Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


(SIFILIS)

Nama : Midzi Nur Oktavani


Nim : 1490120090

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit sifilis atau yang dikenal dalam istilah indonesia
disebut raja singa, penyakit ini tidak dapat diabaikan karena
merupakan penyakit yang berat. Hampir semua alat tubuh dapat
diserang, termasuk sistem kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita
hamil yang menderita sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin
sehingga menyebabkan sifilis konginetal yang dapat menyebabkan
kelainan bawaan dan kematian  
Selama beberapa waktu, sifilis telah keluar dari pandangan,
pikiran, dan memori, Tetapi insiden di dunia Barat sekarang telah
bangkit lagi dan bisa sekali lagi menjadi masalah kesehatan utama.
Perubahan ini telah mengikuti jumlah meningkat pesat manusia
Immunodeficiency Virus (HIV) positif di seluruh dunia, bersama
dengan kedatangan wisatawan kesehatan, ekonomi migran, pencari
suaka, dan ketersediaan mudah murah perjalanan.
Sama seperti sifilis tetapi menghilang sebagai sebuah entitas
dalam memori kerja besar sebagian dokter anestesi, maka tiba-tiba
muncul kembali sebagai kondisi yang ada pada wanita menyajikan
operasi untuk SC. Gambar 1 menunjukkan perubahan kejadian sifilis
di Inggris selama 10 tahun terakhir. Tinjauan ulang ini dimaksudkan
menginformasikan untuk dokter anestesi merawat wanita
dengansifilis.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Penyakit Sifilis merupakan salah satu penyakit menular
seksual (PMS). Lesi sifilis biasa terlihat jelas ataupun tidak
terlihat dengan jelas. Penampakan lesi bisa dipastikan hampir
seluruhnya terjadi karena hubungan seksual.
Penyakit ini bisa menular jika ia melakukan hubungan
seksual dengan wanita lainnya. Namun tidak hanya sebatas itu,
seorang ibu yang sedang hamil yang telah tertular penyakit ini
bisa menularkannya kepada janinnya. Sifilis juga dapat diartikan
sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema
pallidum, merupakan peyakit kronis dan dapat menyerang
seluruh organ tubuh dan dapat ditularkan pada bayi di dalam
kandungan melalui plasenta.
Efek sipilis pada kehamilan dan janin tergantung pada
lamanya infeksi tersebut terjadi, dan pada pengobatannya. Jika
segera diobati dengan baik, maka ibu akan melahirkan bayinya
dengan keadaan sehat. Tetapi sebaliknya jika tidak segera diobati
akan menyebabkan abortus dan partus prematurus dengan bayi
meninggal di dalam rahim atau menyebabkan sipilis kongenital.
Sifilis Kongenital terjadi pada bulan ke-4 kehamilan.
Apabila sifilis terjadi pada kehamilan tua, maka plasenta
memberi perlindungan terhadap janin sehingga bayi dapat
dilahirkan dengan sehat. Dan apabila infeksi sifilis terjadi
sebelum pembentukan plasenta maka harus dilakukan
pengobatan dengan segera, sehingga kemungkinan infeksi pada
janin dapat dicegah.

B. Etiologi
Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum.
Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta.
Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang
sudah ditemukan, yaitu Treponema pallidum pallidum,
Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum,
dan Treponema pallidum endemicum.
Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang
bersifat motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak
seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang melalui celah di
antara sel epitel. Organisme ini juga dapat menyebabkan sifilis.
ditularkan kepada janin melalui jalur transplasental selama masa-
masa akhir kehamilan.
Struktur tubuhnya yang berupa heliks memungkinkan
Treponema pallidum pallidum bergerak dengan pola gerakan
yang khas untuk bergerak di dalam medium kental seperti lender
(mucus). Dengan demikian organisme ini dapat mengakses
sampai ke sistem peredaran darah dan getah bening inang
melalui jaringan dan membran mucosa
C. Pathway
D. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini cenderung kronis dan bersifat sistemik.
Hampir semua alat tubuh dapat diserang, termasuk sistem
kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita
sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga
menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyababkan
kelainan bawaan atau bahkan kematian. Jika cepat terdeteksi dan
diobati, sifilis dapat disembuhkan dengan antibiotika. Tetapi jika
tidak diobati, sifilis dapat berkembang ke fase selanjutnya dan
meluas ke bagian tubuh lain di luar alat kelamin.

E. Manisfestasi klinik
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu
setelah terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap
selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian. Infeksi oleh
Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker)
pada tempat yang terinfeksi; yang tersering adalah pada
penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di
anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari
tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita hanya
memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa
ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah penonjolan
kecil yang dengan segera akan berubah menjadi suatu ulkus
(luka terbuka), tanpa disertai nyeri. Luka tersebut tidak
mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan
cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening
terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.
Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga
seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam
waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat
secara keseluruhan.
2. Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit,
yang muncul dalam waktu 6-12 minggu setelah terinfeksi.
Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama
beberapa bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan
menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian
akan muncul ruam yang baru.
Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut.
Sekitar 50% penderita memiliki pembesaran kelenjar getah
bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita
peradangan mata. Peradangan mata biasanya tidak
menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan
saraf mata sehingga penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada
tulang dan sendi yang disertai nyeri. Peradangan ginjal bisa
menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih.
Peradangan hati bisa menyebabkan sakit kuning (jaundice).
Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan pada
selaput otak (meningitis sifilitik akut), yang menyebabkan
sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di
daerah kulit yang lembab, bisa terbentuk daerah yang
menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius
(menular) dan bisa kembali mendatar serta berubah menjadi
pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan
dengan pola tertentu, sehingga pada kulit kepala tampak
gambaran seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah
merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan,
mual, lelah, demam dan anemia.
3. Fase Laten.
Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit
akan memasuki fase laten dimana tidak nampak gejala sama
sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau
berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita.
Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali
muncul.
4. Fase Tersier.
Pada fase tersier penderita tidak lagi menularkan
penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan sampai sangat
parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :
1) Sifilis tersier jinak.
Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut
gumma muncul di berbagai organ; tumbuhnya perlahan,
menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan
parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua
bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki
dibawah lutut, batang tubuh bagian atas, wajah dan kulit
kepala. Tulang juga bisa terkena, menyebabkan nyeri
menusuk yang sangat dalam yang biasanya semakin
memburuk di malam hari.
2) Sifilis kardiovaskuler.
Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa
terjadi aneurisma aorta atau kebocoran katup aorta. Hal ini
bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau
kematian.
3) Neurosifilis.
Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita
yang tidak diobati. 3 jenis utama dari neurosifilis adalah
neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan
neurosifilis tabetik.
a. Neurosifilis meningovaskuler.
Merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang
terjadi tergantung kepada bagian yang terkena, apakah
otak saja atau otak dengan medulla spinalis:
- Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit
kepala, pusing, konsentrasi yang buruk, kelelahan
dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk,
pandangan kabur, kelainan mental, kejang,
pembengkakan saraf mata (papiledema), kelainan
pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan
anggota gerak pada separuh badan.
- Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala
berupa kesulitan dalam mengunyah, menelan dan
berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan
lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa
spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih dan peradangan sebagian dari
medulla spinalis yang menyebabkan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih serta
kelumpuhan mendadak yang terjadi ketika otot
dalam keadaan kendur (paralisa flasid).
b. Neurosifilis paretik.
Juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila.
Berawal secara bertahap sebagai perubahan perilaku
pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai
mengalami demensia. Gejalanya berupa kejang,
kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan
yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan
dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala,
sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan
diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati,
lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan
kebesaran dan penurunan persepsi.
c. Neurosifilis tabetik.
Disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu
penyakit medulla spinalis yang progresif, yang timbul
secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk
yang sangat hebat pada tungkai yang hilang-timbul
secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah,
terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan
kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil
mengentakkan kakinya.
Penderita tidak dapat merasa ketika kandung
kemihnya penuh sehingga pengendalian terhadap
kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi
saluran kemih.
Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan
seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan tangannya
miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita
berperawakan kurus dengan wajah yang
memelas. Mereka mengalami kejang disertai nyeri di
berbagai bagian tubuh, terutama lambung. Kejang
lambung bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama
juga terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita
suara. Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa
terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa
menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke
tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah hilang,
maka sendi penderita bisa mengalami cedera.

5. Gejala sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)


a. Kelainan kongenital dini
• Makulopapular pada kulit
• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Limfadenopati
• Osteokondrosis
• Kordioretinitis
• Kelainan pada iris mata
b. Kelainan kongenital terlambat (lanjut)
• Gigi hutchinnson
• Gambaran mulberry pada gigi molar
• Keratitis intertinal
• Retaldasi mental
• Hidrosefalus

F. Klasifikasi
Penyakit sifilis memiliki empat stadium yaitu primer, sekunder,
laten dan tersier. Tiap stadium perkembangan memiliki gejala
penyakit yang berbeda-beda dan menyerang organ tubuh yang
berbeda-beda pula.
a. Stadium Dini atau I (Primer)
Tiga minggu setelah infeksi, timbul lesi pada tempat
masuknya Treponema pallidum. Lesi pada umumnya hanya
satu. Terjadi afek primer berupa penonjolan-penonjolan kecil
yang erosif, berkuran 1-2 cm, berbentuk bulat, dasarnya
bersih, merah, kulit disekitarnya tampak meradang, dan bila
diraba ada pengerasan. Kelainan ini tidak nyeri. Dalam
beberapa hari, erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding
tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer.
Keadaan ini dikenal sebagai ulkus durum.
Sekitar tiga minggu kemudian terjadi penjalaran ke
kelenjar getah bening di daerah lipat paha. Kelenjar tersebut
membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, tunggal
dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini
disebut sebagai sifilis stadium 1 kompleks primer. Lesi
umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat pula di bibir,
lidah, tonsil, putting susu, jari dan anus. Tanpa pengobatan,
lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau
lambatnya bergantung pada besar kecilnya lesi
b. Stadium II (Sekunder)
Umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis
stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis I dan II
umumnya antara 6-8 minggu. Kadang-kadang terjadi masa
transisi, yakni sifilis I masih ada saat timbul gejala stadium
II.
Sifat yang khas pada sifilis adalah jarang ada rasa gatal.
Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam, anoreksia,
nyeri pada tulang, dan leher biasanya mendahului, kadang-
kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit
yang timbul berupa bercak-bercak atau tonjolan-tonjolan
kecil. Tidak terdapat gelembung bernanah. Sifilis stadium II
seringkali disebut sebagai The Greatest Immitator of All Skin
Diseases karena bentuk klinisnya menyerupai banyak sekali
kelainan kulit lain. Selain pada kulit, stadium ini juga dapat
mengenai selaput lendir dan kelenjar getah bening di seluruh
tubuh.
c. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun
setelah infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran
milier sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat
timbul pada semua jaringan dan organ, termasuk tulang
rawan pada hidung dan dasar mulut. Guma juga dapat
ditemukan pada organ dalam seperti lambung, hati, limpa,
paru-paru, testis dll. Kelainan lain berupa nodus di bawah
kulit, kemerahan dan nyeri.
d. Sifilis Tersier
Termasuk dalam kelompok penyakit ini adalah sifilis
kardiovaskuler dan neurosifilis (pada jaringan saraf).
Umumnya timbul 10-20 tahun setelah infeksi primer.
Sejumlah 10% penderita sifilis akan mengalami stadium ini.
Pria dan orang kulit berwarna lebih banyak terkena.
Kematian karena sifilis terutama disebabkan oleh stadium ini.
Diagnosis pasti sifilis ditegakkan apabila dapat ditemukan
Treponema pallidum. Pemeriksaan dilakukan dengan
mikroskop lapangan gelap sampai 3 kali (selama 3 hari
berturut-turut).
Tes serologik untuk sifilis yang klasik umumnya masih
negatif pada lesi primer, dan menjadi positif setelah 1-4
minggu. TSS (tes serologik sifilis) dibagi dua, yaitu
treponemal dan non treponemal. Sebagai antigen pada TSS
non spesifik digunakan ekstrak jaringan, misalnya VDRL,
RPR, dan ikatan komplemen Wasserman/Kolmer. TSS
nonspesifik akan menjadi negatif dalam 3-8 bulan setelah
pengobatan berhasil sehingga dapat digunakan untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Pada TSS spesifik, sebagai antigen
digunakan treponema atau ekstraknya, misalnya Treponema
pallidum hemagglutination assay (TPHA) dan TPI. Walaupun
pengobatan diberikan pada stadium dini, TSS spesifik akan
tetap positif, bahkan dapat seumur hidup sehingga lebih
bermakna dalam membantu diagnosis.
G. Penatalaksanaan dan Terapi
Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin,
sebaiknya sebelum hamil atau pada triwulan I untuk mencegah
penularan terhadap janin. Suami harus diperiksa dengan
menggunakan tes reaksi wasserman dan VDRL, bila perlu
diobati dangan terapi penisilin G injeksi. Penting untuk diketahui
dalam pemilihan obat-obatan untuk ibu hamil perlu
memperhatikan pengaruh buruk yang akan terjadi pada janinya.
Sedangkan jenis pinisilin dan eritrosin merupakan obat untuk ibu
hamil yang tidak memberikan efek atau pengaruh buruk terhadap
janinnya. Berikut ini adalah table terapi atau pengobatan Sifilis
pada ibu yang sedang hamil.
Terapi Infeksi Sifilis Pada Kehamilan
Tingkat Penyakit Alternatif Terapi Dasar Terapi
 Infeksi Primer-
 Infeksi Sekunder-
 Fase Laten kurang dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathine 2,4 juta unit IM • Eritromisin PO 500
mg/ 4 kali/ selama 15 hari-
• Cefriaxone IM 250 mg/ 4 kali selama 15 hari
Sifilis laten lebih dari 1 tahun
• Penisilin G Benzathin 2,4 juta IM/ 3 kali dalm seminggu
Eritromisin 500 mg/ 4 kali/ hari selama 30 hari
Kardiovasculer atau neuro sifilis
• Pinisilin cristal G 2,4 juta unit setiap 4 hari selama 10 sampai
14 hari diikuti pinisilin G Benzathin secara IM 2,4 juta unit
• Penisilin procain G secara IM setiap hari 2,4 juta unit
ditambah probenecid 500 mg sebanyak 4 kali/ hari selama
10-14 hari kemudian diikuti penisilin G Benzatin sebanyak
2,4 juta unit secara IM Sebenarnya penisilin merupakan obat
pilihan
         Anjuran pengobatan sifilis yang harus dilakukan pada
ibu hamil stadium primer, sekunder, atau laten durasi kurang
dari 1 tahun dapat diberikan pengobatan utama yaitu penisilin
G Benzathin 2,4 juta unit secara IM. Tetapi jika ibu
mengalami alergi dapat diganti dengan Eritomisin 500 ng PO
selama 15 hari serta setriakson 250 mg secara IM selama 10
hari. Sedangkan pada Sifilis laten durasi lebih dari 1 tahun
atau sifilis kardiovasculer diberikan obat utama penisilin G
Benzathin 2,4 juta unit secara IM setiap minggu 3x, tetapi
jika ibu mengalami alergi penisilin dapat diganti dengan
Eritromicin 500 ng PO selama 30 hari.
Sedangkan pada Neurosifilis diberikan pengobatan
utama pinisilin G akueous kristalin 2,4 juta unit 4x selama
10-14 hari diikuti dengan penisilin G Benzethin 2,4 juta unit
secara IM. Atau dapat diberi pinisilin G akueous prokain 2,4
juta unit IM setiap hari dengan probenesid 500 mg PO selama
10-14 hari, kemudian diikuti dengan penisilin G Benzethin
2,4 juta secara IM.
H. Komplikasi
1.  Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan
partus premature. Bayi dengan sifilis kongenital memiliki
kelainan pada tulang, gigi, penglihatan, pendengaran,
gangguan mental dan tumbuh kembang anak. Oleh karena
itu, setiap wanita hamil sangat dianjurkan untuk
memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena
pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari
terjadinya penularan penyakit dari ibu ke janin.
2.  Komplikasi Terhadap Ibu
a. Menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung
b. Kehamilan dapat menimbulkan kelainan dan plasenta
lebih besar, pucat, keabu-abuan dan licin
c. Kehamilan <16 minggu dapat menyebabkan kematian
janin
Kehamilan lanjut dapat menyebabkan kelahiran prematur
dan menimbulkan cacat.

I. Penularan                                                           
         Sifilis bisa ditularkan atau diturunkan dari seorang ibu
kepada anak dalam kandungannya. Sipilis kongenital, melalui
infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada di dalam
kandungan ibu yang menderita sifilis. Penularan karena
mencium atau pada saat menimang bayi dengan sifilis kongenital
jarang sekali terjadi.
Cara penularan sifilis lainnya antara lain melalui transmisi
darah. Hal ini bisa terjadi jika pendonor darah menderita sifilis
pada stadium awal. Ada lagi kemungkinan penularan cara lain,
yaitu penularan melalui barang-barang yang tercemar bakteri
penyebab sifilis, Treponema pallidum, walaupun itu baru secara
teoritis saja, karena kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah
terjadi.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa resiko
penularan penyakit syphilis dapat terjadi jika:
1. Melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang
mengidap penyakit sifilis, jika tidak (pernah) melakukan
hubungan seksual aktif dengan penderita sifilis maka dia
tidak akan punya resiko terkena penyakit ini.
2. Ibu menderita sifilis saat sedang mengandung kepada
janinnya lewat transplasental
3. Lewat transfusi darah dari darah penderita sifilis.
J. Pengaruh Terhadap Kehamilan
Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi
proses kehamilannya dan janin. Berikut ini adalah pengaruh
sifilis terhadap kehamilan yaitu:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan
pada kehamilan dini, dimana Treponema telah dapat
menembus barier plasenta.
2. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues konginetal : pemfigus sifilitus,
diskuamasi telapak tangan-kaki, serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues
konginetal.
BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN SIFILIS
1. Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut
a. Anamnesa
1) Tanyakan kepada klien sejak kapan mengeluh nyeri
2) Bagaimana dan berupa apa saja kelainan pada awalnya dan
apakah menyebar/menetap
3) Apakah ada sensasi panas, gatal serta cairan yang menyertai
4) Obat apa saja yang telah dipakai dan bagaimana pengaruh
obat tersebut apakah membaik, memburuk, atau menetap
5) Apakah klien mengeluh adanya nyeri pada tulang, nyeri pada
kepala, mengeluh kesemutan, mati rasa (sebagai tanda
kerusakan neorologis)
6) Tanyakan social ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga,
gaya hidup dan penyakit keluarga/individu sekitarnya
7) Bagaimana aktivitas seksual (pernah/sering melakukan seks
beresiko missal berganti-ganti pasangan, oral/anal seks,
homo seksual, melakukan dengan PSK)
8) Apakah ada tanda-tanda kelainan pada alat kelamin pasangan
seperti kemerahan, muncul benjolan, dan vesikel
9) Bagaimana dengan urin klien apakah bercampur darah, urin
tidak lancar, nyeri saat berkemih
10) Apa disertai dengan febris, anoreksia
11) Pada sifilis kongietal selain anamnesa diatas, perlu ditanya
orang tua apakah pernah keluar secret bercampur darah dari
hidung, perforasi palatum durum, gangguan pengelihatan dan
pendengaran, gangguan berjalan, serta keterlambatan tumbuh
kembang.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Adanya eritema dan papula, macula, postula, vesikula
dan ulkus
b) Timbulnya lesi pada alat kelamin ekstra genital, bibir,
lidah, tonsil, jari dan anus
c) Kelainan selaput lender dan limfa denitis
d) Kelainan pada mata dan telinga
e) Kelainan pada tulang dan gaya berjalan
2) Palpasi
Adanya pembesaran limfe, adanya nyeri tekan
3) Auskultasi
Perubahan suara pada paru-paru, jantung dan system
pencernaan
2. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau suhu 1. Suhu
berhubunga keperawatan diharapkan suhu tubuh pasien drajat
n dengan dalam rentang normal, dengan 2. Berikan menun
adanya kriteria hasil: kompres infeksi
peningkatan  Suhu tubuh normal (36,5-37,2 hangat 2. Memb
suhu tubuh drajat celcius) 3. Anjurkan mengu
 Akral teraba hangat, tidak pasien untuk 3. Untuk
kemerahan banyak cairan
 Turgor kulit elastic minum hilang

 Mukosa bibir lembab 4. Anjurkan 4. Memb


pasien untuk nyama
menggunakan tipis
pakaian yang menye
tipis dan dan
mudah meran
menyerap pening
keringat tubuh
5. Kolaborasi 5. Pembe
dalam sangat
pemberian pasien
cairan tubuh
intravena 6. Antipi
6. Kolaborasi menur
dengan tim tubuh
medis dalam
pemberian
antipiretik
2 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji TTV 1. TTV
berhubunga keperawatan diharapkan nyeri 2. Kaji keluhan menun
n dengan berkurang/ hilang dengan criteria lokasi, tingka
agen cedera hasil: intensitas, perkem
biologis  Pasien tidak mengeluh nyeri frekuensi dan pasien
 Skala nyeri 0-4 waktu 2. Mengi

 Pasien tidak gelisah terjadinya kebutu


nyeri interve
3. Dorong tanda
ekspresi, atau
perasaan kompl
tentang nyeri 3. Pernya
4. Ajarkan memu
tehnik pengun
relaksasi emosi
5. Jelaskan dan menin
bantu pasien mekan
dengan 4. Memfo
tindakan kemba
pereda nyeri menin
nonfarmakolo relaksa
gi dan non menin
infasif contro
6. Kolaborasi menur
dengan dokter keterg
pemberian farmak
analgesic 5. Pendek
sesuai indikasi mengg
relaksa
nonfar
lainny
menun
keefek
mengu
6. Analge
lintasa
sehing
berkur
3 Kerusaka Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji 1. Menja
integritas keperawatan diharapkan integritas kerusakan untuk
kulit b/d kulit membaik secara optimal, kulit yang inform
peradangan dengan criteria hasil: terjadi pada perawa
pada lapisan  Pertumbuhan jaringan klien yamg
kulit meningkat 2. Catat ukuran dan jen
 Keadaan luka membaik atau warna, yang d
 Luka menutup kedalaman 2. 2.

 Mencapai penyembuhan luka luka dan inform

tepat waktu kondisi sekitar tentang


luka dan pe
3. Lakukan sirkula
perawatan 3. Peraw
luka dengan dengan
tehnik steril dapat
4. Bersihkan kontam
area perianal masuk
dengan 4. Mence
membersihan dan
feses dengan perian
air mengalir kering
5. Kolaborasi kebers
dengan tim serta
medis dalam kompl
pemberian 5. Mengu
obat pada a
antibiotikatopi
kal
4 Kurang Setelah dilakukanasuhan 1. Kaji tingkat 1. Memb
pengetahuan keperawatan diharapkan pengetahuan besar
b/d terpenuhinya pengetahuan pasien pasien menge
ketidakmam tentang kodisi penyakit, dengan 2. Lakukan pemah
puan criteria hasil: komunikasi tentang
mengenal  Mengungkapkan dua arah 2. Pening
pemyakit pengertian tentang untuk positif
proses penyakit menggali ganggu
pencegahan, informasi tubuh,
perawatan tindakan tentang mener
yang dibutuhkan persepsi diri kondis
dengan kemungkinan dan bersos
komplikasi manajemen 3. Mema
 Mengenal perubahan koping pasien dan k
gaya hidup/tingkah 3. Lakukan hygine
laku untuk mencegah simulasi daapt m
terjadinya komplikasi personal resiko
hygine dan memp
perawatan penyem
luka pada area 4. Inform
yang terjadi dibutu
efloforasi menin
terutama perawa
ulkus untuk
4. Beri informasi kejelas
pasien/orang pengob
terdekat mence
tentang kompl
perawatan 5. Merub
pasien di dan
rumah sakit yang
dan dirumah menul
(hygine dan
pentingnya
pengomsusian
obat sesuai
dosis) serta
komplikasi
jika
pengobatan
tidak
dilakukan.
5. Beri informasi
tentang
bahaya
perilaku sex
beresiko dan
cara
penanggulang
an/
pencegahan
serta
komplikasi
a. Hipertermi b/d proses infeksi d/d adanya peningkatan suhu tubuh
(lebih dari 37,2 drajat celcius) kulit teraba hangat
b. Nyeri akut b/d agen cedera biologis d/d laporan nyeri secara
verbal, sikap melindungi area nyeri, wajah tampak meringis,
klien tampak gelisah.
c. Kerusaka integritas kulit b/d peradangan pada lapisan kulit d/d
adanya tanda elfloresensi
d. Kurang pengetahuan b/d ketidakmampuan mengenal pemyakit
d/d pengungkapan secara verbal ketidaktahuan penyakit
permintaan informasi

3. Intervensi keperawatan
Daftar Pustaka
Muchtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Manuaba, Ida Bagus. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta
: EGC
Pawiroharjo, Sarwono.1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Syaifudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarata : Yayasan Bina Pustaka
Ratna, Eni, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha
Medika
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka
Rabe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipokrates

Anda mungkin juga menyukai