A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan seksualitas yang sehat
yang berhubungan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi.
Seksualitas dalam hal ini berkaitan erat dengan anatomi dan
fungsional alat reproduksi atau alat kelamin manusia dan dampaknya
bagi kehidupan fisik dan biologis manusia. Termasuk dalam menjaga
kesehatannya dari gangguan seperti Penyakit Menular Seksual (PMS)
dan HumanImmunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno
Deficiency Syndrome (AIDS) (Herbaleng dalam Handayani, 2010).
PMS merupakan salah satu penyakit saluran reproduksi yang
cara penularan utamanya adalah melalui hubungan kelamin tetapi
juga dapat ditularkan melalui transfiisi darah atau kontak langsung
dengan cairan darah atau produk darah, dan dari ibu ke anak selama
kehamilan atau sesudah bayi lahir. PMS dapat disebabkan oleh
bakteri, jamur, virus dan parasit (Pinem, 2009).
World Health Organization (WHO) dalam Widoyono (2008)
memperkirakan angka kesakitan PMS di dunia sebesar 250 juta
orang setiap tahunnya. Penyakit sifilis merupakan salah satu penyakit
menular seksual (PMS) yang banyak terjadi pada laki-laki yang
sering berganti - ganti pasangan. Sifilis atau yang disebut dengan
‘raja singa’ disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama
Treponema pallidum. Bakteri yang berasal dari famili
spirochaetaceae ini, memiliki ukuran yang sangatkecil dan dapat
hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab sifilis
dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui
hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks
oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada
bayinya selama masa kehamilan namun tidak dapat ditularkan
melalui handuk, pegangan pintu atau tempat duduk WC.
6. Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada
seluruh tubuh. Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi
wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan
dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak
dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.
a. Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-benjolan ini
dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada
sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas
biasanya akan hilang.
b. Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan
beberapa masalah pada nervous sistem, seperti:
1) Stroke
2) Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal
cord (meningitis)
3) Koordinasi otot yang buruk
4) Numbness (mati rasa)
5) Paralysis
6) Deafness or visual problems
7) Personality changes
8) Dementia
c. Masalah kardiovaskular: Ini semua dapat meliputi bulging
(aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah
lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease,
seperti aortic valve stenonis.
d. Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau
borok genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali
lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan
mudah perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk
masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
7. Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan
klinik, serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop
lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala
diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non
protonema. Uji non protonema seperti VenerealDisease Research
Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh
terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji
VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga
amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal
pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup.
Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai
penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid,
granuloma inguinale, limfogranuloma venerium, verrucae acuminata,
skabies, dan keganasan (kanker).
a) Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS,
analisa urin, darah rutin) pemeriksaan T Palidum
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit
dan dilihat bentuk dan pergerakannya dengan microskop lapangan
gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut jika pada hasil
pada hari 1 dan 2 negatif sementara itu lesi dikompres dengan larutan
garam saal bila negative bukan selalu berarti diagnosisnya bukan
sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit.
b) pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :
Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik
yaitu kardiolopin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol,
karena itu test ini dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau
Biologic Fase Positif (BFP). Contoh test non treponemal :
Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer
Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories).
Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test),
dan RST (Reagin Screen Test).
Tes treponemal: Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah
treponema atau ekstratnya dan dapat digolongkan menjadi 4
kelompok :
Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement
Fixation Test)
Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody
Absorption Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent
treponemal Antibody – Absorption Double Staining)
Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination
Assay),19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS
(Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP
(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema
pallidum).
a) Pemeriksaan Yang Lain
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang,
yang dapat terjadi pada sifilis kongenital. Juga pada sifilis
kardiovaskuler, misalnya untuk melihat aneurisma aorta. Pada
neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak
khas. Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada likuor
serebrospinalis hanya menunjukan adanya tanda inflamasi pada
susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis.
Harga normal iyalah 0-3 sel/mm3, Jika limfosit melebihi 5/mm3
berarti ada peradangan. Harga normal protein total ialah 20-40
mg/100 mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan:
Imunologi
Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium
secara intradermal, yang sebelumnya telah diberi serum penderita
sifilis menunjukan adanya antibody. Terdapat dua antibody yang
khas yaitu terhadap T. Pallidum dan yang tidak khas yaitu yang
ditujukan pada golongan antigen protein Spirochaetales yang
pathogen
8. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Medis
Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi
yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau
eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama
pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten.
Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan.
Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu
90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah
golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15
hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin
dapat digunakan untuk S I dan S II.
1) Sifilis primer dan sekunder
a) Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan
diberikan 1 x seminggu
b) Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM
sehari selama 10 hari.
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta
unit, diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
2) Sifilis laten
a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit
(600.000 unit sehari).
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta
unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).
3) Sifilis III
a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit
(600.000 unit)
c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta
unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)
4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan:
a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
5) Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap
penisilin, dapat diberikan:
a) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan
anak-anak.
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal
sebagai berikut:
1) Bahaya PMS dan komplikain
2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika
tidak dapat dihindarkan lagi.
5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
b. Program Diet
1) Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum.
2) Ps diberikan porsi makanan kecil tetapi sering.
3) Konsumsi protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna.
4) Sayuran dan buah-buah untuk jus.
5) Susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi setiap hari (susu sapi
atau kedelai).
6) Hindari makanan di awetkan atau beragi.
7) Makanan bebas dari pestisida atau zat kimia.
8) Rendah serat, makanan lunak atau cair, jika ada gangguan saluran
pencernaan.
9) Rendah laktosa dan lemak jika ps diare.
10) Hindari rokok, kafein dan alcohol.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada
kulit.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada
kulit.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat
menentukan.
e. Pengkajian Persistem
Sistem integument, Kulit biasanya terdapat lesi. Berupa papula,
makula, postula.
Kepala biasanya terdapat nyeri kepala
- Mata pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis
inter stisial).
- Hidung, pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung
dan palatum.
- Telinga, pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
- Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas kanan
dan kiri bentuknya seperti obeng).
- Leher, pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
Sistem kardiovaskuler, kemungkinan adanya hipertensi,
arteriosklerosis dan penyakit jantung reumatik sebelumnya.
Sistem penceranaan, biasanya terjadi anorexia pada stadium II.
Sistem musculoskeletal, pada neurosifilis terjadi athaxia.
Sistem Neurologis, biasanya terjadi parathesia.
Sistem perkemihan, biasanya terjadi gangguan pada system
perkemihan.
Sistem Reproduksi, biasanya terjadi impotensi.
3. Intervensi keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Hipertermi berhubungan Noc Intervnsi :
dengan sepsis. a. Tanda-tanda vital 1. Perawatan demam
Batasan karakteristik : b. Keparahan infeksi a. Pantau suhu dan tanda-
a. Kulit terasa hangat Kriteria hasil : tanda vital lainnya
b. Takikardi a. Tanda-tanda vital denganb. Monitor warna kulit dan
c. Suhu tubuh diatas normal skala target outcome suhu
dipertahankan pada skalac. Monitor asupan dan
1 (deviasi berat dari keluaran , sadari
kisaran normal) perubahaan kehilangaan
ditingkatkan ke skala 4 cairan yang tak dirasakan
(deviasi ringan darid. Beri obat atau cairan IV
kisaran normal) e. Tingkatkan sirkulasi
b. Keparahan infeksi dengan udara
skala target outcome 2. Perlindungan infeksi
dipertahankan pada skalaa. Monitor adanya tanda
1 ditingkatkan ke skala 4 dan gejala infeksi
sistemik dan local
Monitor kerentanan
terhadap infeksi
b. Batasi jumlah
pengunjung, yang sesuai
c. Periksa kulit dan selaput
lendir untuk adanya
kemerahaan, kehangatan
ekstrem atau drainase.
d. Anjurkan asupan cairan
dengan tepat
3. Pengecekan kulit
a. Amati warna,
kehangatan, bengkak,
palpasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada
ekstremitas
b. Gunakan alat
pengkajiaan untuk
mengidentifikasi pasien
yang beresiko
mengalami keruskan
kulit
c. Monitor kulit dan
selaput lendir terhadap
area perubahaaan warna,
memear, dan pecah.
d. Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet.
e. Monitor kulit untuk
adanya kekeringan yang
berlebihan dan
kelembabapan.
2. Nyeri akut berhubungan Noc Intervensi
dengan agen cedera biologi a. Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri
(infeksi) b. Tanda-tanda vital a. Lakukan pengkajian
Batasan karakteristik : c. Keparahan cedera fisik nyeri kompherensif
a. Ekspresi wajah nyeri Kriteria hasil : yanga meliputi lokasi,
b. Keluhan tentang intensitas a. Tingkat nyeri dengan karakteristi, durasi,
nyeri mneggunakan standar skala target outcome frekuensi, kualitas,
skala nyeri dipertahankan pada skala intensitas atau beratnya
c. Mengeskpresikan perilaku 1 ditingkatkan ke skala 4 nyeri dan faktor pencetus
d. Focus pada diri sendiri Tingkat nyeri b. Observasi adanya
e. Perubahan selera makan b. Tanda-tanda vital dengan petunjuk nonverbal
f. Sikap melindungi area skala target outcome mengenai
nyeri dipertahankan pada skala ketidaknyamanan
1 (deviasi berat dari terutama pada mereka
kisaran normal) yang tidak dapat
ditingkatkan ke skala 4 berkomunikasi secara
(deviasi ringan dari efektif
kisaran normal) c. Tentukan akibat dari
c. Keparahan cedera fisik pengalaman nyeri
dengan skala target terhaadap kualitas hidup
outcome dipertahankan pasien
pada skala 1 ditingkatkand. Kendalikan faktor
ke skala 4 lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanaan
e. Ajarakan penggunaan
teknik nonfarmakologi.
2. Pengaturan posisi
a. Tempatkan pasien diatas
tempat tidur teraupetik
b. Dorong pasien untuk
terlibat dalam
perubahaan posisi
c. Masukan posisi tidur
yang diinginkan kedalam
rencana perawatan jika
tidak ada kontraindikasi.
d. Jangan menempatkan
pasien pada posisi yang
bisa meningkatkan nyeri
e. Jangan memposisikan
pasien dengan
penekanaan pada luka.
f. Pemberian analgetik
g. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan keparahaan nyeri
sebelum mengobati
pasien
h. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesic
yang diresepkan.
i. Cek adanya riwayat
alergi obat
j. Tentukan pilihan obat
analgesic
k. Pilih rute intravena
daripada rute
intramuscular, unuk
injeksi pengobatan
nyeeri yang sering, jika
memungkinkan
3. Kerusakan integritas kulit Noc Intervensi
berhubungan dengan a. Penyembuhan luka primera. Anjurkan pasien unuk
diagnose sifilis b. Penyembuhan luka menggunakan pakaian
Batasan karakteristik : sekunder yang longgar
a. Kerusakan integritas kulit Kriteria hasil : b. Memandikan
a. Penyembuhan lukac. Perawatan luka
primer dengan skalad. Pengurangan
target outcome pendarahan
dipertahankan pada skalae. Perawatan tirah baring
1 ditingkatkan ke skala 4. f. Control infeksi
b. Penyembuhan lukag. Perlindungan infeksi
sekunder dengan skalah. Menejemen nutrisi
target outcomei. Pemberian obat kulit
dipertahankan pada skalaj. Perawtan kulit dengan
1 ditingkatkan ke skala 4. pemberian obat topical
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan yang
dimulai setelah rencana tidankan disusun untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan
yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien.
5. Evaluasi
A. Konsep Medis
1. Definisi
e. Virus ini selain menyebabkan infeksi yang aktif, dapat juga menetap
hidup dalam sel pejamu, menghasilkan infeksi laten yang pada suatu
saat dapat mengalami reaktivitas. (sumarmo,2002)
2. Etiologi
a. Infeksi Primer
1) Tipe I : Di daerah pinggang ke atas, terutama daerah mulut dan
hidung
b. Fase laten
4.
Patofisiologi
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salep/
krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent,
viruguent-P) atau preparat asiklovir (zovirax). Pengobatan oral
preparat asiklovir dengan dosis 5x200 mg per hari selama 5 hari
mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa
rekuren. Pemberian parenteral asiklovir atau preparat adenina
arabinosid (Vitarabin) dengan tujuan penyakit yang lebih berat atau
terjadi komplikasi pada organ dalam.
Untuk terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau
famsiklovir. Jika pasien mengalami rekuren enam kali dalam setahun,
pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir 400mg atau
valasiklovir 1000mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk obat
oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil
diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV
disuntikkan asiklovir intravena.
7. Discharge planning
a. Jalani pola hidup yang bersih dan higienis
a. Ansietas
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
g. Penyuluhaan pembelajaran
f. Risiko infeksi
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan yang
5. Evaluasi
dirumuskan sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PMS merupakan salah satu penyakit saluran reproduksi yang
cara penularan utamanya adalah melalui hubungan kelamin tetapi
juga dapat ditularkan melalui transfiisi darah atau kontak langsung
dengan cairan darah atau produk darah, dan dari ibu ke anak selama
kehamilan atau sesudah bayi lahir. PMS dapat disebabkan oleh
bakteri, jamur, virus dan parasit (Pinem, 2009).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Treponema pallidum.Penyakit menular seksual adalah penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. penyakit ini sangat
kronik,bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh
dapat menyerupai banyak penyakit.mempunyai masa laten dan dapat
ditularkan dari ibu ke janin.
Herpes adalah salah satu penyakit menular seksual yang paling
umum. Diperkirakan bahwa satu dari setiap lima remaja akan
terinfeksi oleh penyakit ini. Penelitian telah menunjukkan bahwa
wanita lebih rentan untuk tertular infeksi ini daripada pria. Hal ini
akan merusak penyakit alat kelamin atau anus baik laki-laki dan
perempuan yang terinfeksi.
B. Saran
1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya
untuk mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya
komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/255