Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KESEHATAN

KONSEP KEPERAWATAN ANAK SAKIT

VARICELLA

DISUSUN OLEH :

1. Ririn Nurul Hidayah (J210201178)

2. Yulia Anggi Pratama (J210201196)

3. Vellin Ramadhani (J210201203)

4. Normalita Syafitri (J210201204)

5. Hakim Rasyid (J210201205)

6. Wahyu Jati Friandani (J210201206)

7. Yustika Qurotta Aini (J210201214)

PRODI S1 KEPERAWATANFAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

karunia-Nya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Sholawat

serta salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad

SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan

dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat :

1. Irdawati, S.Kep., Ns., M.Si.Med selaku pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dengan cermat, memberikan masukan-masukan, insipirasi,

kenyamanan selama bimbingan, dan memfasilitasi demi sempurnanya

makalah ini.

2. Kedua orangtua yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat

untuk menyelesaikan pendidikan.

3. Teman – teman kelompok Varicella yang telah semangat dalam kerja sama

menyelesaikan makalah ini hingga tepat waktu.

Semoga makalah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan,

amin..

Surakarta, September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2

C. Tujuan ........................................................................................................ 2

D. Manfaat ...................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................. 4

A. Konsep Dasar.............................................................................................. 4

1. Definisi ................................................................................................ 4

2. Epidemologi ......................................................................................... 5

3. Etiologi ................................................................................................ 6

4. Patofisiologi ......................................................................................... 6

5. Manifestasi Klinis................................................................................. 8

6. Patogenesis .......................................................................................... 9

7. Komplikasi ........................................................................................... 10

8. Pengobatan............................................................................................ 11

9. Pencegahan........................................................................................... 14

10. WOC..................................................................................................... 16

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN............................. 17

A. Pengkajian Keperawatan ........................................................................... 17

B. Diagnosa Keperawatan .............................................................................. 19

ii
C. Intervensi ................................................................................................... 19

D. Implementasi .............................................................................................. 23

E. Evaluasi ...................................................................................................... 24

BAB IV PENUTUP.......................................................................................... 25

A. Kesimpulan ................................................................................................ 25

B. Saran .......................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Varicella, yang biasa dikenal sebagai cacar air, disebabkan oleh

virus Varicella-Zoster. Penyakit ini umumnya dianggap sebagai penyakit

virus ringan, membatasi diri dengan komplikasi sesekali. Sebelum

vaksinasi Varicella menjadi luas di Amerika Serikat, penyakit ini

menyebabkan sebanyak 100 kematian setiap tahunnya. Karena vaksin

Varicella diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1995, insiden

penyakit telah secara substansial menurun.

Bahkan saat ini, Varicella tidak benar-benar jinak. Satu studi

menunjukkan bahwa hampir 1:50 kasus Varicella yang terkait dengan

komplikasi. Di antara sebagian besar komplikasi serius Varicella

pneumonia dan ensefalitis, keduanya terkait dengan angka kematian yang

tinggi. Selain itu, kekhawatiran telah dikemukakan mengenai hubungan

Varicella dengan invasif parah penyakit streptococcus grup A.

Amerika Serikat mengadopsi vaksinasi universal terhadap Varicella

pada tahun 1995, yang mengurangi tingkat mortalitas dan morbiditas dari

penyakit ini. Untuk alasan yang jelas, anak yang tidak divaksinasi tetap

rentan. Anak dengan Varicella mengekspos kontak dewasa di rumah

tangga, sekolah, dan pusat penitipan anak dengan risiko berat, penyakit

bahkan fatal. Varicella adalah umum dan sangat menular dan

mempengaruhi hampir semua anak-anak rentan sebelum remaja.

1
Kedua kasus dalam rumah tangga sering lebih parah. Sekolah atau

hubungi pusat penitipan anak berkaitan dengan tingkat transmisi yang

lebih rendah namu masih signifikan. Anak-anak yang rentan jarang

mendapatkan penyakit dengan kontak dengan orang dewasa dengan

Zoster. Ttransmisi maksimum terjadi selama akhir musim dingin dan

musim semi.

Varicella dikaitkan dengan respon imun humoral dan sel-dimediasi.

Respon ini menginduksi kekebalan yang tahan lama. Ulangi infeksi

subklinis dapat terjadi pada orang-orang ini, namun serangan kedua dari

cacar air sangat jarang terjadi di orang imunokompeten. Reexposure dab

infeksi subklinisdapat berfungsi untuk meningkatkan kekebalan yang

diperoleh setelah episode cacar air, ini dapat berubah di era postvaksin.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Varicella?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu membuat Asuhan pada Bayi dan Balita dengan

Varicella.

2. Tujuan Khusus

Penulis diharapkan dapat :

a. Memahami tentang penyakit Varicella ( definisi, etiologi,

2
manifestasi klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang,

komplikasi, dan pengobatan pada kasus Varicella).

b. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan Varicella.

D. Manfaat

Setelah membaca makalah tentang Varicella ini diharapkan dapat

memberikan manfaat :

a. Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi

klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan

pengobatan pada kasusVaricella.

b. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan

Varicella.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar

1. Definisi

Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit

ini dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal

dengan nama Chicken – pox. Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular

yang disebabkan oleh virus Varicella, ditandai oleh erupsi yang khas

pada kulit.

Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular,

yang disebabkan oleh Varicella Virus (VZV) dan menyerang kulit serta

mukosa, ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008).

Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang

biasanya terjadi pada anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi

primer Virus Varicella. Varicella pada anak mempunyai tanda yang

khas berupa masa prodromal yang pendek bahkan tidak ada dan dengan

adanya bercak gatal disertai dengan papul, vesikel, pustula, dan pada

akhirnya, crusta, walaupun banyak juga lesi kulit yang tidak

berkembang sampai vesikel.

Varisela merupakan penyakit akut menular yang ditandai oleh

vesikel di kulit dan selaput lendir yang disebabkan oleh virus varisella.

Varisela adalah infeksi akut prime yang menyerang kulit dan mukosa

secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorfi

4
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh, disebut juga cacar air,

chicken pox (Kapita Selekta, 2000).

Varisela adalah penyakit infeksi virus akut dan cepat menular, yang

disertai gejala konstitusi dengan kelainan kulit yang polimorf, terutama

berlokasi di bagian sentral tubuh (Harahap, 2009).

2. Epidemologi

Epidemiologi cacar air (Varicella) lebih tinggi pada negara tropis

dan subtropis, seperti Indonesia. Secara global negara tropis dan

subtropis memiliki insidens infeksi Varicella pada orang dewasa yang

lebih tinggi dibandingkan negara beriklim sedang seperti Amerika

Serikat dan Eropa. Tidak terdapat perbedaan insidensi berdasarkan jenis

kelamin maupun ras.

Varicella memiliki kemungkinan penularan sebesar 90% pada

individu yang rentan. Varicella dapat mengenai semua kelompok umur

termasuk neonatus, dan hampir 90% pasien dengan Varicella adalah

anak usia di bawah 10 tahun dengan insidensi terbesar pada umur 5 – 9

tahun. Tranmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularan lebih

kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit.

5
3. Etiologi

Varicella disebabkan oleh Varicella Virus (VZV), termasuk

kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti

virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai

ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk

suatu garis dengan berat molekl 100 juta yang disusun dari 162

capsomir dan sangat infeksius.

Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan

vesikel dan dalam darah penderita Varicella sehingga mudah

dibiakkan dalam media yang terdiri dari Fibroblast paru embrio

manusia.

Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan

Herpes Zoster. Kontak pertama dengan penyakit ini akan

menyebabkan Varicella, sedangkan bila terjadi serangan kembali, yang

akan muncul adalah Herpes Zoster, sehingga Varicella sering disebut

sebagai infeksi primer virus ini.

4. Patofisiologi

Menyebar Hematogen.Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel

satelit di sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang

Belakang. Dari sini virus bisa kembali menimbulkan gejala dalam

bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250– 500 benjolan akan timbul

menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit

6
kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling

intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan

mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3

minggu bekas pada kulit yang mengering akan terlepas. Virus

Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari satu

orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk

atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak

langsung dengan kulit yang terinfeksi.

Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar

kebagian tubuh melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati

periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan

kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak

dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali orang tua membiarkan

anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.

Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak

remaja dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen

kasus varisela terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin

bertambahnya usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin

bertambah berat.

7
5. Manifestasi Klinis

Secara umum, manifestasi klinis penyakit Varicella dapat

dibedakan menjadi 2, yaitu stadium prodromal dan stadium erupsi

(Ahwanah, 2016).

1. Stadium prodromal.

Stadium ini muncul 10-21 hari pasca inkubasi (awal masuknya

virus ke dalam tubuh). Penderita akan merasakan demam yang tidak

terlalu tinggi sekitar 1-3 hari, menggigil, nyeri kepala, nafsu makan

menurun, dan rasa malas untuk beraktivitas (Ahwanah, 2016).

2. Stadium erupsi.

Stadium ini terjadi 1-2 hari kemudian pasca demam, dengan

gejala munculnya ruam-ruam kulit (makula, papula, vesikel, dan

krusta) pada wajah, leher, kulit kepala dan secara cepat akan

menyebar ke badan dan ekstremitas (tangan dan kaki). Namun

demikian, ruam jarang ditemukan pada telapak tangan dan telapak

kaki. Erupsi ini disertai rasa gatal. Perubahan dari ruam kemerahan

menjadi papula (bentol merah), lalu vesikel, dan kemudian krusta

(ketika sudah pecah) hanya berlangsung dalam waktu 8-12 jam.

Krusta ini akan lepas dalam waktu 1-3 minggu. Bila vesikel pecah,

akan membentuk cekungan dan membekas di kulit (Ahwanah,

2016).

8
6. Patogenesis

Virus Varicella Zoster masuk dalam mukosa nafas atau orofaring,

kemudian replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe

(viremia pertama) kemudian berkembang biak di sel retikulo

endhotellial setelah itu menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke

dua) maka timbullah demam dan malaise.

Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari kapiler

endothelial pada lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel pada

epidermis, folikel kulit dan glandula sebacea dan terjadi

pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang

berkembang cepat menjadi papula, vesikel da akhirnya menjadi crusta.

Jarang lesi yang menetap dalam bentuk makula dan papula saja.

Vesikel ini akan berada pada lapisan sel dibawah kulit. Dan

membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan

dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam. Degenarasi sel akan diikuti

dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak, dimana kebanyakan

dari sel tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A.

Penularan secara airborne droplet. Virus dapat menetap dan laten pada

sel syaraf. Lalu dapat terjadi reaktivitas maka dapat terjadi herpes

Zooster.

9
7. Komplikasi

a. Infeksi sekunder

Infeksi sekunder disebabkan oleh Stafilokok atau Streptokok

dan menyebabkan selulitis, furunkel. Infeksi sekunder pada kulit

kebanyakan pada kelompok umur di bawah 5 tahun. Dijumpai pada

5-10% anak. Adanya infeksi sekunder bila manifestasi sistemik

tidak menghilang dalam 3-4 hari atau bahkan memburuk

b. Ensefalitas

Komplikasi ensefalitis (radang otak) sering kali terjadi karena

adanya gangguan imunitas. Kasus seperti ini dijumpai 1 pada 1000

kasus Varicella. Gejala yang muncul antara lain: sulit tidur, nafsu

makan menurun, hiperaktif, iritabel, sakit kepala, hingga ganguan

gerak pada tungkai dan lengan (Ahwanah, 2016).

c. Pneumonitas

Komplikasi ini lebih sering dijumpai pada penderita keganasan,

neonatus, imunodefisiensi, dan orang dewasa. Pernah dilaporkan

seorang bayi 13 hari dengan komplikasi pneumonitis dan meninggal

pada umur 30 hari. Gambaran klinis pneumonitis adalah panas yang

tetap tinggi, batuk, sesak napas, takipnu dan kadang-kadang

sianosis serta hemoptoe. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan

gambaran nodular yang radio-opak pada kedua paru.

d. Sindrom Reye

Komplikasi ini lebih jarang dijumpai. Dengan gejala sebagai

10
berikut, yaitu nausea dan vomitus, hepatomegali dan pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan SPGT dan

SGOT serta ammonia

e. Hepatitis

Peradangan hati atau liver bisa juga ditemukan yang ditandai

dengan demam dan kulit yang ikterik (berwarna kuning) (Ahwanah,

2016).

f. Komplikasi lain :

Seperti arthritis, trombositopenia purpura, miokarditis,

keratitis. Penderita perlu dikonsulkan ke spesialis bila dijumpai

adanya gejala-gejala berikut:

 Varisela yang progesif atauberat

 Komplikasi yang dapat mengancam jiwa seperti pneumonia,

ensefalitis

 Infeksi bakteri sekunder yang berat terutama dari golongan grup

A Streptococcus yang dapat memicu terjadinya nekrosis kulit

dengan cepat serta terjadi “Toxic ShockSyndrome”

 Semua neonatus lahir dari ibu yang menderita varisela kurang

dari 5 hari sebelum melahirkan atau 2 hari setelah melahirkan.

8. Pengobatan

a. Terapi Suportif

Pada anak yang sehat, gejala Varicella yang timbul umumnya

11
ringan dan dapat sembuh sendiri. Terapi simptomatik yang dapat

diberikan berupa:

a) Pengobatan topikal di lesi kulit dapat menggunakan lotio

calamine atau kompres dingin untuk mengurangi rasa gatal.

b) Tetap menjaga kebersihan kulit dengan mandi dua kali sehari.

c) Hindari memencet atau memecahkan vesikel, serta berhati-hati

dalam membersihkan badan dengan handuk sehingga vesikel

tidak pecah.

d) Apabila terdapat infeksi sekunder pada lesi kulit, boleh

ditambahkan antibiotik topikal atau sistemik.

e) Penggunaan antihistamin sebagai pereda gatal dapat diberikan

dengan pilihan: difenhidramin 1,25 mg/kg, loratadine 5-10

mg/hari, dan chlorpheniramine maleate 6-12 mg/hari

f) Penggunaan antipiretik jarang diperlukan. Aspirin berisiko

menimbulkan Sindrom Reye, sedangkan parasetamol cenderung

memperburuk penyakit dan tidak meringankan gejala. Namun

beberapa sumber menyatakan pemakaian parasetamol masih bisa

diberikan.

b. Terapi antivirus

Terapi antivirus tidak diberikan pada kasus Varicella tanpa

penyulit. Terapi antivirus diberikan secepatnya

pada kasus Varicella dengan penyulit atau pada pasien dengan

risiko tinggi. Yang dapat digolongkan sebagai pasien dengan risiko

12
tinggi adalah:

a) Penderita keganasan atau kelainan limfoproliferatif.

b) Pengguna kortikosteroid, seperti anak dengan asma atau

dermatitis atopic.

c) Sindroma nefrotik.

d) Pasien yang sedang dalam terapi kanker (sitostatik, radioterapi).

e) Defisiensi imun, misalnya pada penderita HIV/AIDS.

f) Penyakit kolagen.

g) Bayi baru lahir.

Terapi antivirus terbukti efektif menurunkan angka morbiditas

dan mortalitas pada pasien immunocompromise jika diberikan

dalam waktu 24 jam sejak munculnya ruam. Obat antivirus yang

dapat menjadi pilihan adalah acyclovir 80 mg/kgBB/hari per oral

dibagi dalam 5 dosis selama 5 hari, atau intravena setiap 8 jam

selama 7 hari. Pilihan lain adalah vidarabin 10 mg/kgBB selama 5

hari. Pada terapi dengan asiklovir, pasien disarankan mendapat

cukup hidrasi karena asiklovir dapat mengkristal di tubulus renal

pada keadaan dehidrasi.

13
9. Pencegahan

Pencegahan terhadap infeksi varisela Zoster virus dilakukan

dengan cara imunisasi pasif atau aktif.

a. Imunisasi aktif

Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela yang

dilemahkan (live attenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan

efek imunogenisitas tinggi dan tingkat proteksi cukup tinggi

berkisar 71-100% serta mungkin lebih lama. Dapat diberikan pada

anak sehat ataupun penderita leukemia, imunodefisiensi. Untuk

penderita pascakontak dapat diberikan vaksin ini dalam waktu 72

jam dengan maksud sebagai preventif atau mengurangi gejala

penyakit.

Dosis yang dianjurkan ialah 0,5 mL subkutan. Pemberian

vaksin ini ternyata cukup aman. Dapat diberikan bersamaan dengan

MMR dengan daya proteksi yang sama dan efek samping hanya

berupa rash yang ringan.

Efek samping: Efek samping biasanya tidak ada, tetapi bila ada

biasanya bersifat ringan.

b. Imunisasi pasif

Dilakukan dengan memberikan Zoster Imun Globulin (ZIG)

dan Zoster Imun Plasma (ZIP). Zoster Imun Globulin (ZIG) adalah

suatu globulin-gama dengan titer antibody yang tinggi dan yang

didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes

14
Zoster. Dosis Zoster Imuno Globulin (ZIG): 0,6 mL/kg BB

intramuscular diberikan sebanyak 5mL dalam 72 jam setelah

kontak. Indikasi pemberian Zoster Imunoglobulin ialah:

1) Neonatus yang lahir dari ibu menderita varisela 5 hari sebelum

partus atau 2 hari setelahmelahirkan.

2) Penderita leukemia atau limfoma terinfeksi varisela yang

sebelumnya belum divaksinasi.

3) Penderita HIV atau gangguan imunitas lainnya.

4) Penderita sedang mendapat pengobatan imunosupresan seperti

kortikosteroid.

Tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukimea atau

penyakit keganasan lainnya, pemberian Zoster Imun Globulin (ZIG)

tidak menyebabkan pencegahan yang sempurna, lagi pula

diperlukan Zoster Imun Globulin (ZIG) dengan titer yang tinggi dan

dalan jumlah yang lebih besar.

Zoster Imun Plasma (ZIP) adalah plasma yang berasal dari

penderita yang baru sembuh dari herpes Zoster dan diberikan secara

intravena sebanyak 3-14,3 mL/kg BB. Pemberian Zoster Imun

Plasma (ZIP) dalam 1-7 hari setelah kontak dengan penderita

varisela pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia, atau

penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insiden

varisela dan merubah perjalanan penyakit varisela menjadi ringan

dan dapat mencegah varisela untuk keduakalinya.

15
10. WOC

16
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan varicella biasanya cukup ditegakkan

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang

jarang diperlukan kecuali pada kasus- kasus yang berat atau inkonklusif.

a) Anamnesis.

Hal-hal yang perlu dikaji dalam pengkajian anamnesis antara lain:

identitas pasien dan penanggung jawab, keluhan utama yang dirasakan

oleh pasien, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu,

riwayat kesehatan keluarga, dan tanda-tanda vital yang dialami pasien.

Gejala yang dikeluhkan pasien varicella bergantung pada usia pasien,

status imun, dan stadium penyakit. Pada stadium prodromal, kira-kira

setelah 14-15 hari masa inkubasi, gejala prodormal seperti: demam

yang tidak begitu tinggi, mual, nyeri sendi, malaise, dan sakit kepala

umumnya timbul. Gejala prodormal umumnya berlangsung 1-2 hari

sebelum munculnya ruam, dan pada fase ini beberapa penderita sudah

dapat menularkan virus varicella. Stadium erupsi, keluhan berupa lesi

kulit mulai muncul. Lesi kulit awal yang timbul dimulai dari kulit

kepala, wajah, badan, dan anggota gerak proksimal berupa makula

kemerahan yang sangat gatal. Dalam 12- 14 jam makula akan berubah

menjadi papula dan vesikel. Vesikel akan membesar hingga hari

kelima sebelum akhirnya pecah. Vesikel yang pecah kemudian akan

17
mengering membentuk krusta. Setelah 2 minggu biasanya keluhan

dapat sembuh dengan sendirinya. Penularan dapat terjadi 3 sampai 7

hari setelah ruam muncul. Vesikel juga dapat timbul di mukosa mulut,

terutama palatum. Vesikel ini dengan cepat pecah sehingga sering

luput dari pemeriksaan, bekasnya berupa ulkus dangkal dengan

diameter 2-3 mm. Pada pasien dewasa biasanya gejala yang timbul

lebih berat, seperti: ruam yang lebih luas penyebarannya, waktu

demam yang lebih panjang, dan risiko timbulnya komplikasi lebih

besar. Komplikasi yang paling sering muncul adalah varicella

pneumonia.

b) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik secara menyeluruh (head to toe) diperlukan pada

pasien dengan kasus varicella. Pemeriksaan tersebut meliputi:

pemeriksaan kulit, kepala, mata, telinga, hidung dan sinus, mulut dan

tenggorokan, leher, toraks dan paru, jantung, abdomen, ekstremitas,

dan neurologis. Selain pemeriksaan fisik, diperlukan pula pemeriksaan

pola fungsi kesehatan. Pemeriksaan pola fungsi kesehatan terdiri dari:

pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan, pola nutrisi dan

metabolisme, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola istirahat

dan tidur, pola kognitif dan persepsi, pola peran hubungan, pola

koping dan toleransi aktivitas, serta keyakinan dan kepercayaan pasien.

Pada pemeriksaan fisik varicella dapat ditemukan gambaran wujud

kelainan kulit yang khas yaitu gambaran dew drop on rose petal.

18
Karakteristik lesi pada infeksi varicella adalah vesikel yang dikelilingi

halo yang kemerahan, sehingga tampak seperti tetesan embun. Semua

tingkatan lesi kulit (lesi aktif maupun lesi tahap penyembuhan)

terdapat pada satu area dalam waktu bersamaan. Karena rasa gatal

pada stadium erupsi, biasanya bisa ditemukan juga luka bekas garukan.

Lesi biasanya sembuh tanpa pembentukan jaringan parut atau skar.

Namun luka lecet akibat garukan atau infeksi bakteri sekunder dapat

meningkatkan risiko terbentuknya skar.

2. Diagnosa

1. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan saraf perifer.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit.

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan timbulnya papula.

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan timbulnya rasa gatal.

3. Intervensi

1. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24

jam, suhu tubuh pasien menurun.

Kriteria hasil: Menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal, yaitu

36,5-37,5o C.

19
Intervensi:

a) Observasi TTV (suhu, nadi, respirasi, dan pernapasan).

Rasional: TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum

pasien.

b) Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan

suhu tubuh

Rasional: Keterlibatan pelatih sangat berarti dalam proses

penyembuhan pasien di rumah sakit.

c) Berikan kompres hangat di daerah ketiak atau dahi.

Rasional: Kompres hangat memberikan efek vasodilatasi pembuluh

darah sehingga dapat meningkatkan pengeluaran panas tubuh

melalui pori-pori.

d) Anjurkan pasien untuk istirahat di tempat tidur atau tirah baring.

Rasional : Mencegah terjadinya peningkatan metabolisme tubuh

dan membantu proses penyembuhan.

e) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tidak terlalu

tebal dan menyerap keringat.

Rasional: Pakaian yang tidak terlalu tebal akan membantu

mengurangi penguapan tubuh.

f) Monitor dan catat intake dan output, serta berikan cairan intravena

sesuai program medik.

Rasional: Peningkatan intake cairan perlu untuk mencegah

dehidrasi.

20
g) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik.

Rasional: Antipiretik berfungsi dalam menurunkan suhu tubuh.

2. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan saraf perifer

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24

jam, nyeri berkurang atau hilang atau teradaptasi.

Kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri dengan menggunakan

manajemen nyeri. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

(skala nyeri menjadi 0-1 dari 0-4).

Intervensi:

a) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.

Rasional: Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana

intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari

intervensi manajemen nyeri keperawatan.

b) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri non-

farmakologi.

Rasional: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan non-

farmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam

mengurangi nyeri.

c) Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam

Rasional: Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan

menurunkan nyeri sekunder dari iskemia jaringan.

d) Lakukan manajemen nyeri dengan mengatur istirahat pasien.

Rasional: istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan

21
perifer sehingga akan meningkatkan suplai darah pada jaringan

yang mengalami peradangan.

e) Lakukan manajemen lingkungan dengan membuat lingkungan

menjadi tenang dan membatasi pengunjung.

Rasional: Lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulus

nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu

meningkatkan kondisi oksigen ruangan (oksigen akan berkurang

apabila banyak pengunjung yang berada di dalam ruangan

tersebut).

f) Lakukan manajemen sentuhan.

Rasional: Menajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan

dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. Masase

ringan dapat meningkatkan aliran darah, yang secara otomatis akan

membantu suplai darah dan oksigen ke area nyeri, sehingga

menurunkan sensasi nyeri.

g) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.

Rasional: Analgetik akan memblok lintasan nyeri sehingga nyeri

akan berkurang.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi pada kulit

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3x24

jam, integritas kulit membaik.

Kriteria hasil:

1) Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan (sensasi,

22
elastisitas, hidrasi, dan pigmentasi).

2) Tidak ada luka atau lesi pada kulit.

3) Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan

mencegah terjadinya cedera ulang.

4) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit.

Intervensi:

a) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.

Rasional: Pakaian yang longgar agar meminimalkan gesekan

dengan kulit.

b) Hindari kerutan pada tempat tidur.

Rasional: Mencegah terjadinya tekanan dari jaringan lunak.

c) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

Rasional: Agar luka lecet sembuh dan tidak terjadi infeksi.

d) Monitor kulit akan adanya kerusakan.

Rasional: Mengantisipasi terjadinya iritasi.

e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotik

Rasional: Mencegah aktivitas kuman yang dapat masuk.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari

rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,

2012). Menurut Potter & Perry (2009), implementasi keperawatan

merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat memberikan

23
intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap pasien.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang

memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi

keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi pasien (Potter & Perry,

2009). Menurut Setiadi (2012), tahap penilaian atau evaluasi dilakukan

dengan membandingkan kesehatan pasien dan tujuan yang telah

ditetapkan secara sistematis dan terencana. Tahap evaluasi dilakukan

dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan

tenaga kesehatan lainnya.

Evaluasi dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan

rencana tindakan asuhan keperawatan guna menilai keefektifan asuhan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi meliputi 4

komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yaitu: subjektif (data

berupa keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data

(pembandingan data dengan teori), dan perencanaan (Asmadi, 2008).

24
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang

disebabkan oleh Varicella Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa,

ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. Diawali dengan gejala melemahnya

kondisi tubuh, Pusing, Demam dan kadang – kadang diiringi batuk, Dalam

24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit

yang terangkat karena terbakar). Terakhir menjadi benjolan–benjolan

kecil berisi cairan. Pencegahan terhadap infeksi varisela Zoster virus

dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau aktif.

B. SARAN

Adapun saran yang diperluka nantara lain diperlukan pemberian

vaksin secara merata kesetiap sekolah yang berada di pedesaan, sehingga

dapat mengurangi angka kejadian penyakit varisela.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, (2000) .Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI,.

Jakarta: Medica Aesculpalus

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: EGC.

Harahap, M. (2009). Varisela Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:

Gramedia

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Critical Thinking in Nursing Practice.

Fundamentals of Nursing. Edisi ke-7. Missouri: Mosby Elsevier. 215-

230.

Sadli, S. (2016). Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC 2015-2017-

Defisiensi Pengetahuan. Keperawatan.

Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai