Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


SISTEM INTUGMEN DENGAN DIAGNOSA VITILIGO

Disusun Oleh

Nama : Inggrid Nur Syaputri

Nim : 144011.01.18.125

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN RS. MARTHEN INDEY
JAYAPURA
2 0 1 9/2020

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami ucapkan puji syukur kehadirat Allah ta’ala, karena atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa
shalawat dan salam Penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, Sang
Sebaik-baik teladan. Makalah ini merupakan hasil diskusi yang disusun dengan
persiapan yang maksimal. Untuk itu, kami ingin menyampaikan terimal, kasih
yang sebesar-besarnya kepada Ibu Siti Patimah . selaku pembimbing di Akademi
Keperawatan RS Marthen Indhey.
Diharapkan kritik dan saran agar bisa menjadi lebih baik lagi .

Jayapura,23 Juni 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................1
C. Tujuan........................................................................................2
BAB II KONSEP MATERI
1. Konsep Medis Psoriasi.................................................................3
A. Definisi.....................................................................................3
B. Klasifikasi................................................................................3
C. Etiologi.....................................................................................4
D. Patofisiologi.............................................................................5
E. Manifestasi Klinik....................................................................6
F. Komplikasi...............................................................................6
G. Pemeriksaan Diagnostik...........................................................7
H. Penatalaksanaan.......................................................................7
I. Pathway..................................................................................10
2. Konsep Asuhan Keperawatan...................................................10
A. Pengkajian...............................................................................10
B. Pemeriksaan Penunjang...........................................................12
C. Diagnosa Keperawatan............................................................12
D. Rencana Keperawatan.............................................................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................15
B. Saran........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
vitiligo merupakan suatu kelainan didapat yang mengenai kulit dan
mukosa yang ditandai dengan makula depigmentasi berbatas tegas yang
terjadi akibat adanya kerusakan selektif pada melanosit (Alikhan dkk.,
2011). Vitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang paling umum
ditemukan, dapat terjadi pada semua umur dan jenis kelamin (Birlea dkk.,
2012; Alikhan dkk., 2011). Prevalensi vitiligo pada populasi diperkirakan
berkisar dari 0,1%-2% dengan adanya variasi diantara kelompok etnis yang
berbeda. Hampir setengah dari pasien memiliki onset penyakit sebelum usia
20 tahun, sedangkan 70-80% datang sebelum usia 30 tahun. Anak dan
dewasa dapat terkena secara sama rata.
Vitiligo menyebabkan kelainan kulit akibat adanya gangguan
pigmentasi sehingga pada kulit akan tampak makula depigmentasi yang
berwarna putih seperti susu. Patogenesis penyakit yang belum diketahui
secara pasti dan hasil pengobatan yang belum memuaskan menjadi
permasalahan baik bagi penderita maupun tenaga kesehatan yang
merawatnya. Penderita vitiligo juga mengalami stigma dan beban psikologis
akibat warna kulit yang tidak merata.Walaupun tidak dapat menyebabkan
kematian, vitiligo menyebabkan morbiditas yang besar dengan adanya
stigma akibat penampakan warna kulit yang kontras. Perjalanan penyakit
yang kronis, pengobatan yang lama dan tidak memuaskan, serta perjalanan
penyakit yang belum dapat diprediksi berpengaruh besar terhadap kualitas
hidup dari penderita vitiligo (Parsad dkk., 2003). Sebagian besar pasien
khawatir terhadap adanya perburukan penyakit, memiliki hubungan sosial
yang terganggu, merasa malu, depresi, dan rendah diri (Alikhan dkk., 2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari vitiligo?
2. Apa saja klasifikasi dari vitiligo?
3. Bagiamanakah etiologi dari vitiligo?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari vitiligo?
5. Bagaimanakah pathway dari vitiligo?
6. Bagaimanakah manifestasi klinis dari vitiligo?
7. Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik vitiligo?

1
8. Bagaimanakah penatalaksanaan untuk vitiligo?
9. Apa saja komplikasi dari vitiligo?
10. Bagimanakah asuhan keperawatan yang tepat untuk vitiligo?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan KMB II
diharapkan mahasiswa semester 4 dapat mengerti dan memahami
asuhan keperawatan pada klien dengan vitiligo dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi vitiligo
b. Mengetahui etiologi dari vitiligo
c. Mengetahui patofisiologi dari vitiligo
d. Mengetahui pathway dari vitiligo
e. Mengetahui manifestasi klinis dari vitiligo
f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik untuk klien dengan vitiligo
g. Mengetahui penatalaksanaan dari vitiligo
h. Mengetahui komplikasi dari vitiligo
i. Memahami asuhan keperawatan umum pada klien dengan vitiligo
j. Memahami asuhan keperawatan kasus pada klien dengan vitiligo

2
BAB II

KONSEP TEORI

1. Konsep Medis Psoriasis


A. Definisi
Vitiligo merupakan kelainan pigmentasi yang sering dijumpai dan
ditandai oleh makula depigmentasi berbatas tegas yang dapat terjadi
pada setiap area tubuh. Kelainan ini juga dapat mengenai area rambut
dan mukosa seperti bibir dan genitalia (Gawkrodger dkk., 2010).
Vitiligo adalah gangguan berkurangnya pigmentasi kulit yang
sebabnya belum diketahui pasti, gangguan yang didapat serta ditandai
dengan gambaran makula putih tidak bersisik, hasil dari hancurnya
melanosit kulit secara selektif (Gawkrodger, 2003).
Gambaran histologi pada lesi vitiligo, berupa bercak-bercak putih,
memperlihatkan akan hilangnya melanosit dan melanin dari lapisan kulit
(Moretti, 2003).

B. Klasifikasi
Bermacam-macam klasifikasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Koga
membagi vitiligo dalam dua golongan yaitu (Moretti, 2003):
1) Vitiligo dengan distribusi sesuai dermatom
2) Vitiligo dengan distribusi tidak sesuai dermatom
Berdasarkan Moretti (2003) lokalisasi dan
distribusinya,Nordlund membagi menjadi:
1) Tipe lokalisata, yang terdiri atas:
a. Bentuk fokal: terdapat satu atau lebih makula pada satu daerah
dan tidak segmental
b. Bentuk segmental: terdapat satu atau lebih makula dalamsatu
atau lebih daerah dermatom dan selalu unilateral
c. Bentuk mukosal: lesi hanya terdapat pada selaput lendir (genital
dan mulut)
d. Tipe generalisata, yang terdiri atas:
e. Bentuk akrofasial : lesi terdàpat pada bagian distal ekstremitas
dan muka
f. Bentuk vulgaris : lesi tersebar tanpa pola khusus
g. Bentuk mixed : lesi campuran segmental dan vulgaris atau
akrofasial
h. Bentuk universalis : lesi yang luas meliputi seluruh atau hampir
seluruh tubuh

3
C. Etiologi
Penyebab vitiligo sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Namun, diduga ini adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan
secara poligenik atau secara autosomal dominan. Namun, beberapa
faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang:
1) Faktor mekanis
Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma
fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas
trauma fisik dan kimiawi.
2) Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A
Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan
sinar matahari atau UVA dan ternyata 70% lesi pertama
kali timbul pada bagian kulit yang terpajan.
3) Faktor emosi / psikis
Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo
berkembang setelah mendapat gangguan emosi, trauma atau stres
psikis yang berat.
4) Faktor hormonal
Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada
penggunaan kontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut
masih diragukan.
Masih sedikit yang diketahui tentang patogenesis vitiligo, sehingga
patofisiologi penyakit ini masih menjadi teka-teki.
1) Teori Neurogenik
Menurut teori ini, suatu mediator neurokemik dilepaskan dan
senyawa tersebut menghambat melanogenesis serta dapat
menyebabkan efek toksik pada melanosit. Lesi vitiligo yang
ditemukan bersifat unilateral, tidak melewati gariis median, dan
terletak pada satu atau dua dermatom. Pada pengamatan lain,
vitiligo ini disertai oleh penyakit lain seperti neurofibromatosis
dan menyerang daerah inervasi suatu saraf perifr yang terkena
trauma. Juga pada polineurits diabetika juga sering dijumpai
vitiligo pada daerah yang mengalami neuropati. (Harahap, 2000)
2) Teori Rusak Diri
Teori ini menyebutkan bahwa metabolit kuinon timbul dalam
sintesis melanin yang menyebabkan destruksi melanosit.
Melanosit juga dihancurkan oleh substansi toksik yang terbentuk
sebagai bagian dari biosintesis melanin normal. Teori ini
disokong oleh bahwa lesi-lesi vitiligo banyak didapatkan di
daerah-daerah kulit yang lebih gelap dan pada tepi lesi terlihat
hiperpigmentasi. (Harahap, 2000).

4
3) Teori Autoimun
Teori ini menyebutkan bahwa kelainan sistem imun
menyebabkan terjadinya kerusakan pada melanosit. Adanya
hubungan antara tiroiditis, anemia pernisiosa, penyakit Addison,
alopesia areata dan sebagainya dijumpai pada serum 80%
penderita vitiligo. (Harahap, 2000).
4) Autotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke
DOPA dan DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi
menjadi berbagai indol dan radikal bebas. Melanosit pada lesi
vitiligo dirusak oleh penumpukan prekursor melanin. Secara
invitro ini dapat dibuktikan tirosin, dopa, dan dopakrom
merupakan sitotoksik terhadap melanosit. (Djuanda, 2007).
5) Pajanan terhadap Bahan Kimia
Depigmentasi kulit dapat terjadi terhadap pajanan Mono
Benzil Eter Hidrokinon yang terdapat dalam sarung tangan atau
detergen yang mengandung fenol. (Djuanda, 2007).

D. Patofisiologi
Sampai saat ini terdapat 3 hipotesis klasik patofisiologi vitiligo yang
dianut, yang masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan
yaitu :
1) Hipotesis autositoksik
Hipotesis ini berdasarkan biokimiawi melanin dan
prekursornya. Dikemukakan bahwa terdapat produk antara dari
biosintesis melanin yaitu monofenol atau polifenol. Sintesis
produk antara yang berlebihan tersebut akan bersifat toksik
terhadap melanosit. Seorang peneliti mengemukakan bahwa
melanosit normal mempunyai proteksi terhadap proses tersebut,
sedangkan pada penderita vitiligo mekanisme proteksi ini labil,
sehingga bila ada gangguan, produk antara tersebut akan
merusak melanosit dan akibatnya terjadi vitiligo. Hal ini secara
klinis dapat terlihat lesi banyak dijumpai pada daerah kulit yang
mengandung pigmen lebih banyak (berwarna lebih gelap). Juga
hal ini dapat terjadi pada pekerja-pekerja industri karet, plastik
dan bahan perekat karena banyak berkontak dengan bahan fenol
dan katekol.
2) Hipotesis neurohumoral
Hipotesis ini mengatakan bahwa mediator neurokimiawi
seperti asetilkolin, epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan
oleh ujung-ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik
yang dapat merusak melanosit ataupun menghambat produksi

5
melanin. Bila zat-zat tersebut diproduksi berlebihan, maka sel
melanosit di dekatnya akan rusak. Secara klinis dapat terlihat
pada vitiligo segmental satu atau dua dermatom, dan seringkali
timbul pada daerah dengan gangguan saraf seperti pada daerah
paraplegia, penderita polineuritis berat.
3) Hipotesis imunologik
Vitiligo merupakan suatu penyakit autoimun, pada penderita
dapat ditemukan autoantibodi terhadap antigen sistem
melanogenik, yaitu autoantibodi anti melanosit yang bersifat
toksik terhadap melanosit. Dari hasil-hasil penelitian terakhir,
tampaknya hipotesis imunologik yang banyak dianut oleh
banyak ahli. Hal ini disokong dengan kenyataan bahwa insidens
vitiligo meningkat pada penderita penyakit autoimun, yaitu
antara lain : penyakit kelenjar tiroid, alopesia areata, anemia
pernisiosa, anemia hemolitik autoimun, skleroderma dan artritis
rheumatoid.

E. Manifestasi Klinik
Vitiligodikategorikan sebagai suatu kelainan pigmentasi akibat
hilangnya melanosit yang aktif sehingga menyebabkan gambaran bercak
putih pada kulit. Bercak putih yang timbul bervariasi dalam hal bentuk
dan ukuran, serta seringkali simetris. Lesi vitiligo muncul sebagai satu
atau lebih makula atau patch amelanotik, berwarna putih seperti kapur
atau susu, dikelilingi oleh tepi normal atau hiperpigmentasi. Adakalanya
didapatkan tepi kemerahan akibat mengalami inflamasi (Yaghoobi dkk.,
2011).
Lesi vitiligo melebar secara sentrifugal dengan pola yang tidak dapat
diprediksi dan mengenai setiap area tubuh. Lesi awal banyak dijumpai
pada tangan, lengan, kaki dan wajah (Halder dan Taliaferro, 2008).
Lokasi vitiligo tersering adalah wajah, dada atas, dorsal tangan, aksila
dan lipatan paha. Terdapat kecenderungan keterlibatan kulit sekitar
orifisium. Lesi juga dapat muncul pada area trauma (Yaghoobi dkk.,
2011). Pada fenomena Koebner, lesi vitiligo berkembang di tempat
terjadinya mikrotrauma sebagai suatu respon isomorfik terhadap
gesekan atau tekanan yang dapat terjadi pada berbagai aktivitas
(Anurogo dan Ikrar, 2014). Lesi vitiligo sejak awal dikatakan sensitif
terhadap paparan sinar matahari (Lotti dkk., 2008).

F. Komplikasi
Orang dengan vitiligo mungkin pada peningkatan risiko :
1) Tekanan sosial dan psikologis
2) Sinar matahari dan kanker kulit

6
3) Masalah mata, seperti peradangan iris (iritis)
4) Pendengaran
5) Efek samping karena pengobatan, seperti kulit kering dan gatal-gatal

G. Pemeriksaan Diagnostik
1) Biopsi kulit dan darah
a. Mengambil contoh kecil (biopsi) dari kulit yang terkena
b. Menggambar darah untuk tes laboratorium
2) Tes lain
Melihat spesialis mata (dokter spesialis mata), yang dapat
memeriksa peradangan dalam mata Anda (uveitis). Pemeriksaan
pendengaran (audiolog) untuk menjalani evaluasi karena orang
dengan vitiligo mungkin memiliki peningkatan risiko kehilangan
pendengaran.

H. Penatalaksanaan
Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan
vitiligo. Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen
pada kulit. Seluruh pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian
masing-masing, dan tidak semua terapi dapat sesuai dengan masing-
masing penderita.
1) Tabir surya
Sunscreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari
berlebih pada kulit dan hal ini dapat mengurangi kerusakan akibat
sinar matahari dan dapat mencegah terjadinya fenomena Koebner.
Selain itu sunscreen juga dapat mengurangi tanning dari kulit yang
sehat dan dengan demikian mengurangi kekontrasan antara
kulit yang sehat dengan kulityang terkena vitiligo (Wolff & Johnson,
2009).
2) Kosmetik
Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal
menggunakan covermask kosmetik sebagai pilihan terapi. Area
dengan lesi leukoderma, khususnya pada wajah, leher atau tangan
dapat ditutup dengan make-up konvensional, produk-produk self
tanning, ataupengecatan topikal lain. Pilihan untuk menggunakan
kosmetik cukup menguntungkan pasien dikarenakan biayanya yang
murah, efek samping yang kecil, dan mudah digunakan (James, Berger, &
Elston, 2006).
3) Repigmentasi
a. Glukokortikoid topikal
Sebagai awal pengobatan diberikan secara intermiten (4
minggu pemakaian, 2 minggu tidak) glukokortikoid topikal kelas

7
I cukup praktis,sederhana, dan aman untuk pemberian pada
makula tunggal atau multipel. Jika dalam 2 bulan tidak ada
respon, mungkin saja terapi tidak berjalan efektif. Perlu
dilakukan pemantauan tanda-tanda awal atrofi akibat
penggunaan kortikostreoid 3. Pada beberapa penderita vitiligo,
terapi dengan kortikosteroid poten tinggi, misalnyabetametason
valerat 0,1% atau klobetasol propionat 0,05% efektif
menimbulkan pigmen (Djuanda, Hamzah, & Aisah, 2007).
b. Topikalinhibitor Kalsineurin
Tacrolimus dan pimecrolimus efektif untuk repigmentasi
vitiligo tetapi hanya di daerah yang terpapar sinar matahari. Obat
ini dilaporkan paling efektif bila dikombinasikan dengan UVB
atau terapilaserexcimer (Wolff & Johnson, 2009).
c. Topikal fotokemoterapi
Menggunakan topikal8-methoxypsoralen (8-MOP) dan
UVA. Prosedur ini diindikasikan untuk makula berukuran kecil
dan hanya dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Hampir
sama dengan psoralen oral, mungkin diperlukan ≥15 kali terapi
untuk inisiasi respon dan ≥ 100 kali terapi untuk menyelesaikannya
(Wolff & Johnson, 2009).
d. Fotokemoterapi sistemik
PUVA oral lebih praktis digunakan untuk vitiligo yang luas.
PUVA oral dapat dilakukan bersamaan menggunakan sinar
matahari (dimusim panas atau di daerah yang sepanjang tahun
disinari oleh matahari) dan 5-methoxypsoralen (5-MOP)
(tersedia di Eropa) atau sinar UVA buatan dengan 5-MOP atau
8-MOP. Adanya respon baik dari terapi dengan PUVA ini
ditandai oleh munculnya folikuler kecil yang berpigmen di atas
lesi vitiligo. Foto kemoterapi PUVA oral dengan 8-MOP atau 5-
MOP keefektifannya mencapai 85% untuk >70% pasien dengan
vitiligo di kepala, leher, lengan atas, kaki dan di badan (Wolff &
Johnson, 2009).
e. UVB
Narrow-band (311nm). Efektivitas terapi ini hampir sama
denganPUVA, namun tidak memerlukan psoralen. UVB adalah
terapi pilihan untuk anak <6 tahun.
f. Laser Excimer (308nm)
Terapi ini cukup efektif. Namun, sama seperti padaP UVA,
proses repigmentasi tergolong lambat. Terapi jenis ini sangat
efektif untuk vitiligo yang terdapat di wajah (Wolff & Johnson,
2009).
g. Immunomudulator sistemik

8
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pada anak-anak
dengan vitiligo,betamethason telah diganti dengan oral
methylprednisolon dan dikombinasikan dengan topikalointment
fluticasone pada lesi vitiligo. Tingkat keberhasilannya pada>
90% orang dewasa dan > 65% anak-anak dengan vitiligo adalah
dari tingkatan baik sampai sangat baik.
h. Topikal analog Vitamin D
Analog vitamin D, khususnya Calcipotriol, telah digunakan
untuk terapi tunggal atau dikombinasikan dengan topikal steroid
pada managemen vitiligo. Efek Vitamin D ini mampu
menumbuhkan dan mendiferensiasikan melanosit dan keratinosit
kembali.Ini telah dibuktikan pada suatu demonstrasi mengenai
reseptor untuk 1-alphadihydroxyvitamin D3 pada melanosit.
Dipercaya bahwa reseptor ini mengatur stimulasi dari
melanogenesis. Analog vitamin ini juga biasa dikombinasikan
dengan sinar UV (termasuk NB-UVB) dan topikal steroid.
i. Topikal 5-Fluorouracil
Topikal 5-Fluorouracil digunakan untuk menginduksi
repigmentasi pada lesi dengan vitiligo dengan memperbesar
stimulasi migrasi dari folicular melanosit ke epidermis selama
proses epitelisasi. Bentuk topikal terapi ini bisa dikombinasikan
dengan titik dermabrasi dari lesi vitiligo untuk meningkatkan
respon dari repigmentasi.Didapatkan respon repigmentasi
mencapai 73,3% dengan menggunakan kombinasi ini setelah
terapi selama 6 bulan.
4) Minigrafting
Teknik pembedahan dengan metode
Minigrafting (Autolog Thin Thierschgrafting, Suction Blister grafts,
autologous mini punch grafts, transplantation of culture dautologous
melanocytes) cukup efektif untuk mengatasi vitiligo dengan makula
segmental yang stabil dan sulit diatasi (Wolff & Johnson, 2009).
5) Depigmentasi
Tujuan dari depigmentasi adalah "kesatuan" warna kulit pada
pasien dengan vitiligo yang luas atau pasien dengan terapi PUVA yang
gagal, yang tidak dapat menggunakan PUVA atau pasien yang menolak
pilihan terapi PUVA (Wolff & Johnson, 2009).Bleaching, pemutihan
kulit normal dengan krimmonobenzyl etherdarihydroquinone(MEH)
20% ini bersifat permanen, artinya proses bleaching (pemutihan)
ini tidak reversible. Tingkat keberhasilan terapi ini >90%. Tahap
akhir warna depigmentasi dengan MEH adalah Chalk white (kapur
putih), seperti pada makula vitiligo 3. Monobenzon tersedia dalam
bentuk cream 20%, dioleskan 2 kali sehari selama 2 sampai 3 bulan

9
pada daerah kulit yang masih berpigmen. Terapi biasanya dianggap
selesai setelah 10 bulan pemberian (James, Berger, & Elston, 2006).

I. Pathway

Hipotesis autositoksik Hipotesis neurohumoral Hipotesis imunologik

Melanosit tidak dapat memproteksiAsetilkolin,


monofenol/polifenol
epinefrin
Penyakitdan
kelenjar
norepinefrin
tiroid, anemia
meningkat
pernisiosa, alopesia areata, a

monofenol/polifenol Merusak melanosit


meningkat

VITILIGO

Terdapat lesi berupa makula dengan bercak-bercak putih


Ada batas inflamasi pada kulit

MK: gangguan citra tubuh MK: kerusakan integritas kulit

2. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1) Identitas
Pada pengkajian identitas biodata (nama, jenis kelamin, umur, suku
agama, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan), tanggal MRS,
No.register, diagnosa medis.
2) Riwayat Kesehatan

10
a. Keluhan Utama
Di dapatkan makula berwarna putih susu tidak mengandung
melanosit dan berbatas tegas. Makula berwarna putih dengan
diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter,bulat
atau lonjong, berbatas tegas , tanpa perugbaahn epidermis yang
lain.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ditemukan bercak berwarna putih. Tidak terasa nyeribdan gatal.
Bercak berjumlah banyak, berbentuk tidak terartur, ukuran
bermacam – macam.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami keluhan yang sama dan
kemudian bercak bisa menghilang. Lesi timbul setelah trauma
fisik seperti tindakan bedah atau luka bakar.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya terdapat salah satu keluarga klien dengan penyakit
yang sama
e. Riwayat Obstetri dan obatan – obatan
Pada vitiligo diduga akan memburuk selama kehamilan atau
pada penggunaan kontrasepsi oral
3) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernafasan (B1)
RR : 24 X/menit, suara nafas pasien vesikuler, tidak ada
pernafasan cuping hidung
b. Sistem Kardiobvaskuler (B2)
TD 120/90 mmHg, N : 75 x/menit, T: 37 oC
c. Sistem Persarafan (B3)
Kondisi umum pasien compos mentis dengan GCS 456.
d. Sistem Perkemihan (B4)
Tidak ada gangguan pada sistem perkemihan.
e. Sistem Pencernaan (B5)
idak ada gangguan pada sistem pencernaan

11
f. Sistem muskuloskeletal dan integumen (B6)
Tidak ada gangguan pada sistem muskuloskeletal
Pada daerah lutut, siku dan daerah tulang belakang terdapat plak
eritem, dengan skuama kasar, berwarna putih, melekat, sebagian
deskuamasi, bentuk lentikular hingga numular atau plakat
berbatas tegas, multipel, generalisata.

B. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Wood lamp : warna putih kebiruan yang nyata
dengan tepi yang berbatas tegas, karena tidak adanya atau
berkuranglnya melanin pada epidermis pada lesi vitiligo.
2) Pemeriksaan hispatologis : terjadi kekurangan melanosit pada
kulit yang terkena lesi, infiltrasi limfosit primer pada dermis
superficial, perivaskuler, dan perifolikuler dapat dilihat pada tepi
lesi vitiligo dan lesi awal.

C. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
linkungan,keamanan dan proteksi
2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan psikologi dan
integritas ego

D. Rencana Asuhan Keperawatan


1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
lingkungan,keamanan dan proteksi

NOC (Nursing NIC (Nursing Implementasi


Outcomes Interventions
Classification) Classification)
Setelah dilakukan Pemberian obat : Kulit1. Mengikuti 5 prinsip benar
asuhan (2316) dalam pemberian obat
keperawatan 1. Ikuti prinsip 5 benar 2. Memberikan obat topikal
selama 3x 24 jam pemberian obat sesuai yang sudah diresepkan
diharapkan 2. Berikan agen topikal oleh dokter
gangguan sesuai yang diresepkan 3. Memantau adanya efek
integritas kulit 3. Monitor adanya efek samping lokal dan sistemik

12
dapat teratasi samping lokal dan dari pengobatan yang sudah
sistemik dari pengobatan diberikan
Kriteria Hasil : 4. Ajarkan dan monitor 4. Mengajarkan dan memantau
Integritas teknik pemberian teknik pemberian obat secara
jaringan : Kulit mandiri sesuai mandiri sesuai dengan
dan membran kebutuhan kebutuhan klien
mukosa (1101) 5. Dokumentasikan 5. Mendokumentasikan
1. Tidak ada lesi pemberian obat dan pemberian obat dan respon
pada kulit respon pasien, sesuai pasien sesuai dengan
2. Tidak terjadi dengan protokol institusi protokol institusi
penebalan kulit 6. Memantau kulit jika terdapat
3. Tidak ada eritema Pengecekan Kulit ruam dan lecet
4. Tidak ada (3590) Memantau kulit terhadap
pengelupasan 1. Monitor kulit untuk adanya perubahan warna,
kulit adanya ruam dan lecet memar dan pecah
5. Integritas kulit 2. Monitor kulit terhadap 7. Melakukan langkah-langkah
tidak terganggu adanya perubahan untuk mencegah kerusakan
warna, memar dan pecah kulit lebih lanjut.
3. Lakukan langkah-
langkah untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut
misalnya dengan
melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi

2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan psikologi dan


integritas ego

NOC (Nursing NIC (Nursing Implementasi


Outcomes Interventions
Classification) Classification)
Setelah dilakukan Peningkatan Citra 1. Menentukan harapan citra
asuhan Tubuh (5220) diri pasien berdasarkan pada
keperawatan 1.
Tentukan harapan citra tahapan perkembangan
selama 3x 24 jam diri pasien didasarkan 2. Membantu pasien untuk
diharapkan pada tahap mendiskusikan perubahan
gangguan citra perkembangan yang disebabkan adanya
tubuh pasien 2.
Bantu pasien untuk penyakit dengan tepat
dapat teratasi mendiskusikan 3. Menentukan persepsi pasien
perubahan-perubahan dan keluarga terkait adanya
Kriteria Hasil : yang disebabkan karena perubahan citra diri dan
Citra tubuh adanya penyakit dengan realitas
(1200) cara yang tepat 4. Menentukan adanya
1. Pasien puas 3. Tentukan persepsi perubahan citra tubuh yang
dengan pasien dan keluarga berkontribusi pada

13
penampilan tubuh terkait dengan peningkatan isolasi sosial
2. Pasien dapat perubahan citra diri dan5. Membantu pasien untuk
menyesuaikan realitas mengidentifikasi tindakan
terkait dengan 4. Tentukan apakah yang akan meningkatkan
perubahan perubahan citra tubuh penampilan
tampilan fisik berkontribusi pada 6. Menentukan pernyataan
peningkatan isolasi pasien mengenai harga diri
Harga diri (1205) sosial 7. Lakukan pemantauan tanpa
1. Tingkat 5. Bantu pasien untuk harus mengkritisi pasien
kepercayaan diri mengidentifikasi secara negatif
pasien positif tindakan-tindakan yang 8. Berikan fasilitas lingkungan
2. Gambaran diri akan meningkatkan dan aktivitas yang bisa
pasien positif penampilan meningkatkan harga diri
3. Pasien dapat 9. Berikan edukasi kepada
mempertahankan Peningkatan harga diri orang terdekat terkait
kontak mata (5400) pentingnya dukungan
4. Pasien dapat 1. Tentukan pernyataan keluarga terhadap pasien
memepertahankan pasien mengenai harga dalam mengembangkan
posisi tegak diri konsep diri yang positif
2. Jangan mengktitisi
pasien secara negatif
3. Fasilitasi lingkungan dan
aktivitas-aktivitas yang
akan meningkatkan hara
diri
4. Instruksikan orang
terdekat mengenai
pentingnya minta dan
dukungan mereka dalam
mengembangkan konsep
diri positif terhadap
pasien

14
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Vitiligo sebagai suatu kelainan didapat yang mengenai kulit dan
mukosa yang ditandai dengan makula depigmentasi berbatas tegas yang
terjadi akibat adanya kerusakan selektif pada melanosit. Vitiligo merupakan
kelainan depigmentasi yang paling umum ditemukan, dapat terjadi pada
semua umur dan jenis kelamin.

B. Saran
Kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa Keperawatan) atau
pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini
sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit vitiligo dalam
masyarakat maka kita dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit
tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih buruk. Makalah ini juga dapat
dijadikan referensi awal untuk bahan belajar dan tugas.

15
DAFTAR PUSTAKA

1) Alikhan A, dkk. Vitiligo : A comprehensive overview Part I. Introduction,


epidermiology, quality of life, diagnosis, differential diagnosis, associations,
histopathology, etiology, and workup. J Am Acad Dermatol. 2011; 65: 473-
91.
2) Damayanti N, Listiawan MY. (2004). Fisiologi dan Biokomia Pigmentasi
Kulit. Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 2004;16(2): 156-62.
3) Djuanda, A. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 296-298.
4) Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed8.
Jakarta. EGC. 2007.
5) Setiyohadi, B. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sklerosis. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
6) Suddart, & Brunner. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EG

16

Anda mungkin juga menyukai