Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIFILIS

KELOMPOK I

Agustian Saputra (191440104 RPL)


Cut Isni Tholhah (1914401007 RPL)
Sari Wahyuni Hutama (191440181 RPL)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PANGKAL PINANG
T.A 2019/2020
A. Konsep dasar penyakit

1. Pengertian

Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan
melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi
sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat
diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan
penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang
normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin.
( Soedarto, 1990 ).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema
pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui
hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang
hampir semua alat tubuh dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa
laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.

2. Faktor predisposisi

- Hubungan seksual yang bebas (Genitogenital, Orogenital maupun


Anogenital).
- Sering berganti pasangan.
- Melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi yang
aman.
- Melakukan hubungan seksual dengan orang yang mengidap sifilis.
- Janin yang orang tuanya menderita sifilis.
- Kurangnya kebersihan diri .
- Menggunakan alat-alat yang telah di pakai penderita tanpa di desinfektan
atau di sterilisasi terlebih dahulu, misalnya jarum suntik.
- Virulensi kuman yang tinggi.
- Kontak langsung dengan lesi yang mengandung Bakteri Treponema
Pallidum.
-

3. Penyebab/etiologi

Etiologi dari Penyakit Sifilis, antara lain:

Penyebab sifilis ditemukan oleh SCHAUDINN dan HOFMAN ialah Treponema


palidum yang termasuk ordo Spirochaetaceae dan genus Treponema bentuknya
spiral panjang antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24 lekukan.
Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka
botol membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30
jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan diluar badan. Diluar badan
kuman tersebut mudah mati sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup
sampai 72 jam.

4. Patofisiologi

Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir


(misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri
akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh
tubuh melalui aliran darah. Umumnya 10 - 90 hari atau 3 - 4 minggu setelah
terjadi infeksi ditempat Bakteri Trepoma Pallidum timbul lesi primer yang
bertahan 1 - 5 minggu dan kemudian hilang sendiri. Kurang lebih 6 minggu (2 - 6
minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan kulit dan selaput lendir

5. Pathway
PATHWAY SIFILIS
Sex beresiko tinggi Pajanan Orang tua yg sifilis

Hygiene rendah, virulensi kuman treponema


Kontak langsung
tinggi paldium

Masuk ke mukosa

Troponema masuk ke saluran limfatik dan


menginvansi
sifilis

limfatik mukosa plasenta

Infeksi primer Skuama, vesikel, papul,


secret dan darah dari
Papula jadi ulkus bersih, tidak nyeri, dan hidung, osteocondritis
menonjol (chancre)
Keratitis intersial (akibatk
Kerusakan integritas Ulserasi (chancre) soliter dan keras, yg kebutaan), tuli, perforas
kulit tidak nyeri palatum durum, kelainan
tibia

diobati Pengungkapan Tidak


mengetahuai penyakit & Risiko keterlambatan
penanganan, informasi tumbuh&kembang
sembuh
tidak adekuat
Kurang pengetahuan
Infeksi sekunder Terbentuk jaringan
Tidak diobati
parut

Nyeri Kenaikan Infeksi meningens Infeksi organ lain


kepala suhu tubuh
Infeksi SSP
limfa ginjal
hipertermi
Infark otak
Nyeri limfadenopati Gagal
ginjal
6. Gejala klinis

Secara umum gejala klinis dari Penyakit Sifilis, yaitu:

- Keluarnya cairan dari vagina, penis, atau dubur yang berbeda dari biasanya.
Dapat berwana putih susu, kekuningan, kehijauan, atau disertai berak darah dan
bau yang tidak enak.

- Perih, nyeri, atau panas saat BAK atau setelah BAK atau menjadi sering BAK.

- Adanya luka terbuka (luka basah disekitar alat kemaluan atau mulut). Dapat
terasa nyeri atau tidak.

- Tumbuh sesuatu seperti jengger ayam atau kutil di sekitar kemaluan.

- Pada pria, skrotum menjadi bengkak dan nyeri.

- Sakit perut bagian bawah, terkadang timbul, terkadang hilang.

- Secara umum merasa enak badan atau demam.

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-
rara 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang
menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian.

Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:


1. Fase primer
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi;
yang tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan
di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian
tubuh lainnya.
Biasanya penderita hanya memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk
beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan kecil yang
dengan segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai
nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan
mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat
biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri. Luka tersebut hanya
menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya
membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat
secara keseluruhan.

2. Fase sekunder

Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam
waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar
atau selama beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang.
Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul ruam yang baru. Pada
fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki
pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi
kadang terjadi pembengkakan saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai
nyeri. Peradangan ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih.
Peradangan hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis
sifilitik akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian. Di
daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa
terbentuk daerah yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius
(menular) dan bisa kembalimendatar serta berubah menjadi pink kusam atau abu-
abu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola tertentu, sehingga pada kulit
kepala tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa
tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan
anemia.

3. Fase laten

Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten
dimana tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun
atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase
laten kadang luka yang infeksius kembali muncul .

4. Fase tersier

Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi
mulai ringan sampai sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
- Sifilis tersier jinak. Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut
gumma muncul di berbagai organ; tumbuhnya perlahan, menyembuh secara
bertahap dan meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir
semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki dibawah lutut,
batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena,
menyebabkan nyeri menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin
memburuk di malam hari.
- Sifilis kardiovaskuler. Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa
terjadi aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini bisa menyebabkan
nyeri dada, gagal jantung atau kematian.
- Neurosifilis. Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang
tidak diobati. 3 jenis utama dari neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler,
neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.

7. Penatalaksanaan
Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi
penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau
doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari
untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan.
Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%,
sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.

Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama
15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat
digunakan untuk S I dan S II.

1. Medikamentosa

Sifilis primer dan sekunder :

- penisilin benzanit 6 dosis 4,8 juta unit secara IM, diberikan 1 X seminggu.

- penisilin prokain dosis 600.000 unit secara IM, diberikan 1 x sehari selama
10 hari.

Sifilis tersier :

- Penisilin benzait 6 dosis 49,6 juta unit secara IM, diberikan 1 x seminggu

Jika ps sifilis yang alergi terhadap penisilin dan diberikan :

- Tetrasiklin 500mg/oral 4x sehari selama 15 hari.


- Erotromisin 500mg/oral 4x sehari selama 15 hari.

2. non medikamentosa

Berikan penkes mengenai :

- Bahaya PMS dan komplikasinya


- Mematuhi pengobatan yang diberikan.
- Menghidari hubungan seksual sebelum sembuh atau memakai kondom.
- Cara menghindari PMS.

8. Asuhan keperawatan

A. Pengkajian

Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut :

1. Data subjektif

- Ps mengeluh nyeri pada tulang.


- Ps mengeluh tidak nafsu makan.
- Ps mengeluh nyeri pada kepala.
- Ps mengeluh kesemutan.

2. Data objektif

- Anoreksia dan BB menurun.


- Demam subfebris.
- Ulkus merah pada penis dan anus.
- Arthritis dan paresis.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan


nausea. Ditandai dengan ps mengatakan tidak nafsu makan dan BB
menurun.
2. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan ulkus
merah pada penis dan anus serta demam subfebris.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
ps mengeluh kesemutan dan paresis
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ulkus merah pada
penis dan anus.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya penumpukan
secret ditandai dengan adanya sumbatan hidung dan sukar bernafas.
6. Resiko perubahan pola seksualitas berhubungan dengan lesi.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara penularan penyakit.
8. Nyeri berhubungan dengan adanya proses inflamasi ditandai dengan ps
mengeluh nyeri pada tulang, ps mengeluh nyeri pada kepala dan arthritis.

C. Intervensi keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap penularan infeksi

Tujuan : infeksi berkurang atau hilang

Kriteria hasil :

- Infeksi tidak terjadi


- Suhu tubuh normal

Intervensi

- Kaji TTV terutama suhu.

R : Suhu meningkat menunjukkan terjadinya infeksi

- Berikan perawatan dengan teknik antiseptic dan aseptic, Pertahankan


teknik cuci tangan yang efektif.
R : Cuci tangan merupakan cara pertama untuk menghindari infeksi
nosokomial

- Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, cacat karakteristik


drainase dan adanya inflamasi.

R : Deteksi dini pengembangan infeksi memungkinkan melakukan tindakan


pencegahan komplikasi.

- Delegatif dalam pemberian antibiotic.

R : Antibiotic dapat mencegah penyebaran/melindungi ps dari proses infeksi


lain.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Tujuan : pola nafas efektif.

Kriteria hasil :

- Frekuensi nafas normal


- Secret berkurang

Intervensi :

- Kaji frekuensi pernafasan.

R : Frekuensi nafas yang meningkat dapat menunjukkan menurunya kondisi


ps.

- Berikan posisi semi fowler.

R : Posisi semi fowler dapat memudahkan pernafasan ps.

- Anjurkan ps untuk batuk efektif.


R : Batuk efektif dapat membantu ps mengeluarkan dahak.

- Beri minum air hangat.

R : Pemberian minum air hangat dapat membantu mengencerkan dahak.

- Kolaborasi dalam pemberian oksigen.

R : Memaksimalkan dalam bernafas dan menurunkan kerja nafas.

- Kolaborasi dalam pemberian ekspetoran.

R : pemberian ekspetoran dapat membantu mengencerkan dahak.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tujuan : kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi.

Kriteria hasil :

- Nafsu makan meningkat


- BB meningkat

Intervensi

- Timbang berat badan dengan baju, jam dan timbangan yang sama.

R : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrsi.

- Kaji nafsu makan ps.

R : Mengevaluasi peningkatan nafsu makan ps.

- Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan.


R : Perawatan mulut sebelum dan sesudah makan dapat mengurangi
ketidaknyamanan dan dapat meningkatkan nafsu makan.

- Berikan makan sedikit tapi sering.

R : Pemberian makanan sedikit tetapi sering dapat mengurangi mual dan


meningkatkan nafsu makan ps.

- Konsultasi dengan tim pendukung ahli gizi/diet.

R : Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan individu dengan rute tepat.

4. Nyeri kronis berhubungan dengan adanya lesi pada jaringan

Tujuan : nyeri klien hilang dan kenyamanan terpenuhi

Kriteria hasil :

- Nyeri klien berkurang


- Ekspresi wajah klien tidak kesakitan
- Keluhan klien berkurang
- Ps rileks

Intervensi:

- Kaji TTV (TD, N, RR)

R : TTV dapat menunjukan tingkat perkembangan ps.

- Kaji keluhan, lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu terjadinya nyeri.

R : Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan tanda-tanda


perkembangan/resolusi komplikasi.

- Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.


R : Tehnik relaksasi dengan nafas dalam dapat mengurang nyeri dan tehnik
distraksi (membaca, menonton tv, mengobrol,dll) dapat mengalihkan
pemusatan pikiran ps terhadap nyeri.

- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik

R : Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri ps.

5. Kerusakan mobilitas fisik

Tujuan : kerusakan mobilitas fisik teratasi.

Kriteria hasil :

- Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi


yang mungkin.
- ADL ps secara mandiri.

Intervensi :

- Tinggikan ekstremitas ps yang mengalami kesemutan

R : Peninggian ekstremitas dapat menghilangkan kesemutan.

- Bantu ps dalam melakukan rentang gerak ps atau aktif.

R : Mempertahankan atau meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan


stamina umum.

- Konsultasi dengan ahli fisik atau okupasi

R : membantu program latihan atau aktifitas berdasarkan kebutuhan individu


dan mengidentifikasi alat bantu.

6. Kerusakan integritas kulit


Tujuan : integritas kulit kembali normal.

Kriteria hasil :

- Kerusakan integritas kulit tidak terjadi.

Intervensi :

- Kaji warna, turgor, sirkulasi dan sensasi kulit.

R : Menentukan garis dasar perubahan yang terjadi untuk menentukan


intervensi yang tepat.

- Bersihkan area perianal dengan membersihkan feses menggunakan air.

R : Mencegah meserasi dan menjaga perianal tetap kering.

- Kolaborasi dalam melindungi ulkus dengen balutan basah atau salep


antibiotic dan balutan non stik.

R : lindungi area ulkus dari kontaminasi dan mempercepat penyembuhan.

7. Resiko terhadap perubahan pola seksualitas

Tujuan : ps dapat memahami perubahan pola seksualitas.

Kriteria hasil :

- Ps dapat menyebutkan tentang keterbatasan seksual, kesulitan atau


perubahan yang telah terjadi.

Intervensi :

- Diskusikan dengan ps sifat seksualitas dan reaksi bila ini berubah, berikan
informasi tentang normalitas masalah-masalah ini dan bahkan banya
orang menemukan bantuan untu proses adaptasi.
R : pengakuan legtimasi tentang masalah seksualitas cara pria dan wanita
memandang mereka dan setiap area kehidupan.

- Ajarkan ps tentang efek dari pengobatan yang diketahui dapat


mempengaruhi seksualitas.

R : Pedoman antisipasi dapat membantu ps, orang terdekat mulai proses


adaptasi pada keadaan baru.

- Berikan waktu tersendiri untuk ps yang dirawat, ketuk pintu dan dapatkan
ijin sebelum masuk.

R : kebutuhan seksualitas tidak berakhir karena ps dirawat. Kebutuhan


keintiman berlanjut dan sikap terbuka juga saling menerima.

8. Kurang pengetahuan

Tujuan : ps memahami tentang penyakitnya.

Kriteria hasil : ps mengetahui tentang cara penularan, bahaya, dan mampu


mencegah cara penularan.

Intervensi :

- Beri HE tentang cara penularan penyakit

R : Agar ps dapat mengetahui cara penularan beri HE tentang bahaya


penyakit.

- Beri HE tentang komplikasi penyakit yang dapat timbul

R : Dengan mengetahui komplikasi penyakit diharapkan ps lebih baik


mencegah penularan penyakit.
- Evaluasi hasil HE yang telah diberikan

R : Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman ps akan penjelasan yang


telah diberikan.

D. Evaluasi

Disesuaikan dengan kriteria hasil pada rencana keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai