Anda di halaman 1dari 27

Departemen Keperawatan Dasar

LAPORAN PENDAHULUAN STOMATITIS


DI RUANG LONTARA 2 ATAS BELAKANG
ONKOLOGI RSUP Dr. WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun oleh:

NURFADILAH MUKARRAMAH, S.Kep


NIM : 70900119021

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(……………………………….) (………………………………….)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2019
Departemen Keperawatan Dasar

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah penyusun panjatkan hanya


kepada Allah SWT. yang telah memberikan kesehatan, kesabaran, kekuatan,
rahmat dan hidayah-Nya serta ilmu pengetahuan yang Dia limpahkan. Atas
perkenaan-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan
ini dengan baik. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada junjungan
kita nabi Muhammad SAW dan para sahabat-sahabatnya.

Laporan Pendahuluan dengan Stomatitis merupakan tugas individu yang


wajib diselesaikan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam praktek keperawatan
medikal bedah Ners UIN Alauddin Makassar.

Dalam penyelesaian dan penyusunan tugas ini masih terdapat banyak


kekurangan oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk
kesempurnaan tugas berikutnya.

Wassalam.

Penyusun

Nurfadilah Mukarramah
Departemen Keperawatan Dasar

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB I KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi .......................................................................................................... 1
B. Klasifikasi ..................................................................................................... 1
C. Etiologi .......................................................................................................... 4
D. Patofisiologi .................................................................................................. 9
E. Manifestasi Klinik ......................................................................................... 11
F. Komplikasi .................................................................................................... 12
G. Penatalaksanaan ............................................................................................ 14
H. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 15
I. Pencegahan ................................................................................................... 15
J. Web Of Caution ............................................................................................ 16

BAB II KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan ................................................................................ 17


B. Diagnosa keperawatan .................................................................................. 19
C. Intervensi keperawatan ................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24


Departemen Keperawatan Dasar

BAB I
KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Stomatitis
Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak
dengan pengiritasi seperti tembakau, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri,
virus atau jamur atau penggunaan obat kemoterapi (Muttaqin dan Sari. 2014)
Stomatitis adalah imflamasi mukosa oral, yang dapat meliputi mukosa
bukal (pipi) dan labial (bibir), lidah, gusi, langit-langit dan dasar mulut.
(Donna L.Wong, 2012).
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi
pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat
berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa
mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral
lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring. (Donna L.Wong,
2012).

B. Klasifikasi Stomatitis
Ada beberapa klasifikasi stomatitis menurut Donna L.Wong (2012) yaitu:
1. Mycotic stomatitis
Mycotic stomatitis adalah stomatitis yang disebabkan oleh adanya
infeksi mulut atau rongga mulut oleh jamur Candida. Mycotic stomatitis,
disebabkan oleh pertumbuhan Candida albicans , yang merupakan
penyebab stomatitis yang luar biasa pada anjing dan kucing. Hal ini
ditandai dengan adanya bercak putih kekuningan pada lidah atau membran
mukosa. Mycotic stomatitis biasanya dihubungkan dengan penyakit mulut
yang lain, penggunaan terapi antibiotik yang lama, atau pemberian
immunosuppression. Pada mycotic stomatitis sering kali pada jaringan
terjadi kemerahan dan timbul ulsor di bagian rongga mulut.
2. Gingivostomatitis
Departemen Keperawatan Dasar

Gingivostomatitis merupakan infeksi virus pada gusi dan bagian


mulut lainnya, yang menimbulkan nyeri. Gusi tampak berwarna merah
terang dan terdapat banyak luka terbuka yang berwarna putih atau kuning
di dalam mulut.
3. Denture stomatitis atau Chronic stomatitis
Denture stomatitis adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menjelaskan perubahan-perubahan patologik pada mukosa penyangga gigi
tiruan di dalam rongga mulut. Perubahan-perubahan tersebut ditandai
dengan adanya eritema di bawah gigi tiruan lengkap atau sebagian baik di
rahang atas maupun di rahang bawah. Budtz-Jorgensenl mengemukakan
bahwa denture stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam- macam faktor
yaitu: trauma, infeksi, pemakaian gigi tiruan yang terus-menerus, oral
hygiene jelek, alergi, dan gangguan faktor sistemik. Oleh karena itu,
gambaran klinis maupun gambaran histopatologis juga bervariasi,
sehingga perawatannyapun perlu dilakukan dengan berbagai cara sesuai
dengan kemungkinan penyebabnya.
4. Aphthous stomatitis
Apthous stomatitis (sariawan) adalah stomatitis yang paling umum
sering terjadi. Sariawan ini adalah jenis ulkus yang sangat nyeri pada
jaringan lunak mulut, bibir, lidah, pipi bagian dalam, pharing, dan langit-
langit mulut halus. Tipe sariawan ini tidak menular. Stomatitis aphtosa ini
mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya:
a. Sariawan akut bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan
sebagainya. Pada sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh
dengan sendirinya dalam beberapa hari.
b. Sariawan kronis akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan
apa-apa. Sariawan jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering).
Pada keadaan mulut kering, kuantitas saliva atau air ludah berkurang.
Akibatnya kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari
xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stress),
Departemen Keperawatan Dasar

perubahan hormonal, gangguan pencernaan, sensitif terhadap makanan


tertantu dan terlalu banyak mengonsumsi antihistamin atau sedatif.
Adapun secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3
subtipe, diantaranya:
1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS)
Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor
ini. Yang ditandai oleh luka (ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan
diameter kurang dari 5mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematus.
Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin,
seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa
tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan
akan sembuh dalam jangka waktu 10-14 hari tanpa meninggal bekas.
2. Stomatitis aphtosa major (MaRAS)
Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa
jenis ini. Namun jenis stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat
daripada stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara klasik, ulser ini
berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan berlangsung selama 4minggu atau lebih
dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk
daerah-daerah berkeratin. Stomatitis aphtosa major ini meninggalkan
bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat dilihat penderita
MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi.
3. Ulserasi herpetiformis (HU)
Istilah ’herpetiformis’ digunakan karena bentuk klinis dari HU
(yang dapat terdiri atas 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip
dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes initidak
mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi
aphtosa.
Departemen Keperawatan Dasar

C. Etiologi Stomatitis
Etiologi yang berasal dari dalam mulut, antara lain:
1. Kebersihan mulut yang kurang
Kebersihan mulut berhubungan dengan keadaan gigi pasien.
Apabila higiene gigi pasien buruk, sering dapat menjadi penyebab
timbulnya sariawan yang berulang.
2. Makanan atau minuman yang panas dan pedas
Makanan atau minuman yang pedas atau panas dapat berpengaruh
terhadap mukosa yang ada didalam mulut yang berfungsi sebagai alat
pertahanan dalam melawan infrksi. Selain itu, juga bserpengaruh terhadap
bermacam-macam kuman yang merupakan bagian daripada “flora mulut”
dan tidak menimbulkan gangguan apapun dan disebut apatogen. Daya
tahan mulut dapat menurun karena termik. Jika daya tahan mulut atau
tubuh menurun, maka kuman-kuman yang apatogen itu menjadi patogen
dan menimbulkan gangguan atau menyebabkan berbagai penyakit/infeksi.
3. Luka pada bibir akibat tergigit/benturan
Bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan
ulsersehingga dapat mengakibatkan stomatitis aphtosa.
4. Infeksi jamur
Biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan
tubuh (imuno). Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.
5. Infeksi virus
Stomatitis karena herpes simplex stomatitis (HSV) terjadi sebagai
utama atau infeksi tambahan; infeksi tambahan ini adalah sering banyak
terjadi. dua tipe HSV dapat diidentifikasikan : HSV tipe 2 dengan
penyebab lesi genital dan HSV tipe 1 dengan respon dari lesi nongenital.
awal terjadinya virus merupakan hasil utama dari infeksi HSV biasa
disebut stomatitis Herpes Akut. K
Keseragaman ukuran gelembung frekuensinya lebih banyak terjadi
dilidah, palatum dan mukosa bucal dan labial. gelembung burut terjadi
setelah nyeri luka meninggalkan areanya yang mengelilingi sekitar garis
Departemen Keperawatan Dasar

tepi erythematous. lesi ditingkat ini biasa terjadi di luka aphathous. area
yang terkena luka 10 sampai 14 hari.
Gelembung mukosa umumnya disertai dengan inflamasi akut
gingiva, saat dengan lesi herpes. Karakteristik lidah dengan keputih-
putihan dan klien mengatakan adanya bau busuk di pernafasannya. infeksi
HSV utama dikarakteristikkan dari gejala yang timbul dari infeksi
termasuk kelemasan, panas dan pembesaran dalam limpa.
6. Letak susunan gigi atau kawat gigi
Letak dan susunan gigi yang tidak teratur akan sanagt berpengaruh
terhadap kebersihan gigi. Dimana terjadi kesulitan dalam proses
membersihkan kotoran yang tersangkut atau melekat pada baian yang sulit
dijangkau oleh sikat gigi.
Etiologi yang berasal dari keadaan luar mulut antara lain :
1. Rokok
Asap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit terutama pada stomatitis. Pada
penyakit ini, asap rokok yang mengandung zat-zat yang berbahaya masuk
ke dalam tubuh melalui mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai alat
perlindungan tubuh terhadap infeksi. Zat-zat adiktif tersebut yang berasal
dari asap rokok menyebabkan kerusakan pada mukosa-mukosa didalam
mulut. Sehingga terjadi penurunan imun terutama pada bagian mulut yang
menyebabkan mulut rentan terhadap penyakit.
2. Penggunaan obat kumur
Obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya
alkohol, lemon/gliserin) harus dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas
dapat menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel mukosa dalam mulut
yang bertugas dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan
tubuh.
3. Reaksi alergi
Sariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenis
makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.
Departemen Keperawatan Dasar

4. Faktor psikologis (stress)


Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan
oleh tubuh sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan
tekanan darah dan mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan
tetapi apabila stres berlebih akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan
berlebih sehingga respon tubuh dalam melawan bakteri berlebih (ada
tidaknya bakteri akan bekerja sehingga akan merusak sel-sel yang sehat).
5. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi).
Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus
haid pada beberapa penderita wanita.
6. Kekurangan vitamin C
Kekurangan vitamin C mengakibatkan jaringan dimukosa mulut
dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya
mengakibatkan sariawan.
7. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan..
8. Kelainan pencernaan
Gangguan saluran pencernaan
Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai
timbulnya stomatitis apthosa.
Faktor Resiko Stomatitis adalah sebagai berikut:
1. Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi
akibat trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa
sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa
mulut. Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan
buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau
minuman terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor
yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua penderita
tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.
Departemen Keperawatan Dasar

2. Defesiensi Nutrisi
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien
menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15%
defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami
defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi
ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12 dan
asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari
pasien tersebut mengalami perbaikan.
Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah
vitamin B1, B2 dan B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan
28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan
vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi
ketiganya.Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan
memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren
berkurang.
3. Alergi dan Sensifitas
Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan
(hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi
antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi
protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat
membentuk antibodinya sendiri.
SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap
beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau
permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan
makanan.29,30 Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif,
mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas,
kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil,
tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil
dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.
Departemen Keperawatan Dasar

4. Obat-obatan
Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta
blockers, agen kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan
berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih besar
untuk terjadinya SAR.
5. Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan
kehadiran SAR. Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-
menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik
yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh
dokter.Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di
rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit disfungsi neutrofil,
penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweet’s.
6. Merokok
Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan
merokok. Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok,
dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR
diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa
pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok.
Kekurangan nutrisi, terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi.
Sariawan juga identik dengan kekurangan vitamin C. Kekurangan vitamin
itu memang mengakibatkan jaringan di dalam rongga mulut dan jaringan
penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya
menyebabkan sariawan. Namun, kondisi tersebut dapat diatasi jika kita
sering mengonsumsi buah dan sayuran.
7. Stress
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh
terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor
yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren
Departemen Keperawatan Dasar

ini.11 Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci pada subbab
selanjutnya.
8. Gangguan Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan
banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga
berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan
penting adalah estrogen dan progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan
progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan
terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer
menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga
mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi
yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal
sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam
mengatur pergantian epitel mukosa mulut
9. Gangguan Imunologi
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis
dari SAR, adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya
SAR. Salah satu penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun
yang berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal
pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari limfosit dan
monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui.16
Menurut Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap
resiko terjadinya SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya
hubungan dengan pengeluaran IgA, total protein, dan aliran saliva.
Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat karakteristik sel T
tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.
D. Patofisiologi
Tubuh manusia memiliki pertahanan tubuh alamiah yaitu sistem
laktoperoksidase (LP-system) yang mampu mempertahankan tubuh terhadap
serangan infeksi mikroorganisme. Sistem laktoperoksidase (LP-system)
Departemen Keperawatan Dasar

terdapat pada saliva atau ludah manusia. LP system mempertahankan tubuh


dengan cara berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan
bakteriosid terhadap bakteri. . (Inayah, 2012)
Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tidak terkontrol karena
sistem laktoperoksidase yang merupakan pertahanan alami dalam saliva
umumnya rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang
mengandung zat-zat kimia (perasa, pewarna, pengawet) bahkan yang memakai
zat pembasmi hama/antiseptik dan makanan panas atau pedas. Pemakaian
antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan LP system,
sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua
bakteri yang berada di dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan sekitar
mukosa mulut menjadi rusak kemudian menghasilkan ulserasi local. . (Inayah,
2012)
Mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau
rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat
melepaskan diri dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun berbagai
pengaruh rangsangan antigenik yang bersifat merusak. Rangsangan perusak
yang masuk dalam mulut akan ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau
sistemik. Kemudian secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis.
Reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk
mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang
reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga
reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan
fungsi jaringan justru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri terutama
pada mukosa mulut.
Dalam keadaan psikologis yang terganngu (trauma/stres) terjadi
ketidak seimbangan immunologik yang melahirkan fenomena alergi dan
defisiensi immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan yang menyangkut
komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini
sistem imun (pelepasan mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag,
sel plasma, sel limposit dan leukosit, histamin, serta prostaglandin )yang telah
Departemen Keperawatan Dasar

dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak
seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya. .
(Inayah, 2012)
E. Manifestasi Klinik Stomatitis
Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2
hari di daerah yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka
dapat terlihat di rongga mulut. Sariawan dimulai dengan adanya luka seperti
melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah
beberapa hari, luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna
putih ditengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan
makanan dengan rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan
terasa sakit dan perih, dan aliran saliva (air liur) menjadi meningkat. (Inayah,
2012)
Manifestasi klinis dari stomatitis secara umum yaitu:
1. Masa prodromal atau penyakit 1 – 24 jam
Hipersensitive dan perasaan seperti terbakar
2. Stadium Pre Ulcerasi
Adanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula
pavula serta terjadi peninggian 1- 3 hari
3. Stadium Ulcerasi
Pada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya,
batas sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 – 16 hari.
Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 – 5
minggu.
Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan
menjadi ulser minor, ulser mayor, dan ulser hepetiform.
1. Ulser minor adalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya
berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa menimbulkan jaringan
parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya dikelilingi oleh daerah
yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.
Departemen Keperawatan Dasar

2. Ulser mayor biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas
jelas. Tipe ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan
dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.
3. Ulser herpetiform adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya
merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari ulser berukuran kecil dengan
jumlah banyak.
Menurut Williams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis
berdasarkan tanda dangejalanya, yaitu:
1. Stomatitis hipertik akut
a. Nyeri sperti terbakar di mulut
b. Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih
c. Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya
menjadi lesi berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek,
dan membertuk sisik.
d. Limfadenitis submaksilari
e. Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan
2. Stomatitis aftosis
a. Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak
b. Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat
berwarna keputihan dan berbatas merah
c. Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai
3 minggu.
F. Komplikasi
Stomatitis jarang menyebabkan komplikasi yang serius namun dapat
terjadi infeksi luas di daerah bibir dan rongga mulut seperti abses dan radang.
Dampak gangguan pada kebutuhan dasar manusia, yaitu:
1. Pola nutrisi, nafsu makan menjadi berkurang, pola makan menjadi tidak
teratur
2. Pola aktivitas, kemampuan untuk berkomunikasi menjadi sulit
3. Pola Hygiene, kurang menjaga kebersihan mulut
4. Terganggunya rasa nyaman, biasanya yang sering dijumpai adalah perih.
Departemen Keperawatan Dasar

Ada beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh penatalaksanaan


medis yaitu:
1. Komplikasi akibat kemoterapi
Mukosa mulut akan menjadi tereksaserbasi ketika agen
kemoterapik yang menghasilkan toksisitas mukosa diberikan dalam dosis
yang tinggi atau berkombinasi dengan ionisasai penyinaran radiasi.
2. Komplikasi akibat radiasi
Penyinaran lokal pada kepala dan leher tidak hanya menyebabkan
perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan
oleh terapi sitotoksik, tetapi juga menghasilkan gangguan struktural dan
fungsional pada jaringan pendukung termasuk glandula saliva dan tulang.
Dosis tinggi radiasi pada tulang yang berhubungan dengan gigi
menyebabkan hipoksia, berkurangnya suplai darah ke tulang, hancurnya
tulang bersamaan dengan terbukanya tulang, infeksi, dan nekrosis.
3. Komplikasi oral
a. Mukositis
Mukositis merupakan suatu respon inflamasi toksik yang
mempengaruhi traktus gastrointestinal dari mulut sampai anus. Tipikal
mukositis termanifestasi sebagai suatu eritomatous, lesi seperti
terbakar, dan lesi ulseratif
b. Infeksi Mukolitis
Mukositis oral dapat berkomplikasi dengan infeksi pada pasien dengan
sistem imun yang menurun. Tidak hanya mulut yang dapat terinfeksi,
tetapi hilangnya epitel oral sebagai suatu sistem pertahanan barrier
terjadi pada infeksi lokal dapat menghasilkan jalan bagi
mikroorganisme pada sirkulasi sistemik.
c. Xerrostomia
Xerrostomia merupakan keadaan berkurangnya sekresi dari glandula
saliva. Gejala klinik xerrostomia adalah rasa kering, sensasi terbakar
pada rongga oral dan lidah, bibir prcah-prcah, celah atau fissura pada
sudut mulut, perubahan pada permukaan lidah, dan peningkatan akan
Departemen Keperawatan Dasar

kebutuhan cairan. Xerostomia dapat disebabkan oleh reaksi inflamasi


dan efek degeneratif radiasi ionisasi.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk mengatasi stomatitis adalah sebagai
berikut:
1. Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi seperti cabai
2. Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya
3. Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang
cukup, terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi
4. Hindari stress
5. Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya, selain diberikan
emolien topikal, seperti orabase, pada kasus yang ringan dengan 2 – 3
ulcersi minor. Pada kasus yang lebih berat dapat diberikan kortikosteroid,
seperti triamsinolon atau fluosinolon topikal, sebanyak 3 atau 4 kali sehari
setelah makan dan menjelang tidur. Pemberian tetraciclin dapat diberikan
untuk mengurangi rasa nyeri dan jumlah ulcerasi. Bila tidak ada responsif
terhadap kortikosteroid atau tetrasiklin, dapat diberikan dakson dan bila
gagal juga maka di berikan talidomid. Pengobatan jangka panjang yang
efektif adalah menghindari faktor pencetus. Terapi yang dianjurkan yaitu:
1) Injeksi vitamin B12 IM (1000 mcg per minggu untuk bulan pertama
dan kemudian 1000 mcg per bulan) untuk pasien dengan level serum
vitamin B12 dibawah 100 pg/ml, pasien dengan neuropathy peripheral
atau anemia makrocytik, dan pasien berasal dari golongan
sosioekonomi bawah.
2) Tablet vitamin B12 sublingual (1000 mcg) per hari. Tidak ada
perawatan lain yang diberikan untuk penderita RAS selama perawatan
dan pada waktu follow-up. Periode follow-up mulai dari 3 bulan
sampai 4 tahun.
Departemen Keperawatan Dasar

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Inayah (2012) pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab
atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.
2. Pemeriksaan laboratorium :
a. WBC menurun pada stomatitis sekunder
b. Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis
c. Pemeriksaan cultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincent’s
stomatitis
I. Pencegahan
Cara mencegah penyakit ini dengan mengetahui penyebabnya, apabila
kita mengetahui penyebabnya diharapkan kepada kita untuk menghindari
timbulnya sariawan ini diantaranya dengan :
1. Menjaga kebersihan mulut
2. Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin
B12, vitamin C dan zat besi
3. Menghadapi stress dengan efektif
4. Menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat menggigit
makananMenghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin
5. Menghindari makanan dan obat-obatan atau zat yang dapat menimbulkan
reaksi alergi pada rongga mulut.
Departemen Keperawatan Dasar

J. WOC Stomatitis

Hygiene Stress Malnutrisi Rokok Kemoterapi

Iritasi selaput mukosa

Inflamasi pada lidah dan gusi Inflamasi pada selaput mukosa

Ulkus pada lidah dan gusi Kesulitan mengunyah / menelan

Nyeri akut Kurang asupan nutrisi

Defisit nutrisi

Intake cairan kurang

Resiko ketidakseimbangan cairan


Departemen Keperawatan Dasar

BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas (Data Biografi)
Stomatitis dapat menyerang semua umur, mayoritas antara 20-40 tahun
lebih cenderung pada wanita, kelompok sosial ekonomi tinggi, penderita
stres, atau mempunyai riwayat sariawan pada keluarga.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang muncul pada klien stomatitis adalah nyeri Karen
mukosaoral mengalami peradangan, bibir pecah-pecah
b. Riwayat kesehatan sekarang
Stomatitis bisa terjadi pada seseorang karena kebersihan mulut yang
buruk, intoleransi dengan pasta gigi, penyakit yang beresiko
menimbulkan stomatitis, misalnya faringitis, panas dalam,
mengkonsumsi makanan yang berlemak , kurang vitamin C, vitamin
B12 dan mineral.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun
menurun sehingga lebih mudah terkena stomatitis, atau memang
pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit oral lainnya
d. Riwayat penyakit keluarga.
Kaji apakah ada riwayat penyakit keluarga yang bisa menyebabkan
terjadinya stomatitis. Karena ada juga teori yang menyebutkan bahwa
penyebab utama dari SAR (Stomatitis Aftosa Rekuren) atau sariawan
adalah keturunan. Dan berdasarkan hasil beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak-anak yang orang tuanya menderita SAR
lebih rentan untuk mengalami SAR juga.
Departemen Keperawatan Dasar

e. Pengkajian Psikososial
Kaji apakah keluarga tidak memperhatikan kebersihan mulut dan
tempat bermain anak di lingkungan kumuh atau tidak. Kaji juga stres,
gaya hidup (alkohol, perokok) serta kaji fungsi dan penampilan dari
rongga mulut terhadap body image dan sex.
f. Pengkajian lingkungan rumah dan komunitas
Kaji lingkungan yang panas, dan sanitasi yang buruk.
g. Riwayat nutrisi
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C,
vitamin B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk,
misalnya hanya mengkonsumsi karbohidrat dan protein saja.
h. Riwayat pertumbuhan perkembangan
3. Pola nutrisi dan metabolism
Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin C, vitamin
B12, mineral, dan zat besi serta pola makan yang buruk
4. Pola eliminasi
5. Pola aktivitas dan latihan
6. Pola istirahat dan tidur
7. Pola persepsi dan kognitif
8. Pola konsep diri
9. Pola peran dan hubungan
10. Pola seksualitas dan reproduksi
11. Pola keyakinan dan nilai

Pemeriksaan fisik

1. TTV (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, skala nyeri)


2. Bibir
Dimulai dengan inspeksi terhadap bibir untuk kelembapan, hidrasi,
warna,tekstur, simetrisitas dan adanya ulserasi atau fisura
3. Gusi
Departemen Keperawatan Dasar

Gusi diinspeksi terhadap inflamasi, perdarahan, retraksi, dan


perubahanwarna.
4. Lidah
Dorsal (punggung) di inspeksi untuk tekstur, warna dan lesi.
5. Rongga Mulut
Inspeksi bagian mutut terhadap adanya lesi, bercak putih terutama pada
bagian mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah serta di langit-
langit.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan respons inflamasi lokal.
2. Deficit nutrisi berhubungan dengan kurang asupan nutrisi
3. Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan kurangnya intake cairan
C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan INTERVENSI


( SDKI) (SLKI) (SIKI)
Nyeri akut a. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
b. Kontrol nyeri a. Observasi
c. Tingkat kenyamanan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas,
1. Mampu mengontrol nyeri intensitas nyeri
(tahu penyebab nyeri, 2. Identifikasi skala nyeri
mampu menggunakan 3. Identifikasi respon nyeri non
tehnik nonfarmakologi verbal
untuk mengurangi nyeri, 4. Identifikasi faktor yang
mencari bantuan) memperberat dan memperingan
2. Melaporkan bahwa nyeri nyeri
berkurang dengan 5. Identifikasi pengetahuan dan
menggunakan manajemen keyakinan tentang nyeri
nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya
3. Mampu mengenali nyeri terhadap respon nyeri
Departemen Keperawatan Dasar

(skala, intensitas, 7. Identifikasi pengaruh nyeri


frekuensi dan tanda nyeri) terhadap kualitas hidup
4. Menyatakan rasa nyaman 8. Monitor keberhasilan terapi
setelah nyeri berkurang komplementer yang sudah
5. Tanda vital dalam rentang diberikan
normal 9. Minitor efek samping
6. Tidak mengalami penggunaan analgetik
gangguan tidur b. Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
2. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. fasilitasi istirahat dan tidur
4. pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan metode
meredakan nyeri
d. Kolaborasi
Kolaborasi obat analgesik bila perlu
Resiko a. Keseimbangan cairan Manjemen cairan
ketidakseimbangan b. Hidrasi a. Observasi
cairan c. Status nutrisi: asupan 1. Monitor status hidrasi (mis.
makanan dan cairan Frekuensi nadi, akral,
Departemen Keperawatan Dasar

Kriteria Hasil : kelembaban kulit, tekanan darah)


1. Mempertahankan urine 2. Monitor berat badan harian
output sesuai dengan usia 3. Monitor berat badan sebelum
dan berat badan, BJ urine dan sesudah dialysis
normal, HT normal 4. Monitor hasil pemeriksaan
2. Tekanan darah, nadi, laboratorium
suhu tubuh dalam batas b. Terapeutik
normal 1. Catat intake-output dan hitung
3. Tidak ada tanda tanda balance cairan 24 jam
dehidrasi, Elastisitas 2. Berikan asupan cairan sesuai
turgor kulit baik, kebutuhan
membran mukosa 3. Berikakan cairan intravena jika
lembab, tidak ada rasa perlu
haus yang berlebihan c. Kolaborasi
Kolaborasi obat diuretik bila perlu
Defisit nutrisi a. Status nutrisi: Manajemen nutrisi
Kecukupan gizi a. Observasi
b. Status nutrisi : asupan 1. Identifikasi status nutrisi
makanan dan cairan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
c. Pengendalian berat makanan
badan 3. Identifikasi makanan yang
Kriteria Hasil: disukai
1. Adanya peningkatan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
berat badan sesuai nutrient
dengan tujuan 5. Identifikasi perlunya penggunaan
2. Berat badan ideal sesuai selang nasogastric
dengan tinggi badan 6. Monitor asupan makanan
3. Mampu mengidentifikasi 7. Monitor berat badan
kebutuhan nutrisi 8. Monitor hasil pemeriksaan
4. Tidak ada tanda –tanda laboratorium
malnutrisi b. Terapeutik
Departemen Keperawatan Dasar

5. Menunjukkan 1. Lakukan oral hygiene sebelum


peningkatan fungsi makan jika perlu
pengecapan dari menelan 2. Fasilitasi menentukan pedoman
6. Tidak terjadi penurunan diet
berat badan yang berarti 3. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi protein
dan kalori
c. Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
d. Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi jika
perlu
Resiko infeksi a. Tingkat infeksi Pencegahan infeksi
b. Integritas kulit dan a. Observasi
jaringan Monitor tanda dan gejala infeksi
Kriteria hasil: local dan sistemik
1. Mengenali tanda dan b. Terapeutik
gejala yang 1. Batasi jumlah pengunjung
mengindikasikan infeksi 2. Berikan perawatan kulit pada
2. Mengetahui cara area edema/luka
mengurangi infeksi 3. Pertahankan teknik aseptik pada
3. Mengetahui aktivitas yang pasien beresiko tinggi
dapat meningkatkan c. Edukasi
infeksi 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
Departemen Keperawatan Dasar

d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi bila
perlu
Departemen Keperawatan Dasar

DAFTAR PUSTAKA

Donna, L. Wong. 2012. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.


Inayah, Lin. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 1. Salemba
Medika : Jakarta

Muttaqin dan Sari. 2014. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan


Keperawatan MedikalBedah. Salemba Medika : Jakarta.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta:


DPP PPNI.
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta:
DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai