BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pruritus adalah sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk
menggaruk. Pruritus adalah sensasi kulit yang iritatif dan ditandai oleh rasa gatal,
serta menimbulkan rangsangan untuk menggaruk. Reseptor rasa gatal tidak
bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat (penicillate) yang hanya ditemukan
pada kulit, membran mukosa dan kornea.
Pruritus merupakan sensasi kulit yang tidak nyaman bersifat iritatif sampai tingkat
ringan atau berat pada inflamasi kulit dan menimbulkan rangsangan untuk
menggaruk. Keadaan tersebut menimbulkan gangguan rasa nyaman dan
perubahan integritas kulit. Rasa gatal yang berat mengganggun penampilan
pasien. Pruritus yang tidak disertai kelainan kulit disebut pruritus esensial atau
pruritus sine materia. Pruritus psikologik, merupakan respon garukan lebih kecil
dari derajat gatal subyektif.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari Asuhan Keperawatan Pruritus ini, mahasiswa mampu
memberikan Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan Pruritus.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi pruritus
b. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari pruritus
c. Mahasiswa mampu menyebutkan manifestasi klinis pruritus
d. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi pruritus
e. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi pruritus
f. Mahasiswa mampu menjelaskan cara penanganan pruritus
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan pruritus
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pruritus berasal dari kata Prurire/gatal/rasa gatal/berbagai macam keadaan yang
ditandai oleh rasa gatal. (Kamus Kedokteran Dorland.1996)
Adhi Djuanda, dkk (1993), mengemukakan pruritus adalah sensasi kulit yang
iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk menggaruk.
Berdasarkan dua pendapat di atas, Pruritus adalah sensasi kulit yang iritatif dan
ditandai oleh rasa gatal, serta menimbulkan rangsangan untuk menggaruk.
Reseptor rasa gatal tidak bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat
(penicillate) yang hanya ditemukan pada kulit, membran mukosa dan kornea.
(Sher,1992)
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai
pada gangguan dermatologic.
B. Etiologi
Pruritus dapat disebabkan oleh berbagai macam gangguan. Antara lain yaitu :
1. Pruritus local
Pruritus lokal adalah pruritus yang terbatas pada area tertentu di tubuh. Beberapa
Penyebab Pruritus Lokal:
a. Kulit kepala : Seborrhoeic dermatitis, kutu rambut
b. Punggung : Notalgia paraesthetica
c. Lengan : Brachioradial pruritus
d. Tangan : Dermatitis tangan
e. Pruritus perianal terjadi akibat partikel feses yang terjepit dalam lipatan
perianal atau melekat pada rambut anus.
2. Gangguan sistemik/penyakit
a. Gagal ginjal kronik.
b. Obstruksi biliaris intrahepatika atau ekstrahepatika.
c. Endokrin/Metabolik seperti Diabetes, hipertiroidisme, Hipoparatiroidisme,
dan Myxoedema.
d. Anemia, Polycythaemia, Leukimia limfatik, dan Hodgkin's disease.
3. Gangguan pada kulit
Dermatitis kontak, kulit kering, prurigo nodularis, urtikaria, psoriasis, dermatitis
atopic, folikulitis, kutu, scabies, miliaria, dan sunburn.
4. Pajanan terhadap faktor tertentu
Pajanan kulit terhadap beberapa factor, baik berasal dari luar maupun dalam dapat
menyebabkan pruritus. Faktor yang dimaksud adalah allergen atau bentuk iritan
lainnya, urtikaria fisikal, awuagenic pruritus, serangga, dan obat-obatan tertentu
(topical maupun sistemik; contoh: opioid, aspirin).
5. Hormonal
Sejumlah 2% dari wanita hamil menderita pruritus tanpa adanya gangguan
dermatologic. Pruritus gravidarum diinduksi oleh estrogen dan terkadang terdapat
hubungan dengan kolestasis. Pruritus terutama terjadi pada trimester ketiga
kehamilan, dimulai pada abdomen atau badan, kemudian menjadi generalisata.
Ada kalanya pruritus disertai dengan anoreksi, nausea, dan muntah. Pruritus akan
menghilang setelah penderita melahirkan. Ikterus kolestasis timbul setelah
penderita mengalami pruritus 2-4 minggu. Ikterus dan pruritus disebabkan oleh
karena terdapat garam empedu di dalam kulit. Selain itu, pruritus juga menjadi
gejala umum terjadi menopause. Setidaknya 50% orang berumur 70 tahun atau
lebih mengalami pruritus.
Kelainan kulit yang menyebabkan pruritus, seperti scabies, pemphigoid nodularis,
atau eczema grade rendah perlu dipertimbangkan selain gangguan sistemik seperti
kolestasis ataupun gagal ginjal. Pada sebagian besar kasus pruritus spontan,
penyebab pruritus pada lansia adalah kekeringan kulit akibat penuaan kulit.
Pruritus pada lansia berespon baik terhadap pengobatan emollient. Atau bisa
diklasifikasikan penyebab dari pruritus terdiri dari :
a. Faktor endogen ( penyakit yang diderita, hormonal atau daya tahan tubuh).
b. Faktor eksogen ( Pakaian, logam, serangga, tungau atau faktor lingkungan
yang menyebabkan kulit menjadi lembab atau kering).
C. Klasifikasi
1. Pruritoceptive itch : Akibat gangguan yang berasal dari kulit. Misalnya,
inflamasi, kering, dan kerusakan kulit.
2. Neuropathic itch : Akibat gangguan pada jalur aferen saraf perifer atau
sentral. Misalnya, pada herpes dan tumor.
3. Neurogenic itch : Tidak ada gangguan pada saraf maupun kulit, namun
terdapat transmitter yang merangsang gatal. Misalnya, morphin dan penyakit
sistemik (ginjal kronis, jaundice).
4. Psikogenic itch : Akibat gangguan psikologi. Misalnya, parasitophobia.
D. Patofisiologi
Pruritus merupakan salah satu dari sejumlah keluhan yang paling sering dijumpai
pada gangguan dermatologic yang menimbulkan gangguan rasa nyaman dan
perubahan integritas kulit jika pasien meresponnya dengan garukan. Reseptor
rasa gatal tidak bermielin, mempunyai ujung saraf mirip sikat (peniciate) yang
hanya ditemukan dalam kulit, membrane mukosa dan kornea (Sher, 1992).
Garukan menyebabkan terjadinya inflamasi sel dan pelepasan histamine oleh
ujung saraf yang memperberat gejala pruritus yang selanjutnya menghasilkan
lingkaran setan rasa gatal dan menggaruk. Meskipun pruritus biasanya disebabkan
oleh penyakit kulit yang primer dengan terjadinya ruam atau lesi sebagai
akibatnya, namun keadaan ini bisa timbul tanpa manifestasi kulit apapun.
Keadaan ini disebut sebagai esensial yang umumnya memiliki awitan yang cepat,
bisa berat dan mengganggu aktivitas hidup sehari-hari yang normal.
E. Manifestasi Klinis
Pruritus secara khas akan menyebabkan pasien menggaruk yang biasanya
dilakukan semakin intensif pada malam hari. Pruritus tidak sering dilaporkan pada
saat terjaga karena perhatian pasien teralih pada aktifitas sehari-hari. Pada malam
hari dimana hal-hal yang bisa mengalihkan perhatian hanya sedikit, keadaan
priritus yang ringan sekalipun tidak mudah diabaikan. Efek sekunder mencakup
ekskorisi, kemerahan bagian kulit yang menonjol (bidur), infeksi dan perubahan
pigmentasi.
Rasa gatal yang hebat akan menganggu penampilan pasien. Efek sekunder
pruritus adalah ekskoriasi, kemerahan, bidur (kulit menonjol), infeksi, dan
perubahan pigmentasi. Pruritus pada malam lebih intensif dari pruritus pada siang
hari, akibatnya minimnya distraktor pada malam hari. Sebaliknya pada siang hari
banyak distraktor yang mengalihkan perasaan gatal, seperti pekerjaan, hiburan dan
sebagainya.
F. Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul
dermatitis akibat garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, sellulitis,
limfangitis, dan furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang
scabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan dapat timbul
karena penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada terapi awal
ataupun pemakaian yang terlalu sering.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa gatal itu sendiri.
Sementara pemeriksaan untuk mencari penyebab pruritus dilakukan, terdapat
beberapa cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga menimbulkan perasaan lega
pada penderita, yaitu:
1. Pengobatan topical:
a. Dinginkan kulit dengan kain basah atau air hangat
b. Losion calamine. Losion ini tidak dapat digunakan pada kulit yang kering dan
memiliki batasan waktu dalam pemakaiannya karena mengandung phenols.
c. Losion menthol/camphor yang berfungsi untuk memberikan sensasi dingin.
d. Pemakaian emmolient yang teratur, terutama jika kulit kering.
e. Kortikosteroid topical sedang untuk periode waktu yang pendek.
Antihistamin topical sebaiknya tidak digunakan karena dapat mensensitisasi kulit
dan menimbulkan alergi dermatitis kontak.
2. Pengobatan oral
Pengobatan dengan medikasi oral mungkin diperlukan, jika rasa gatal cukup parah
dan menyebabkan tidur terganggu:
a. Aspirin: efektif pada pruritus yang disebabkan oleh mediator kinin atau
prostaglandin, tapi dapat memperburuk rasa gatal pada beberapa pasien.
b. Doxepin atau amitriptyline: antidepresan trisiklik dengan antipruritus yang
efektif. Antidepresan tetrasiklik dapat membantu rasa gatal yang lebih parah.
c. Antihistamin: antihistamin yang tidak mengandung penenang memiliki
antipruritus. Antihistamin penenang dapat digunakan karena efek penenangnya
tersebut.
d. Thalidomide terbukti ampuh mengatasi prurigo nodular dan beberapa jenis
pruritus kronik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Biodata
Biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, jenis kelamin, suku bangsa.
2. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan gatal pada
kulitnya, intensitas gatal lebih sering terasa pada malam hari.
6. Riwayat psikososial
Rasa gatal dapat pula disebabkan oeh factor psikologik seperti stress yang
berlebihan dalam keluarga atau lingkungan kerja. Pruritus menimbulkan gangguan
rasa nyaman dan perubahan integritas kulit. Rasa gatal yang hebat akan
mengganggu penampilan pasien.
B. Diagnose Keperawatan
1. Pruritus berhubungan dengan erupsi dermal.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan respon peradangan.
3. Resiko tinggi terjadinya gangguan konsep diri/body image berhubungan
dengan perubahan fisik dan respon orang lain.
4. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan terjadinya lesi / erupsi dermal.
C. Intervensi Keperawatan
1. Pruritus berhubungan dengan erupsi dermal.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam rasa gatal
berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Erupsi dermal yang terjadi dapat diatasi.
Intervensi :
a. Observasi intensitas gatal dan perluasan kulit.
b. Jaga kebersihan kulit.
c. Gunakan air hangat untuk mandi.
d. Anjurkan untuk tidak menggaruk saat gatal jika terpaksa ingin menggaruk,
menggunakan telapak tangan saat menggaruk.
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antihistamin.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan respon peradangan.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam integritas kulit
kembali normal.
Kriteria hasil : lesi dan peradangan dapat teratasi.
Intervensi :
a. Beri pelembab.
b. Gunakan handuk yang lembut saat mengeringkan tubuh.
c. Anjurkan untuk tidak menggaruk saat gatal jika terpaksa ingin menggaruk,
menggunakan telapak tangan saat menggaruk.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pruritus adalah sensasi kulit yang iritatif dan ditandai oleh rasa gatal, serta
menimbulkan rangsangan untuk menggaruk. Pruritus dapat disebabkan oleh
berbagai macam gangguan. Secara umum, penyebab pruritus dapat
diklasifikasikan menjadi lima golongan : Pruritus local, Gangguan sistemik,
Gangguan pada kulit, Pajanan terhadap factor tertentu, dan Hormonal.
Penatalaksanaan pruritus sangat bergantung pada penyebab rasa gatal itu sendiri.
Sementara pemeriksaan untuk mencari penyebab pruritus dilakukan, terdapat
beberapa cara untuk mengatasi rasa gatal sehingga menimbulkan perasaan lega
pada penderita, yaitu : Pengobatan topical dan Pengobatan dengan medikasi oral.
B. Saran
1. Higiene yang baik, hentikan konsumsi obat bebas.
2. Bilas daerah perianal dengan air hangat kuku kemudian dikeringkan dengan
kapas, atau menggunakan tissu yang sudah dibasahi untuk membersihkan bekas
defekasi.
3. Hindari mandi rendam dalam air yang terlalu panas dan tidak memakai
larutan busa sabun, natrium biakrbonat, sabun deterjen, karena akan memperburuk
kekeringan kulit.
4. Hindari pakaian dalam dari bahan sintetik, supaya kulit tetap kering.
5. Hindari anestesi lokal karena efek elergen.
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai Penerbit
FK UI, Jakarta.
Doengoes, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC: Jakarta.