Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DEGAN VENTRIKEL SPETAL

DEFECT

1. PENGERTIAN
Ventricular Septal Defect merupakan kelainan jantung bawaan nonsianotik
yang paling sering ditemukan. Ventrikel Septal Defek adalah kelainan jantung
bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler. Lubang tersebut dapat hanya
satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikuler semasa
janin dalam kandungan. Kebocoran ini terjadi karena kelambatan dalam
pertumbuhannya.
Berdasarkan lokasi defek, VSD terbagi atas empat tipe yaitu defek
subpulmonal, membranous, atrioventrikular, dan defek muscular. Sedangkan
berdasarkan ukuran defek, VSD terbagi atas tiga yaitu VSD kecil, sedang, dan
besar.
VSD merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan
yaitu sekitar 30-60% pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan. Pada
sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui. Pada sebagian kasus,
diagnosis kelainan ini ditegakkan setelah melewati masa neonatus, karena pada
minggu-minggu pertama kehidupan belum terdengar bising yang bermakna
karena resistensi vascular paru masih tinggi dan akan menurun setelah 8-10
minggu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis,
elektrokardiografi, dan pemeriksaan radiologi seperti foto rontgen dada,
ekokardiografi, dan angiografi jantung.

Berdasarkan lokasi lubang, diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu :


a. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum,mungkin
disertai kelainankatup mitral.
b. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
c. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium
Kanan.
2. ETIOLOGI
Pada sebagian besar kasus Penyakit Jantung Bawaan (PJB), penyebabnya tidak
diketahui. Lebih dari 90% kasus penyebabnya adalah multifaktorial. Faktor yang
berpengaruh, diantaranya adalah: Faktor eksogen, seperti ibu dengan DM,
fenilketonuria, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan (maternal
faktor). Faktor endogen, seperti riwayat keluarga dengan penyakit jantung (faktor
genetik).

3. PATOFISIOLOGI
Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri meningkat dan
resistensi sirkulasi arteri sistemik lebih tinggi dibandingkan resistensi pulmonal.
Hal ini mengakibatkan darah mengalir ke arteri pulmonal melalui defek septum
Volume darah di paru akan meningkat dan terjadi resistensi pembuluh darah paru.
Dengan demikian tek.ventrikel kananmeningkat akibat adanya shunting dari kiri
ke kanan. Hal ini akan berisiko endokarditis dan mengakibatkan terjadinya
hipertropi otot ventrikel kanan sehingga terjadi peningkatan workload dan terjdi
pembesaran atrium kanan untuk mengatasi resistensi yang disebabkan oleh
pengosongan atrium yang tdk sempurna.
4. KOMPLIKASI
1. Gagal jantung kronik
2. Endokarditis infektif
3. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonar
4. Penyakit vaskular paru progresif
5. kerusakan sistem konduksi ventrikel

5. MANIFESTASI KLINIS
DSV Kecil. Biasanya asimtomatik. Jantung normal atau sedikit membesar dan
tidak ada gangguan tumbuh kembang. Bunyi jantung biasanya normal, dapat
ditemukan bising sistolik dini pendek yang mungkin didahului early systolic click.
Ditemukan pula bising pansistolik yang biasanya keras disertai getaran bising
dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri dan menjalar
ke sepanjang sternum kiri, bahkan ke seluruh prekordium.
DSV Sedang. Gejala timbul pada masa bayi berupa sesak napas saat minum atau
memerlukan waktu lebih lama/tidak mampu menyelesaikan makan dan minum,
kenaikan berat badan tidak memuaskan, dan sering menderita infeksi paru yang
lama sembuhnya. Infeksi paru ini dapat mendahului terjadinya gagal jantung yang
mungkin terjadi pada umur 3 bulan. Bayi tampak kurus dengan dispnu, takipnu,
serta retraksi. Bentuk dada biasanya masih normal. Pada pasien yang besar, dada
mungkin sudah menonjol. Pada auskultasi terdengar bunyi getaran bising dengan
pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri yang menjalar ke
seluruh prekordium.
DSV Besar. Gejala dapat timbul pada masa neonatus. Pada minggu I sampai III
dapat terjadi pirau kiri ke kanan yang bermakna dan sering menimbulkan dispnu.
Gagal jantung biasanya timbul setelah minggu VI, sering didahului infeksi saluran
napas bawah. Bayi sesak napas saat istirahat, kadang tampak sianosis karena
kekurangan oksigen akibat gangguan pernapasan. Gangguan pertumbuhan sangat
nyata. Biasanya bunyi jantung masih normal, dapat didengar bising pansistolik,
dengan atau tanpa getaran bising, melemah pada akhir sistolik karena terjadi
tekanan sistolik yang sama besar pada kedua ventrikel. Bising mid-diastolik di
daerah mitral mungkin terdengar akibat flow murmur pada fase pengisian cepat.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP
menunjukkan atrium kanan yang menonjol dan dengan konus pulmonalis
yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru
yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.

b. Elektrokardiografi
Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum, blok bundle
kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang, aksis gelombang
P abnormal.

c. Ekokardiografi
 Dengan mengunakan ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler
berwarna dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran
atrium dan ventrikel kanan, keterlibatan katub mitral misalnya proplaps
yang memang sering terjadi pada ASD.
 Ekokardiografi transesofageal (ETE) dapat dilakukan pengukuran besar
defek secara presisi sehingga dapat membantu dalam tindakan
penutupan ASD perkutan, juga kelaina yang menyertai.
d. Katerisasi jantung
Pemeriksaan ini digunakan untuk :
 Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan
 Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
 Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonal
 Evaluasi anomaly aliran vena pulmonalis

7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli
bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan
jantung yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan lebih pada
kepercayaan terhadap data dari pada alasan yang diberikan. Dengan
terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak
yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan. Agar
terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS
sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan
bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa
manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara
spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan.
Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah penyakit
vascular pulmonal abstruktif. Pencegahan masalah irama di kemudian hari
dan terjadinya gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi
dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat ditutup kemudian jika
masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan jantung untuk defek sekat
atrium varietas sekundum benar-benar nol. Dari 430 penderita yang dioperasi
di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada mortalitas kecuali untuk satu bayi
kecil yang amat sakit yang mengalami pengikatan duktus arteriosus paten.
Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang.
Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah
masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah
masalah obstruksi vaskular pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5–10
persen penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal
obstruktif hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan
sendirinya cukup alasan untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua
defek sekat atrium.
b. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang
digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil
dan terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran
yang nyata yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti
orifisium vena kava, adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk
memasukkan alat cukup besar menutup defek yang besar tidak tersedia.
Keinginan untuk menghindari pemotongan intratorak dan membuka jantung
jelas. Langkah yang paling penting pada penutupan defek sekat atrium
transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran dan lokasi
defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel
termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam
vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup
trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran
ditentukan dengan menggembungkan balon dan mengukur diameter yang
direntangkan. Payung dipilih yang 80% lebih besar daripada diameter
terentang dari defek. Lengan distal payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik
perlahan-lahan tetapi dengan kuat melengkungkan sekat ke arah kanan.
Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan payung didorong ke posisi netral.
Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung dilepaskan. Penderita
dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi
antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani
tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup
secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di
masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat
tergantung pada besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal
jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi
pulmonal) serta penyulit lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya
dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan
ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah
dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali dilakukan tahun 1953 oleh dr.
Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya mesin bantu pompa
jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat
(tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal
(angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al
melaporkan survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam
follow up 27 tahun setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani
operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka
survival akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya
komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru
c. Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe
sekundum secara non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus
lewat pembuluh darah di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2
buah cakram yang dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari
anyaman kawat nitinol yang dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran
ASD. Di dalamnya ada patch dan benang polyester yang dapat merangsang
trombosis sehingga lubang/komunikasi antara atrium kiri dan kanan akan
tertutup sempurna.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

1) KASUS
Seorang anak laki-laki usia 2 bln dengan BB 5kg, datang kedokter dibawa
oleh orang tuanya karena ingin kontrol, selama ini penderita tidak pernah
kontrol kedokter. Berat lahir penderita 3000gr berat badan lahir, panjang
50cm, langsung menangis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan HR 110x/menit,
R 20x/menit, BJ didapatkan pansistolik murmur grade 3/6 bila pada echo
didapatkan VSO 2 mm, apa yang di dapatkan pada EKG, dan Rontgen foto?
Apa yang di harapkan dan terapi apa yang harus di lakukan pada pasien ini.

2) PENGKAJIAN FISIK
A. Keadaan Umum
Keadaan sakit : ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Status gizi : Cukup
B. Tanda Vital
Nadi : 110 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
C. Status Interna
Kepala : bersih, tidak ada kelainan
Konjungtiva : anemis - / -
Leher : JVP tidak meningkat
Thoraks : Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris Retraksi intercostal -/-
Palpasi : VF kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : VBS kiri=kananCrackles (-)
Jantung :
Inspeksi : IC tak tampak.
Palpasi : IC teraba di ICS IV. Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis.
Biasanya teraba getaran bising pada SIC III dan IV kiri.
Perkusi : tidak terdapat kardiomegali
Auskultasi : Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi
jantung II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.
Murmur pansystolic grade 3/6 di ICS III-IV,Gallop(-).
Abdomen : Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Palpasi : Lembut, Hepar dan Lien tidak teraba
Perkusi : Tympani, shifting dullnes (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Ekstremitas : Edema -/-
Tidak ada gangguan tumbuh kembang

3) DIAGNOSA
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti pulmonal
3. Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara pemakain oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak
adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori
6. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya status kesehatan
7. Perubahan peran orang tua berhubungan dengan hospitalisasi anak,
kekhawatiran terhadap penyakit anak

Analisa data
No Analisis Data Masalah Keperawatan
1 DO : HR: 110x/ menit Penurunan Curah Jantung
DS :
2 DO : RR : 20x/ menit Gangguan Pertukaran gas
Pansitolik, BJ :murmur
derajat 3/6
DS :
1. Dx : Penurunan curah jantung b.d perubahan structural (VSD) ,
malformasi jantung
Tujuan : Meningkatkan curah jantung
Curah jantung mencukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria hasil : Anak akan menunjukan tanda-tanda perbaikan curah jantung
No Intervensi Rasional
 Observasi kualitas  Memberikan
dan data untuk
kekuatan denyut jantung, nadi evaluasi intervensi dan
perifer, warna dan kehangatan memungkinkan deteksi dini
kulit terhadap adanya komplikasi.
 Mengetahui perkembangan
 Tegakkan derajat sianosis
kondisi klien serta menentukan
( sirkumoral, membran
intervensi yang tepat.
mukosa, clubing)  Meningkatkan kontraksi
 berkolaborasi dengan
miokard dan memperlambat
pemberian digoxin sesuai order
frekuensi jantung dengan
dengan menggunakan teknik
menurunkan konduksi dan
pencegahan bahaya toxisitas
memperlama periode refraktori
pada hubungan AV untuk
meningkatkan efisiensi/ curah
jantung

2. Dx : resiko tinggi gangguan pertukaran gas b.d perubahan


membrane kapiler-alveolus, kongesti pulmonal
Tujuan : Anak akan menunjukan tanda-tanda tidak adanya
peningkatan resistensi pembuluh paru
Kriteria Hasil : meningkatkan resistensi pembuluh paru

No Intervensi Rasional
 Monitor kualitas dan irama  Berguna dalam evaluasi derajat
pernapasan disstres pernapasan dan/atau
kronisnya proses penyakit
 Atur posisi anak dng posisi
 Pengiriman oksigen dapat
fowler
diperbaiki dengan posisi tubuh
 Berikan istirahat yang cukup
 Mencegah terjadinya
 Berikan nutrisi yang optimal
 Berikan oksigen jika ada komplikasi
indikasi  Dapat memperbaiki/ mencegah
memburuknya hipoksia

Anda mungkin juga menyukai