Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR VERTEBRA

OLEH:
NAMA : ROBIATUL ISLAMIAH
NIM : P07120216084
SEMESTER : IV
PRODI : DIPLOMA IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIV
BANJARBARU
2018
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : ROBIATUL ISLAMIAH

NIM : P07120216084

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR VERTEBRA

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

Akhmad Rizani, S.Kp, M.Kes


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
TUMOR VERTEBRATA
DI RUANG SYARAF
RSUD ULIN BANJARMASIN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Tumor tulang belakang adalah tumor yang berkembang di dalam sumsum
tulang belakang atau tulang tulang belakang. Tumor ini bisa berisfat
kanker atau bukan kanker. Tumor yang mempengaruhi tulang dari tulang
belakang yang dikenal dengan tumor tulang belakang (vertebral tumor).
Sedangkan, tumor yang mulai berkembang di dalam sumsum tulang
belakang itu sendiri disebut tumor sumsum tulang belakang.

2. Etiologi
a. Perubahan postur tubuh biasanya karena trauma primer dan sekunder.
1. Trauma primer seperti: Trauma secara spontan, contohnya
kecelakaan.
2. Trauma sekunder seperti: Adanya penyakit HNP, osteoporosis,
spondilitis, stenosis spinal, spondilitis,osteoartritis.
b. Ketidak stabilan ligamen lumbosacral dan kelemahan otot.
c. Prosedur degenerasi pada pasien lansia.
d. Penggunaan hak sepatu yang terlalu tinggi.
e. Kegemukan.
f. Mengangkat beban dengan cara yang salah.
g. Keseleo.
h. Terlalu lama pada getaran.
i. Gaya berjalan.
j. Merokok.
k. Duduk terlalu lama.
l. Kurang latihan.
m. Depresi/ stress.
n. Olahraga

3. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh tumor tulang belakang
tergantung pada lokasi dan jenisnya, terutama ketika tumor semakin
berkembang dan mempengaruhi tulang belakang, di sekitar saraf atau
pembuluh darah. Tanda dan gejala tumor yang mempengaruhi sumsum
tulang belakang dapat mencakup:
a. Sakit punggung, kadang-kadang menjalar ke bagian tubuh lain.
b. Mati rasa, terutama di lengan atau kaki.
c. Kesulitan berjalan, kadang-kadang menyebabkan seseorang mudah
jatuh.
d. Penurunan sensitivitas terhadap rasa sakit, panas dan dingin.
e. Hilangnya fungsi usus atau kandung kemih
f. Kelemahan pada otot dengan tingkat keparahan yang bervariasi
mengikuti jenis saraf atau bagian dari sumsum tulang belakang
tertekan oleh tumor.

Sakit punggung merupakan gejala awal yang umum dari kedua tumor
tulang belakang bukan kanker dan kanker. Nyeri juga dapat menyebar ke
bagian lain seperti punggung, pinggul, kaki, kaki atau lengan dan
cenderung semakin parah walaupun sudah diobati. Tumor tulang belakang
memiliki tingat progresivitas yang berbeda. Secara umum, tumor tulang
belakang kanker tumbuh lebih cepat, dan tumor tulang belakang bukan
kanker cenderung berkembang sangat lambat.

4. Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi
nyeri disebut sebagai system nosiseptif. Sensitifitas dari system ini dapat
dipengaruhi oleh sejumlah factor dan intensitas yang dirasakan berbeda
diantara tiap individu. Reseptor nyeri (nosiseptor) adalah ujung saraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang secara
potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik,
ataupun termal. Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat
memproses sensori, dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron
pada system assenden harus diaktifkan.
Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator
inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri
merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga
proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah
spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang
timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya
berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi
primer pada system saraf. Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat
menyebabkan dua kemungkinan.
Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf
yang kaya nosiseptor dari nervinevorum yang menimbulkan nyeri
inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan
peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan. Kemungkinan
kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi
perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion
lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang
sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal. Hal ini merupakan
dasar pemeriksaan Laseque.
5. Pathway

6. Komplikasi
Beberapa perubahan dan komplikasi yang turut dialami oleh organ tubuh
lainnya, yaitu:
a. Kemampuan kulit untuk merasakan tekanan, rasa dingin atau panas
yang terhalang akibat kondisi ini membuat penderita rentan
mengalami luka atau nyeri pada area kulit yang mengalami tekanan
berlebihan dan terkena panas atau dingin.
b. Pembuangan urine dari kandung kemih sulit untuk dikendalikan akibat
sel saraf yang bertugas sebagai pembawa pesan telah mengalami
cedera. Kondisi ini dapat memicu infeksi saluran kemih, ginjal, dan
kencing batu. Proses rehabilitasi akan membantu penderita untuk
belajar bagaimana mengendalikan kandung kemih pasca cedera.
c. Berkurangnya kendali tubuh untuk proses pembuangan air besar yang
turut berubah.
d. Naiknya tekanan darah atau sebaliknya, menurun saat bangkit dari
posisi duduk, hingga pembengkakan pada tungkai yang dapat memicu
penggumpalan darah, seperti penyakit trombosis vena dalam (deep
vein thrombosis).
e. Kejang otot atau kekencangan otot yang tidak terkontrol (spastisitas),
atau sebaliknya, otot yang lemas akibat berkurangnya kekuatan
(flasiditas).
f. Gangguan pernapasan sebagai akibat dari pengaruh cedera saraf
tulang belakang pada otot perut dan dada.
g. Penurunan berat badan dan degenerasi otot dapat membatasi gerakan
tubuh yang kemudian berisiko pada kondisi obesitas, diabetes, dan
penyakit yang berhubungan dengan organ jantung (kardiovaskular).
h. Nyeri otot, sendi atau saraf pada otot yang terlalu sering digunakan
pada penderita cedera saraf tulang belakang tidak lengkap.
i. Kesehatan seksual, seperti fungsi organ seksual, tingkat kesuburan,
dan gairah seksual dapat turut terpengaruh akibat kondisi ini.
j. Depresi dapat muncul akibat harus melalui perubahan-perubahan yang
dialami oleh tubuh dan rasa sakit akibat kondisi ini.
7. Pemeriksaan Khusus
a. Sinar X vertebra: mungkin memperlihatkan adanya fraktur, dislokasi,
infeksi, osteoartritis atau scoliosis.
b. Computed tomografhy (CT): berguna untuk mengetahui penyakit
yangmendasari seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi
disekitar kolumna vertebralis dan masalah diskus intervertebralis.
c. Ultrasonography: dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis
spinalis.
d. Magneting resonance imaging (MRI): memungkinkan visualisasi sifat
dan lokasi patologi tulang belakang.
e. Meilogram dan discogram: untuk mengetahui diskus yang mengalami
degenerasi atau protrusi diskus.
f. Venogram efidural: Digunakan untuk mengkaji penyakit diskus
lumbalis dengan memperlihatkan adanya pergeseran vena efidural.
g. Elektromiogram (EMG): digunakan untuk mengevaluasi penyakit
serabut syaraf tulang belakang ( Radikulopati )
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular
maupun ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah
untuk menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi
neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular
dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal
atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola
pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologist dan tidak secara
total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post
operasi.
Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
1. Pembedahan
Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor medulla
spinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post operasi,
dapat mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada astrositoma dan
100% pada hemangioblastoma. Pembedahan juga merupakan
penatalaksanaan terpilih untuk tumor ekstramedular. Pembedahan,
dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya, aman dan merupakan
pilihan yang efektif. Pada pengamatan kurang lebih 8.5 bulan,
mayoritas pasien terbebas secara keseluruhan dari gejala dan dapat
beraktifitas kembali.
2. Terapi radiasi
Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla
spinalis adalah untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat
menyelamatkan dan memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi
juga digunakan pada reseksi tumor yang inkomplit yang dilakukan
pada daerah yang terkena.
3. Kemoterapi
Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya
mempunyai sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis
tinggi dapat meningkatkan fungsi neurologis untuk sementara tetapi
pengobatan ini tidak dilakukan untuk jangkawaktu yang lama.
Walaupun steroid dapat menurunkan edema vasogenik, obat-obatan
ini tidak dapat menanggulangi gejala akibat kondisi tersebut.
Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama dapat menyababkan
ulkus gaster, hiperglikemia dan penekanan system imun dengan resiko
cushing symdrome dikemudian hari. Regimen kemoterapi hanya
meunjukkan angka keberhasilan yang kecil pada terapi tumor medulla
spinalis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya sawar darah otak
yang membatasi masuknya agen kemotaksis pada CSS.

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian fokus
a. Riwayat keperawatan
1. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama (keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian)
2. Riwayat penyakit sekarang
- Diskripsi gejala dan lamanya
- Dampak gejala terhadap aktifitas harian
- Respon terhadap pengobatan sebelumnya
- Riwayat trauma
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya
- Immunosupression (supresis imun)
- Penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas (kanker)
- Nyeri yang menetap merupakan pertimbangan untuk kangker
atau infeksi.
- Pemberatan nyeri di kala terbaraing (tumor instraspinal atau
infeksi) atau pengurangan nyeri (hernia nudeus pulposus /
HNP)
- Nyeri yang paling berat di pagi hari (spondiloartropati
seronegatif: ankylosing spondyli-tis, artristis psoriatic,
spondiloartropati reaktif, sindroma fibromialgia)
- Nyeri pada saat duduk (HNP, kelainan faset sendi, stenosis
kanal, kelahinan otot paraspinal, kelainan sendi sakroilikal,
spondilosis/ spondilolisis/ spondilolistesis, NPB-spesifik)
- Adanya demam (infeksi)
- Gangguan normal (dismenore, pasca-monopause/andropause)
- Keluhan visceral (referred pain)
- Gangguan miksi
- Saddle anesthesia
- Kelemahan motorik ekstremitas bawah (kemungkinan lesi
kauda ekwina)
- Lokasi dan penjalaran nyeri.
b. Pemeriksaan fisik: data fokus
1. Keadaan Umum
2. Pemeriksaan persistem
3. Sistem persepsi dan sensori
(pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap, perasa)
4. Sistem persarafan (Pemeiksaan neurologik)
- Pemeriksaan motorik
- Pemeriksaan sens sensorik.
- Straight leg Raising (SLR), test laseque (iritasi radisks L5
atau S 1) cross laseque(HNP median) Reverse Laseque
(iritasi radik lumbal atas)
- Sitting knee extension (iritasi lesi iskiadikus)
- Pemeriksaan system otonom
- Tanda Patrick (lasi coxae) dan kontra Patrick (lesi
sakroiliaka)
- Tes Naffziger
- Tes valsava
5. Sistem pernafasan
Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan jalan nafas.
6. Sistem kardiovaskuler
Nilai tekanan darah, nadi, irama, kualitas, dan frekuensi
7. Sistem Gastrointestinal
Nilai kemampuan menelan,nafsu makan, minum, peristaltic dan
eliminasi
8. Sistem Integumen
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien
9. Sistem Reproduksi
10. Sistem Perkemihan
Nilai Frekuensi Bak, warna, bau, volume

c. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X vertebra: mungkin memperlihatkan adanya fraktur,
dislokasi, infeksi, osteoartritis atau scoliosis.
2. Computed tomografhy (CT): berguna untuk mengetahui
penyakit yangmendasari seperti adanya lesi jaringan lunak
tersembunyi disekitar kolumna vertebralis dan masalah diskus
intervertebralis.
3. Ultrasonography: dapat membantu mendiagnosa penyempitan
kanalis spinalis.
4. Magneting resonance imaging (MRI): memungkinkan
visualisasi sifat dan lokasi patologi tulang belakang.
5. Meilogram dan discogram: untuk mengetahui diskus yang
mengalami degenerasi atau protrusi diskus.
6. Venogram efidural: Digunakan untuk mengkaji penyakit diskus
lumbalis dengan memperlihatkan adanya pergeseran vena
efidural.
7. Elektromiogram (EMG): digunakan untuk mengevaluasi
penyakit serabut syaraf tulang belakang (Radikulopati)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Hambatan mobilitas fisik

3. Rencana Asuhan
a. Nyeri akut
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang/ hilang.
Kriteria hasil:
1. Melaporkan nyeri berkurang
2. Frekuensi nyeri berkurang
3. Lama nyeri berkurang
4. Ekspresi oral berkurang
5. Ketegangan otot berkurang
6. Dapat istirahat
7. Skala nyeri berkurang

Intervensi

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi,


karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi).
2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.
3. Gunakan teknik komunikasi terapetik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien.
4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
5. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan lain tentang ketidak
efektifan kontrol nyeri masa lampau.
6. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan.
7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri (suhu
ruangan, pencahayaan, dan kebisingan)
8. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
9. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmokologi, non
farmakologi dan interpersonal)
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
11. Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
12. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
13. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
14. Tingkatkan istirahat
15. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
16. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

b. Hambatan mobilitas fisik


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu
mencapai mobilitas fisik.
Kriteria hasil:
1. Klien dapat melakukan mobilitas secara bertahap dengan tanpa
merasakan nyeri
2. Penampilan seimbang
3. Menggerakkan otot dan sendi
4. Mampu pindah tempat tanpa bantuan
5. Berjalan tanpa bantuan

Intervensi

1. Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan sekala 0-4


0 : Klien tidak tergantung pada orang lain
1 : Klien butuh sedikit bantuan
2: Klien butuh bantuan sederhan
3 : Klien butuh bantuan banyak
4 : Klien sangat tergantung pada pemberian pelayanan
2. Atur posisi klien
3. Bantu klien melakukan perubahan gerak.
4. Observasi/ kaji terus kemampuan gerak motorik, keseimbangan
5. Ukur tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan latihan.
6. Anjurkan keluarga klien untuk melatih dan memberi motivasi.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (fisioterapi untuk
pemasangan korset)
8. Buat posisi seluruh persendian dalam letak anatomis dan
nyaman dengan memberikan penyangga pada lekukan lekukan
sendi serta pastikan posisi punggung lurus.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Alih Bahasa Monica Ester SKP: Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. 2012. Alih Bahasa Monica Ester SKP: Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai