2. Saraf Otonom
Perbandingan pada saraf otonom yang normal dan saraf otonom pada
lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai
berikut
a. Normal
Saraf simpati : Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan
pernafasan serta menurunkan aktifitas saluran cerna.
Saraf parasimpatis : Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis.
b. Lansia
Pusat penegndalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal
yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada
usia lanjut adalah penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine,
noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada ganglion otonom
yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan
terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase. Terdapat
perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah
reseptor kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi
postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau dingin
terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah
terjatuh.
3. Sistem Saraf Perifer
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf
perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi
adalah sebagai berikut:
a. Normal
Saraf aferen :Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari
maupun tidak, dari kepala, pembuluh darah dan ekstermitas. Saraf
eferen menyampaikan rangsangan dari luar ke pusat.
Saraf eferen : Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari
otak menuju ke luar dari susunan saraf pusat ke berbagai sasaran
(sel otot/kelenjar).
b. Lansia
Saraf aferen : Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen,
sehingga terjadi penurunan penyampaian informasi sensorik dari
organ luar yang terkena ransangan.
Saraf eferen : Lansia sering mengalami gangguan persepsi
sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya penurunan fungsi
saraf eferen pada sistem saraf perifer.
4. Medulla spinalis
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem saraf
perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi
adalah sebagai berikut:
a. Normal
Fungsinya :
Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu motorik/ cornu
ventralis.
Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut.
Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju
cerebellum.
Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua bagian tubuh.
b. Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga
mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit
untuk menggerakkan otot dan sendinya secara maksimal.
5. 12 syaraf kranial
a. Nervus Olfactorius
Fungsinya sebagai penciuman
Sifatnya sensorik membawa rangsangan aroma dari hidung ke otak
b. Nervus Optikus
Fungsinya untuk menentukan ketajaman penglihatan dan lapangan
pandang mata
Sifatnya sensoris, membawa rangsangan penglihatan ke otak
c. Nervus Okulomotorius
Fungsinya kontraksi pupil, pergerakan bola mata
Sifatnya motorik,mensarafi otot-otot orbital
d. Nervus Troklearis
Fungsinya sebagai saraf pemutar bola mata ke bawah dan dalam
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital
e. Nervus Trigeminus
Fungsinya sebagai penggerak
Sifatnya majemuk (sensoris motoris)
Saraf ini mempunyai 3 cabang yaitu :
Nervus Optalmikus : Sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan, kelopak mata
Nervus : Sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum,
hidung dan sinus maksilaris
Nervus Mandibularis : Sifatnya majemuk, mensarafi otot
pengunyah, gigi bawah, dagu dan serabut rongga mulut dan lidah,
membawa rangsangan citra rasa ke otak
f. Nervus Abdusen
Fungsinya pergerakan bola mata ke lateral
Sifatnya motoris, mensarafi otot orbital
g. Nervus Facialis
Fungsinya sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap
Sifatnya majemuk, mensarafi wajah, otot-otot lidah dan selapu
lender rongga mulut
h. Nervus Vestibulotroklearis
Fungsinya sebagai pendengaran dan keseimbangan (vestibulo)
Sifatnya sensoris, membawa rangsangan dari telinga ke otak
i. Nervus Glasofaringeus
Fungsinya menelan dan membawa rangsangan cita rasa ke otak
Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil, dan lidah
j. Nervus Vagus
Fungsinya sebagai perasa
Sifatnya majemuk, mensarafi faring, laring, esofagus, gaster, dan
kelenjar pencernaan
k. Nervus Assesorius
Fungsinya untuk mengkaji otot sternokleidomastoideus dan muskulus
trapezius
l. Nervus Hipoglosus
Fungsinya pergerakan lidah dalam berbicara dan menelan
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot lidah
E. Patofisiologi
Dinamika Ruang Intrakranial
Hipotesis Monro-Kellie menyatakan bahwa volume intrakranial sama
dengan volume otak (80-85%) ditambah volume darah serebral (3-10%) dan
volume cairan serebrospinal (8-12%). Perubahan volume dari salah satu
komponen karena proses desak ruang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial.
Dalam keadaan normal, otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi
aliran darah serebral untuk menyesuaikan dengan perubahan komponen
intrakranial lainnya. Autoregulasi menjamin aliran darah konstan melalui
pembuluh darah serebral di atas rentang tekanan perfusi dengan cara
mengubah diameter pembuluh darah dalam berespon terhadap tekanan perfusi
serebral. Tetapi berbagai faktor dapat mengubah kemampuan pembuluh
serebral untuk melakukan kontriksi dan dilatasi seperti iskemia, hipoksia,
hiperkapnea dan trauma otak. Karbondioksida merupakan vasodilator yang
paling poten pada pembuluh serebral, dapat menyebabkan kenaikan aliran
darah serebral dan selanjutnya dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Autoregulasi dapat berfungsi dalam batasan:
Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg
Tekanan arteri rata-rata
Tekanan intrakranial
Bila mekanisme autoregulasi terganggu, aliran darah serebral berfluktuasi
sesuai dengan tekanan darah sistemik. Setiap aktivitas yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah seperti batuk, suksion dan kecemasan dapat
menyebabkan peningkatan aliran darah serebral yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
Otak mampu melakukan kompensasi atau menerima perubahan minimal pada
volume kolaps parsial sisterna, ventrikel dan sistem vaskuler, juga
menurunkan pembentukan dan meningkatkan reabsorbsi cairan serebrospinal.
Selama masa kompensasi, TIK tetap cukup konstan. Bila mekanisme
kompensasi ini telah digunakan sampai batas kemampuan otak, peningkatan
TIK tidak dapat diterima lagi dan akan terjadi herniasi yang mengakibatkan
terhentinya aliran darah serebral sebagai konsekuensi yang paling berat.
Tekanan Perfusi Serebral (TPS)
Aliran darah serebral berjalan dalam TPS > 60 mmHg. Di bawah tingkat ini,
suplai darah ke otak tidak adekuat dan akan terjadi hipoksia neural dan dapat
terjadi kematian sel neuron. Saat tekanan perfusi menurun, respon
kardiovaskuler adalah meningkatkan tekanan darah sistemik. Sistem
autoregulasi yang berfungsi mempertahankan aliran darah serebral yang
konstan tidak berfungsi bila TPS\
F. Komplikasi
Masalah Sensori Pada Lansia
1. Mata atau penglihatan
Kornea, lensa, iris, aquous humormvitrous humor akan mengalami
perubahan seiring bertambahnya usia., karena bagian utama yang
mengalami perubahan / penurunan sensifitas yang bisa menyebabkan lensa
pada mata, produksi aquous humor juga mengalami penurunan tetapi tidak
terlalu terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra okuler lensa
umum. Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ pada mata
seseorang yang berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan mengalami
penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda, penurunan tersebut
meliputi ukuran-ukuran pupil dan kemampuan melihat dari jarak jauh.
Proses akomodasi merupakan kemampuan untuk melihat benda-bend dari
jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan hasil koordianasi atas
ciliary body dan otot-otot ins, apabial sesorang mengalami penurunan daya
akomodasi makaorang tersebut disebut presbiopi.
5 masalah yang muncul ada lansia :
Penurunan kemampuan penglihatan
a. ARMD ( agp- relaed macular degeneration )
b. Glaucoma
c. Katarak
d. Entropion dan ekstropion
2. Strok
Adalah penyakit padasistem syaraf pusat ( otak ) yang ditandai dengan
gangguan pada peredaran darah, baik itu karena sumbatan pembuluh darah
maupun pendarahan ( pecahnya pembuluh darah ) di otak sehingga
menyebabkan gangguan anatomo dan fisiologi otak.
Faktor-faktor penyebabnya :
a. Tekanan darah tinggi
b. Penyakit jantung
c. Kencing manis
3. Radang otak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri / virus / parasit
kedalam otak dan selaput otak. Gejala awalnya adalah panas badan tinggi,
badan lemah, kaku leher dan muntah-muntah yang tidak membaik dengan
obat-obatan biasa. Penyakit timbul apabila keradangan meluas sampai
timbul bengkak otak dan atau abses ( borok ) otak sehingga menimbulkan
penurunan kesadaran ( coma ).
G. Test Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
1. CT Scan
CT Scan memberikan gambaran rinci dari struktur tulang, jaringan dan
cairan tubuh. Dapat menunjukkan perubahan struktur karena tumor,
hematom atau hidrosefalus.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sacn dengan MRI membuat gambaran grafis dari struktur tulang, cairan
dan jaringan lunak. Dapat memberikan hasil yang lebih jelas tentang detail
anatomi dan dapat membantu diagnosis tumor yang kecil atau sindrom
infark dini.
3. PET (Positron Emission Tomografi)
Test dignostik untuk mengukur proses fisiologis dan biokimia dalam
sistem saraf. Daerah tertentu dapat teridentifikasi sebagai berfungsi atau
tidak.
4. Angiografi Serebral
Merupakan pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kontras berupa
zat warna radio-opak yang disuntikkan dengan kateter ke dalam sirkulasi
arteri serebral. Hasilnya memperlihatkan patensi pembuluh darah,
penyempitan, oklusi dan abnormalitas struktur (aneurisma), pergeseran
pembuluh (tumor dan edema) dan perubahan aliran darah (malformasi
AV).
5. Mielografi
Ruang subarakhnoid spinal diperiksa terhadap obstruksi total atau
sebagian yang berhubungan dengan perubahan letak tulang, kompresi
medula spinalis atau herniasi cakram intervertebrata.
6. EEG (Elektroensefalografi)
Membantu mendeteksi dan menemukan tempat aktivitas listrik abnormal
dalam korteks serebri
7. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan CSS terhadap adanya darah, perubahan karater, jumlah sel,
protein, dan glukosa dan memperkirakan TIK.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Fokus Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis riwayat neurologis:
a. Trauma yang baru terjadi yang dapat mempengaruhi sistem saraf
(jatuh, kecelakaan lalulintas)
b. Infeksi yang baru terjadi termasuk sinusitis, infeksi telinga dan sakit
gigi.
c. Sakit kepala dan masalah-masalah gangguan daya konsentrasi dan
ingatan yang baru terjadi.
d. Perasaan pusing, kehilangan keseimbangan, melayang, melamun,
tinitus dan masalah pendengaran.
e. Kecanggungan atau kelemahan ekstremitas, kesulitan berjalan.
f. Penyimpangan sensoris (kesemutan, baal, hipersensitivitas, nyeri) atau
kehilangan sensori pada wajah, badan dan ekstremitas.
g. Impotensi dan kesulitan berkemih.
h. Kesulitan dalam kegiatan sehari-hari.
i. Efek masalah pada pola hidup, kinerja pekerjaan dan interaksi sosial.
j. Penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obat tertentu.
2. Pengkajian Fisik
Hal-hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan fisik neurologis adalah:
a. Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS)
Tingkat kesadaran dapat digambarkan secara kualitatif seperti sadar,
letargi, stupor, semikoma dan koma atau secara kuatitatif dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale.
b. Gerakan, kekuatan dan koordinasi otot ekstremitas.
Kelemahan otot merupakan tanda penting pada beberapa gangguan
neurologis. Beberapa tes khusus digunakan untuk mendeteksi kelainan
yang lebih spesifik seperti tes Romberg untuk memeriksa koordinasi
keseimbangan tubuh tes koordinasi jari hidung untuk memeriksa
kemampuan koordinasi ekstremitas atas.
c. Status mental
Pemeriksaan status mental meliputi perhatian, daya ingat, afek, bahasa,
pikiran dan persepsi (person, time and space)..
d. Refleks
Refleks terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik.
Refleks yang diperiksa meliputi refleks regangan otot (refleks tendon),
refleks kutaneus (superfisial) dan adanya refleks abnormal seperti
refleks Babinski.
e. Gerakan involunter
Gerakan involunter adalah gerakan bagian tubuh yang tidak dapat
dikendalikan seperti tremor, fasikulasi, klonus, mioklonus,
hemibalismus, chorea dan atetosis.
f. Perubahan pupil
Pupil dapat dinilai ukuran dan bentuknya serta respon terhadap cahaya.
g. Tanda vital
Tanda klasik peningkatan TIK meliputi kenaikan tekanan sistolik
dalam hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah atau
lambat dan pernapasan tidak teratur.
h. Saraf kranial
Tes fungsi saraf kranial diperiksa satu persatu untuk melihat adanya
kelainan yang spesifik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diagnosa-diagnosa berikut ini adalah sebagian diagnosa yang dapat di
angkat pada pasien lansia dengan gangguan sistem persarafan yang di
kutip dari diagnosa keperawatan NANDA.
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
4. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi
dan integrasi.
5. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan
sistem saraf.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
Tujuan :
a. Pasien bebas dari resiko cedera.
b. Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik.
Intervensi :
a. Kaji status mental dan fisik.
b. Lakukan strategi untuk mencegah cedera yang sesuai untuk status
fisiologis.
c. Pertahankan tindakan kewaspadaan.
d. Singkirkan atau lepaskan alat-alat yang dapat membahayakan
pasien.
e. Hindari tugas-tugas yang membahayakan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
Tujuan :
a. Pasien akan mengidentifikasikan aktifitas dan/atau situasi yang
menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi
aktivitas.
b. Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Intervensi :
a. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
b. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan
aktivitas.
c. Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat.
d. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi
yang dapat di toleransi.
3. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori, transmisi
dan integrasi.
Tujuan :
a. Pasien dapat menunjukkan kemampuan kognitif.
b. Pasien dapat mengidentifikasikan diri, orang, tempat, dan waktu.
Intervensi :
a. Pantau perubahan status neurologis pasien.
b. Pantau tingkat kesadaran pasien.
c. Identifikasikan factor yang berpengaruh terhadap gangguan
persepsi sensori.
d. Pastikan akses dan penggunaan alat bantu sensori.
e. Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai tingkat sensori yang
sesuai.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan
sistem saraf pusat.
Tujuan :
a. Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan berbicara, menulis, membaca, dan memahami
simbol.
b. Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberikan
stimulasi sebagai komunikasi.
c. Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan.
DAFTAR PUASTAKA