Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TENTANG TINEA KAPITIS

Oleh:

JODI BONARI
NIM : 144011.01.18.133
KELAS : 4A

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN RS. MARTHEN INDEY
J A Y A P U RA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, karena berkat


rahmat dan hidayah-Nya penulis telah mampu menyelesaikan makalah
berjudul “TINEA KAPITIS. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini penulis banyak


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Sitti Patimah selaku dosen mata kuliah yang telah membantu
penulis selama menyusun makalah ini.
2. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan motivasi dan selalu
mendoakan Semoga Allah swt. Memberikan balasan yang berlipat
ganda.
Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki
banyak kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika dan teknik
penulisannya. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya
semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi
pembaca. Amin.

Jayapura, 22 juni 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur


superfisial pada kulit kepala, bulu mata dengan kecenderungan
menyerang tangkai rambut dan folikel – folikel rambut. Penyakit ini
termasuk kepada mikosis superfisialis atau dermatofitosis. Beberapa
sinonim yang digunakan termasuk ringworm of the scalp dan tinea
tonsurans. Di Amerika Serikat dan wilayah lain di dunia insiden dari tinea
kapitis meningkat Dermatofitosis mempunyai beberapa gejala klinik yang
nyata, tergantung pada letak anatomi dan etiologi agents. Secara klinis
dermatofitosis terdiri atas tinea kapitis, tinea favosa (hasil dari infeksi
oleh Trichophyton schoenleinii), tinea corporis ( ringworm of glabrous
skin ), tinea imbrikata ( ringworm hasil infeksi oleh T. concentrikum ),
tinea unguium ( ringworm of the nail ), tinea pedis ( ringworm of the
feet ), tinea barbae ( ringworm of the beard ) dan tinea manum ( ringworm
of the hand). Di klinis tinea kapitis ditemukan berbeda – beda dari
dermatofitosis non inflamasi dengan sisik mirip dermatitis seboroik
sampai inflamasi dengan lesi bersisik yang eritematous dan kerontokan
rambut atau alopesia dan dapat berkembang menjadi inflamasi yang berat
berupa abses yang dalam disebut kerion, ysng mempunyai potensi
menjadi jaringan parut dan menyebabkan alopesia yang menetap.
Keadaan penyakit ini tergantung pada interaksi antara host dan agen
penyebab.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tinea kapitis ?


2. Bagaimana epidemiologi tinea kapitis ?
3. Bagaimana etiologi tinea kapitis?
4. Bagaimana patogenesis tinea kapitis?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari tinea kapitis?
6. Bagaimana cara diagnosis tinea kapitis ?
7. Bagaimana cara pencegahan tinea kapitis?
8. Bagaimana terapi medis dari tinea kapitis?
9. Bagaimana prognosis dari tinea kapitis ?
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian Tinea Kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan
lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran
klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. 2  Tinea kapitis lebih banyak
terdapat pada anak-anak prapubertas (preadolescent).

B. Epidemiologi

Insiden tinea kapitis masih belum diketahui pasti, tersering di


jumpai pada anak-anak 3-14 tahun jarang pada dewasa, kasus pada
dewasa karena infeksi T. Tonsurans dapat dijumpai misalkan pada pada
pasien AIDS dewasa. Transmisi meningkat dengan berkurangnya hiegiene
sanitasi individu, padatnya penduduk, dan status ekonomi rendah. Insiden
tinea kapitis dibandingkan dermatomikosis di medan 0,4% (1996-1998),
RSCM besar Jakarta 0,61- 0,87% tahun 19989-1992, Manado 2,2 -6 %
(1990-1991) dan Semarang 0,2%. Di Surabaya kasus baru Tinea kapitis
antara tahun 2001 -2006 insiden nya dibandingkan kasus baru
dermatonikosis dipolidermatomikosis URJ kulit dan kelamin RSU Dr.
Soetomo antara 0,31 % -1,55 %. Pasien tinea kapitis terbanyak pada masa
anak-anak < 14 tahun 93,33% anak laki-laki lebih banyak
(54,5%)dibanding anak perempuan (45,5%). Di Surabaya tersering tipe
kerion (62,5%) daripada tipe Gray Patch (37,5%). Tipe Black dot tidak
diketemukan. Spesies penyebab Microsporum gypseum (geofilik),
Microsporum ferrugineum (antropofilik) dan Trichophyton
mentagrophytes (zoofilik yang dijumpai pada hewan kucing, anjing, sapi,
kambing, babi, kuda, binatang pengerat dan kera ).
C. Etiologi

Spesies dermatofit umumnya dapat sebagai penyebab, kecuali E.


floccosum, T.concentricum dan T. mentagrophytes var. interdigitale (T.
interdigitale) yang semuanya jamur antropofilik  tidak menyebabkan
tinea kapitis dan T. Rubrum jarang. Tinea kapitis disebabkan oleh
trychopphyt canis T. Tonsurans ditularkan melalui kontak antara anak
dengan anak yang dapat menyerang batang rambut yang menyebabkan
kerontokkan secara klinis yang akan dijumpai sebuah atau beberapa
bercagak yang budar, berwarna kemudian rambut menjadi rapuh dan
patah atau didekat sehingga meninggalkan bercak – bercak kebotakan.
Tiap negara dan daerah berbeda-beda untuk spesies penyebab
tinea  kapitis , juga perubahan waktu dapat ada spesies baru karena
penduduk migrasi. Spesies antropofilik (yang hidup di manusia) sebagai
penyebab yang predominan

D. Patogenesis

Dermatofit ektotrik (diluar rambut) infeksinya khas di stratum


korneum perifolikulitis, menyebar sekitar batang rambut dan dibatang
rambut bawah kutikula 1 dari pertengahan sampai akhir anagen saja
sebelum turun ke folikel rambut untuk menembus kortek rambut. Hifa-
hifa intrapilari kemudian turun ke batas daerah keratin, dimana rambut
tumbuh dalam keseimbangan dengan proses keratinisasi, tidak pernah
memasuki daerah berinti. Ujung-ujung hifa-hifa pada daerah batas ini
disebut Adamson’s fringe, dan dari sini hifa-hifa berpolifrasi dan membagi
menjadi artrokonidia yang mencapai kortek rambut dan dibawa keatas
pada permukaan rambut. Rambut-rambut akan patah tepat
diatas fringe tersebut, dimana rambutnya sekarang menjadi sangat rapuh
sekali. Secara mikroskop hanya artrokonidia ektotrik yang tampak pada
rambut yang patah, walaupun hifa intrapilari ada juga. Patogenesis infeksi
endotrik (didalam rambut) sama kecuali kutikula tidak terkena dan
artrokonidia hanya tinggal dalam batang rambut menggantikan keratin
intrapilari dan meninggalkan kortek yang intak. Akibatnya rambutnya
sangat rapuh dan patah pada permukaan kepala dimana penyanggah dan
dinding folikuler hilang meninggalkan titik hitam kecil (black dot).
Infeksi endotrik juga lebih kronis karena kemampuannya tetap
berlangsung di fase anagen ke fase telogen.

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis tergantung etiologinya :

1. Bentuk non inflamasi, manusia atau epidemik.

Umumnya karena jamur ektotriks antropofilik, M. audouinii di


Amerika dan Eropa namun sekarang jarang atau M. ferrugineum  di
Asia. Lesi mula-mula berupa papula kecil yang eritematus,
mengelilingi satu batang rambut yang meluas sentrifugal mengelilingi
rambut-rambut sekitarnya. Biasanya ada skuama, tetapi keradangan
minimal. Rambut-rambut pada daerah yang terkena berubah menjadi
abu-abu dan kusam sekunder dibungkus artrokonidia dan patah
beberapa milimeter diatas kepala. Seringkali lesinya tampak satu atau
beberapa daerah yang berbatas jelas pada daerah oksiput atau leher
belakang. Kesembuhan spontan biasanya terjadi pada
infeksi Microsporum. Ini berhubungan dengan mulainya masa puber
yang terjadi perubahan komposisi sebum dengan meningkatnya asam
lemak-lemak yang fungistatik, bahkan asam lemak yang berantai
medium mempunyai efek fungistatik yang terbesar. Juga
bahan wetting (pembasah) pada shampo merugikan jamur seperti M.
audouinii.

2. Bentuk inflamasi
Biasanya terlihat pada jamur ektotrik zoofilik (M. canis) atau
geofilik (M.gypseum). Keradangannya mulai dari folikulitis
pustula sampai kerion yaitu  pembengkakan yang dipenuhi dengan
rambut-rambut yang patah-patah dan lubang-lubang folikular
yang mengandung pus3. Inflamasi seperti ini sering menimbulkan
alopesia yang sikatrik. Lesi keradangan biasanya gatal dan
dapat nyeri, limfadenopati servikal, panas badan dan lesi
tambahan pada kulit halus.

3. Tinea Kapitis black dot/ Black dot Ring Worm

Bentuk ini disebabkan karena jamur endotrik antropofilik, yaitu T.


tonsurans atau T. violaceum. Rontok rambut dapat ada atau tidak.
Bila ada kerontokan rambut maka rambut-rambut patah pada
permukaan kepala hingga membentuk gambaran kelompok black
dot. Biasanya disertai skuama yang difus; tetapi keradangannya
bervariasi dari minimal sampai folikulitis pustula atau lesi seperti
furunkel sampai kerion. Daerah yang terkena biasanya

Berdasarkan bentuk yang khas, tinea kapitis dibagi dalam empat


bentuk:

1. Gray pacth ring worm

Penyakit ini dimulai dengan papel merah kecil yang melebar


kesekitarnya dan membentuk bercak yang berwarna pucat dan
bersisik. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak mengkilat lagi
dan mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
menimbulkan alopesia setempat. Dengan pemeriksaan dengan
sinar wood tampak flourisensi kekuning-kuningan pada rambut
yang sakit melalui batas gray pacth tersebut. Jenis ini biasanya
disebabkan spesies mikrosporon dan trikofiton.
2. Black dot ring worm

Terutama disebabkan oleh trikofiton tonsuran, T.Violaseum dan


T.Mentagrofites. Infeksi jamur terjadi dalam rambut (endotrik)
atau diluar rambut atau (ektotrik) yang menyebabkan rambut putus
tepat pada permukaan kulit kepala.

Ujung rambut tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan


kulit yang bewarna kelabu, sehingga tampak sebagai gambaran
“black dot”. Biasanya bentuk ini terdapat pada orang dewasa dan
sering terjadi pada wanita. Rambut sekitar lesi juga jadi tidak
bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi

3. Kerion

Bentuk ini adalah bentuk yang serius, karena disertai radang yang
hebat yang bersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-
bisul kecil yang berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-
sisik tebal. Rambut di daerah ini putus-putus dan mudah dicabut.
Bila kerion ini menyembuh akan meninggalkan suatu daerah yang
botak permanen oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini
disebabkan oleh mikrosporon kanis, M.gipseum , trikofiton
tonsuran dan T.Violaseum

4. Tinea favosa

Kelainan dikepala dimulai dengan bintik-bintik kecil dibawah


kulit yang bewarna merah kekuningan dan berkembangan menjadi
krusta yang berbentuk cawan (skutula), serta memberi bau busuk
seperti bau tikus “moussy odor”. Rambut diatas skutula putus-
putus dan mudah lepa dan tidak mengikat lagi.
Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia
yang permanen. Penyebab utamanya adalah trikofiton schoenleini,
T.violaseum, dan T.gipsum. oleh karena tinea kapitis ini sering
menyerupai penyakit-penyakit kulit yang menyerang daerah
kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-
penyakit bukan oleh jamur seperti

1. Tsoriasis vulgaris
2. Dermatitis seboroika
3. Trikoti lomania

F. Diagnosis

1. Gejala Klinis

Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila Pada anak-anak


dengan kepala berskuama, alopesia, limfadenopati servikal
posterior atau limfadenopati aurikuler posterior atau kerion. Juga
termasuk pustul atau abses, dissecting cellulitis atau black dot.

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Lampu Wood Rambut yang tampak dengan


jamur M. canis, M. audouinii dan M.ferrugineum mem-
berikan fluoresen warna hijau terang oleh karena
adanya  bahan pteridin. Jamur lain penyebab tinea kapitis
pada manusia memberikan fluoresen negatif artinya warna
tetap unguyaitu M. gypsium dan spesies Trichophyton
(kecuali T. Schoenleinii pe-nyebab tinea favosa memberi
fluoresen hijau gelap). Bahan fluoresen diproduksi oleh
jamur yang tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi.
b. Pemeriksaan sediaan KOH Kepala dikerok dengan objek
glas, atau skalpel no.15. Juga kasa basah digunakan untuk
mengusap kepala, akan ada potongan pendek patahan
rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di objek
glas selain skuama, KOH 20% ditambahkan dan ditutup
kaca penutup. Hanya potongan rambut pada kepalaharus
termasuk akar rambut, folikel rambut dan skuama kulit.
Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia. Yang
menunjukkan elemen jamur adalah artrokonidia oleh
karena rambut-rambut yang lebih panjang mungkin tidak
terinfeksi jamur7. Pada pemeriksaaan mikroskop akan
tampak infeksi rambut ektotrik yaitu pecahan miselium
menjadi konidia sekitar batang rambut atau tepat dibawah
kutikula rambut dengan kerusakan kutikula. Pada infeksi
endotrik, bentukan artrokonidia yang terbentuk karena
pecahan miselium didalam batang rambut tanpa kerusakan
kutikula rambut.
c. Kultur Memakai swab kapas steril yang dibasahi akua
steril dan digosokkan diatas kepala yang berskuamaatau
dengan sikat gigi steril dipakai untuk menggosok rambut-
rambut dan skuama dari daerah luar di kepala, atau
pangkal rambut yang dicabut langsung ke media kultur.
Spesimen yang didapat dioleskan di
media Mycosel atau Mycobiotic (Sabourraud dextrose agar
+ khloramfenikol + sikloheksimid) atau Dermatophyte test
medium (DTM). Perlu 7 – 10 hari untuk mulai tumbuh
jamurnya. Dengan DTM ada perubahan warna merah pada
hari 2-3 oleh karena ada bahan fenol di medianya, walau
belum tumbuh jamurnya berarti jamur dematofit positif.

G. Pencegahan

1. Mencari binatang penyebab dan diobati di dokter hewan untuk


mencegah infeksi pada anak-anak lain.
2. Mencari kontak manusia atau keluarga, dan bila perlu dikultur
3. Anak-anak tidak menggunakan bersama sisir, sikat rambut atau
topi, handuk, sarung bantal dan lain yang dipakai dikepala.
4. Anak-anak kontak disekolah atau penitipan anak diperiksakan ke
dokter/rumah sakit bila anak-anak terdapat kerontokan rambut
yang disertai skuama. Dapat diperiksa dengan lampu Wood.
5. Pasien diberitahukan bila rambut tumbuh kembali secara pelan,
sering perlu 3-6 bulan. Bila ada kerion dapat terjadi beberapa
sikatrik dan alopesia permanen.
6. Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat rambut, handuk,
boneka dan pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air
panas dan sabun atau lebik baik dibuang.
7. Begitu pengobatan dimulai dengan obat anti jamur oral dan
shampo, pasien dapat pergi ke sekolah.
8. Tidak perlu pasien mencukur gundul rambutnya atau memakai
penutup kepala

H. Terapi Medis

1. Terapi Utama

Pengobatan yang ideal dan cocok untuk anak-anak adalah sediaan


bentuk likuid, terasa enak, terapi singkat, keamanan yang baik dan
sedikit interaksi antar obat.

a. Tablet Griseofulvin
b. Tablet microsize (125, 250, 500mg) 20 mg / Kg BB/hari,
1-2 kali/hari selama 6-12 minggu
c. Tablet ultramicrosize (330mg) 15 mg/Kg BB/hari, 1-2
kali/hari selama 6-12 minggu Diminum bersama susu atau
es krim oleh karena absorbsinya dipercepat dengan
makanan berlemak.
d. Semua baik untuk
karena Microsporum maupun Trichophyton. Pemberian
pertama untuk 2 minggu kemudian dilakukan pemeriksaan
lampu Wood, KOH dan kultur.
e. Kapsul Itrakonazol (100 mg) dosis 3-5 mg/Kg BB/hari
selama 4-6 minggu.
f. Terapi denyut dosis 5 mg/Kg BB/ hari selama 1 minggu,
istirahat 2 minggu/siklus
g. Tablet Terbinafin (tablet 250 mg).
h. Tablet Flukonazo.

2. Terapi Ajuvan

a. Shampo
b. Shampo obat berguna untuk mempercepat penyembuhan,
mencegah kekambuhan dan mencegah penularan, serta
membuang skuama dan membasmi spora viabel, diberikan
sampai sembuh klinis dan mikologis.
c. Shampo selenium zulfit 1% – 1,8% dipakai 2-3 kali/
minggu didiamkan 5 menit baru dicuci.
d. Shampo Ketokonazole 1% – 2% dipakai 2-3 kali/ minggu
didiamkan 5 menit baru dicuci.
e. Shampo povidine iodine dipakai 2 kali / minggu selama 15
menit.

Setelah menggunakan shampo diatas maka dianjurkan


memakai Hair Conditioner dioleskan dirambutnya dan
didiamkan satu menit baru dicuci air. Hal ini untuk
membuat rambut tidak kering. Juga shampo ini dipakai
untuk karier asimptomatik yaitu kontak dekat dengan
pasien, seminggu 2 kali selama 4 minggu.
Karena asimptomatik lebih menyebarkan tinea kapitis
disekolah atau penitipan anak yang kontak dekat dengan
karier daripada anak-anak yang terinfeksi jelas.

3. Terapi Kerion

Pengobatan optimal kerion tidak jelas apakah perlu dengan obat


oral antibiotika dan kortikosteroid sebagai terapi ajuvan dengan
griseofulvin. Beberapa penelitian menyatakan :

a. Kerion lebih cepat kempes dengan kelompok yang


menerima griseofulvin saja.
b. Sedangkan skuama dan gatal lebih cepat bersih / hilang
dengan kelompok yang menerima ke 3 obat yaitu
griseofuvin, antibiotika dan kortikosteroid oral.
c. Kortikosteroid oral mungkin menurunkan insiden sikatrik.
Juga bermanfaat menyembuhkan nyeri dan
pembengkakan3,17. Dosis prednison 1 mg/Kg BB/pagi
untuk 10-15 hari pertama terapi
d. Pemberian antibiotika dapat dipertimbangkan terutama bila
dijumpai banyak krusta.

I. Prognosis

Tinea kapitis tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu, biasanya


permulaan dewasa. Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya
penyakit, yaitu yang zoofilik (M. canis, T. mentagrophytes  dan T.
verrucosum) . Infeksi ektotrik sembuh selama perjalanan normal penyakit
tanpa pengobatan. Namun pasien menyebarkan jamur penyebab kelain
anak selama waktu infeksi. Sebaliknya infeksi endotrik menjadi kronis
dan berlangsung sampai dewasa. T. violacaum, T.
tonsurans menyebabkan infeksi tetap, pasien menjadi vektor untuk
menyebarkan penyakit dalam keluarga dan masyarakat1, pasien
seharusnya cepat diobati secara aktif untuk mengakhiri infeksinya dan
mencegah penularannya.
J. Pathway
 
 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin
dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.

a) Aktivitas/Istirahat

Gejala      : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Tanda      : Perubahan kesadaran, letargi, Hemiparase, quadreplegia,


Ataksia cara berjalan tidak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera
(trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot spastik.

b) Sirkulasi

Gejala      : Perubahan tekanan darah atau normal (hiper), Perubahan


frekuensi Jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia disritmia).

c) Integritas Ego

Gejala      : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau


dramatis).

Tanda      : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitas, binggung dan


depresi.

d) Eliminasi

Gejala      : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan


fungsi.
e) Makanan/Cairan

Gejala      : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera

Tanda      : Muntah, gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).

f) Neurosensori

Gejala      : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,


vertigo, Sinkope, tunitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal
pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.

g) Gangguan pengecapan dan juga penciuman

Tanda      : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status


mental (orientasi, pemecahan masalah, memar), perubahan pupi respons
terhadap cahaya, simetri). Kehilangan pengindraan seperti pengecapan,
penciuman, wajah tidaK Simetri, kehilangan sensasi sebagian tubuh,
kesulitan dalaM menentukan posisi tubuh.

h) Nyeri/Kenyamanan

Gejala      : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,


biasanya lama

Tanda      : Wajah menyeringai, respons pada rangsangan nyeri yang hebat,

i) Pernafasan

Tanda      : Perubahan pada nafas (yang diselingi oleh hiperventilasi) Nafas


berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengipositif (kemungkinanKarena
aspirasi).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Diagnosa keperawatan : Perubahan perfusi jaringan serebral

Dapat dihubungkan dengan : Penghentian aliran darah oleh SOL


(hemoragi, hematoma), edema serebral
(respons lokal atau umum pada cedera),
perubahan metabolik, (takar lajak
obat/alkohol), penurunan TD
sistematik/hipoksia (hipovolemia,
distritmia jantung).
2. Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi terhadap ketidak efektifan
pola nafas.

Faktor resiko meliputi : -     Kerusakan neurovaskuler (cedera pada


pusat pernafasan otak).

-     Kerusakan persepsi atau kognitif.

-     Obstruksi trakeobvankial.
3. Diagnosa keperawatan : Perubahan proses pikir.

Dapat dihubungkan dengan : Perubahan fisiologis, konflik psikologis.


4. Diagnosa keperawatan : Kerusakan mobilitas fisik.

Dapat dihubungkan dengan : -     Kerusakan persepsi atau kognitif.

-     Penurunan kekuatan/tahanan.

-     Terapi pembatasan/kewaspadaan,
keamanan.
5. Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi terhadap infeksi

Dapat dihubungkan dengan : Trauma/kecelakaan, pembedahan,


penggunaan pipa invasif, masa posipartum.
6. Diagnosa keperawatan : Nyeri
Dapat dihubungkan dengan : Trauma neurologis, metastase, perubahan
fungsi tubuh.

3. Intervensi keperawatan

1. Kerusakan integritas Selama dilakukan 1. Observasi


kulit berhubungan tindakan keaadan bula
dengan perubahan keperawatan, pasien pasien.
pigmentasi kulit mampumencapai 2. Anjurkan pada
(timbul bula, penyembuhan pada pasien untuk
kemerahan) kulit. tidak menggaruk
Dengan kriteria hasil bula.
: 3. Jaga kebersihan
1. Integritas kulit kulit.
yang baik bisa 4. Kolaborasi
dipertahankan dengan dokter
(pigmentasinya) dalam pemberian
2. Luka atau lesi pda obat topikal.
kulit menunjukan
proses
penyembuhan
dengan adanya
regenerasi
jaringan

2. Resiko infeksi Selama dilakukan 1. Tekankan


berhubungan dengan tindakan pentingnya
gangguan integritas keperawatan, pasien teknik cuci
kulit. terhindar dari infeksi tangan yang baik
sekunder. untuk semua
Dengan kriteria hasil individu yang
: datang kontak
1. Klien mampu dengan pasien.
mendeskripsikan 2. Gunakan skort,
proses penularan sarung tangan,
penyakit, faktor masker dan
yang teknik aseptic,
mempengaruhi selama
penularan serta perawatan kulit.
penatalaksanaan. 3. Cukur atau ikat
2. Menunjukan rambut di sekitar
kemampuan daerah yang
untuk mencegah terdapat erupsi.
timbulnya infeksi 4. Bersihkan
baru. jaringan nekrotik
3. Menunjukan / yang lepas
perilaku hidup (termasuk
sehat. pecahnya lepuh).
5. Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
antiviral.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur superfisial
pada kulit kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan
folikel – folikel rambut. Penyakit ini termasuk kepada mikosis superfisialis atau
dermatofitosis. Tinea kapitis sering terjadi pada anak-anak dengan
bermacam-macam gejala klinis. Tinea kapitis disebabkan oleh
trychopphyt canis T. Tonsurans ditularkan melalui kontak antara anak
dengan anak yang dapat menyerang batang rambut yang menyebabkan
kerontokkan secara klinis yang akan dijumpai sebuah atau beberapa
bercagak yang budar, berwarna kemudian rambut menjadi rapuh dan
patah atau didekat sehingga meninggalkan bercak – bercak kebotakan.

Keadaan penduduk yang padat menyimpan jamur penyebab dan


adanya karier asimtomatis yang tidak diketahui menyebabkan prevalensi
penyakit. Tablet griseofulvin adalah pengobatan yang efektif dan aman,
sebagai obat lini pertama (gold standard). Obat lini kedua yaitu
Itrakonazol, terbinafin atau kalau terpaksa dengan flukonazol diberikan
untuk pasien yang tidak sembuh dengan griseofuvin, atau dapat sebagai
obat jamur lini pertama. Terapi ajuvan dengan shampo anti jamur untuk
membasmi serpihan (fomites) yang terinfeksi, mengevaluasi serta
penanganan kontak yang dekat dengan pasien. Tinea kapitis tipe Gray
patch sembuh sendirinya dengan waktu, biasanya permulaan dewasa.
Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya penyakit, yaitu
yang zoofilik (M. canis, T. mentagrophytes dan T. verrucosum) . Infeksi
ektotrik sembuh selama perjalanan normal penyakit tanpa pengobatan.
Namun pasien menyebarkan jamur penyebab kelain anak selama waktu
infeksi. Sebaliknya infeksi endotrik menjadi kronis dan berlangsung
sampai dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

Lemone, Priscilla dan Karen Burke, 2010, Medical Surgical Nursing : Critic
Thinking in Client Care I Ed 3, Pearson
Rudolph, Abraham M dkk, 2010, Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 2, EGC:
Jakarta

Ignatavicius dan Workman, 2010, Medical Surgical Nursing Patient Centered


Collaborative Care Vol. 1, Saunders

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson, 2011, Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit,, EGC: Jakarta

Watson, Roger,2010, Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat, EGC: Jakarta

http://www.kalbemed.com/Portals/6/12_183Dermatofitosis.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-epimulyani-6151-2-
bab2.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35227/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai