Disusun Oleh :
Kelas 5A
Dosen Pembimbing :
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover.......................................................................................................................i
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................1
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
6.1 Latar Belakang
Berbagai jenis penyakit semakin banyak yang muncul dengan berbagai
macam penyebab mulai dari gaya hidup , ingkungan yang tidak sehat, dan
penularan dari suatu penyakit. Menurut Murwanti, dkk 2013 menyebutkan
bahwa secara umum ada dua jenis penyakit yaitu penyakit tidak menular
(Non-Infectious Diseases) dan penyakit tidak menular (Infectious Diseases).
Penularan penyakit dapat dibedakan menjadi dua yaitu penularan secara
vertikal dan secara horizontal. Penularan penyakit secara vertikal adalah
penularan dari ibu ke bayi melalui plasenta saat bayi berada di dalam
kandungan ataupun menular ke bayi yang baru lahir pada saat proses
persalinan, sedangkan penularan penyakit secara horizontal adalah penularan
yang terjadi ketika berkontak langsung dengan individu yang terinfeksi oleh
suatu penyakit yang menular akibat virus maupun yang lain. Salah satunya
penyakit yang dapat ditularkan melalui kontak langsung adalah varicella
(cacar air).
Varisela atau chicken pox atau yang dikenal dengan cacar air adalah suatu
infeksi primer yang diakibatkan oleh virus varicella zoster (VZV) yang
umumnya menyerang anak dan merupakan penyakit yang sangat menular
(Theresia, 2010). Varisela terdapat di seluruh dunia, namun insiden usia tidak
sama pada iklim yang dingin dan iklim tropis dan juga tidak ada perbedaan
ras maupun jenis kelamin. Pada negara yang memiliki iklim dingin, akan
meningkat pada musim dingin dan musim semi. Di Eropa dan Amerika Utara
sebelum masa vaksinasi 90% kasus varisela menyerang anak-anak dibawah
usia 10 tahun. Sementara pada negara tropis dan semi tropis, varisela
menyerang anak-anak yang lebih tua (Schmader, 2012).
Varisela bersifat sangat menular, sekitar 87% penularan dapat terjadi di
dalam rumah tangga, dan 70% dapat menularkan penyakitnya di bangsal
rumah sakit. Varisela juga dapat mengenai semua kelompok umur termasuk
neonatus, tetapi hampir 90% kasus mengenai anak dibawah 10 tahun dan usia
puncak terjadinya adalah 5-10 tahun (Murlistyarini, Sinta. 2018).
Sumber penularan utama varisela adalah melalui traktus respiratorius,
namun juga dapat menular melalui kontak secara langsung. Oleh karena itu,
untuk mencegah terjadinya penularan varisela melalui kontak secara langsung
individu dapat diberikan dengan vaksinasi VZV (Oka strain) ataupun
vaksinasi VZIG (varicella zoster immunoglobullin). Apabila seorang individu
telah tertular varisela maka akan diberikan terapi obat asiklovir dengan dosis
sesuai usia.
6.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Varicella ?
2. Apa saja klasifikasi Varicella ?
3. Bagaimana etiologi dari Varicella ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Varicella?
5. Bagaimana Paht Way dari Varicella ?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari Varicella ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Varicella?
8. Apa saja komplikasi dari Varicella?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Varicella ?
6.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang
penyakit varisela.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan apa
yang dimaksud dengan varisela.
2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
klasifikasi varisela.
3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
penyebab terjadinya varisela.
4. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
patofisiologi varisela.
5. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
pathway varisela.
6. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
manifestasi klinis varisela.
2
7. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
pemeriksaan penunjang pada varisela.
8. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
komplikasi yang ditimbulkan oleh varisela.
9. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan
penatalaksanaan pada varisela.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
3
A. Anatomi Kulit
Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar menutupi dan
melindungi permukaan tubuh, berhubungan dengan selaput lendir yang melapisi
rongga-rongga, lubang-lubang masuk. Pada permukaan kulit bermuara kelenjar
keringat dan kelenjar mukosa. Kulit tersusun dari 3 lapisan, yaitu epidermis,
dermis, dan jaringan sub-kutan. Setiap lapisan akan semakin berdiferensiasi
(menjadi masak dan memiliki fungsi yang lebih spesifik) ketika tumbuh dari
lapisan stratum germinativum basalis ke lapisan stratum korneum yang letaknya
paling luar.
1. Epidermis
Ada dua jenis sel yang lazimnya terdapat dalam epidermis, yaitu sel-sel Merkel
dan Langerhans. Fungsi sel Merkel belum dipahami dengan jelas, tetapi
diperkirakan berperanan dalam lintasan neuroendokrin epidermis. Sel Langerhans
diyakini mempunyai peranan yang signifikan dalam respons antigen-antigen
kutaneus.
a. Stratum Korneum. Selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti
selnya sudah mati, dan mengandung zat keratin. Keratin merupakan
protein fibrosus insolubel yang membentuk barrier paling luar kulit dan
memliki kemampuan untuk mengusir mikroorganisme patogen serta
mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh. Keratin
merupakan unsur utama yang mengeraskan rambut dan kuku.
b. Stratum Lusidum. Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah
sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi
jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak
4
tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang
bening dan batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat.
c. Stratum Granulosum. Stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti
kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan
permukaan kulit. Dalam sitoplasma, terdapat butir-butir yang disebut
keratohialin yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena
banyaknya butir-butir stratum granulosum.
d. Stratum Spinosum / Stratum Akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan
yang paling tebal da daat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-
selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawa mikroskop bahwa
sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal/banyaknya sudut dan
mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel-selnya berduri.
Ternyata spina atau tanduk tersebut ada hubungan antara sel yang lain
yang disebut intercelulair bridges atau jembatan inter seluler.
e. Stratum Basal / Stratum Germinativum. Disebut stratum basal karena sel-
selnya terletak di bagian basal/ basis, stratum germinativum menggantikan
sel-sel yang diatasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris
(tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang
halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut disusun seperti pagar
(palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang
disebut membran basalis, sel-sel basalis dengan membran basalis
merupakan batas terbawah dari pada epidermis dengan dermis. Ternyata
batas ini tidak datar tapi bergelombang, pada waktu korium menonjol pada
epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit). Dipihak lain
epidermis menonjol ke arah korium, tonjolan ini disebut Rete Ridges atau
rete pegg = Prosesus inter papilaris.
2. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi
oleh membran basalis dan disebelah bawah berbatasan dengan subkutan tapi batas
ini tidak jelas, hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel
lemak. Dermis terdiri dari 2 lapisan:
a. Bagian atas: Pars Papilaris (stratum papilar), berada langsung di bawah
epidermis dan tersusun terutama dari sel-sel fibroblast yang dapat
5
menghasilkan salah satu bentuk kolagen, yaitu suatu komponen dari
jaringan ikat.
b. Bagian bawah: Retikularis (stratum retikularis), terletak di bawah lapisan
papilaris dan juga memproduksi kolagen serta berkas-berkas serabut
elastik.Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut
saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut. Dermis sering
disebut sebagai ”kulit sejati”.
c. Hypodermis (Jaringan Subkutan)
Ini merupakan lapisan kulit yang paling dalam. Lapisan ini terutama
berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan antara lapisan kulit
dan struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan ini memungkinkan
mobolitas kulit, perubahan kontur tubuh, dan penyekatan panas tubuh.
Lemak atau gajih akan bertumpuk dan tersebar meurut jenis kelamin
seseorang dan secara parsial menyebabkan bentuk tubuh laki-laki dan
perempuan berbeda. Makan yang berlebihan akan meningkatkan
penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan subkutan dan jumlah lemak
yang tertimbun merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Subkutan terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan diantar
gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak
ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir sehingga
membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikuus adiposus
yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara
laki-laki dan perempuan tidak sama. Guna penikulus adiposus adalah
sebagai shok breker, yaitu pegas / bila tekanan trauma mekanis yang
menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu tubh,
penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh
B. Fisiologi Kulit
Kulit mempunyai banyak fungsi. Bahan lemak yang bisa larut dapat menembus
kulit melalui folikel rambut dan kelenjar sebasea. Kulit yang atropi atau senil
mengandung lebih sedikit folikel rambut, jadi permeabilitas bahan lemak yang bisa
larut melalui kulit berkurang pada saat sudah lanjut usia. Secara umum, fungsi kulit
adalah sebagai berikut:
6
1. Perlindungan
Kulit yang menutupi sebagaian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1
atau 2 mm saja, padahal kulit memberikan perlindungna yang sangat efektif
terhadap invasi bakteri dan benda asing lainnya. Kulit telapak tangan dan kaki
yang menebal memberikan perlindungan terhadap pengaruh trauma yang terus-
menerus terjadi di daerah tersebut.
2. Sensibilitas
Ujung-ujung reseptor serabut pada kulit memungkinkan tubuh untuk
memantau secara terus-menerus keadaan lingkungan di sekitarnya. Fungsi
utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan
dan tekanan (atau sentuhan yang berat). Berbagai ujung saraf bertanggung
jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda. Meskipun tersebar
diseluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada sebagian daerah
dibandingkan bagian lainnya. Sebagai contoh, ujung-ujung jari tangan jauh
lebih terinervasi ketimbang kulit pada bagian punggung tangan.
3. Keseimbangan Air
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan
demikian akan mencegah hilangnya air dan elektrolit yang berlebihan dari
bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembaban dalam jaringan
subkutan. Bila kulit mengalami kerusakan, misalnya pada luka bakar, cairan
dan elektrolit dalam jumlah besar dalam hilang dengan cepat sehingga bisa
terjadi kolaps sirkulasi, syok, serta kemati
4. Pengaturan Suhu
Tubuh secara terus-menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi. Panas ini akan hilang
terutama lewat kulit. Tiga proses fisik yang penting terlibat dalam kehilangan
panas dari tubuh ke lingkungan. Proses pertama, yaitu radiasi, merupakan
pemindahan panas ke benda lain yang suhunya lebih rendah dan berada pada
suatu jarak tertentu. Proses kedua, yaitu konduksi, merupakan pemindahan
panas dari tubuh ke benda lain yang lebih dingin yang bersentuhan dengan
tubuh. Panas yang dipindahkan lewat konduksi ke udara yang melingkupi
tubuh akan dihilangkan melalui proses ketiga, yaitu konveksi, yang terdiri atas
pergerakan massa molekul udara hangat yang meninggalkan tubuh.
7
Pengeluaran keringat merupakan proses lannya yang digunakan tubuh
untuk mengatur laju kehilangan panas. Pengeluaran keringat tidak akan tejadi
sebelum suhu internal tubuh melampaui 37 derajat Celcius tanpa tergantung
pada suhu kulit. Pada hawa lingkungan yang sangat panas, laju produksi
keringat dapat setinggi 1L/jam. Dalam keadaan tertentu,misalnya pada stres
emosional, pengeluaran keringat dapat terjadi secara refleks dan tidak ada
hubungannya dengan keharusan untuk menghilangkan panas dari tubuh.
5. Produksi Vitamin
Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat mengubah substansi yang
diperlukan untuk mensintesis vitamin D. Vitamin D merupakan unsur esensial
untuk mencegah penyakit riketsia, suatu keadaan yang terjadi akibat defisiensi
vitamin D, kalsium serta fosfor dan yang menyebabkan deformita tulang.
6. Fungsi Respon Imun
Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa sel dermal merupakan
komponen penting dalam sistem imun. Penelitian yang masih berlangsung
harus
C. Gambar Anatomi & Fsiologi Kulit dan Varicella zoster
8
2.1 Pengertian Varisela
Varisela berasal dari bahasa latin yaitu varicella. Varisela juga dikenal
dengan sebutan cacar air di indonesia, sedangkan di luar negero terkenal
dengan chicken pox.
Varisela merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh virus varicella
zoster yang mneyrang kulit dan mukosa dengan kelainan berbentuk vesikula
yang tesebar. Infeksi ini terutama menyerang anak-anak dan bersifat mudah
menular (Muttaqin, 2015).
Varisela atau yang biasa kita kenal dengan cacar air atau chicken pox
adalah penyakit infeksi akut primer olah virus varisela zoster (VVZ) yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, disertai
kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh (Sondakh,
dkk. 2015).
Varisela adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela dengan
gejala di kulit dan selaput lendir berupa vesikula dan disertai gejala konstitusi
(Siregar, R. S. 2015).
2.2 Klasifikasi Varisela
Menurut Anggraini (2015) Klasifikasi Varisela dibagi menjadi 2 :
1. Varisela congenital
Varisela congenital adalah sindrom yang terdiri atas parut sikatrisial,
atrofi ekstremitas, serta kelainan mata dan susunan syaraf pusat. Sering
terjadi ensefalitis sehingga menyebabkan kerusakan neuropatiki.
9
Risiko terjadinya varisela congenital sangat rendah (2,2%), walaupun
pada kehamilan trimester pertama ibu menderita varisela. Varisela pada
kehamilan paruh kedua jarang sekali menyebabkan kematian bayi pada
saat lahir. Sulit untuk mendiagnosis infeksi varisela intrauterin. Tidak
diketahui apakah pengobatan dengan antivirus pada ibu dapat mencegah
kelainan fetus.
2. Varisela neonatal
Varisela neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari
sebelum sampai 2 hari sesudah kelahiran. Kurang lebih 20% bayi yang
terpajan akan menderita varisela neonatal. Sebelum penggunaan varicella-
zoster immune globulin (VZIG), kematian varisela neonatal sekitar 30%.
Namun neonatus dengan lesi pada saat lahir atau dalam 5 hari pertama
sejak lahir jarang menderita varisela berat karena mendapat antibody dari
ibunya. Neonatus dapat pula tertular dari anggota keluarga lainnya selain
ibunya. Neonatus yang lahir dalam masa risiko tinggi harus diberikan
profilaksis VZIG pada saat lahir atau saat awitan infeksi maternal bila
timbul dalam 2 hari setelah lahir. Varisela neonatal biasanya timbul dalam
5-10 hari walaupun telah diberikan VZIG. Bila terjadi varisela progresif
(ensefalitis, pneumonia, varisela, hepatitis, diatesis pendarahan) harus
diobati dengan asiklovir intravena. Bayi yang terpajan dengan varisela
maternal dalam 2 bulan sejak lahir harus diawasi. Tidak ada indikasi klinis
untuk memberikan antivirus pada varisela neonatal atau asiklovir
profilaksis bila terpajan varisela maternal.
2.3 Etiologi Varisela
Varisela atau cacar air adalah infeksi yang disebabkan oleh varicella
zoster virus (VZV). Penularan terjadi melalui penyebaran partikel serosol
percikan ludah, dengan infeksi awal terjadi di mukosa saluran napas atas.
Sejumlah virus kecil virus, dengan menhgalir melalui darah dan pembuluh
limfe (viremia primer), mencapai sel-sel sistem retikuloendotel, tempat virus
berkembang biak selama sisa masa inkubasi. Di tahap ini, pertahanan pejamu
non-spesifik dapat menahan infeksi, tetapi pada sebagian besar kasus sistem
pertahanan akhirnya terlampaui dan terjadilah viremia sekunder yang lebih
besar. Melalui viremia sekunder inilah VZV mencapai kulit. viremia terjadi
10
klinis selama periode sekitar 3 hari dan menyebabka terbentuknya lesi-lesi
secara berurutan (Ramadhani, 2013).
Varisela disebabkan oleh herpesvirus varicellae atau human (alpha)
herpes virus 3 (HHV3), varicella zoster virus (VZV) yang merupakan
anggota dari kelompok virus herpes. Struktur virus, antibodi ditimbulkan, dan
gambaran lesi kulit varisela sulit dibedakan dengan herpesvirus hominis
(Herpes Simplex) (Ramadhani, 2013).
2.4 Patofisiologi Varisela
Varisela atau biasa dikenal dengan sebutan cacar air atau chicken pox
adalah penyakit infeksi akut primer oleh virus varisela zoster (VVZ) yang
menyerang kulit dan mukosa. Virus varisela zoster (VVZ) adalah salah satu
dari 8 jenis herpes virus dari famili herpesvirus. Virus ini masuk tubuh
terutama melalui kontak langsung dari lesi kulit ataau melalui droplet sekret
saluran napas. Replikasi virus terjadi di kelenjar limfe lokal selama 2-4 hari
diikuti dengan viremia primer yang terjadi 4-6 hari setelah inokulasi. Virus
lalu bereplikasi di hepar, limpha, dan organ lain. Virus kembali dilepaskan ke
dalam sirkulasi darah (viremia sekunder). Pada partikel virus ke kulit , proses
ini terjadi 14-16 hari setelah kontak. Setelah terjadi viremia sekunder,
timbullah lesi vesikuler yang khas (Theresia, 2010).
Setelah terjadi kontak dengan orang lain yang menderita varisela, maka
akan terjadi respon imun dengan peningkatan suhu tubuh. Setelah stadium
prodmonal timbul banyak makula/papula cepat berubah menjadi vesikula.
Selama beberapa hari akan timbul vesikula baru sehingga umur dari lesi tidak
sama. Kulit sekita lesi berubah eritematus. Adanya respon inflamasi lokal
memberikan adanya keluhan nyeri, kerusakan integritas jaringan dan gatal-
gatal.
11
2.5 Pathway Varisela
RESPON
MENGGARUK
GANGGUAN INTEGRITAS
KULIT
12
13
2.6 Manifestasi Klinis Varisela
Masa inkubasi varisela sekitar 11-21 hari dengan rata-rata 13-17
hari. Perbedaan varisela dan herpes zoster adalah bahwa lokasi
vesikel pada herpes zoster sesuai dengan lokasi susunan saraf.
Terdapat dua stadium perjalanan penyakit (Unair, 2017):
1. Stadium Prodromal
Gejala prodromal timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi,
dengan timbulnya ruam kulit disertai demam yang tidak begitu
tinggi beserta malaise. Pada anak lebih besar dan dewasa ruam
didahului oleh demam selama 2-3 hari sebelumnya, menggigil,
malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri punggung, dan pada
beberapa kasus nyeri tenggorokan dan batuk.
2. Stadium Erupsi
Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan cepat
menyebar ke badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian
badan yang tertutup dan jarang ditemukan pada telapak kaki dan
tangan. Penyebaran lesi varisela bersifat sentrifugal. Gambaran
yang menonjol adalah perubahan yang cepat dari makula
kemerahan ke papula, vesikula, pustula, dan akhirnya menjadi
krusta. Perubahan ini hanya terjadi dalam waktu 8-12 jam.
Gambaran vesikel khas, superfisial, dinding tipis, dan terlihat
seperti tetesan air. Cairan vesikel pada permulaan jernih, dan
dengan cepat menajdi keruh akibat serbukan sel radang dan
menjadi pustula. Lesi kemudian mengering yang dimulai dari
bagian tengah dan akhirnya terbentuk krusta. Krusta akan lepas
dalam waktu 1-3 minggu tergantung kepada dalamnya kelainan
kulit. bekasnya akan membentuk cekungan dangkal bewarna merah
muda dan kemudian berangsur-angsur hilang.
2.7 Pemeriksaan Penunjang Varisela
Pemeriksaan penunjnag jarang dilakukan pada varisela tanpa
komplikasi. Pewarnaan menggunakan Tzanck smears akan
diketemukan Multinucleated Giant Cells atau sel datia berinti
banyak. Bahan pemeriksaan diperoleh pada dasar vesikel yang
masih utuh, dioleskan pada gelas obyek secara tipis dan searah,
difiksasi dengan aseton atau metanol, diberi pewarnaan
Hematoxylin-eosin atau Giemsa atau Papanicolaou. Tzanck smears
tidak speisifik untuk varisela (Murlistyarini, 2018).
Diagnosis varisela biasanya ditegakkan berdasarkan manifestasi
klinis sehingga pemeriksaan laboratorium biasanya tidak
diperlukan. Jika pemeriksaan laboratorium diperlukan, maka
dengan peneriksaan cairan atau potongan dari lesi kulit dengan
menggunakan uji antibodi monoklonal fluoresen. Uji laboratorium
digunakan untuk memastikan adanya imunitas terhadap VZV.
Serangkaian uji serologi juga dapat dilakukan untuk mendeteksi
immunoglobulin (antibodi) baik IgG maupun IgM, terhadap virus
varisela zoster. Infeksi yang baru saja atau sedang terjadi
ditunjukkan melalui hasil uji IgM positif. Hasil uji antibodi varisela
IgG positif menunjukkan pajanan di masa lalu dan imunitas
terhadap VZV (Chang, 2010).
Menurut WHO (2019) ada beberapa macam pemeriksaan
penunjang untuk varisela antara lain :
1. PCR, untuk mendeteksi VZV DNA
2. munofluoresensi langsung (DFA), untuk mendeteksi VZV
3. Kultur virus VZV
4. Tes Serologi
2.8 Komplikasi Varisela
Cacar air menimbullkan ruam gatal yang biasanya berlangsung
hingga sekitar satu minggu. Penyakit ini juga dapat menybabkan
(Vaccine, 2018):
1. Demam
2. Rasa lelah
3. Hilangnya nafsu makan dan,
4. Sakit kepala
Selain menimbulkan beberapa tanda akibat penyakit cacar air ada
komplikasi yang lebih serius yang dapat terjadi antara lain (Vaccine,
2018):
15
1. nfeksi kulit
2. Infeksi paru (pneumonia)
3. Peradangan pembuluh darah
4. Pembengkakan selaput otak dan/atau saraf tulang belakang
(ensefalitis atau meningitis)
5. Infeksi aliran darah, tulang, dan persendian.
Selain menyebabkan komplikasi yang telah disebutkan diatas ada
beberapa komplikasi lain antara lain:
1. Pneumonia, mengikuti varisela biasanya virus tetapi
mungkin bakteri. Baketri sekunder pneumonia lebih sering
terjadi pada anak-anak di bawah umur 1 tahun.
2. Ensefalitis, komplikasi varisela yang jarang terjadi dan
mungkin menyebabkan kejang dan koma.
3. Reye syndrome, komplikasi yang tidak biasa dari varisela
dan influenza dan terjadi hampir secara eksklusif pada
anak-anak yang menggunakan aspirin pada penyakit akut.
2.9 Penatalaksanaan Varisela
Ada 2 macam penatalaksanaan dalam menangani penyakit varisela
antara lain (Murlistyarini, 2018):
1. Topikal
Pada kondisi imunokompeten, varisela bersifat self-limited.
Kompres dingin atau lotion calamin dapat mengurangi rasa
gatal yang timbul. Pemberian glukokortikoid topikal dan
pelembab oklusif tidak disarankan.
2. Sistemik
Pemberian asiklovir pada anak-anak usia 2-12 tahun saat
fase awl (24 jam setelah bercak muncul) dengan dosis 20
mg/kgBB empat kali sehari selama 5 hari sebagian besar
akan mengurangi jumlah lesi, mempercepat pembentukan
lesi baru, memperpendek durasi bercak, demam dan gejala
konstitusi.
Pada dewasa, pemberian asiklovir diberikan dengan dosis
800 mg 5 kali sehari selama 5-7 hari dalam waktu 24 jam
16
setelah onset, secara signifikan akan mempercepat
penyembuhan, memperpendek durasi gejala dan demam,
serta mengurangi lama durasi krusta. Selain asiklovir,
pemberian valasiklovir 1 gr/8 jam setiap hari selama 7 hari,
atau famsiklovir 500 mg/8 jam selama 7 hari memberikan
respon yang memuaskan. Komplikasi varisela (pneumonia),
asiklovir 10 mg/kgBB IV. Setiap jam selama 7-10 hari.
Biasanya pengobatan hanya simtomatik, yaitu analgesik dan
antipiretik seperti metampiron atau asetaminofen. Lokal
dapat diberikan bedak basah atau bedak kering yang
mengandung salisil 2% atau mentol 2%. Kalau terdapat
infeksi sekunder berikan antibiotik. Berikut beberapa terapi
yang diberikan pada pasien varisela (Siregar, 2014):
1. Imunokompeten
a. Anak-anak : asiklovir 20 mg/kg bb IV selama 7 hari
b. Dewasa : asiklovir 5x800 mg/hari selama 7 hari
c. valasiklovir 3x1000 mg/hari selama 7 hari
d. famsiklovir 3x200 mg/hari selama 7 hari
2. Immunocompromised : asiklovir 5x800 mg/hari selama 7
hari
3. Penyakit berat/wanita hamil : asiklovir IV 10 mg/hari
selama 7 hari
Asiklovir adalah suatu analog guanosis yang secara selektif
difosforilasi oleh enzim timidin kinase VZV sehingga
terkosentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-enzim seluler
kemudian mengubah asiklovir monofosfat menjadi trifosfat
yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat
polimerase virus. Sedangkan valasiklovir dan famsiklovir
merupakan prodrug asiklovir yang mempunyai bioavailabilitas
oral lebih baik daripada asiklovir sehingga kadar dalam darah
lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang
(Murlistyarini, 2018).
17
Selain dengan memberikan terapi medikasi juga dapat
dilakukan upaya pencegahan penularan varisela agar tidak
tertular kepada yang lain , sebagai berikut :
1. Mengisolasi penderita
2. Meningkatkan gizi kontak yang serumah dengan
penderita
3. Memberikan penyuluhan tentang penyakit
4. Imunisasi
a. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif dengan Varicella Zoster Immunoglobulin
(VZIG) yang diberikan dalam waktu 3 hai setelah terpajan VZV
pada anak imunokompeten terbukti mencegah varisela.
Varicella Zoster Immunoglobulin (VZGI) diberikan pada
(Murlistyarini, 2018):
1) Anak berusia <15 tahun belum pernah menderita
varisela atau herpes zoster.
2) Usia pubertas dan dewasa imunokompeten (usia >15
tahun) yang belum pernah menderita varisela atau
herpes zoster dan tidak mempunyai antibodi terhadap
VZV (diketahui melalui pemeriksaan serologis).
3) Bayi baru lahir dari ibu yang menderita varisela dalam
5 hari sebelum melahirkan atau 48 jam sesudah
melahirkan.
4) Bayi prematur yang ibunya tidak pernah menderita
varisela atau herpes zoster.
5) Bayi berusia 14 hai yang ibunya belum pernah
menderita varrisela atau herpes zoster.
6) Orang ynag terpajan melalui kontak dengan penderita
varisela tau herpes zoster, yaitu kontak serumah, kontak
di rumah sakit, dan kontak intrauterin.
Perlindungan dari pemberian VZIG bersifat sementara, sedang
individu yang rentan akan terpajan berulang kali dengan VZV.
b. Imunisasi Aktif
18
Imunisasi aktif (vaksinasi) dengan vaksin VZV (Oka strain)
terbukti dapat terbukti dapat menyebabkan angka serokonvensi
yang tinggi setelah pemberian satu kali pada anak sehat berusia
1-12 tahun dan 60%-80% pada pubertas dan dewasa setelah 2
kali pemberian. Selain itu kekebalan tubuh yang didapat dari
vaksin ini bertahan selama sampai 10 tahun. Pada individu yang
telah diberikan vaksinasi hanya sedikit yang menderita varisela
ringan dan 0,3% menderita herpes zoster. Di Amerika Serikat
vaksin VZV Oka telah disetujui dan direkomendasikan untuk
diberikan pada anak usia 1-12 tahun secara tersendiri atau
bersamaan dengan vaksin campak, gondongan, dan rubella
(MMR) (Murlistyarini, 2018).
19
BAB 3
TINJAUAN KASUS
21
pembesaran 100 kali, akan didapatkan hasil positif jika ditemukan
sel datia berinti banyak dan badan inklusi.
2. Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
Teknik polymerase chain reaction (PCR) adalah suatu metode
kultur virus yang dapat digunakan untuk mendeteksi DNA maupun
protein virus. Spesimen sebaiknya disimpan di dalam es atau
pendingin dengan suhu –700c Hasil PCR dikatakan positif apabila
ditemukan DNA VZV pada jaringan kulit ataupun vesikel.
3. Tes Serologi
Tes serologi yang dapat digunakan adalah pemeriksaan IgM dan
IgG varicella. IgM adalah antibodi penanda infeksi primer atau
akut dari varicella. Sementara IgG merupakan penanda status
imunologi seseorang terhadap varicella, yaitu untuk mengetahui
adanya antibodi yang didapat dari vaksinasi atau riwayat infeksi
varicella sebelumnya. Teknik serologi lainnya yang juga popular
adalah tes aglutinasi lateks yang akan mendeteksi keberadaan
antibodi terhadap VZV. Tes serologi yang sensitif dan spesifik
namun tidak banyak tersedia adalah fluorescent antibody to
membrane assay
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang dialami baik yang berlangsung actual maupun
potensial. Diagnosa keperawatan bertujua untuk mengidentifikasi
respo klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan.
23
N Diagnosa Tujuan dan kriteria Interverensi
O Keperawatan Hasil
Kode : D0083 Setelah dilakukan Kode :I .1456
3.3 1Interverensi
Gangguan integritas interverensi keperawatan
Keperewatan Perawatan Luka
kulit/ jaringan selama 2x24 jam, Observasi
Definisi: diharapkan tingkat 1.Monitor Tanda-tnda infeksi
kerusakan kulit/ gangguan integritas kulit Terapeutik
jaringan dapat teratasi dengan 1.Berikan salep yang sesuai
kriteria hasil sebagai ke kulit/lesi
berikut: 2. berikan suplemen vitamin,
Kode :L14125 dan mineral
Integritas Kulit dan Edukasi
jaringan 1.Jelaskan tanda dan gejala
1. kerusakan lapisan infeksi
kulit dari skala 4(cukup 2. Anjurkan mengkonsumsi
menurun) menjadi skala makanan tinggi kalori dan
2 (cukup meningkat) protein
2. Nyeri dari skala 2 Koloborasi
(cukup meningkat) 1..kolaborasi pemberian
menjadi skala 4 (cukup antibiotic
menurun)
3. Sensasi dari skala 2
(cukup memburuk)
menjadi skala 4 (cukup
membaik)
4. tekstur kulit dari skala
2 (cukup memburuk)
menjadi skala 4 (cukup
membaik)
2
25
BAB 4
APLIKASI KASUS
Tn.D umur 21 tahun datang ke poli kulit di Rs islam Surabaya pada tanggal 24
October 2020 Pukul 10.00 WIB Besama Ibunya Ny. T Umur 40 thn . Pasien
mangatakan terdapat Ruam berupa bula- bula kecil berisi air di sekitar tubuhnya
sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan 5hari sebelum ruam muncul ia
mengalami Demam, menggigil, Pusing,Membran mukosa kering. Pasien
Mengeluh jika ruam berupa bula bula kecil berisi air terasa gatal dan terdapat
sensasi seperti terbakar. Pasien juga mengeluh jika ruam berupa bula-bula kecil
berisi air terasa nyeri saat pecah seperti tertusuk tusuk dibagian yang mudah
dijangkau oleh tangan seperti lengan atas, perut, dada, serta wajah dan
meninggalkan bekas erosi jika pecah. Dalam mengatasi Hal tersebut pasien
memilih melakukan Distraksi yakni dengan cara mendengarkan music atau
melihat social media. Untuk merinankannya pasien mengatakan memilih istirahat
Pasien mengatakan awal mula terjadinya hanya ada di punggung tetapi mulai
menyebar ke leher, wajah, dada, perut, dan lengan atas. Pasien mengatakan bahwa
terkait kondisinya juga dialami oleh adiknya sejak 2 minggu yang lalu . pasien
mengatakan belum melakukan pengobatan secara oral ataupun topical. Pasien
mengatakan bahwa sebelunya tidak pernah memiliki riwayat penyakit seperti ini.
Terkait dengan kondisi yang dialami, pasien mengatakan terdapat perubahan
hubungan social di lingkungannya. Pasien juga mengeluh jika terdapat
kekhawatiran pada penolakan atau reaksi masyarakat sekitar bahwa dirinya dapat
menularkan penyakit yang sedang dialami oleh diriya dan juga adiknya. Pasien
mengeluh tidak dapat tidur pada malam hari dikarenakan gelisah karena penyakit
yang dideritanya disertai rasa gatal dan terdapat sensasi seperti terbakar. Dari hasil
26
anamnesis yang dilakukan perawat terhadap pasien didapatkan data sebagai
berikut:
P: Nyeri Terasa jika Ruam berupa Bula-bula pecah, Q: Terasa seperti Ditusuk-
tusuk, R: Lengan atas, perut, dada, dan lengan atas , S: skala yang dirasakan 5, T:
Jika bula-Bula pecah.
Biodata :
Pasien Penanggung :
Jawab
27
Pendidikan : SMA Pendidikan :S1
2. Riwayat Kesehatan :
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Ruam Berupa bula-bula kecil berisi Air terasa gatal dan terdapat Sensasi
panas. Klien juga mengalami Demam,pusing,flu, dan Tidak nafsu makan
4) Obat-obatan
Jenis Lamanya
Dosis
29
2) Genogram:
Px 21 Adik
thn px
Keterangan:
30
: Pasien : Tinggal satu rumah
Sosial :
Budaya :
31
Budaya yang diikuti klien adalah budaya: Jawa
Spiritual :
Kegiatan keagamaan yang biasa di lakukan : sholat lima waktu dan Al-Banjari
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
GCS : E :4 V : 5 M : 6
Suhu : 39 oC
32
1) Sistem Pernapasan:
a. Sesak napas : [ Ya]
[ [ ]] Tidak
[ ] Funnel Chest
[ ] Pigeon Chest
[ ] Barrel Chest
[Kusmaul]
[ ] Hiperventilasi
[ ] Cheynestoke
[ ] Biot’s
33
[ ] Tidak
[ ] Pekak ka/ki
[ ] Tympani ka/ki
[ ] Bronkovesikuler ka/ki
[ ] Wheezing ka/ki
[ ] Ronchi ka/ki
[ ] Stridor ka/ki
[ ] Cracles ka/ki
[ ] Rales ka/ki
[ ] Tracheostomi
[ ] Respirator
34
2) Sistem Kardiovaskuler
a. Nyeri dada : [ ] Tidak
[ ] Ya
1. Lokasi :………………………………..
2. Sifat :………………………………..
3. Kronologis :………………………………..
4. Faktor yang memperberat :………………………………..
5. Faktor yang meringankan :………………………………..
b. Cor :
1. Inspeksi : normal
2. Palpasi :
Ictus cordis : normal
3. Perkusi :
Batas jantung : normal
[ ] Murmur
[ ] Gallop
[ ] Dingin
[ ] Kering
[ ] Basah
35
e. Terpasang CVP : [ ] Tidak
[ ] Ya Nilai CVP : .................
3) Sistem Persarafan
a. Nyeri : Palliative/Profokatif : Nyeri terasa jika bula-bula pecah
Quality : tertusuk tusuk
Region :
Depan Belakang
36
Kesulitan tidur : [ ] menjelang tidur
[ ] mudah/sering terbangun
[ ] Hipermetropi ka/ki [ ]
Astigmatisme ka/ki
[ ] Kebutaan ka/ki
[ ] Rinorhea
37
Bibir : [ ] Normal [ ] Kering [ ] Stomatitis
[ ] Sianosis
4) Sistem Perkemihan
a. Frekuensi : 15 x/Hari Penggunaan
pencahar……………
b. Bau : [ ] Amoniak [ ] Keton
c. Ggn. Eliminasi bladder : [ ] nyeri saat BAK
[ ] burning sensation
[ ] inkontinensia bladder
[ ] injury / trauma
[ ] Oliguria
[ ] Poliuria
[ ] Anuria
5) Sistem Pencernaan
Nutrisi & Metabolik:
a. Antropometri :
1. Berat Badan / Tinggi Badan : 70kg/ 170 cm
2. IMT & BBR (Interpretasi) : 24,22
3. BB dalam 1 bulan terakhir : [ ] tetap
39
[ ] meningkat:…Kg,
alasan…………
b. Biochemical : Hb 13,5
c. Clinical Appearance :
1) Mulut/ Selaput Lendir Mulut : [ ] Lembab [ ] Merah
[ ] Stomatitis
2) Lidah : [ ] Hiperemik [ ] Kotor
[ ] Bersih
3) Kebersihan rongga mulut : [ ] Tidak berbau [ ] Berbau
4) Gigi : [ ] Bersih [ ] Kotor
5) Nyeri Telan : [ ] Tidak [ ] Ya
6) Abdomen :
Inspeksi : [ ] normal [ ] ascites [ ] luka jahitan
[ ] kesulitan menelan
[ ] stomatitis
d. Dietary:
1. Jenis makanan : kasar, berkarbohidrat dan berserat
2. Frekuensi makan : 3x sehari
3. Makanan yang disukai : sayur asem dan tempe goreng
40
4. Makanan pantang :tidak ada Alergi : tidak ada
5. Nafsu makan : [ ] baik
[ ] kurang, alasan………………………..
Eliminasi Bowel:
[ ] Inkontinensia bowel
[ ] Hemoroid
[ ] Colostomi
[ ] Flatulence
Makan/minum 0 0
Mandi 0 0
Berpakaian/berdandan 0 0
Toileting 0 0
Mobilitas di tempat 0 0
tidur
Berpindah 0 0
Berjalan 0 0
Naik tangga 0 0
Kemampuan melakukan
ROM
42
f. Parese : [ ] Tidak [ ] Ya, Lokasi
…………………
g. Paralise : [ ] Tidak [ ] Ya, Lokasi
…………………
Integumen :
d. Luka :
1) Jenis : [ ] Kotor [ ] Bersih
2) Luas : …………………
3) Grade : …………………
Endokrin :
Genetalia:
43
b. Perempuan : [ ] Normal [ ] Kondiloma [ ]
Prolapsus uteri [ ] Perdarahan [ ]
Keputihan
c. Rectum : [ ] Normal [ ] Hemoroid [ ] Prolaps
[ ] Tumor
DO :
DO :
- S: 38,50C
-Px mengatakan
mengalami
DO :
- Q: Seperti Ditusuk
tusuk
45
perubahan social
- px mengeluh terdapat
kekhawatiran pada
penolakkan atau reaksi
masyarakat sekitar
DO :
Diagnosa Keperawatan
Interverensi Keperawatan
46
sebagai berikut :
Kode: L14125 Terapeutik
1. Berikan salep yang sesuai
1. kerusakan lapisan kulit
ke kulit
dari skala 4(cukup
2.Berikan suplemen vitmin
menurun) menjadi skala 2
dan mineral
(cukup meningkat)
Edukasi
2. Nyeri dari skala 2 1. Jelaskan tanda dan gejala
(cukup meningkat) infeksi
menjadi skala 4 (cukup
menurun)
membaik)
(Cukup meningkat)
menjadi skala 4 (Cukup
menurun)
48
3.Kesulitan Tidur dari mengurangi rasa nyeri
skala 2 (cukup meningkat)
Edukasi
menjadi skala 4 (cukup
menurun) 1.Jelaskan Penyebab ,
periode, dan pemicu Nyeri
4. Anoreksia dari skala 2
(cukup meningkat) Kolaborasi
Edukasi
Implementasi
R/Pasien kooperatif
2 a. Mengidentifikasi Penyebab
Hipertermia
50
air hingga saat ini
R/ S: 38,50C
51
b. Mengidentifikasi perubahan citra tubuh
yang mengakibatkan isolasi social
52
R/jarina kulit baru mulai terbentuk
R/ S: 37. 50C
R/Dilakukan Kompres
54
e. Menjelaskan Kepada Keluarga Tentang
perawatan Perubahan Citra tubuh
Evaluasi
3 S : px mengtakan Nyeri
55
T: Jika bula-Bula pecah
A : Masalah teratasi
P : intterverensu dihentikan
56
Q: Nyeri hilang
R: lengan atas
A : masalah Teratasi
P : Intreverensi Dihentikan
A : masalah teratasi
P : interveresi Dihentikan
57
BAB 5
PEMBAHASAN JURNAL
1. Jurnal 1
Judul : Profil Varisela di Ploklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof.
DR. R. D Kandaou Manado Periode Januari-Desembaer
2012
Penulis : Christa C. Sondakh, Renate T. Kandou, dan Grace M.
Kapantow
Tahun terbit : Januari-April 2015
Abstrak :
Varisela atau yang biasa kita kenal dengan cacar air atau chicken pox
adalah penyakit infeksi akut primer oleh Virus Varisela-Zoster (VVZ) yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, disertai kelainan
kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Tidak terdapat
perbedaan jenis kelamin maupun ras. Varisela lebih sering menyerang usia
muda pada daerah beriklim sedang. Sedangkan pada daerah beriklim tropis dan
sub tropis umumnya menyerang usia yang lebih tua. Penularan virus secara
kontak langsung atau droplet melalui nasofaring. Penularan terjadi 2 hari
sebelum dan 3-7 hari sesudah lesi kulit muncul. Vesikel yang berisi cairan
mengandung banyak virus, sedangkan pada lesi yang mengering tidak menular.
Orang yang pernah menderita varisela telah terbentuk kekebalan sehingga
jarang terjadi serangan kedua. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
profil varisela di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. DR. R.D. Kandou
Manado periode Januari-Desember 2012. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif retrospektif berdasarkan jumlah kasus, umur, Jenis kelamin,Musim
kejadian, sumber penularan, dan terapi. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dari 27 kasus varisela (2,68%), terbanyak adalah kelompok umur 15-24
tahun (33,3%), jenis kelamin perempuan (59,3%), musim kejadian tersering
adalah musim panas (55,6%), sumber penularan tidak diketahui (92,6%), dan
58
terapi yang banyak digunakan adalah terapi kombinasi antivirus dan antibiotik
topikal atau antibiotik sistemik (55,6%).
Hasil Penelitian :
a. Distribusi kasus varisela berdasarkan jumlah seluruh kasus di poliklinik
RSUP Prof. DR. R Kandou Manado periode Januari-Desember 2012 adalah
27 kasus (2,68%) dari 1008 jumlah kasus.
b. Distribusi kasus varisela berdasarkan umur di poliklinik RSUP Prof. DR. R
Kandou Manado periode Januari-Desember 2012 didapatkan terbanyak pada
golongan umur 15-24 tahun sebanyak 9 kasus (33,3%), diikuti golongan
umur 25-44 tahun sebanyak 8 kasus (29,6%), kemudian golongan umur
terendah 45-64 tahun sebanyak 1 kasus (3,7%).
c. Distribusi kasus varisela berdasarkan jenis kelamin di poliklinik RSUP Prof.
DR. R Kandou Manado periode Januari-Desember 2012 didapatkan jumlah
kasus pada permpuan lebih banyak daripada laki-laki. Pada perempuan 16
kasus (59,3%), sedangkan pada laki-laki 11 kasus (40,7%).
d. Distribusi kasus varisela berdasarkan musim kejadian di poliklinik RSUP
Prof. DR. R Kandou Manado periode Januari-Desember 2012 didapatkan
jumlah kasus musim panas lebih banyak daripada musim hujan. Pada musim
panas 15 kasus (55,6%), sedangkan musim hujan 12 kasus (44,4%).
e. Distribusi kasus varisela berdasarkan sumber penularan di poliklinik RSUP
Prof. DR. R Kandou Manado periode Januari-Desember 2012 didapatkan
terbanyak jumlah kasus yang tidak diketahui 25 kasus (92,6%), sumber
penularan dalam rumah terdapat sebanyak 2 kasus (7,4%) dan jumlah kasus
sumber penularan diluar rumah tidak ada (0%).
f. Distribusi kasus varisela berdasarkan terapi di poliklinik RSUP Prof. DR. R
Kandou Manado periode Januari-Desember 2012 didapatkan terbanyak
terapi kombinasi antivirus dan antibiotik (topikal atau sistemik) sebanyak 15
kasus (55,6%) dan terendah terap antibiotik topikal saja 2 kasus (7,4%).
Kesimpulan :
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari-Desember 2012
ditemukan insidens varisela sebesar 2,68%. Varisela ditemukan terbanyak pada
kelompok umur dewasa muda yaitu 15 sampai 24 tahun, yaitu 9 kasus (33,3%),
59
kasus pada perempuan lebih banyak dibanding lakilaki, dengan jumlah 16
kasus (59,3%), musim kejadian tersering adalah musim panas yaitu bulan April
sampai September, dengan jumlah 15 kasus (55,6%), sumber penularan
varisela tidak diketahui (tidak ada data lengkap), dan terapi yang paling sering
diberikan adalah terapi kombinasi antara antivirus dan antibiotik (topikal atau
sistemik), dengan jumlah 15 kasus (55,6%).
1. Jurnal 2
Judul : Effect of One-dose Varicella Vaccination on Disease
Severity in Children during Outbreaks in Seoul, Korea
(Efek Satu Dosis Vaksinasi Varicella pada Keparahan
Penyakit di Anak-Anak saat Wabah di Seoul, Korea).
Penulis : Young Hwa Lee, Young June Choe, Sung-il Cho,
HyeKyung Park, Ji Hwan Bang, dan Jong-koo Lee
Tahun terbit : 2019
Abstrak :
Di Korea, kejadian varisela telah meningkat meskipun telah diperkenalkan
dengan vaksinasi satu dosis universal untuk anak-anak berusia 12-15 bulan
pada tahun 2005. Sebuah studi sebelumnya menunjukkan bahwa efektivitas
vaksin tidak memadai untuk mencegah varisela. Kita menilai efek vaksinasi
varisela pada tingkat keparahan penyakit. Investigasi epidemologis kasus
varisela di daerah metropolitan Seoul dari 2015-2017 yang digunakan. Gejala
yang berhubungan dengan varisela seperti ruam ditentukan oleh praktisi klinis.
Keparahan penyakit pasien dinilai dengan jumlah lesi kulit dan dibagi menjadi
ringan (≤ 50), sedang (51-249) hingga parah (> 250). Logistik tanpa syarat
analisis regresi dilakukan dan usia dikontrol. Diantara total 1.008 kasus
varisela dialporkan, 869 kasus adalah kasus terobosan dan 139 adalah kasus
yang tidak divaksinasi. Sehingga resiko untuk terjadinya penyakit tingkat
sedang sampai parah di kelompok terobosan adalah 0,57 kali lebih sedikit dari
kelompok yang tidak divaksinasi.
Hasil :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi satu dosis dikaitkan
dengan pelemahan keperahan penyakit pada kasus varisela anak. Kami
60
menemukan bahwa risiko penyakit parah menurun secara signifikan pada
kelompok terobosan dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi
(14,6% vs 25,8%; OR 0.570) dengan kata lain efektivitas vaksin (1-OR) dari
satu dosis varisela yang diberikan pada usia 12-15 bulan adalah 43% (95% Cl,
11,0%-63,5%) terhadap varisela sedang sampai parah.
Dari temuan ini, kami dapat menyarankan vaksinasi varicella satu dosis
yang universal Program mungkin memiliki efektivitas yang terbatas untuk
mengurangi tingkat kejadian varisela, tetapi memiliki efek positif dalam
mengurangi keparahan penyakit dalam kasus varicella pediatrik. Dua klinis
studi tentang keparahan varisela di Korea menunjukkan bahwa pola ruam yang
lebih ringan adalah diamati pada kelompok terobosan versus kelompok yang
tidak divaksinasi dan jumlah lesi yang terdeteksi secara signifikan lebih sedikit
pada kelompok terobosan dibandingkan pada yang tidak divaksinasi grup. Dari
sudut pandang pasien yang divaksinasi, gejala yang lebih ringan dengan
atenuasi tingkat keparahan penyakit diuntungkan. Sebaliknya, dari perspektif
pelayanan kesehatan populasi manajemen, pasien dengan varicella terobosan
juga dapat mengirimkan varicella kepada orang lain meskipun demikian
mereka umumnya memiliki tingkat infektivitas yang lebih rendah daripada
mereka yang tidak divaksinasi. Gejala ringan sering menyebabkan kegagalan
untuk mengisolasi pasien dan menyebabkan wabah di antara mereka dalam
kontak dekat seperti anak-anak di taman kanak-kanak atau sekolah dasar.
Keismpulan :
Penelitian ini menunjukkan bahwa mempekerjakan vaksinasi varisela satu
dosis universal telah memiliki dampak yang signifikan terhadap pelemahan
penyakit pada anak-anak. Penelitian tambahan diperlukan untuk menilai efek
memanjang dari program vaksinasi varisela pada perubahan epidemologi
varisela di Korea.
61
penyakit. Kami terhadap
menemukan pelemahan
bahwa risiko penyakit varisela
penyakit parah yaitu mengurangi
menurun secara keparahan penyakit
signifikan pada dalam kasus
kelompok varicella pediatrik.
terobosan
dibandingkan
dengan kelompok
yang tidak
divaksinasi
dengan kata lain
efektivitas vaksin
varisela yang
diberikan pada
usia 12-15 bulan
adalah 43% (95%
Cl, 11,0%-63,5%)
terhadap varisela
sedang sampai
parah.
62
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Varisela atau yang biasa kita kenal dengan cacar air atau chicken pox
adalah penyakit infeksi akut primer olah virus varisela zoster (VVZ) yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, disertai
kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. Infeksi ini
terutama menyerang anak-anak dan bersifat mudah menular.
Ada dua klasifikasi varisella yaitu varisela congenital dan variselaneonatal.
Varisela congeital adalah sindrom yang terdiri atas parut sikatrisial, atrofi
ekstremitas, serta kelainan mata dan susunan syaraf pusat. Sering terjadi
ensefalitis sehingga menyebabkan kerusakan neuropatiki sedangkan varisela
neonatal terjadi bila terjadi varisela maternal antara 5 hari sebelum sampai 2
hari sesudah kelahiran.
Untuk penatalaksanaan varisella dapat dilakukan dengan pemberian obat
asiklovir dengan dosis yang telah ditentukan berdasarkan umur, serta
melakukan imunisasi. Ada 2 macam imunisasi dalam vaksinasi varisella yaitu
imunisasi pasif dan imunisasi aktif.
Selain dengan memberikan pengobatan, adapun beberapa upaya
pencegahan varisella agar tidak menular secara langsung yaitu: mengisolasi
penderita, meningkatkan gizi kontak yang serumah dengan penderita,
memberikan penyuluhan tentang penyakit dan Imunisasi
6.2 Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami tentang teori penyakit dan asuhan keperawatan penyakit varisella,
diharapkan mahasiswa dapat menerapkannya saat berada di lapangan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada penderita varisella. Dan kami
menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
63
sifatnya membangun untuk hasil yang lebih baik dari makalah ini. Serta untuk
penulis selanjutnya, dapat menggunkan literatur yang baik dan terbaru.
64
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Esther. 2010. Patofisiologi: aplikasi pada Praktik Keperawatan. Alih bahasa:
Andry Hartono. Jakarta : EGC
Lee, Young Hwang, dkk. 2019. Effect of One-dose Varicella Vaccination on Disease
Severity in Children during Outbreaks in Seoul, Korea. Journal Korean Med
Sci. 2019 Mar 18;34(10):e83. Seoul : Seoul National University College of
Medicine. Avaiable from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6417997/ (Diakses pada
tanggal 1/11/2020 pukul 20.30)
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2013. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Intergumen. Jakarta : Salemba Medika
Murlistyarini, Sinta dkk. 2018. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Malang:
UB Presss
Ramadhani, Dian dkk. 2013. Goodheart Diagnosis Fotografik dan Penatalaksanaan
Penyakit Kulit Ed. 3. Jakarta : EGC
SDKI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi dan Indikator
Diagnostik). Jakarta : PPNI
Schmader KE and Oxman MN. 2012. Varicella and Hepres Zoster. Dalam : Wolf, K.
dkk eds. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. Ed. 8. New York:
MCGraw Hill;2012
SIKI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi dan Tindakan
Keperawatan). Jakarta : PPNI
SLKI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi Kriteria
Keperawatan). Jakarta : PPNI
Unair. 2017. Varisela. Avaiable from:
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/TI10_Varisela-
Q.pdf (Diakses pada tanggal 30/10/2020 pukul 19.30)
Vaccine Information Statement 2018. Varicella 2/12/2018 Indonesian Translation.
Avaiable from: http://www.immunize.org/vis/indonesian_varicella.pdf
(Diakses pada tanggal 29/10/2020pukul 11.30)
65
Varicella. 2015. Epidemology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases, 13th
Edition. Center for Diseases Control and Prevention page. 353
World Health Organization (WHO). Varicella Vaccine-Preventable Diseases. Avaible
from:http://www.who.int/immunization/monitoring_surveillance/burden/
vpd/WHO_SurveillanceVaccinePreventable_22_Varicella_R1.pdf?ua=1
66