Anda di halaman 1dari 20

PATOFISIOLOGI TYPHOID

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi

Dosen Pembimbing:

Siti Aminah, MAN.

Disusun Oleh:

Kelompok 6

1. Ani Muslimatul Imah [20161243]


2. Fachrunnisa [20161250]
3. Lailul Muna [20161257]
4. Oktrivia Kusuma Wardani [20161264]
5. Siti Erina Puspaningrum [20161271]

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN


AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
KENDAL
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “PATOFISIOLOGI TYPHOID”. Makalah ini disusun sebagai tugas mata
kuliah patofisiologi.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini banyak memperoleh
bimbingan, asuhan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kapada :
1. Ibu Sulastri, S.Kep., Ns., M.Kes., direktur Akper Muhammadiyah Kendal.
2. Ibu Siti Aminah, MAN., dosen pembimbing.
3. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun
makalah ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam
pembuatan makalah ini yang namanya kami tidak dapat sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan imbalan atas budi baik serta ketulusan
yang telah mereka berikan selama ini pada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan kita semua.

Kendal, Mei 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi......................................................................................................... ii
BAB I : Pendahuluan
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Tujuan.........................................................................................
BAB II : Pembahasan
A. Pengertian...................................................................................
B. Etiologi.......................................................................................
C. Patofisiologi dan pathways.........................................................
D. Manifestasi klinis........................................................................
E. Pemeriksaan penunjang..............................................................
F. Komplikasi..................................................................................
G. Penatalaksanaan..........................................................................
H. Discharge Planning....................................................................
BAB III: Penutup
A. Kesimpulan.................................................................................
B. Saran...........................................................................................
Daftar Pustaka................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam typhoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak
tergantung pada iklim, tetapi lebih banyak dijumpai di negara-negara
berkembang di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih,
sanitasi lingkungan dan kebersihan individu yang kurang baik. Demam
typhoid dapat di temukan sepanjang tahun. Insiden tertinggi didapatkan pada
anak-anak dan tidak ada perbedaan yang nyata antara insidensi demam
typhoid pada wanita dan pria.
Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies
enterika serovar Typhi (S. Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika
serovar Paratyphi A (S. Paratyphi A). CDC Indonesia melaporkan prevalensi
demam typhoid mencapai 358-810/100.000 populasi pada tahun 2007 dengan
64% penyakit ditemukan pada usia 3-19 tahun, dan angka mortalitas
bervariasiantara 3,1 – 10,4 % pada pasien rawat inap.
Di Indonesia, angka kejadian demam thypoid meningkat pada musim
kemarau panjang atau awal musim hujan. Hal ini banyak dihubungkan dengan
meningkatnya populasi lalat pada musim tersebut dan penyediaan air bersih
yang kurang memuaskan. Demam typhoid masih merupakan masalah besar di
Indonesia. Penyakit ini di Indonesia bersifat sporadik endemik dan timbul
sepanjang tahun. Kasus demam thypoid di Indonesia,masih cukup tinggi
berkisar antara 354-810 / 100.000 penduduk pertahun. Di Palembang dari
penelitian retrospektif selama periode 5 tahun ( 1990-1994) didapatkan
sebanyak 83 kasus ( 21,5 %) penderita demam thypoid dengan hasil biakan
darah salmonella positif dari penderita yang dirawat dengan klinis demam
thypoid. Demam thypoid adalah penyakit yang umum di Indonesia.
Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat memberikan
pelayanan yang tepat terhadap pasien. Tidak hanya dengan pemberian
antibiotika, namun perlu juga asuhan keperawatan yang baik dan benar serta
pengaturan diet yang tepat agar dapat mempercepat proses penyembuhan
pasien dengan demam typhoid.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep patofisiologi typhoid.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui dan memahami konsep patofisiologi typhoid yang
meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi dan pathways, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, penatalaksanaan, dan
discharge planning.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
Salmonella (Bruner and Sudart, 1994).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella thypi dan Salmonella para typhi A,B,C. sinonim dari
penyakit ini adalah typhoid dan paratyphoid abdominalis (Syaifullah Noer,
1996).
Demam typoid adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang di awali di
selaput lendir usus,dan jika tidak di obati secara progresif akan menyerbu
jaringan di seluruh tubuh (Tambayong, 2000: 143).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan bahwa typhoid adalah
suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella tipe A. B
dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi

B. Etiologi
Typhoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi, bakteri
berbentuk basil dan berjenis gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu
getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Bakteri tersebut memasuki
tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber
utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat
sedang sakit atau dalam pemulihan. Bakteri ini dapat hidup dengan baik sekali
pada tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati
pada suhu 70°C maupun oleh antiseptik. Terdapat ratusan jenis bakteri
Salmonella, tetapi hanya 4 jenis yang dapat menimbulkan typhoid yaitu:
1. Salmonella thypi, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora. Bakteri ini mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam
antigen yaitu:
a. Antigen O (somatik, terdiri dari zat komplek liopolisakarida) :
Merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella
dan berada pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik
antigen yang tidak menyebar.
b. Antigen H : Terdapat pada flagella dan dan bersifat termolabil
c. Antigen V1 : Merupakan kapsul yang meliputi tubuh bakteri dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis dan protein membrane
hialin.
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
Typhoid dapat ditularkan melalui feses dan urin dari penderita thypus atau
juga carier (Rahmad Juwono, 1996). Carier adalah orang yang sembuh dari
demam typhoid dan masih terus mengekskresi Salmonella typhi dalam feses
dan urin selama lebih dari 1 tahun.

C. Patofisiologi dan Pathways


Penularan Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan bakteri
Salmonella typhi kepada orang lain. Bakteri tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan, makanan yang tercemar bakteri
Salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
bakteri masuk ke dalam lambung, sebagian bakteri akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan
mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini bakteri berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah (bakteremia primer) dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu (Ngastiyah, 2005).
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari), bakteri kembali masuk dalam darah
(bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam
kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas
Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus. Pada masa bakteremi ini, bakteri mengeluarkan endotoksin yang
mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana bakteri ini
berkembang.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena Salmonella typhi
dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam
darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang
menimbulkan gejala demam.

Berikut ini adalah pathways pada typhoid :

Bakteri Salmonella typhi

Masuk ke saluran
gastrointestinal

Lolos dari asam lambung Malaise, perasaan


tidak enak badan,
Bakteri masuk usus halus nyeri abdomen

Komplikasi intestinal :
Perdarahan usus,
Pembuluh limfe Inflamasi perforasi usus (bag. distal
ileum), peritonituis
Masuk retikulo endothelial
Peredaran darah
(RES) terutama hati dan
(bakteremia primer) limfa
Inflamasi pada hati dan Empedu Masuk ke aliran darah
limfa (bakteremia sekunder)

Rongga usus pada kel.


Endotoksin
Limfoid halus

Terjadi kerusakan sel


Hepatomegali Pembesaran limfa
Merangsang melepas
Nyeri tekan nyeri akut Splenomegali zat epirogen oleh
leukosit

Mempengaruhi pusat
Lase plak peyer Penurunan mobilitas
thermoregulator di
usus hipotalamus

Erosi Penurunan peristaltik Ketidakefektifan


usus termoregulasi

Terjadi demam

Konstipasi Peningkatan asam


lambung

Resiko kekurangan Anoreksia mual


volume cairan muntah

Ketidakseimbangan
Perdarahan masif Nyeri
nutrisi kurang dari
Komplikasi perforasi dan kebutuhan tubuh
perdarahan usus

(Sumber: Aplikasi asuhan keperawatan & NANDA NIC-NOC, 2015)

D. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi bakteri berkisar selama 7 ─ 20 hari, masa inkubasi
terpendek yaitu tiga hari dan terlama selama 60 hari (T.H. Rampengan dan
I.R. Laurentz, 1995). Rata-rata masa inkubasi bakteri selama 14 hari dengan
gejala klinis sangat bervariasi dan tidak spesifik (Pedoman Diagnosis dan
Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Soetomo Surabaya, 1994).
Selama masa inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya
penyakit / gejala yang tidak khas) :
1. Perasaan tidak enak badan
2. Lesu
3. Nyeri kepala
4. Pusing
5. Diare
6. Anoreksia
7. Batuk
8. Nyeri otot (Mansjoer, Arif, 1999).
Menyusul gejala klinis yang lain, seperti :
1. Demam
Demam berlangsung 3 minggu
a. Minggu pertama : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat pada sore dan malam hari, nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak
enak diperut, batuk dan epistaksis, pada pemeriksaan fisik tidak
hanya didapat peningkatan suhu badan
b. Minggu kedua : Demam terus, bradikardi relatif, lidah typhoid (kotor
ditengah, tepi dan ujung merah tremor),
hepatomegali, plenomegali, meteorismus, gangguan kesadaran
seperti samnolen.
c. Minggu ketiga : Demam mulai turun secara berangsur – angsur.
2. Gangguan pada Saluran Pencernaan
a. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi
kemerahan, jarang disertai tremor
b. Hati dan limpa membesar sehingga nyeri saat diraba
c. Terjadi konstipasi, dan atau diare
3. Gangguan Kesadaran
a. Kesadaran yaitu apatis – somnole.
b. Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil
dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
3. Biakan darah
4. Uji Widal
5. Kultur
6. Anti Salmonella typhi IgM

1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah
Bila biakan darah positif, hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan
yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada
saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap Salmonella typhi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba, pertumbuhan bakteri dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.

4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella
typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh bakteri).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel bakteri).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai bakteri)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.

Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :


a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1) Keadaan umum : Gizi buruk dapat menghambat pembentukan
antibodi.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakitA: aglutinin baru
dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3) Penyakit – penyakit tertentu : Ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4) Pengobatan dini dengan antibiotika : Pengobatan dini dengan
obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5) Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat
tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi
karena supresi sistem retikuloendotelial.
6) Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi
dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat.
Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1
tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan
selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang
yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7) Infeksi klien dengan klinis / subklinis oleh Salmonella
sebelumnya : Keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang
positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8) Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer
aglutinin terhadap Salmonella typhi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah
tertular Salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1) Aglutinasi silang : beberapa spesies Salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi
pada spesies yang lain.
2) Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan
mempengaruhi hasil uji widal.
3) Strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi
antigen dari strain Salmonella setempat lebih baik dari suspensi
dari strain lain.
5. Kultur
a. Kultur darah : Bisa positif pada minggu pertama
b. Kultur urin : Bisa positif pada akhir minggu kedua
c. Kultur feses : Bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga

6. Anti Salmonella typhi IgM


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ketiga dan
keempat terjadinya demam.

F. Komplikasi
1. Di usus halus
Umumnya jarang terjadi, namun sering fatal, yaitu :
a. Perdarahan usus
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
1) Penurunan TD dan suhu tubuh
2) Denyut nadi bertambah cepat dan kecil
3) Kulit pucat
4) Penderita mengeluh nyeri perut dan sangat iritabel
b. Perforasi usus : Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu
dan terjadi pada bagian distal ileum.
c. Peritonitis
Pada umumnya tanda gejala yang sering didapatkan :
1) Nyeri perut hebat
2) Kembung
3) Dinding abdomen tegang (defense muskular)
4) Nyeri tekan
5) TD menurun
6) Suara bising usus melemah dan pekak hati berkurang
7) Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit
dalam waktu singkat.
2. Diluar usus halus
a. Bronkitis, terjadi pada akhir minggu pertama.
b. Bronkopneumonia, kasus yang berat bilamana disertai infeksi
sekunder
c. Kolesistitis
d. Tifoid ensefalopati, gejala : kesadaran menurun, kejang-kejang,
muntah, demam tinggi
e. Meningitis, gejala : bayi tidak mau menetek, kejang, letargi, sianosis,
panas, diare, kelainan neurologis.
f. Miokarditis
g. Karier kronik
3. Komplikasi darah :
a. Anemia hemolitik
b. Trombositopenia
c. Syndroma uremia hemolitik
4. Komplikasi paru :
a. Pneumonia
b. Empiema
c. Pleuritis.
5. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :
a. Hepatitis
b. Kolesistitis.
7. Komplikasi ginjal :
a. Glomerulus nefritis
b. Pyelonepritis
c. Perinepritis.
8. Komplikasi pada tulang :
a. Osteomyolitis
b. Osteoporosis
c. Spondilitis
d. Arthritis.
9. Komplikasi neuropsikiatrik :
a. Delirium
b. Meningiusmus
c. Meningitis
d. Polineuritis perifer
e. Syndroma Guillain bare
f. Syndroma katatonia.

G. Penatalaksanaan
Menurut Copstead, et al (2000: 170) “Pilihan pengobatan mengatasi
bakteri Salmonella typhi yaitu ceftriaxone, ciprofloxacin, dan ofloxacin.
Sedangkan alternatif lain yaitu trimetroprin, sulfametoksazol, ampicilin dan
cloramphenicol”. Pengobatan typhoid terdiri atas 3 bagian, yaitu:
1. Perawatan
2. Diet
3. Obat

1. Perawatan
Pasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud
tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus. Mobilisasi pasien
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
2. Diet
Di masa lampau, pasien demam typoid diberi bubur saring,
kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat
kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut dimaksudkan untuk
menghindari komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus, karena ada
pendapat bahwa usus perlu di istirahatkan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan
lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan selai kasar) dapat
diberikan dengan aman pada pasien demam typoid.
3. Obat
Obat-obatan antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:
a. Kloramfenikol
Dosis hari pertama 4 kali 250 mg, hari kedua 4 kali 500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4 kali 250 mg selama 5 hari
kemudian.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam typoid sama dengan
kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan
tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol
demam pada demam typoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.
c. Ampicilin dan Amoxilin
Efektifitas keduanya lebih kecil dibandingkan dengan
kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah klien demam
typoid dengan leukopenia. Dosis 75-150 mg/kg berat badan,
digunakan sampai 7 hari bebas demam.
d. Kontrimoksazol (kombinasi trimetroprin dan sulfametaksazol)
Efektifitas nya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis
untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari digunakan sampai 7 hari
bebas demam turun setelah 5-6 hari.
e. Sepalosporin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sepalosporin generasi
ketiga antara lain sefoperazon, cefriaxone, cefotaxim efektif untuk
demam typoid.
f. Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Selain dengan pemberian antibiotik, penderita demam typoid juga obat-
obat simtomatik antara lain:
a. Antipiretika
Tidak perlu diberikan secara rutin setiap klien demam typoid karena
tidak berguna.
b. Kortikosteroid
Klien yang toksit dapat diberikan kortikosteroid oral atau
parenteral dalam pengobatan selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat
memuaskan, kesadaran klien menjadi baik, suhu badan cepat turun
sampai normal, tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa
indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps”.
(Sjaifoellah, 1996: 440).

H. Discharge Planning
Discharge planning atau cara mencegah diri dari penyakit typhoid yaitu
dengan cara sebagai berikut:
1. Meningkatkan hygiene sanitasi makanan dan lingkungan
2. Vaksinasi
3. Minum air yang telah dimasak
4. Gunakan penyepit, sendok, atau garpu bersih untuk mengambil makanan

1. Meningkatkan hygiene sanitasi makanan dan lingkungan


Pencegahan utama dalam penyebaran penyakit ini yaitu dengan
meningkatkan hygiene sanitasi makanan dan lingkungan seperti
membiasakan cuci tangan dengan bersih setelah BAB dan sebelum
makan.
2. Vaksinasi
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil
thypoid dan parathypoid A dan B yang dimatikan ) yang diberikan
subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan interval 10 hari merupakan
tindakan yang praktis untuk mencegah penularan
demam thypoid. Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi,
yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan
imunisasi thypoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin oral
diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak memberikan
jaminan perlindungan 100 persen.
3. Minum air yang telah dimasak.
Masak air sekurang-kurangnya lima menit penuh (apabila air sudah
masak, biarkan ia selama lima menit lagi). Buat es batu menggunakan air
yang dimasak. Makan makanan yang baru dimasak. Jika terpaksa makan
di warung, pastikan makanan yang dipesan khas dan berada dalam
keadaan `berasap’ karena baru diangkat dari dapur. Tutup semua makanan
dan minuman agar tidak dihinggapi lalat dan letakkan makanan ditempat
tinggi.
4. Gunakan penjepit, sendok, atau garpu bersih untuk mengambil makanan
Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum
dimakan. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum menyedia
atau memakan makanan,membuang sampah sarap, memegang bahan
mentah atau selepas membuang air besar. Dengan hal-hal tersebut, kita
akan mengurangi jumlah insiden typhoid yang seharusnya hal-hal tersebut
merupakan kewajiban sehari-hari dan bukan hanya diterapkan saat sedang
musim wabah.
Pilih tempat dan peralatan makanan yang bersih. Sebaiknya
membuat makanan sendiri daripada membeli makanan atau minuman dari
penjaja jalanan terutama yang menjual minuman dingin. Bersihkan tempat
perkembangbiakan lalat – lalat. Segeralah periksa ke dokter jika
mengalami tanda-tanda terkena typhoid.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut, yang pertama bahwa pengertian typhoid yaitu penyakit infeksi akut
usus halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypi dan Salmonella
para typhi A,B,C. Penyebab terjadinya typhoid yaitu karena adanya infeksi
bakteri Salmonella typh, Salmonella paratyphi A, B, dan C.
Penularan Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita typhoid dapat menularkan bakteri Salmonella typhi kepada orang
lain. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
Salmonella.
Typhoid dapat dicegah dan dihindari penularannya yaitu dengan cara
meningkatkan hygiene sanitasi makanan dan lingkungan, vaksinasi, meminum
air yang telah dimasak, dan menggunakan penyepit, sendok, atau garpu bersih
untuk mengambil makanan. Dengan hal-hal tersebut, kita akan mengurangi
jumlah insiden typhoid yang seharusnya hal-hal tersebut merupakan
kewajiban sehari-hari dan bukan hanya diterapkan saat sedang musim wabah.

B. Saran
Dari uraian makalah yang telah disajikan diatas, agar terhindar dari
typhoid, sebaiknya selalu menjaga kebersih lingkungan dan makanan yang
dikonsumsi harus bersih. Sebagai tenaga kesehatan, kita sebaiknya
memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada anak-anak supaya
menjaga kebersihan, baik kebersihan lingkungan, makanan, air minum, dan
kebersihan diri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid I. Yogyakarta: MediAction

Anonim. 2010. Thypoid Fever. http://makalahperawat.blogspot.com/2010/10/


thypoid.fever.html?m=1

Dwaney. 2010. Makalah thipoid. http://dwaney.wordpress.com/2010/11/11/


makalah-thipoid/

HamsahPK4. 2015. Makalah Thypoid. http://hamsahpk4.blogspot.com/2015/03/


makalah-thypoid.html?m=1

Jack, Rachmoez. 2015. Pengertian, Penyebab, dan Patofisiologi Tifus ( Typhoid )


Menurut Para Ahli. http://dominique122.blogspot.com/2015/04/
pengertian-penyebab-dan-patofisiologi.html?m=1

Wulan, Dwi. 2013. Makalah Demam Thypoid atau Tifus. http://dwicheeprutezz.


blogspot.com/2013/07/makalah-demam-thypoid-atau-tifus.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai