Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang
banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan. Sifilis atau yang
disebut dengan ‘raja singa’ disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama
Treponemapallidum.
Bakteri yang berasal dari famili spirochaetaceae ini, memiliki ukuran yang
sangatkecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab
sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-
genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat
ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan namun tidak
dapat ditularkan melalui handuk, pegangan pintu atau tempat duduk WC.
Peningkatan insidens sifilis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan
demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan
dan pendidikan seksual kurang tersebar luas, kontrol sifilis belum dapat berjalan baik
serta adanya perubahan sikap dan perilaku (Daili, 2012).
Insiden sifilis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan 53.000
kasus pada tahun 1996, sedangkan pada tahun 1992 113.000 kasus. Namun, jumlah
kasus sifilis primer dan sekunder meningkat pada tahun 2000-2007.
Pada tahun 2007, 11.466 kasus dilaporkan kepada US Centersfor Disease
Control and Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi pada pria, terutama
pada pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus yang
dilaporkan pada wanita menurun. Lebih dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan
Amerika Serikat. Kecenderungan untuk kasus sifilis kongenital terjadi penurunan
selama sepuluh tahun terakhir. Di Indonesia kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi
cenderung mengalami peningkatan 10% sedangkan kelompok resiko rendah
meningkat 2% sifilis juga merupakan faktor terjadinya infeksi HIV,
sehingga peningkatan kasus sifilis dapat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus
infeksi HIV/AIDS (Farida, 2012).
Sifilis dan HIV/AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
organisme. Namun ternyata dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola
perilaku. Jadi bisa dikatakan bahwa sifilis dan HIV/AIDS juga merupakan penyakit
perilaku (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010).
Menurut Soekidjo (2010) model Perilaku Kesehatan berdasarkan Lawrence
Green (1980), menyatakan bahwa kesehatan itu dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu
faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh 3
(tiga) faktor, yaitu: 1) faktor presdisposisi (predisposingfactors), 2) faktor pendukung
(enablingfactors), 3) faktor pendorong (reinforcingfactors). Faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya sifilis cukup banyak.
Namun pada abad modern seperti sekarang ini sudah ditemukan obat dari
sifilis sehingga penderita sifilis dapat berkurang secara signifikan, namun tidak
hilang. Selama penderita melakukan kontak langsung (seks) dengan pasangan-
pasangannya sifilis tidak dapat dikatakan sudah tertangani sepenuhnya. Dari
pembahasan diatas maka penulis mencoba memberikan pemahaman lebih mengenai
penyakit sifilis mulai dari definisi, tanda terkena penyakit sifilis (gejala), diagnosis,
dan khususnya cara penularannya yaitu dengan kontak langsung.

B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Sifilis.
b) Tujuan Khusus
1. Memahami Pengertian Sifilis
2. Memahami Etiologi Sifilis
3. Memahami Patofisiologi Sifilis
4. Memahami Klasifikasi Sifilis
5. Memahami Gejala Klinis Sifilis
6. Memahami Pemeriksaan Penunjang
7. Memahami Penatalaksanaan Sifilis
8. Memahami Program diet pada Sifilis
9. Memahami Komplikasi Sifilis
10. Memahami Penatalaksanaan Sifilis
11. Membuat Asuhan keperawatan pada pasien dengan Sifilis
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit

1. Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi
sifilis biasa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa
dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita
lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah
tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan
sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan
peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada
bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi
tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu
akan melahirkan bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera
diobati akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal di
dalam rahim atau menyebabkan sipilis kongenital.
Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Apabila sifilis terjadi
pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap janin sehingga
bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum
pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga
kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.

2. Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum
merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat
empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum,
Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema
pallidumendemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile
yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh
inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan
sifilis. ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir
kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum
pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium
kental seperti lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses
sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan
membran mucosa.

3. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua
alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita
hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga
menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau
bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan
antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan
meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin.

4. Tanda dan Gejala


Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi;
rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang
menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh
Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan :
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang
terinfeksi; yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker
juga bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher
rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita hanya
memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker
berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang dengan segera akan
berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka
tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan
cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya
akan membesar, juga tanpa disertai nyeri. Luka tersebut hanya
menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka
biasanya membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita
tampak sehat secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul
dalam waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung
hanya sebentar atau selama beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam
ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan
muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita
memiliki pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan
sekitar 10% menderita peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak
menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf mata
sehingga penglihatan menjadi kabur. Sekitar 10% penderita mengalami
peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri. Peradangan ginjal
bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati
bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita
mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang
menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang
lembab, bisa terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini
sangat infeksius (menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah
menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan dengan
pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit
ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan (malaise),
kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase
laten dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung
bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup
penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali muncul.
4. Fase Tersier
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala
bervariasi mulai ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3
kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul
di berbagai organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara bertahap
dan meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di
hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki
dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala.
Tulang juga bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat
dalam yang biasanya semakin memburuk di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi
aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan
nyeri dada, gagal jantung atau kematian.
3) Neurosifilis
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak
diobati. 3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis
meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi
tergantung kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak
dengan medulla spinalis :
 Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala,
pusing, konsentrasi yang buruk, kelelahan dan kurang
tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan
mental, kejang, pembengkakan saraf mata (papiledema),
kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan
kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.
 Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa
kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara;
kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan;
kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa spastis);
ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan
peradangan sebagian dari medulla spinalis yang
menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung
kemih serta kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot
dalam keadaan kendur (paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal
secara bertahap sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun.
Secara perlahan mereka mulai mengalami demensia. Gejalanya
berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh
badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan
dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur,
lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan
berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga,
depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan persepsi.
c. Neurosifilis tabetik
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla
spinalis yang progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala
awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada tungkai
yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan
goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua
tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh
sehingga pengendalian terhadap kandung kemih hilang dan sering
mengalami infeksi saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh
penderita gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca.
Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan wajah yang
memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai
bagian tubuh, terutama lambung. Kejang lambung bisa
menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum,
kandung kemih dan pita suara. Rasa di kaki penderita berkurang,
sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa
menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di
bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang, maka sendi penderita
bisa mengalami cedera.

2. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)


a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus

5. Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan
tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan
menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema
pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa
penonjolan-penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat,
dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba
ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat
berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti
pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di
daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan,
tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini
disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat
pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus.
Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau
lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah
sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-
kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala
stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi
seperti nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya
mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan
kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak
terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The
Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai
banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat
mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
c. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi.
Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter
beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ,
termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat
ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll.
Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.
d. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan
neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah
infeksi primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini.
Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis
terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan
apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan
mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi
primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis)
dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS
non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan
komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam
3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan
treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination
assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini,
TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih
bermakna dalam membantu diagnosis.

6. Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran,
gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat
dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan
yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.

2.  Komplikasi Terhadap Ibu


a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta lebih besar, pucat, keabu-
abuan dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian janin
d. Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur dan menimbulkan
cacat.

7.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin
terjadi minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat
bawaan pada janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi
perubahan hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat
spirokaeta treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.

8. Penatalaksanaan dan Terapi


Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaiknya sebelum
hamil atau pada triwulan I untuk mencegah penularan terhadap janin. Suami harus
diperiksa dengan menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu diobati
dangan terapi penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui dalam pemilihan obat-
obatan untuk ibu hamil perlu memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada
janinya. Sedangkan jenis pinisilin dan eritrosin merupakan obat untuk ibu hamil yang
tidak memberikan efek atau pengaruh buruk terhadap janinnya. Berikut ini adalah
table terapi atau pengobatan Sifilis pada ibu yang sedang hamil.
Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan Tingkat Penyakit Alternatif Terapi
Dasar Terapi Infeksi Primer-Infeksi Sekunder-Fase Laten kurang dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500 mg/ 4 kali/ selama 15
hari-
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari
Sifilis laten lebih dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu Eritromisin 500 mg/ 4
kali/ hari selama 30 hari
Kardiovasculer atau neuro sifilis
• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai 14 hari diikuti
pinisilin G Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit ditambah probenecid 500 mg
sebanyak 4 kali/ hari selama 10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin
sebanyak 2,4 juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat pilihan
         Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada ibu hamil stadium primer,
sekunder, atau laten durasi kurang dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama yaitu
penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu mengalami alergi dapat
diganti dengan Eritomisin 500 ng PO selama 15 hari serta setriakson 250 mg secara IM
selama 10 hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun atau sifilis
kardiovasculer diberikan obat utama penisilin G Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap
minggu 3x, tetapi jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan Eritromicin 500
ng PO selama 30 hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan utama pinisilin G akueous
kristalin 2,4 juta unit 4x selama 10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta
unit secara IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4 juta unit IM setiap hari
dengan probenesid 500 mg PO selama 10-14 hari, kemudian diikuti dengan penisilin G
Benzethin 2,4 juta secara IM.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut
a. Anamnesa
1) Tanyakan kepada klien sejak kapan mengeluh nyeri
2) Bagaimana dan berupa apa saja kelainan pada awalnya dan apakah
menyebar/menetap
3) Apakah ada sensasi panas, gatal serta cairan yang menyertai
4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh obat tersebut
apakah membaik, memburuk, atau menetap
5) Apakah klien mengeluh adanya nyeri pada tulang, nyeri pada kepala,
mengeluh kesemutan, mati rasa (sebagai tanda kerusakan neorologis)
6) Tanyakan social ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga, gaya hidup dan
penyakit keluarga/individu sekitarnya
7) Bagaimana aktivitas seksual (pernah/sering melakukan seks beresiko missal
berganti-ganti pasangan, oral/anal seks, homo seksual, melakukan dengan
PSK)
8) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan seperti
kemerahan, muncul benjolan, dan vesikel
9) Bagaimana dengan urin klien apakah bercampur darah, urin tidak lancar, nyeri
saat berkemih
10) Apa disertai dengan febris, anoreksia
11) Pada sifilis kongietal selain anamnesa diatas, perlu ditanya orang tua apakah
pernah keluar secret bercampur darah dari hidung, perforasi palatum durum,
gangguan pengelihatan dan pendengaran, gangguan berjalan, serta
keterlambatan tumbuh kembang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Adanya eritema dan papula, macula, postula, vesikula dan ulkus
b) Timbulnya lesi pada alat kelamin ekstra genital, bibir, lidah, tonsil, jari dan
anus
c) Kelainan selaput lender dan limfa denitis
d) Kelainan pada mata dan telinga
e) Kelainan pada tulang dan gaya berjalan
2) Palpasi
Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan
3) Auskultasi
Perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system pencernaan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi b/d proses infeksi d/d adanya peningkatan suhu tubuh (lebih dari 37,2
drajat celcius) kulit teraba hangat
b. Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d laporan nyeri secara verbal, sikap
melindungi area nyeri, wajah tampak meringis, klien tampak gelisah.
c. Kerusaka integritas kulit b/d peradangan pada lapisan kulit d/d adanya tanda
elfloresensi
d. Gangguan citra tubuh b/d penyakit d/d respon non verbal terhadap perubahan
actual pada tubuh ( bentuk/ struktur dan fungsi perasaan negative terhadap tubuh)
e. Kurang pengetahuan b/d ketidakmampuan mengenal pemyakit d/d pengungkapan
secara verbal ketidaktahuan penyakit permintaan informasi
f. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan b/d respon nyeri
g. Risiko tinggi cidera b/d disfungsi sensorik
h. Risiko keterlambatan tumbuh kembang b/d infeksi kongietal
3. Rencana Keperawatan
N Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
o
1 Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau suhu 1. Suhu diatas 37,2
keperawatan diharapkan suhu tubuh pasien drajat celcius
dalam rentang normal, dengan 2. Berikan menunjukkan proses
kriteria hasil: kompres infeksius
 Suhu tubuh normal (36,5-37,2 hangat 2. Membantu
drajat celcius) 3. Anjurkan mengurangi demam
 Akral teraba hangat, tidak pasien untuk 3. Untuk mengganti
kemerahan banyak cairan tubuh yang
 Turgor kulit elastic minum hilang

 Mukosa bibir lembab 4. Anjurkan 4. Memberikan rasa


pasien untuk nyaman dan pakaian
menggunakan tipis mudah
pakaian yang menyerap keringat
tipis dan dan tidak
mudah merangsang
menyerap peningkatan suhu
keringat tubuh
5. Kolaborasi 5. Pemberian cairan
dalam sangat penting bagi
pemberian pasien dengan suhu
cairan tubuh yang tinggi
intravena 6. Antipiretik untuk
6. Kolaborasi menurunkan panas
dengan tim tubuh pasien
medis dalam
pemberian
antipiretik
2 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji TTV 1. TTV dapat
keperawatan diharapkan nyeri 2. Kaji keluhan menunjukkan
berkurang/ hilang dengan criteria lokasi, tingkat
hasil: intensitas, perkembangan
 Pasien tidak mengeluh nyeri frekuensi dan pasien
 Skala nyeri 0-4 waktu 2. Mengindikasikan

 Pasien tidak gelisah terjadinya kebutuhan untuk


nyeri intervensi dan tanda-
3. Dorong tanda perkembangan
ekspresi, atau resolusi
perasaan komplikasi
tentang nyeri 3. Pernyataan
4. Ajarkan memungkinkan
tehnik pengungkapan
relaksasi emosi dan
5. Jelaskan dan meningkatkan
bantu pasien mekanisme koping
dengan 4. Memfokuskan
tindakan kembali perhatian,
pereda nyeri meningkatkan
nonfarmakolo relaksasi dan
gi dan non meningkatkan rasa
infasif control yang dapat
6. Kolaborasi menurunkan
dengan dokter ketergantungan
pemberian farmakologis
analgesic 5. Pendekatan dengan
sesuai indikasi menggunakan
relaksasi dan
nonfarmakologi
lainnya telah
menunjukkan
keefektifan dalam
mengurangi nyeri
6. Analgetik memblok
lintasan nyeri
sehingga nyeri dapat
berkurang
3 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji 1. Menjadi data dasar
keperawatan diharapkan integritas kerusakan untuk memberikan
kulit membaik secara optimal, kulit yang informasi intervensi
dengan criteria hasil: terjadi pada perawatan luka apa
 Pertumbuhan jaringan klien yamg akan dipakai
meningkat 2. Catat ukuran dan jenis larutan apa
 Keadaan luka membaik atau warna, yang dipakai
 Luka menutup kedalaman 2. 2. Memberikan

 Mencapai penyembuhan luka luka dan informasi dasar

tepat waktu kondisi sekitar tentang kebutuhan


luka dan petunjuk tentang
3. Lakukan sirkulasi
perawatan 3. Perawatan luka
luka dengan dengan tehnik steril
tehnik steril dapat mengurangi
4. Bersihkan kontaminasi kuman
area perianal masuk kearea luka
dengan 4. Mencegah meserasi
membersihan dan menjaga
feses dengan perianal tetap
air mengalir kering, menjaga
5. Kolaborasi kebersihan kulit
dengan tim serta mencegah
medis dalam komplikasi
pemberian 5. Mengurangi tekanan
obat pada area yang sama
antibiotikatopi
kal
4 Setelah dilakukanasuhan 1. Kaji tingkat 1. Memberikan data
keperawatan diharapkan pengetahuan besar untuk
terpenuhinya pengetahuan pasien pasien mengetahui tingkat
tentang kodisi penyakit, dengan 2. Lakukan pemahaman psien
criteria hasil: komunikasi tentang penyakit.
 Mengungkapkan dua arah 2. Peningkatan koping
pengertian tentang untuk positif akibat adanya
proses penyakit menggali gangguan citra
pencegahan, informasi tubuh, klien mau
perawatan tindakan tentang menerima
yang dibutuhkan persepsi diri kondisinya dan mau
dengan kemungkinan dan bersosialisasikan
komplikasi manajemen 3. Memandirikan klien
 Mengenal perubahan koping pasien dan keluarga untuk
gaya hidup/tingkah 3. Lakukan hygine yang terjaga
laku untuk mencegah simulasi daapt meminimalkan
terjadinya komplikasi personal resiko infeksi dapat
hygine dan mempercepat proses
perawatan penyembuhan
luka pada area 4. Informasi
yang terjadi dibutuhkan untuk
efloforasi meningkatkan
terutama perawatan diri,
ulkus untuk menambah
4. Beri informasi kejelasan efektivitas
pasien/orang pengobatan dan
terdekat mencegah
tentang komplikasi
perawatan 5. Merubah persepsi
pasien di dan perilaku sex
rumah sakit yang beresiko
dan dirumah menularan penyakit
(hygine dan
pentingnya
pengomsusian
obat sesuai
dosis) serta
komplikasi
jika
pengobatan
tidak
dilakukan.
5. Beri informasi
tentang
bahaya
perilaku sex
beresiko dan
cara
penanggulang
an/
pencegahan
serta
komplikasi
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi sifilis
bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan
hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam
kandungan melalui plasenta. Pada Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah
satu bakteri spirochaeta.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-
rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan
kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum
berkembang melalui 4 tahapan yaitu fase primer, sekunder, laten dan tersier.
Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital jarang
sekali terjadi, transfusi darah dari darah penderita sifilis, transplasenta, melakukan
hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit sifilis.
Pengobatannya dapat diberikan antibiotik pilihan yaitu Penisilin selain itu juga diberikan
eritromisin kerena tidak mempengaruhi janinnya.

B.Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat kesalahan. Oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang positif dan membangun,
guna penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik lagi.
                                                

                            

DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC


Varney, Helen, dkk. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
Pawiroharjo, Sarwono.2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Syaifudin, A.B. 2012. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarata
: Yayasan Bina Pustaka
Ratna, Eni, dkk. 2012. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipokrates

Anda mungkin juga menyukai