Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

Disusun Oleh :

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

TAHUN AJARAN GANJIL

2021/2022

A. DEFINISI KASUS
Gingivitis adalah suatu proses peradangan jaringan periodonsium yang terbatas pada
gingiva dan bersifat reversibel. Inflamasi gingiva cenderung dimulai pada papilla interdental dan
menyebar ke sekitar leher gigi. Gingivitis secara epidemiologis diderita oleh hampir semua
populasi masyarakat di dunia. Lebih dari 80% anak usia muda dan semua populasi dewasa sudah
pernah mengalami gingivitis. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi dan derajat
keparahan gingivitis adalah umur, kebersihan mulut, pekerjaan, pendidikan, letak geografis,
polusi lingkungan, dan perawatan gigi (Igic, 2012).

Gingivitis umumnya disebabkan oleh plak


dan bakteri. Plak merupakan etiologi primer pada tahap awal terjadinya penyakit
1
periodontal, namun tanpa jaringan yang rentan terhadap bakteri penyakit
periodontal tidak akan terjadi (Apoorva SM, dkk, 2010).
Puncak kejadian gingi
vitis terjadi pada remaja, menurut Manson (2010)
puncak awal kejadian gingivitis terjadi pada usia 11-
13 tahun pada perempuan
dan usia 13-
14 pada laki
-laki. Beberapa laporan juga menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan yang signifikan terhadap prevalensi gingivitis pada usia remaja
(Markou, 2009). Sebuah studi epidemiologi di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa lebih dari 82% remaja mengalami gingivitis yang ditandai dengan adanya
pendarahan pada gingiva (caranza, 2012)
.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, dari data pemeriksaan
kesehatan gigi dan mulut pada Rumah Sakit Umum Kemenkes dan Pemda
menunjukkan bahwa dari 13 perawatan gigi dan mulut yang ada, pengobatan
periodontal berada pada urutan ke 4, pengobat
an terbanyak yang dilakukan yaitu
sebanyak 12% dengan jumlah 72,223. Sementara itu, provinsi Sumatera Barat
termasuk peringkat ke 6 tertinggi dari 32 provinsi dengan jumlah pengobatan
periodontal 2,317.
Stres merupakan masalah kesehatan yang harus diperhatikan oleh tenaga
kesehatan saat ini. Ini dilihat dari 60% -
80% jumlah kunjungan pasien ke tempat
pelayanan kesehatan dengan keluhan kondisi kesehatan yang berhubungan dengan
stres (Rosch, 1991; Avey, 2003). Stres saat ini juga digunakan untuk menjelaskan
berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respon
fisiologis, perilaku, dan subjek terhadap stres (WHO, 2003).
B. ETIOLOGI

Gingivitis biasanya disebabkan oleh buruknya kebersihan mulut sehingga terbentuk plak atau karang gigi di
bagian gigi yang berbatasan dengan tepi gusi. Penyebab utama gingivitis adalah bakteri plak, plak dan karang gigi
mengandung banyak bakteri yang akan menyebabkan infeksi pada gusi. Bila kebersihan mulut tidak diperbaiki,
gingivitis akan bertambah parah dan berkembang menjadi periodontitis. Gingivitis biasanya disebabkan oleh
buruknya kebersihan mulut sehingga terbentuk plak atau karang gigi di bagian gigi yang berbatasan dengan tepi
gusi. Plak dan karang gigi mengandung banyak bakteri yang akan menyebabkan infeksi pada gusi. Bila kebersihan
mulut tidak diperbaiki, gingivitis akan bertambah parah dan berkembang menjadi periodontitis.

Gingivitis juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik. Contohnya pada pasien penderita leukemia dan penyakit
Wegner yang cenderung lebih mudah terkena gingivitis. Pada orang dengan diabetes atau HIV, adanya gangguan
pada sistem imunitas (kekebalan tubuh) menyebabkan kurangnya kemampuan tubuh untuk melawan infeksi bakteri
pada gusi. Perubahan hormonal pada masa kehamilan, pubertas, dan pada terapi steroid juga menyebabkan gusi
lebih rentan terhadap infeksi bakteri. Pemakaian obat-obatan pada pasien dengan tekanan darah tinggi dan paska
transplantasi organ juga dapat menekan sistem imunitas sehingga infeksi pada gusi lebih mudah terjadi.

ANATOMI GINGGIVA

Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang mengelilingi gigi. Gingiva melekat pada gigi dan tulang alveolar. Pada
permukaan vestibulum di kedua rahang, gingiva secara jelas dibatasi mukosa mulut yang lebih dapat bergerak oleh
garis yang bergelombang disebut perlekatan mukogingiva. Garis demarkasi yang sama juga ditemukan pada aspek
lingual mandibular antara gingival dan mukosa mulut. Pada palatum, gingiva menyatu dengan palatum dan tidak ada
perlekatan mukogingiva yang nyata Gingival, lebih dikenal dengan gusi adalah mukosa di dalam mulut yang
menutupi tulang alveolar dan menyelimuti leher gigi. Secara anatomi terbagi atas:

1. Unattached gingival atau marginal gingival yang merupakan tepi akhir atau batas dari gingival yang mengelilingi
gigi seperti kerah baju.

2. Attached gingival yang melekat pada tulang alveolar gigi.

3. Interdental gingival yang mengisi daerah pertemuan 2 gigi yang bersebelahan, di bawah titik kontak pertemuan
antara dua gigi tersebut.

Di antara marginal gingival dan gigi terdapat ruang sempit di sekeliling gigi yang disebut sulcus gingival.
Kedalaman dari sulcus gingival dibatasi oleh attached gingival yang berukuran normal rata-rata 1,8 mm.Apabila
kedalaman dari sulcus gingival melebihi batas normal maka sudah dikategorikan sebagai poket periodontal yang
merupakan tanda klinis dari penyakit jaringan periodontal.

MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA

Radang gusi merupakan kelainan jaringan penyangga gigi yang paling sering terjadi dan hampir selalu
dapat ditemukan pada semua bentuk penyakit gusi. Radang gusi yang menetap dapat berkembang dan menyebabkan
kerusakan jaringan penyangga gigi sehingga gigi menjadi goyang atau terlepas.

Tanda-tanda dari gingivitis adalah :

1. adanya perdarahan pada ginggiva


2. terjadi perubahan warna pada ginggiva

3. perubahan tekstur permukaan ginggiva

4. perubahan posisi dari ginggiva

5. perubahan kontur dari ginggiva

6. adanya rasa nyeri

Gejala-gejala gingivitis adalah

1) Gusi kemerahan

2) Gusi bengkak

3) Konsistensi gusi menjadi lebih lunak

4) Bentuk gusi agak membulat (unstippling)

5) Gusi mudah berdarah

faktor lokal penyebab ginggivitis disebabkab oleh akumulasi plak. Bentuk penyakit gusi yang umum terjadi adalah
ginggivitis kronis yang ditandai dengan pembengkakan gusi atau lepasnya epitel perlekatan. Ginggivitis mengalami
perubahan warna gusi mulai dari kemerahan sampai merah kebiruan sesuai dengan bertambahnya proses peradangan
yang terus menerus. Rasa sakit atau nyeri jarang dirasakan, rasa sakit yang merupakan gejala pembeda antara
ginggivitis akut dan ginggivitis kronis.

C. PATOFISIOLOGI

Menurut Dermawan & Rahayuningsih (2010). Penyebab paling utama dari radang gusi adalah
akumulasi plak. Akumulasi plak berkaitan dengan bakteri yang jumlahnya meningkat. Hal ini terjadi karena sisa-sisa
makanan yang tertinggal diantara sela-sela gigi atau di gusi. Jika dalam waktu 24 jam sisa makanan itu belum
tersikat maka akan terbentuk plak. Hanya dalam beberapa hari plak yang tidak tersikat atau tidak terganggu sudah
menimbulkan radang gusi tahap inisial . Ada tiga tahap radang gusi yaitu tahap inisial (2-4 hari), tahap lesi dini (4-7
hari) dan tahap lesi mantap (2-3 minggu). Pada tahap lesi mantap ini sudah terjadi kerusakan jaringan penyangga
gigi.

Selain plak sebagai faktor penyebab utama radang gusi, ada beberapa faktor penunjang yang memudahkan
akumulasi plak seperti tersangkutnya makanan disela-sela gigi dan menimbulkan rasa sakit, gigi tiruan yang tidak
baik, sikat gigi yang tidak bersih, atau tambalan yang tidak sempurna. Sedangkan faktor fungsional yang
berpengaruh terhadap gigi pada saat berfungsi dan menyebabkan radang gusi dapat berupa gigi yang tidak beraturan,
gigi hilang tidak diganti, atau kebiasaan buruk mengunyah disaat tidur. Selain itu faktor resiko yang menyebabkan
radang gusi seperti umur, gender, ras, merokok, genetik, hormonal (masa pubertas atau hamil), kondisi penyakit
sistemik (diabetes), pendidikan, obat-obatan, stress psikologis juga dapat berpengaruh.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gingivitis merupakan inflamasi jaringan lunak, sehingga pemeriksaan radiografi tidak


membantu untuk mengevaluasi secara langsung. Pemeriksaan radiografi dapat
dilakukan untuk melihat kalkulus subgingiva, serta mengevaluasi apakah terdapat
kerusakan pada tulang yang menunjukan inflamasi telah berkembang menjadi
periodontitis.[1]

E. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan gingivitis yang paling utama adalah menghilangkan penyebab inflamasi.


Oleh karena itu, pada dasarnya penatalaksanaan gingivitis adalah menghilangkan berbagai
etiologi yang menyebabkan inflamasi gingiva tersebut. Contohnya. jika gingivitis merupakan
akibat dari obat-obatan maka disarankan untuk mengganti farmakoterapi yang berikan. Jika
gingivitis disebabkan oleh kekurangan nutrisi, maka peresepan suplemen dapat diberikan.
Namun, sesuai dengan kasus yang paling banyak terjadi, penatalaksanaan yang akan dibahas
lebih lanjut pada bagian ini adalah penatalaksanaan dari plaque induced gingivitis.

Proses Penghilangan Plak

Pada tahap awal (initial lesion) plak dental dapat dengan mudah dihilangkan dengan protokol
kebersihan yang dilakukan secara mandiri oleh pasien, seperti menyikat gigi dengan teknik
yang tepat diikuti dengan flossing. Oleh karena itu, dokter gigi harus memberikan edukasi
tentang kesehatan mulut dan instruksi pengendalian plak yang dapat dilakukan oleh pasien di
rumah.

Jika pembersihan plak secara mandiri tidak cukup atau sudah terdapat deposit kalkulus pada
rongga mulut, maka diperlukan pembersihan dengan perawatan scaling dan root planning.
Perawatan ini bertujuan untuk menghilangkan plak dan kalkulus supragingival maupun
subgingiva. Pada saat perawatan scaling, juga dapat disertai dengan irigasi menggunakan
bahan antimikroba seperti povidone iodine atau chlorhexidine.[1,2,15]

Medikamentosa

Pasien dengan gingivitis dapat diberikan resep obat kumur antiseptik yang mengandung
chlorhexidine. Pada kasus gingivitis yang parah, antibiotik dan antiinflamasi per oral dapat
dipertimbangkan.[1,2,15]
Koreksi Faktor-Faktor yang Memudahkan Retensi Plak

Koreksi dapat dilakukan terhadap berbagai kondisi dalam rongga mulut yang dapat
meningkatkan risiko retensi plak, seperti restorasi yang over contour atau overhanging,
koreksi kontak antar gigi yang terbuka, gigi yang malposisi, atau gigi tiruan yang kurang pas.
Pada kasus yang lebih berat, koreksi kontur gingiva juga dapat dilakukan dengan tindakan
pembedahan untuk meningkatkan akses ke permukaan akar agar debridemen dapat dilakukan
dengan adekuat.[1,2,15]

1.

F. KOMPLIKASI

Periodontitis 

Radang gusi yang tidak segera diobati berpotensi berkembang menjadi periodontitis, yaitu
inflamasi pada jaringan pengikat di dalam gusi dan tulang di sekitar gigi. Kondisi ini
umumnya berujung pada gigi tanggal atau lepas. Sangat penting untuk selalu melakukan
pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi, sehingga gejala radang gusi bisa terdeteksi dan
ditangani segera. 

2. Abses Gigi 

Gingivitis yang diabaikan juga bisa memicu terjadinya abses gigi. Kondisi ini terjadi saat ada
infeksi gingiva atau tulang rahang.

3. Ulkus 

Penumpukan plak yang menyebabkan gingivitis juga bisa berujung pada ulkus pada mulut.
Ulkus adalah infeksi bakteri yang menyebabkan lecet pada gusi. Kondisi ini juga bisa
menimbulkan luka yang cukup dalam pada gusi. 

4. Gingivitis Berulang

Gingivitis yang tidak ditangani dengan tepat juga bisa menyebabkan penyakit tidak tuntas,
dan terjadi secara berulang. Pengobatan kondisi ini biasanya dilakukan pemberian antibiotik
dan melakukan pembersihan plak yang dikenal dengan istilah scaling. Pengobatan harus
segera dilakukan segera, karena gingivitis yang dibiarkan bisa menyebar dan memengaruhi
kesehatan jaringan, gigi, bahkan tulang. 

Penyebab dan Faktor Risiko Gingivitis 

Penyebab utama radang gusi atau gingivitis adalah penumpukan plak pada gusi. Plak yang
menumpuk terbentuk dari kumpulan bakteri sisa makanan yang menempel di permukaan gigi.
Pada kondisi yang ringan, plak tersebut biasanya akan hilang dengan menyikat gigi secara
rutin. Sebaliknya, plak gigi yang sudah parah harus mendapat penanganan medis dan hanya
bisa dibersihkan oleh dokter gigi

PATHWAY

G. FOKUS PENGKAJIAN

Pengkajian Fisik

Mengkaji bibir, gigi, mulkosa buccal, gusi, langit-langit, dan lidah klien. Perawat memeriksa semua daerah ini
dengan hati-hati tentang warna, hidrasi, tekstur, luka, karies gigi, kehilangan gigi, dan halitosis (bau napas yang
menusuk). Klien yang tidak mengikuti praktik hygiene mulut yang teratur akan mengalami penurunan jaringan
gusi, gusi yang meradang, gigi yang hitam (khususnya sepanjang margin gusi), karies gigi, dan halitosis. Rasa
sakit yang dihalokalisasi adalah gejala umum dari penyakit gusi atau gangguan gigi tertentu.

Infeksi pada mulut melibatkan organisme seperti Treponema pallidum, Neissera gonorrhoeae, dan hominis virus
herpes. Jika klien hendak memperoleh radiasi atau kemoterapi, sangat penting mengumpulkan data dasar
mengenai keadaan rongga mulut klien. Hal ini berfungsi sebagai dasar untuk perawatan preventif bagi klien saat
mereka melewati pengobatan.

· Perubahan Perkembangan

Sepanjang masa hidup seseorang, perubahan fisiologi mempengaruhi kondisi dan penampilan struktur dalam
rongga mulut. Anak dapat terjadi karies gigi pada gigi susu karena pola makan atau kurangnya perawatan gigi.
Gigi remaja adalah permanen dan memerlukan perhatian teratur untuk diet dan perwatan gigi serta mencegah
masalah-masalah pada tahun-tahun berikutnya. Pada saat orang bertambah tua, praktik hygiene mulut berubah
untuk mempengaruhi gigi dan mukos lebih lanjut.

Usia yang berhubungan dengan perubahan di dalam mulut, dikombinasi dengan penyakit kronis,
ketidakmampuan fisik, dan medikasi yang diresepkan memiliki efek samping pada mulut, menyebabkan
perawatan. Efek pada ketidakcukupan perawatan meliputi karies dan kehilangan gigi,

penyakit periodontal, permulaan infeksi sistemik, dan efek jangka panjang pada harga diri, kemampuan untuk
makan, dan pemeliharaan hubungan. Pengkajian tingkat perkembangan klien membantu dalam menentukan tipe
masalah higienis yang diharapkan.

· Pola Makan

Pengkajian pola makan klien dilakukan untuk mendeteksi keberadaan iritasi local pada gusi atau struktur
mukosa. Bertanya pada klien jika ada masalah tertentu dalam mengunyah, kecocokan gigi palsu, atau menelan.
Adanya bisul atau iritasi mengganggu pengunyahan dan menyebabkan klien menghindar untuk makan. Hal ini
tidak umum pada klien lansia dengan gigi palsu yang kurang pas.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

v Nyeri berhubungan dengan radang pada daerah gusi / gigi (gingivitis), kehilangan gigi.

v Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) tubuh berhubungan dengan intake (asupan) yang tidak adekuat
(cukup) akibat radang gigi / gusi (gingivitis), gigi palsu yang tidak pas.
v Perubahan membrane mukosa mulut berhubungan dengan trauma oral, asupan cairan yang terbatas, trauma
B/D kemoterapi.

v Deficit perawatan oral diri/oral berhubungan dengan perubahan kesadaran, kelemahan ekteremitas atas.

v Gangguan gambaran diri berhubungan dengan halitosis, ketidakadaan gigi.

v Kurang pengetahuan tentang hygiene oral berhubungan dengan kesalahpahaman praktik hygiene.

v Risiko infeksi berhubungan dengan trauma mukosa oral.

H. FOKUS RENCANA INTERVENSI


DAFTAR PUSTAKA

Antony, V.V dan R. Khan (2014).


Dentistry for the Pregnant Patient.
Journal of
Dental and Medical Sciences
. 13(1): 83
-
90
Arbes, B.A (2002).
Epidemiology Of Gingival and periodontal Disease.
Philadelphia: Saunders Company
Bamadi, M (2013).
Gingivitis and th
e Environmental Health: An Overview.
Middle
-
East Journal of Scientific Research
. 18 (3): 283

Anda mungkin juga menyukai