PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS) yang
banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti-ganti pasangan. Sifilis atau yang
disebut dengan ‘raja singa’ disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama
Treponemapallidum.
Bakteri yang berasal dari famili spirochaetaceae ini, memiliki ukuran yang
sangatkecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab
sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-
genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat
ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan namun tidak
dapat ditularkan melalui handuk, pegangan pintu atau tempat duduk WC.
Peningkatan insidens sifilis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan
demografik, fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan
dan pendidikan seksual kurang tersebar luas, kontrol sifilis belum dapat berjalan baik
serta adanya perubahan sikap dan perilaku (Daili, 2012).
Insiden sifilis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan 53.000
kasus pada tahun 1996, sedangkan pada tahun 1992 113.000 kasus. Namun, jumlah
kasus sifilis primer dan sekunder meningkat pada tahun 2000-2007.
Pada tahun 2007, 11.466 kasus dilaporkan kepada US Centersfor Disease
Control and Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi pada pria, terutama
pada pria yang berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus yang
dilaporkan pada wanita menurun. Lebih dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan
Amerika Serikat. Kecenderungan untuk kasus sifilis kongenital terjadi penurunan
selama sepuluh tahun terakhir. Di Indonesia kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi
cenderung mengalami peningkatan 10% sedangkan kelompok resiko rendah
meningkat 2% sifilis juga merupakan faktor terjadinya infeksi HIV,
sehingga peningkatan kasus sifilis dapat memungkinkan terjadinya peningkatan kasus
infeksi HIV/AIDS (Farida, 2012).
Sifilis dan HIV/AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
organisme. Namun ternyata dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola
perilaku. Jadi bisa dikatakan bahwa sifilis dan HIV/AIDS juga merupakan penyakit
perilaku (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010).
Menurut Soekidjo (2010) model Perilaku Kesehatan berdasarkan Lawrence
Green (1980), menyatakan bahwa kesehatan itu dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor yaitu
faktor perilaku dan faktor non perilaku. Faktor perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh 3
(tiga) faktor, yaitu: 1) faktor presdisposisi (predisposingfactors), 2) faktor pendukung
(enablingfactors), 3) faktor pendorong (reinforcingfactors). Faktor resiko yang dapat
menyebabkan terjadinya sifilis cukup banyak.
Namun pada abad modern seperti sekarang ini sudah ditemukan obat dari
sifilis sehingga penderita sifilis dapat berkurang secara signifikan, namun tidak
hilang. Selama penderita melakukan kontak langsung (seks) dengan pasangan-
pasangannya sifilis tidak dapat dikatakan sudah tertangani sepenuhnya. Dari
pembahasan diatas maka penulis mencoba memberikan pemahaman lebih mengenai
penyakit sifilis mulai dari definisi, tanda terkena penyakit sifilis (gejala), diagnosis,
dan khususnya cara penularannya yaitu dengan kontak langsung.
B. Tujuan
a) Tujuan Umum
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Sifilis.
b) Tujuan Khusus
1. Memahami Pengertian Sifilis
2. Memahami Etiologi Sifilis
3. Memahami Patofisiologi Sifilis
4. Memahami Klasifikasi Sifilis
5. Memahami Gejala Klinis Sifilis
6. Memahami Pemeriksaan Penunjang
7. Memahami Penatalaksanaan Sifilis
8. Memahami Program diet pada Sifilis
9. Memahami Komplikasi Sifilis
10. Memahami Penatalaksanaan Sifilis
11. Membuat Asuhan keperawatan pada pasien dengan Sifilis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular seksual (PMS). Lesi
sifilis biasa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa
dipastikan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan seksual dengan wanita
lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu, seorang ibu yang sedang hamil yang telah
tertular penyakit ini bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan
sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan
peyakit kronis dan dapat menyerang seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada
bayi di dalam kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada lamanya infeksi
tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika segera diobati dengan baik, maka ibu
akan melahirkan bayinya dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera
diobati akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi meninggal di
dalam rahim atau menyebabkan sipilis kongenital.
Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan. Apabila sifilis terjadi
pada kehamilan tua, maka plasenta memberi perlindungan terhadap janin sehingga
bayi dapat dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi sebelum
pembentukan plasenta maka harus dilakukan pengobatan dengan segera, sehingga
kemungkinan infeksi pada janin dapat dicegah.
2. Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum
merupakan salah satu bakteri spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat
empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum,
Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan Treponema
pallidumendemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat motile
yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh
inang melalui celah di antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan
sifilis. ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-masa akhir
kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan Treponema pallidum
pallidum bergerak dengan pola gerakan yang khas untuk bergerak di dalam medium
kental seperti lender (mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses
sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang melalui jaringan dan
membran mucosa.
3. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik. Hampir semua
alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita
hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga
menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyababkan kelainan bawaan atau
bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan
antibiotika. Tetapi jika tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan
meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin.
5. Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder, laten dan
tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala penyakit yang berbeda-beda dan
menyerang organ tubuh yang berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat masuknya Treponema
pallidum. Lesi pada umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa
penonjolan-penonjolan kecil yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat,
dasarnya bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila diraba
ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam beberapa hari, erosi dapat
berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti
pada afek primer. Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar getah bening di
daerah lipat paha. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan,
tidak nyeri, tunggal dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini
disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi umumnya terdapat
pada alat kelamin, dapat pula di bibir, lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus.
Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau
lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah
sembuh. Waktu antara sifilis I dan II umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-
kadang terjadi masa transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala
stadium II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi
seperti nyeri kepala, demam, anoreksia, nyeri pada tulang, dan leher biasanya
mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan
kulit yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan kecil. Tidak
terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II seringkali disebut sebagai The
Greatest Immitator of All Skin Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai
banyak sekali kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat
mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh tubuh.
c. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi.
Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran milier sampai berdiameter
beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ,
termasuk tulang rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat
ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa, paru-paru, testis dll.
Kelainan lain berupa nodus di bawah kulit, kemerahan dan nyeri.
d. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis kardiovaskuler dan
neurosifilis (pada jaringan saraf). Umumnya timbul 10-20 tahun setelah
infeksi primer. Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini.
Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena. Kematian karena sifilis
terutama disebabkan oleh stadium ini. Diagnosis pasti sifilis ditegakkan
apabila dapat ditemukan Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan
mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih negatif pada lesi
primer, dan menjadi positif setelah 1-4 minggu. TSS (tes serologik sifilis)
dibagi dua, yaitu treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS
non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL, RPR, dan ikatan
komplemen Wasserman/Kolmer. TSS nonspesifik akan menjadi negatif dalam
3-8 bulan setelah pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen digunakan
treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema pallidum hemagglutination
assay (TPHA) dan TPI. Walaupun pengobatan diberikan pada stadium dini,
TSS spesifik akan tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih
bermakna dalam membantu diagnosis.
6. Komplikasi
1. Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus premature. Bayi
dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran,
gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat
dianjurkan untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena pengobatan
yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
7.Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriskaan laboratorium dan pemeriksaan fisik. Infeksi pada janin
terjadi minggu 16 kehamilan dapat terjadi; partus prematurus, kelahiran mati, cacat
bawaan pada janin.
Diagnosis pada ibu hamil agak sulit di tegakkan karena pada ibu hamil terjadi
perubahan hormon. Diagnosis dapat ditegakkan
a. Pemeriksaan serologik: VDRL (veneral diesses research laboratory).
b. Dengan mempergunakan lapangan gelap, untuk membuktikan langsung terdapat
spirokaeta treponea palidum.
c. Fungsi lumbal untuk membuktikan neurosifilis.
B.Saran
Kami sadar bahwa makalah yang kami susun masih banyak terdapat kesalahan. Oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang positif dan membangun,
guna penyusunan makalah kami berikutnya agar dapat tersusun lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA