Anda di halaman 1dari 12

Program Studi Diploma III Keperawatan Tanjungkarang

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMAN


AKIBAT PATOLOGI SISTEM INTEGUMEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

ALERGI ( MAKANAN )

Nama Mahasiswa : Nabila Syafira

Nim : 1814401066

Semester / TA : Ganjil V/ 2020/2021

2020

LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
A. DASAR TEORI
A.1. DEFINISI DIAGNOSA MEDIS
 Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan
oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula
 Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh
yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan.
 Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi
terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan
hipersensitifitas terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III
dan IV.

A.2. ETIOLOGI

Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :

a. Faktor Internal

 Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,


enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA
sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi
kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.

 Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai
masa bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan
setempat.

 .Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan


alergen bertambah.

b. Fakor Eksternal

 Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau
beban latihan (lari, olah raga).
 Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya
Ikan 15,4 % Apel 4,7 %
Telur 12,7 % Kentang 2,6 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Babi 1,5 %
Gandum 4,7 % Sapi 3,1 %

 Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan
reaksi alergi.

A.3. TANDA & GEJALA


Adapun Gejala klinisnya :

 Pada saluran pernafasan : asma

 Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

 Pada kulit: urtikaria. angioderma, dermatitis, pruritus, gatal, demam,gatal

 Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

A.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG & HASILNYA SECARA TEORITIS

 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan
seperti susu, telur, kacang, ikan).

 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.

 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah
atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM.
IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
 Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
A.5. PENATALAKSANAAN MEDIS

Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :

1. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu,


Telur, Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK.
Merupakan makanan-makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala
alergi, jadi makanan-makanan dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini
mungkin lain untuk wilayah yang lain, sebagai contoh dengan DBPFC
mendapatkan telur, kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi,
sapi dan kentang, sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan
kacang.

2. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan
dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan ”elimination diet”,
regimen ini terdiri dari beberapa bahan makanan yang diperbolehkan yaitu : air,
beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu
formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.

3. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan


dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air,
kentang, daging kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula
hidrolisat kasein, bahan makanan yang lain tidak diperkenankan.

4. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-
makanan yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada
penderita-penderita dengan keluhan dengan keluhan utama urtikaria,
angionerotik udem dan eksema.

5. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan


sendiri oleh penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.

Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan
makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini
dicatat. Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya
tidak perlu berturut-turut. Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal
sudah dilakukan dengan benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai
regimen yang baru, penderita diberi ”carnaval” selama seminggu, artinya selama 1 minggu
itu semua makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3
minggu diet dengan baik, dengan demikian ada semangat untuk menjalani diet berikunya.
Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan
provokasi.
Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberikan kolaborasi farmakoterapi
dengan obat-obatan seperti yang tersebut di bawah ini :

i. Kromolin, Nedokromil.

Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika. Kromolin
umumnya efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan
alergi makanan. Dosis kromolin untuk penderita asma berupa larutan 1% solution (20
mg/2mL) 2-4 kali/hari untuk nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler
1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4
kali/hari yang mangandung kromolin 5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes
mata 4% 4-6 x 1 tetes mata/hari.Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa
inhalasi dengan metered-dose inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75
mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x
1-2 tetes mata/hari.

ii. Glukokortikoid.

Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan pada
yang gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari 60%,
gangguan asma malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan
memerlukan nebulizer serta bronkodilator parenteral darurat. menggunaan bronkodilator.
Steroid oral yang dipakai adalah : metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison
diberikan sebagai dosis awal adalah 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan
stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari
dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk penderita alergi makanan dengan gejala
status asmatikus, preparat yang digunakan adalah metil prednisolon atau hidrokortison
dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan dilewati disusul rumatan
prednison oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan rinitis alergika.

iii. Beta adrenergic agonist

Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan dengan
dosis 0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.

iv. Metil Xantin


Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah aminofilin
dan teofilin, dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24
jam.

v. Simpatomimetika

Simpatomimetika terdiri atas :

Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam

Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam


A.6. PATHWAY (Dibuat skema hingga muncul masalah keperawatan )
B. ASUHAN KEPERAWATAN
B.1. DAFTAR DX KEPERAWATAN YG MUNGKIN MUNCUL PADA KASUS (
Minimal 3 diagnosis Keperawatan)

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen ditandai dengan
sesak napas

Tujuan : setelah diberikan askep selama ....x15 menit. diharapkan pasien


menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang
normal.
Kriteria hasil :
 Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)
 Pasien tidak merasa sesak lagi
 Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
 Tidak terdapat tanda-tanda sianosis
Intervensi :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya
pernapasan, termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.
R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja
napas. Kedalaman pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas.
Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada
pleuritik.
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti
krekels, mengi, gesekan pleura.
R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder
terhadap pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan
mengi menyertai obstruksi jalan napas/ kegagalan pernapasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari
tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan.
Pengubahan posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen
paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
4. Observasi pola batuk dan karakter secret.
R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum
berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan
berlebihan.
5. Berikan oksigen tambahan
R/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
6. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic
R/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan demam dan


pembengkakan bibir
Tujuan : setelah diberikan askep selama ....x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien
menurun
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)
 Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :
1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )
R/ : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai
indikasi
R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
mendekati normal
3. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol
R/: Dapat membantu mengurangi demam

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi dermal,intrademal


sekunder ditandai dengan gatal,kulit kemerahan, urtikaria,prutitus,angioderma
Tujuan : setelah diberikan askep selama ....x24 jam diharapkan pasien tidak akan
mengalami kerusakan integritas kulit lebih parah
Kriteria hasil :
 Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema
 Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
 Kerusakan integritas kulit berkurang
Intervensi :
1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi
R/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer
2. Hindari obat intramaskular
R/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat
dan predisposisi untuk kerusakan kulit
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, Jakarta:EGC..
Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta: EGC.
www.medikaholistik.com

Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol 2.Edisi


6.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai