Hasanuddin Ishak, M.Sc, Ph.D

INSEKTISIDA DAN RESISTENSI

Disusun Oleh

KELOMPOK 3

Herlina Pratiwi (K012171020)


Andi Darma Kartini (K012171113)
Nurul Kapitanhitu (K012171123)
Yazmin Armin Abdullah (K012171141)
Yardi Husaini (K012171145)

PROGRAM PASCASARJANA KESEHATAN LINGKUNGAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu,
Makalah ini disusun berdasarkan kumpulan-kumpulan materi dari berbagai .
Akhir kata di ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam
penyusunan makalah ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Makassar, 7 Februari 2018

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Ringkasan .............................................................................................. 1
1.2 Fakta Permasalahan .............................................................................. 2
1.3 Rumusan Masalah. ................................................................................. 3
1.4 Tujuan ................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hasil Rekapitulasi Jurnal ....................................................................... 4
2.2 Pembahasan ........................................................................................... 7
2.3 Aspek Kesehatan Lingkungan .............................................................. 9
2.4 Solusi...................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan ............................................................................................... 10
3.2 Saran ..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Fakta Permasalahan


Indonesia merupakan salah satu negara tropis di dunia. Dimana Indonesia
terletak di garis khatulistiwa atau ekuator, selain itu Indonesia terletak di antara dua
benua yaitu benua asia dan benua australia. Hal tersebut memberikan dampak pola
arah angin di Indonesia selalu berganti setiap 6 bulan sekali yaitu angin musim barat
dan angin musim timur, menyebabkan Indonesia hanya berganti musim 2 kali dalam
satu tahun yaitu musim hujan dan musim kemarau. Hal itulah yang menyebabkan
Indonesia menjadi negara iklim tropis, Iklim tropis menjadi penyebab berbagai
penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk, seperti malaria, filaria, demam
berdarah, dan kaki gajah, bahkan menimbulkan epidemi yang berlangsung dalam
spektrum yang luas dalam masyarakat.
Nyamuk adalah salah satu serangga yang seringkali membuat masyarakat
risau akibat gigitannya. Dimmana bahaya yang disebabkan oleh gigitan nyamuk
adalah timbulnya berbagai macam penyakit yang bahkan hingga dapat menyebabkan
kematian. Kehidupan kita sebagai masyarakat Indonesia tidak dapat dipisahkan dari
keberadaan nyamuk. Nyamuk Anopheles dan Aedes aegypti dilaporkan telah resisten
terhadap temephos (abate) dan malathion di Kuala Lumpur, Malaysia. Kedua
insektisida organofosfat tersebut digunakan secara luas sejak 1973 di Malaysia.
Pembasmian terhadap nyamuk menjadi kegiatan tidak pernah henti yang dilakukan
oleh manusia karena jika nyamuk dibiarkan berkembangbiak dapat menimbulkan
masalah yang serius. Berbagai upaya pengendalian diantaranya melalui penyemprotan
(fogging) dengan menggunakan bahan insektiksida sintetik, obat nyamuk bakar,
elektrik dan semprot sintetik untuk memutus siklus hidup nyamuk, sehingga
mengurangi kontak antara manusia dengan vektor. Pada umumnya insektisida yang
digunakan yaitu insektisida sintetik yang mengandung bahan-bahan kimia beracun.
Walaupun penggunaan insektisida sintetik tersebut memiliki daya bunuh
cukup tinggi dan praktis untuk digunakan, tetapi pemakaian secara terus menerus
akan menyebabkan resistensi nyamuk terhadap jenis insektisida tertentu serta
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di antaranya keracunan pada
manusia, dan pencemaran lingkungan.

1
1.2 Pertanyaan Masalah
1. Apa saja insektisida yang sering digunakan oleh masyarakat dalam untuk
membunuh nyamuk dalam kehidupan sehari-hari?
2. Bagaimana tingkat resistensi dari insektisida yang digunakan dalam membunuh
nyamuk tersebut?
3. Bagaimana hubungan antara resistensi dan insektisida terhadap kesehatan
lingkungan ?
1.3 Tujuan
1. Apa saja insektisida yang sering digunakan oleh masyarakat dalam untuk
membunuh nyamuk dalam kehidupan sehari-hari?
2. Bagaimana tingkat resistensi dari insektisida yang digunakan dalam membunuh
nyamuk tersebut?
3. Bagaimana hubungan antara resistensi dan insektisida terhadap kesehatan
lingkungan ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Rekapitulasi Hasil Jurnal


Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Jurnal Penelitian Menyangkut Resistensi Dan Insektisida

Nama Tahun Status


No Judul Jurnal Vektor Jenis Insektisida Hasil Uji Resistensi Aspek Kesehatan Lingkungan
Mahasiswa Resistensi
1. Bahaya pada manusia bisa terjadi
Status Resistensi Hasil pengujian
keracunan permethrin jikan dengan
Anopheles Insektisida Permethrin kerentanan nyamuk An.
paparan dosis yang tinggi.
barbirostris terhadap 0,75% yang termasuk ke barbirostris terhadap
2. Penggunaan Permethrin dalam jumlah
Permethrin 0,75% Anopheles dalam golongan insektisida Permethrin
Herlina atau dosis yang berlbihan dapat
1 Desa Wawosangula, 2017 barbirostr insektisida synthetic 0,75% dimana diketahui Rentan/Peka
Pratiwi terkontaminasi dalam udara dan
Kecamatan Puriala, is pyretroid (SP) yang kematian nyamuk dalam
menemari udara.
Kabupaten Konawe, bekerja mengganggu 24 jam masih 100 %
3. Dan Permethrin pada manusia apabila
Provinsi Sulawesi sistem syaraf. sedangkan dalam 60
terpapar akan terjadi alergi dan iritasi
Tenggara menit masih 96%.
seperti terbakar.
1. Malathion yang digunakan dengan dosis
berlebih dan dalam jangka waktu yang
Hasil pengujian lama dapat mencemari lingkungan.
kerentanan nyamuk 2. Insektisida lamda sihalotrin dan
Aedes Aegypti terhadap Cypermethrin yang masuk ke dalam
Status Kerentanan
Insektisida Malathion insektisida Malathion lingkungan perairan akan
Aedes aegypti
0,8%, Lamdasihalotrin 0,8%, Lambdasihalotrin mengganggu biota akuatik di
Andi Darma Terhadap Beberapa Aedes
2 2017 0,03%, Cypermethrin 0,03%, Cypermethrin Resisten dalamnya seperti ikan.
Kartini Golongan Insektisida aegypti
0,05%, dan Deltametrin 0,05%, dan Deltametrin 3. Deltametrin berbahaya yang jika
di Provinsi
0,024%. 0,024% menunjukkan terhirup, beracun jika tertelan, dan
Kalimantan Selatan
rata-rata persen Sangat beracun untuk organisme air,
kematian nyamuk tidak dapat menyebabkan efek merugikan
lebih dari 30%. jangka panjang dalam lingkungan air.

3
1. Terpapar dengan Cypermethrin dosis
Uji Resistensi Insektisida Cypermethrin Dengan paparan cairan tinggi dapat mengakibatkan iritasi pada
Nyamuk Aedes 0,5% dari gologan Cypermethrin selama 60 mukosa, kulit dan mata, serta apabila
aegypty Dewasa piretroid senyawa yang menit menunjukkan terhirup dapat mengiritasi saluran
Nurul Aedes
3 Terhadap 2017 mengandung racun hasil bahwa nyamuk Toleran pernafasan atas.
Kapitanhitu aegypty
Cypermethrin Di neurotoxin. bekerja resisten terhadap 2. Dan apabila terkena ke lingkungan
Daerah Pasar Tua sebagai racun kontak dan Cypermethrin dengan terutama lingkungan perairan maka akan
Bitung perut. tingkat kematian 94,7% mengganggu biota akuatik di
dalamnya seperti ikan.
Pada penelitian
ini dapat diketahui 1. Dimana Insektisida Senyawa malathion
indikasi adanya mutasi dapat masuk kedalam tubuh melalui
Hasil deteksi gen melalui
dari leusine menjadi inhalasi dan kulit. paparan insektisida
Deteksi Gen Resisten PCR didapatkan band
phenilalanin pada gen dapat menyebabkan kerusakan sistem
Insektisid yang muncul
penyandi VGSC syaraf, gangguan pencernaan, dan juga
Organofosfat dengan panjang 250 bp.
Yazmin nyamuk Aedes aegypti gangguan sistem kekebalan dan
pada Aedes aegypti di Aedes Hal tersebut
4 Armin 2017 dari Kabupaten Resisten keseimbangan hormon.
Banyuwangi, Jawa aegypti menunjukkan bahwa gen
Abdullah Banyuwangi yang telah 2. Penggunaan Malathion yang berlebih
Timur Menggunakan pembawa resistensi
resisten terhadap dan dalam jangka waktu yang lama
Polymerase Chain insektisida (VGSC)
Malathion 0,8 %. dapat mencemari lingkungan. Bahkan
Reaction telah terdeteksi pada
Dengan presentase dalam beberapa kasus juga dapat
sampel yang diuji.
kematian nyamuk menyebabkan nyamuk menjadi resisten
sebesar 0% dan semakin sulit diberantas.

Hasil pengujian 1. Berbagai insektisida tersebut,


(Bioinsektisida) Ekstrak kerentana nyamuk merupakan insktisida nabati yang terbuat
Potensi Ekstrak
Daun Kamboja yang dngan konsentrasi dari bahan alami/nabati maka jenis
Daun Kamboja
mengandung senyawa ekstrak daun kamboja insektisida ini bersifat mudah terurai di
Yardi (Plumeria acuminate) Aedes
5 2017 saponin, flavonoid, yang paling efektif Toleran alam sehingga tidak mencemari
Husaini Sebagai Insektisida aegypti
polifenol, dan alkaloid. 5 adalah 30% dengan lingkungan dan relatif aman bagi
Terhadap Nyamuk
%, 10 %, 15 %, 20 %, 25 kematian nyamuk 97,5% manusia dan ternak peliharaan karena
Aedes Aegypti
%, dan 30 %. dari keseluruhan residunya mudah hilang.
nyamuk uji.
4
Kesimpulan Tabel:

Berdasarkan tabel hasil rekapitulasi jurnal dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis insektisida memiliki tingkat resistensi berbeda terhadap nyamuk Anopheles barbirostris dan
nyamuk Aedes aegypti. Dari kelima jurnal tersebut terlihat satu jenis insektisida yang memiliki status resistensi yang masih 100%, yaitu insektisida permethrin 0,75% sehingga
masih tergolong rentan atau peka. Sedangkan untuk jurnal lainnya terdapat dua jenis jurnal yang memiliki status resistensi toleran dan dua jurnal yang memiliki status telah
resisten. Kemudian terdapat dua jenis resistensi yaitu Cross dan Tunggal, dimana jurnal tentang Status Kerentanan Aedes aegypti Terhadap Beberapa Golongan Insektisida di
Provinsi Kalimantan Selatan bersifat cross resisten (resisten silang) yaitu adanya resistensi yang terjadi pada golongan insektisida berbeda hal ini dibuktikan dengan Insektisida
Malathion 0,8%, Lamdasihalotrin 0,03%, Cypermethrin 0,05%, dan Deltametrin 0,024% yang telah resisten. Dan jurnal tentang Deteksi Gen Resisten Insektisid Organofosfat
pada Aedes aegypti di Banyuwangi dengan malathion 0,8% merupakan jenis insektisida yang bersifat resisten tunggal.

5
2.2 Pembahasan
Berdasarkan simpulan dari hasil rekapitulasi kelima jurnal penelitian yang
menyangkut insektisida dan resistensi. Dimana insektisida termasuk dalam jenis
ppestisida yang berfungsi sebagai racun serangga. Insektisida merupakan semua zat
kimia dan bahan lain yang dipergunakan untuk memberantas atau mencegah hama
dan penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian. Sedangkan
Resistensi yang merupakan kemampuan populasi vektor untuk dapat bertahan hidup
terhadap suatu dosis insektisda yang dalam keadaan normal dapat membunuh spesies
vektor tersebut.
Hasil rekapitulasi jurnal memperlihatkan bahwa berbagai jenis insektisida
yang diberikan kepada nyammuk memiliki tingkat resistensi dan status kerentanan
yang berbeda-beda. Seperti yang terlihat berdasarkan jurnal pertama yaitu tentang
status resistensi Anopheles barbirostris terhadap permethrin 0,75% yang dilakukan di
Desa Wawosangula, Kecamatan Puriala, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi
Tenggara. Uji susceptibility dengan kertas uji permethrin 0,75% memastikan bahwa
populasi nyamuk yang diuji masih rentan terhadap bahan aktif ini. Insektisida ini
termasuk ke dalam golongan insektisida synthetic pyretroid (SP) yang bekerja
mengganggu sistem syaraf. Insektisida jenis ini mampu membunuh nyamuk dalam
waktu 60 menit dengan persentase 96% dan selama 24 jam dengan persentase 100%.
Adanya perbedaan tingkat kepekaan insektisida dapat dipengaruhi oleh frekuensi
penggunaan insektisida tersebut. Artinya status resistensi dari insektisida tersebut
masih tergolong rentan/peka. Insektisida jenis ini memiliki fungsi untuk menggangu
sistem sarao dari nyamuk tersebut. Adanya perbedaan tingkat kepekaan insektisida
dapat dipengaruhi oleh frekuensi penggunaan insektisida tersebut
Kemudian terjadi resistensi insektisida untuk jenis insektisida jenis Malathion
0,8%, Lamdasihalotrin 0,03%, Sipermetrin 0,05%, dan Deltametrin 0,024% yang
sering digunakan dalam pemberantasan nyamuk terutama verktor DBD yaitu nyamuk
Aedes aegypti di Provinsi Kalimantan Selatan. Insektisida golongan tersebut telah
resisten, dengan rata-rata persen kematian nyamuk tidak lebih dari 30%. Hasil uji
biokimia menunjukkan peningkatan aktivitas enzim esterase pada populasi nyamuk
Ae. aegypti. Aktivitas enzim esterase menunjukkan kaitan dengan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk resistensi pada tubuh nyanuk. Sehingga resistensi terjadi
karena penggunaan insektisida dari golongan yang sama secara terus menerus
terutama dari insektisida rumah tangga yang penggunaannya hampir setiap hari.
6
Konsep resistensi menyatakan bahwa penggunaan insektisida sintetik yang dilakukan
secara terus menerus dalam waktu lama, tidak membunuh 100% serangga yang
terpapar insektisida, dan selalu ada serangga yang tetap hidup.
Selain insektisida di atas terdapat pula insektisida Cypermethrin 0,5 % yang
status kerentanannya sudah toleran terhadap nyamuk Aedes aegypti di wilayah Pasar
Tua Bitung. Hal ini masih menjadi bagian dari dampak yang ditimbulkan akibat
insektisida secara terus menerus baik yang dilakukan oleh masyarakat atau dengan
yang dilakukan oleh pemerintah. Cypermethrin merupakan senyawa racun kontak dan
perut yang penggunaannya sangat luas termasuk untuk insektisida. Di Indonesia
sendiri Cypermethrin digunakan mulai untuk pengendalian rayap, nyamuk, lalat, lipas
dan bahkan juga semut. Selama aplikasi insektisida berbahan aktif Cypermethrin 100
g/l pada dosis (100, 150 dan 200 ml/ha) dengan pelarut solar yang diaplikasikan
secara thermal fogging tidak ditemukan adanya keluhan oleh petugas pengasapan,
petugas pengamat kelumpuhan nyamuk uji di lapangan maupun penghuni rumah.
Penggunaan insektisida berbahan dasar malathion 0,8% juga sering digunakan
pada nyamuk Aedes aegypti di Banyuwangi, Jawa Timur dalam memberantas vektor
DBD. Insektisida jenis ini telah resisten terhadap Aedes aegypti. Hal ini dibuktikan
dengan hasil penelitian adanya persentase kematian 0% pada Kecamatan Tegaldlimo
dan Purwoharjo serta 1% pada kecamatan Banyuwangi. spesies A. aegypti yang telah
mengalami penekanan secara selektif terhadap insektisida dari golongan organofosfat
tersebut. Pada penelitian ini dapat diketahui indikasi adanya mutasi dari leusine
menjadi phenilalanin pada gen penyandi VGSC nyamuk Aedes aegypti dari
Kabupaten Banyuwangi yang telah resisten terhadap Malathion 0,8 %. Mutasi gen
tersebut sangat berperan pada mekanisme resistensi. Mekanisme resistensi yang dapat
terjadi akibat insektisida golongan organofosfat adalah metabolik resisten, yaitu
adanya enzim-enzim yang dapat mendegradasi insektisida sebelum mencapai sasaran
atau target site.
Selain jenis insektisida sintetik terdapat pula jenis insektisida nabati atau biasa
dikenal dengan bioinsektisida yang berbahan dasar tanaman alami dalam hal ini
dengan memanfaatkan Ekstrak Daun Kamboja (Plumeria acuminate) dalam
memberantas nyamuk Aedes aegypti. Ketika berbagai jenis insktisida sintetik telah
resisten maka adanya insektisida berbahan dasar tanaman ini mampu menjadi
alternatif yang baik dalam memberantas vekto DBD maupun malaria. Salah satu
kandungan insektisida ini yaitu senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai racun
7
pernapasan atau inhibitor pernapasan, sehingga saat nyamuk Aedes aegypti
melakukan pernapasan flavonoid akan masuk bersama udara (O2) melalui alat
pernapasannya. Setelah melakukan pernapasan, maka flavonoid akan menghambat
sistem kerja pernapasan di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, senyawa flavonoid
inilah yang nantinya dapat digunakan dalam membunuh nyamuk Aedes aegypti.
2.3 Faktor Penyebab Dan Aspek Kesehatan Lingkungan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit akibat
vektor nyamuk seperti penaburan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air, pengasapan atau fogging dengan menggunakan malathion dan
fenthion, dan penggunaan obat nyamuk bakar. Insektisida sangat bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat, terutama untuk membunuh nyamuk sebagai vektor penyakit
malaria maupun DBD. Pada umumnya insektisida yang digunakan yaitu insektisida
sintetik yang mengandung bahan-bahan kimia beracun.
Walaupun penggunaan insektisida sintetik tersebut memiliki daya bunuh
cukup tinggi dan praktis untuk digunakan, tetapi pemakaian secara terus menerus
akan menyebabkan resistensi nyamuk terhadap jenis insektisida tertentu serta
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di antaranya keracunan pada
manusia, dan pencemaran lingkungan. Seperti halnya insektisida berbahan dasar
malathion. Dimana Insektisida Senyawa malathion dapat masuk kedalam tubuh
melalui inhalasi dan kulit. paparan insektisida dapat menyebabkan kerusakan sistem
syaraf, gangguan pencernaan, dan juga gangguan sistem kekebalan dan keseimbangan
hormon. Dan dengan penggunaan Malathion yang berlebih dan dalam jangka waktu
yang lama dapat mencemari lingkungan. Bahkan dalam beberapa kasus juga dapat
menyebabkan nyamuk menjadi resisten dan semakin sulit diberantas.
Serta penggunaan insektisida Cypermethrin dengan dosis tinggi dapat
mengakibatkan iritasi pada mukosa, kulit dan mata, serta apabila terhirup dapat
mengiritasi saluran pernafasan atas. Dan apabila terkena ke lingkungan terutama
lingkungan perairan maka akan mengganggu biota akuatik di dalamnya seperti
ikan. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap adanya perubahan fisik air maupun
senyawa pencemar yang terlarut di dalamnya sesuai dengan batas konsentrasi tertentu.
2.4 Solusi
1. Alternatif solusi masalah mencegah resistensi vektor nyamuk terhadap insektisida
yaitu melalui program pengendalian vektor terpadu. Selain itu perlu adanya

8
rekayasa ekologi atau lingkungan, modifikasi rumah, biopestisida dan insektisida
mikroba yang tahan lama.
2. Perlinya pengembangan metode alternative, yang digunakan sebagai insektisida
alami untuk mengurangi dampak negatif penggunaan insektisida sintetik
(kimiawi) yan selama ini dilakukan. Karena dengan adanya insektisida alami dari
tumbuhan ini merupakan salah satu solusi untuk mengontrol dan mencegah
penyebaran nyamuk vektor penyakit secara efektif dengan resiko yang minimal.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat berbagai jenis insektisida yang serin digunakan dalam memberantas
nyamuk vektor penyakit diantaranya yaitu insektisida Lamdasihalotrin 0,03%,
Cypermethrin 0,05%, dan Deltametrin, serta Permethrin 0,75% yang termasuk ke
dalam golongan insektisida synthetic pyretroid (SP) yang bekerja mengganggu
sistem syaraf. Kemudian insektisida malathion dari golongan organofosfat. Serta
terapat pula insektisida nabati yang berasal dari tanaman alami yang mengandung
beeberapa senyawa beracun seperi flavonoid.
2. Diketahui tingkat resistensi insektisida sebagian berada dalam status rentan dan
tolen, namu ad beberapa insektisida yang sudah resisten seperti insektisida
malathion yang sejak lama digunakan oleh masyarakat dalam pemberantasan
nyamuk vektor penyakit.
3. Hubungan antara resistensi dan insektisida terhadap aspek kesehatan lingkungan,
dimana insektisida sintetik apabila digunakan dalam jangka waktu yang lama akan
mencemari lingkungan, dan menyebabkan resistensi terhadap nyamuk. Kemudian
apabila terpapar oleh manusia maka akan mengakibatkan efek seperti elergi, dan
mmenyebabkan iritasi pada kulit, mata, serta saluran pernapasan.
3.2 Saran
1. Perlunya melakukan pencegahan melalui lingkungan sekitar seperti rajin
menerapkan 3M, yaitu mengubur barang-barang bekas, menutup tempat
penampungan air, dan menguras bak mandi.
2. Masyarakat awam perlu membudidayakan tenaman-tanaman berinsektisida
ataupun yang tidak disukai oleh bebrbagai jenis nyamuk. Sehingga dapat terhindar
dari bebrbagai penyakit seperi malaria, filariasis, dan demam berdarah dengue.
Dan bahaya pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh insektisida sintetik
dapat terminimalisir dengan baik.
3. Penggunaan insektisida sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan
harus dibawah pengawasan institusi terkait.

10
DAFTAR PUSTAKA

Herlina Pratiwi : Andi Arahmadani Arasya, Anis Nurwidayatib. 2017. Status Resistensi
Anopheles barbirostris terhadap Permethrin 0,75% Desa Wawosangula, Kecamatan
Puriala, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Penelitian. Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit Makassar, Kementerian
Kesehatan RI. bBalai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI.

Andi Darma Kartini : Nita Rahayu, Sri Sulasmi, Yuniarti Suryatinah. 2017. Status kerentanan
Aedes aegypti terhadap beberapa golongan insektisida di Provinsi Kalimantan Selatan.
Jurnal Penelitian. Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Nurul Kapitanhitu : Indri Grysela Karauwan, Janno B B Bernadus, Greta P Wahongan. 2017.
Uji Resistensi Nyamuk Aedes Aegypty Dewasa Terhadap Cypermethrin Di Daerah
Pasar Tua Bitung. Jurnal Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.
Manado.

Yazmin Armin Abdullah : Aditya Yudhana, Ratih Novita Praja, Maya Nurwartanti Yunita.
2017. Deteksi Gen Resisten Insektisida Organofosfat pada Aedes aegypti di
Banyuwangi, Jawa Timur Menggunakan Polymerase Chain Reaction. Jurnal
Penelitian. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya, Jawa
Timur.

Yardi Husaini : Ika Wahyu Utami, Widya Harry Cahyati. 2017. Potensi Ekstrak Daun
Kamboja (Plumeria acuminate) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes
Aegypti. Jurnal Peneelitian. Epidemiologi dan Biostatistika, Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

11

Anda mungkin juga menyukai