Anda di halaman 1dari 101

A.

PENGERTIAN ASMA
 Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,
sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
 Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
 Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat,
batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
 Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008).
Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya
faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan
 Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi
kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi
ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
 Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam
maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh(Abidin, 2002).

B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat
berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan
kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1) Asma Intermiten (asma jarang)
 gejala kurang dari seminggu
 serangan singkat
 gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
 gejala lebih dari sekali seminggu
 serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
 gejala setiap hari
 serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
 FEV 1 tau PEV 60% – 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4) Asma severe persistent (asma persisten berat)
 gejala setiap hari
 serangan terus menerus
 gejala pada malam hari setiap hari
 terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEF = 60%
 PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang
hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring
sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis
dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat
mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah
fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Triggerdianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma
jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif
mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau
sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,
asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducerdianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh
melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga
bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-
obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman
atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang
disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan
cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi
pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musimhujan, musim kemarau.

D. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA


1. ANATOMI
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan


LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Gambar 2. Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial

Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut,
tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang
yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat
gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara,
O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-
paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri
dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus
alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi
rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru
dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2. FISIOLOGI ASMA
Proses terjadi pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 3 Proses pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam
darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan
masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke
aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran
adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik
kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan
epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan
dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-
paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan
tidak masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam
laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan
inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-
otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata).
Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah
pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah.
Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi
datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura
akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan
dengan demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi ataupernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan t
ekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada.
Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,
maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi
yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

3. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran
mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi
jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru,
bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi
menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan
menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi
tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat
timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan
terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-
nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
Gambar 4. Patofisiologi asma

Pathway Asma
PathwayAsma
Pathway Asma

E. MANIFESTASI KLINIS ASMA


Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun
fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapaserangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal

F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

Asma

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA


1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
 Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
 Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk
 Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
kelainan yang terjadi adalah:
 Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
 Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
 Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
 Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
 Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema
paru, yakni :
 Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum jam
 Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
 Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (
beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan
dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

PROSES KEPERAWATAN ASMA


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan
 Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
 Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
 Menggunakan otot aksesoris pernafasan
 Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
 Sakit kepala
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
 Papiledema
 Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara
tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan
dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga
tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.

Asma

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan
bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang
mengurangi pemasukan makanan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan tubuh
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .

C. RENCANA KEPERAWATAN ASMA

RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA


NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
berhubungan dengan pasien mampu :  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
tachipnea, peningkatan Respiratory status : Ventilation thrust bila perlu
produksi mukus, Respiratory status : Airway patency  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
kekentalan sekresi dan Aspiration Control,  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
bronchospasme. Dengan kriteria hasil : nafas buatan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Pasang mayo bila perlu
suara nafas yang bersih, tidak ada  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sianosis dan dyspneu (mampu  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mengeluarkan sputum, mampu  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
bernafas dengan mudah, tidak ada tambahan
pursed lips)  Lakukan suction pada mayo
 Menunjukkan jalan nafas yang paten  Berikan bronkodilator bila perlu
(klien tidak merasa tercekik, irama
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
nafas, frekuensi pernafasan dalam
Lembab
rentang normal, tidak ada suara nafas
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
abnormal)
keseimbangan.
 Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang  Monitor respirasi dan status O2
dapat
menghambat jalan nafas

2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan NIC :


gas
dengan
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam,
perubahan pasien mampu : Airway Management
membran kapiler  – Respiratory Status : Gas exchange  Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
alveolar  Respiratory Status : ventilation thrust bila perlu
 Vital Sign Status  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Dengan kriteria hasil :  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
 Mendemonstrasikan peningkatan nafas buatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat  Pasang mayo bila perlu
 Memelihara kebersihan paru paru dan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bebas dari tanda tanda distress  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
pernafasan
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan
tambahan
suara nafas yang bersih, tidak ada
 Lakukan suction pada mayo
sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu Berika bronkodilator bial perlu
 Barikan pelembab udara
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips) keseimbangan.
 Tanda tanda vital dalam rentang  Monitor respirasi dan status O2
normal

Respiratory Monitoring
 Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
 Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
penyempitan bronkus pasien mampu : Airway Management
 Respiratory status : Ventilation  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
 Respiratory status : Airway patency thrust bila perlu
 Vital sign Status  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Dengan Kriteria Hasil :  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan nafas buatan
suara nafas yang bersih, tidak ada  Pasang mayo bila perlu
sianosis dan dyspneu (mampu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
mengeluarkan sputum, mampu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
bernafas dengan mudah, tidak ada  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
pursed lips) tambahan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten  Lakukan suction pada mayo
(klien tidak merasa tercekik, irama
 Berikan bronkodilator bila perlu
nafas, frekuensi pernafasan dalam
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
rentang normal, tidak ada suara nafas
Lembab
abnormal)
 Tanda Tanda vital dalam rentang  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
normal (tekanan darah, nadi, keseimbangan.
pernafasan)  Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
proses penyakit. pasien mampu : Pain Management
 Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
 Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Comfort level kualitas dan faktor presipitasi
Dengan Kriteria Hasil :  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
penyebab nyeri, mampu mengetahui pengalaman nyeri pasien
menggunakan tehnik nonfarmakologi  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
untuk mengurangi nyeri, mencari  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
bantuan)  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
dengan menggunakan manajemen  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
nyeri menemukan dukungan
 Mampu mengenali nyeri (skala,  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
 Menyatakan rasa nyaman setelah kebisingan
nyeri berkurang  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Tanda vital dalam rentang normal
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

5 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :


dengan kesulitan keperawatan selama 3 x 24 jam, Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
bernafas dan rasa takut pasien mampu :  Gunakan pendekatan yang menenangkan
sufokasi.  Anxiety control  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
 Coping pasien
 Impulse control  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
Dengan Kriteria Hasil : selama prosedur
 Klien mampu mengidentifikasi dan  Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
mengungkapkan gejala cemas  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk mengontol Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
cemas tindakan prognosis
 Vital sign dalam batas normal
 Dorong keluarga untuk menemani anak
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
 Lakukan back / neck rub
tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya  Dengarkan dengan penuh perhatian
kecemasan  Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC :


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 jam, Nutrition Management
kebutuhan tubuh pasien mampu :  Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan  Nutritional Status : food and Fluid  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
faktor psikologis dan Intake jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
biologis  Nutritional Status : nutrient Intake
yang  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
mengurangi  Weight control  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
pemasukan makanan Dengan Kriteria Hasil : vitamin C
 Adanya peningkatan berat badan  Berikan substansi gula
sesuai dengan tujuan  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
 Berat badan ideal sesuai dengan serat untuk mencegah konstipasi
tinggi badan  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
nutrisi  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
 Tidk ada tanda tanda malnutrisi makanan harian.
 Menunjukkan peningkatan fungsi  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
pengecapan dari menelan  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Tidak terjadi penurunan berat badan  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang berarti yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar
Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

7 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Teaching : disease Process
faktor-faktor pencetus pasien mampu :  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
asma.  Kowlwdge : disease process pasien tentang proses penyakit yang spesifik
 Kowledge : health Behavior  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
Dengan Kriteria Hasil : hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
 Pasien dan keluarga menyatakan dengan cara yang tepat.
pemahaman tentang penyakit,  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
kondisi, prognosis dan program pada penyakit, dengan cara yang tepat
pengobatan  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
 Pasien dan keluarga mampu tepat
melaksanakan prosedur yang  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
dijelaskan secara benar yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
menjelaskan kembali apa yang dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim kesehatan  Hindari harapan yang kosong
lainnya  Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
 Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

8 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Activity Therapy
batuk persisten dan pasien mampu :  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
ketidakseimbangan  Energy conservation dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
antara suplai oksigen  Activity tolerance  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
dengan kebutuhan  Self Care : ADLs mampu dilakukan
tubuh. Dengan Kriteria Hasil :  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
tanpa disertai peningkatan tekanan  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
darah, nadi dan RR sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
 Mampu melakukan aktivitas sehari diinginkan
hari (ADLs) secara mandiri  Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

9 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Self Care assistane : ADLs
kelemahan fisik pasien mampu :  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
 Self care : Activity of Daily Living mandiri.
(ADLs)  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
Dengan Kriteria Hasil : kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
 Klien terbebas dari bau badan makan.
 Menyatakan kenyamanan terhadap  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
kemampuan untuk melakukan ADLs untuk melakukan self-care.
 Dapat melakukan ADLS dengan  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
bantuan yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
10 Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan NIC :
faktor resiko prosedur keperawatan selama 3 x 24 jam, Infection Control (Kontrol infeksi)
invasif pasien mampu :  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Immune Status  Pertahankan teknik isolasi
 Risk control  Batasi pengunjung bila perlu
Dengan Kriteria Hasil :  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
 Klien bebas dari tanda dan gejala tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
infeksi meninggalkan pasien
 Menunjukkan kemampuan  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
untuk
mencegah timbulnya infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
 Jumlah leukosit dalam batas normal kperawtan
 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aseptic pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In Children. www. Dimuat
dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto

 PRIVACY AND POLICY


 ABOUT ME
 MOTTO
Thursday, January 23, 2014

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


A. PENGERTIAN ASMA
 Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,
sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
 Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
 Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat,
batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
 Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008).
Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya
faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan
 Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi
kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi
ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
 Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam
maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh(Abidin, 2002).

B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat
berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan
kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1) Asma Intermiten (asma jarang)
 gejala kurang dari seminggu
 serangan singkat
 gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
 gejala lebih dari sekali seminggu
 serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
 gejala setiap hari
 serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
 FEV 1 tau PEV 60% – 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4) Asma severe persistent (asma persisten berat)
 gejala setiap hari
 serangan terus menerus
 gejala pada malam hari setiap hari
 terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEF = 60%
 PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang
hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring
sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis
dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat
mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah
fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu
binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Triggerdianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma
jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif
mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau
sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,
asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran
pernapasan. Inducerdianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh
melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga
bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-
obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman
atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang
disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan
cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi
pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa
diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musimhujan, musim kemarau.

D. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA


1. ANATOMI
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan


LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Gambar 2. Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial

Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang
hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut,
tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan
menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel
bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah
tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang
yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat
gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara,
O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-
paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri
dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah
segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus
alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput
dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi
rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru
dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2. FISIOLOGI ASMA
Proses terjadi pernapasan

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA


Gambar 3 Proses pernapasan

Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam
darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan
masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke
aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran
adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik
kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan
epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan
dikeluarkan melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-
paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan
tidak masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam
laring, maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan
inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-
otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata).
Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah
pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah.
Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi
datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura
akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan
dengan demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil
kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi ataupernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan t
ekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada.
Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada orang-orang muda dan pada perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,
maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi
yang disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki.

3. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran
mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi
jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru,
bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi
menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan
menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi
tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat
timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan
terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-
nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
Gambar 4. Patofisiologi asma

Pathway Asma
PathwayAsma
Pathway Asma

E. MANIFESTASI KLINIS ASMA


Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun
fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapaserangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal

F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini
mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

Asma

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA


1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
 Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma
 Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk
 Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa
rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
kelainan yang terjadi adalah:
 Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
 Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.
 Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
 Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
 Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema
paru, yakni :
 Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum jam
 Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
 Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (
beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek
samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan
dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

PROSES KEPERAWATAN ASMA


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan
 Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
 Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
 Menggunakan otot aksesoris pernafasan
 Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
 Sakit kepala
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
 Papiledema
 Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak
ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara
tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang
lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan
dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga
tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.

Asma

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan
bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang
mengurangi pemasukan makanan
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan tubuh
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .

C. RENCANA KEPERAWATAN ASMA

RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA


NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC :
tidak efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Airway Management
berhubungan dengan pasien mampu :  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
tachipnea, peningkatan Respiratory status : Ventilation thrust bila perlu
produksi mukus, Respiratory status : Airway patency  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
kekentalan sekresi dan Aspiration Control,  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
bronchospasme. Dengan kriteria hasil : nafas buatan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Pasang mayo bila perlu
suara nafas yang bersih, tidak ada  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sianosis dan dyspneu (mampu  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mengeluarkan sputum, mampu  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
bernafas dengan mudah, tidak ada tambahan
pursed lips)  Lakukan suction pada mayo
 Menunjukkan jalan nafas yang paten  Berikan bronkodilator bila perlu
(klien tidak merasa tercekik, irama
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
nafas, frekuensi pernafasan dalam
Lembab
rentang normal, tidak ada suara nafas
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
abnormal)
keseimbangan.
 Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang  Monitor respirasi dan status O2
dapat
menghambat jalan nafas

2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan NIC :


gas
dengan
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam,
perubahan pasien mampu : Airway Management
membran kapiler  – Respiratory Status : Gas exchange  Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
alveolar  Respiratory Status : ventilation thrust bila perlu
 Vital Sign Status  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Dengan kriteria hasil :  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
 Mendemonstrasikan peningkatan nafas buatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat  Pasang mayo bila perlu
 Memelihara kebersihan paru paru dan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bebas dari tanda tanda distress  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
pernafasan
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan
tambahan
suara nafas yang bersih, tidak ada
 Lakukan suction pada mayo
sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu Berika bronkodilator bial perlu
 Barikan pelembab udara
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips) keseimbangan.
 Tanda tanda vital dalam rentang  Monitor respirasi dan status O2
normal

Respiratory Monitoring
 Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
 Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
penyempitan bronkus pasien mampu : Airway Management
 Respiratory status : Ventilation  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
 Respiratory status : Airway patency thrust bila perlu
 Vital sign Status  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Dengan Kriteria Hasil :  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan nafas buatan
suara nafas yang bersih, tidak ada  Pasang mayo bila perlu
sianosis dan dyspneu (mampu  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
mengeluarkan sputum, mampu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
bernafas dengan mudah, tidak ada  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
pursed lips) tambahan
 Menunjukkan jalan nafas yang paten  Lakukan suction pada mayo
(klien tidak merasa tercekik, irama
 Berikan bronkodilator bila perlu
nafas, frekuensi pernafasan dalam
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
rentang normal, tidak ada suara nafas
Lembab
abnormal)
 Tanda Tanda vital dalam rentang  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
normal (tekanan darah, nadi, keseimbangan.
pernafasan)  Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam,
proses penyakit. pasien mampu : Pain Management
 Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
 Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
 Comfort level kualitas dan faktor presipitasi
Dengan Kriteria Hasil :  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol nyeri (tahu  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
penyebab nyeri, mampu mengetahui pengalaman nyeri pasien
menggunakan tehnik nonfarmakologi  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
untuk mengurangi nyeri, mencari  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
bantuan)  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
dengan menggunakan manajemen  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
nyeri menemukan dukungan
 Mampu mengenali nyeri (skala,  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
 Menyatakan rasa nyaman setelah kebisingan
nyeri berkurang  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Tanda vital dalam rentang normal
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

5 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC :


dengan kesulitan keperawatan selama 3 x 24 jam, Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
bernafas dan rasa takut pasien mampu :  Gunakan pendekatan yang menenangkan
sufokasi.  Anxiety control  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
 Coping pasien
 Impulse control  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
Dengan Kriteria Hasil : selama prosedur
 Klien mampu mengidentifikasi dan  Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
mengungkapkan gejala cemas  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
 Mengidentifikasi, mengungkapkan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk mengontol Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
cemas tindakan prognosis
 Vital sign dalam batas normal
 Dorong keluarga untuk menemani anak
 Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
 Lakukan back / neck rub
tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya  Dengarkan dengan penuh perhatian
kecemasan  Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC :


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 jam, Nutrition Management
kebutuhan tubuh pasien mampu :  Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan  Nutritional Status : food and Fluid  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
faktor psikologis dan Intake jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
biologis  Nutritional Status : nutrient Intake
yang  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
mengurangi  Weight control  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
pemasukan makanan Dengan Kriteria Hasil : vitamin C
 Adanya peningkatan berat badan  Berikan substansi gula
sesuai dengan tujuan  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
 Berat badan ideal sesuai dengan serat untuk mencegah konstipasi
tinggi badan  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
nutrisi  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
 Tidk ada tanda tanda malnutrisi makanan harian.
 Menunjukkan peningkatan fungsi  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
pengecapan dari menelan  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Tidak terjadi penurunan berat badan  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang berarti yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar
Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

7 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Teaching : disease Process
faktor-faktor pencetus pasien mampu :  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
asma.  Kowlwdge : disease process pasien tentang proses penyakit yang spesifik
 Kowledge : health Behavior  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
Dengan Kriteria Hasil : hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
 Pasien dan keluarga menyatakan dengan cara yang tepat.
pemahaman tentang penyakit,  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
kondisi, prognosis dan program pada penyakit, dengan cara yang tepat
pengobatan  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
 Pasien dan keluarga mampu tepat
melaksanakan prosedur yang  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
dijelaskan secara benar yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu  Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
menjelaskan kembali apa yang dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim kesehatan  Hindari harapan yang kosong
lainnya  Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa
yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
 Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

8 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Activity Therapy
batuk persisten dan pasien mampu :  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
ketidakseimbangan  Energy conservation dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
antara suplai oksigen  Activity tolerance  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
dengan kebutuhan  Self Care : ADLs mampu dilakukan
tubuh. Dengan Kriteria Hasil :  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
tanpa disertai peningkatan tekanan  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
darah, nadi dan RR sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
 Mampu melakukan aktivitas sehari diinginkan
hari (ADLs) secara mandiri  Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

9 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam, Self Care assistane : ADLs
kelemahan fisik pasien mampu :  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
 Self care : Activity of Daily Living mandiri.
(ADLs)  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
Dengan Kriteria Hasil : kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
 Klien terbebas dari bau badan makan.
 Menyatakan kenyamanan terhadap  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
kemampuan untuk melakukan ADLs untuk melakukan self-care.
 Dapat melakukan ADLS dengan  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
bantuan yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
10 Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan NIC :
faktor resiko prosedur keperawatan selama 3 x 24 jam, Infection Control (Kontrol infeksi)
invasif pasien mampu :  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Immune Status  Pertahankan teknik isolasi
 Risk control  Batasi pengunjung bila perlu
Dengan Kriteria Hasil :  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
 Klien bebas dari tanda dan gejala tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
infeksi meninggalkan pasien
 Menunjukkan kemampuan  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
untuk
mencegah timbulnya infeksi  Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
 Jumlah leukosit dalam batas normal kperawtan
 Menunjukkan perilaku hidup sehat  Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aseptic pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In Children. www. Dimuat
dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto

Share this article :


Share374

Artikel Terkait : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap


Title: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA; Written by wiwing setiono; Rating: 5 dari 5
Diposkan oleh wiwing setiono Jam 6:37 AM
Label: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap

3 Comments

10 Comments
nt.fb admin wiwing setiono
Newer PostOlder PostHome
Subscribe to: Post Comments (Atom)
Popular Posts


LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS


LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA)


LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI


LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Blog Archive
 ► 2017 (1)
 ▼ 2014 (47)
o ► March (11)
o ► February (3)
o ▼ January (33)
 LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA
 LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU/ KANKER PARU
 LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA
 INFEKSI NOSOKOMIAL
 LAPORAN PENDAHULUAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
 LAPORAN PENDAHULUAN NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK...
 LAPORAN PENDAHULUAN MASTEKTOMI
 LAPORAN PENDAHULUAN CA MAMMAE (CARSINOMA MAMMAE)/ ...
 LAPORAN PENDAHULUAN HIDROSEFALUS
 LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM
 LAPORAN PENDAHULUAN VERTIGO
 LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
 LAPORAN PENDAHULUAN ASMA
 LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK
 LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTIROID
 LAPORAN PENDAHULUAN BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLAS...
 LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS
 LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM) DENGAN U...
 PITTING EDEMA
 LAPORAN PENDAHULUAN HEPATITIS
 PENGKAJIAN NEUROLOGI (SARAF KRANIAL, GLASGOW COMA ...
 LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK
 LAPORAN PENDAHULUAN DERMATITIS
 LAPORAN PENDAHULUAN PPOK
 LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA
 LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA
 SGB (SINDROMA GUILLAIN BARRE)
 DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA versi 2
 DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA versi 1
 INDUKSI PERSALINAN
 LAPORAN PENDAHULUAN BRONKITIS
 CONTOH DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN DISCHARGE PLANNING...
 DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA versi 3
 ► 2013 (43)

Author
 Benksquarz
 wiwing setiono
 wiwing setiono.skep.ns

Hak Cipta Oleh LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LENGKAP


ShareThis Copy and Paste
Share to Facebook
, Number of shares47
Share to TwitterShare to PrintShare to EmailMore AddThis Share options
, Number of shares374
Homepage RSS Search: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA HOMEALL ARTICLE ( DAFTAR ISI )PRIVACY AND POLICYABOUT MEMOTTO
Thursday, January 23, 2014 LAPORAN PENDAHULUAN ASMA Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap »
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA LAPORAN PENDAHULUAN ASMA A. PENGERTIAN ASMA § Asma merupakan gangguan radang kronik
saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan
napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
§ Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya
asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011) § Asma adalah
gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas
saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini
hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008) § Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas
pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing
(mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal),
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya
riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan § Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan
oleh Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan
dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi,
yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan. § Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap
berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara
menyeluruh (Abidin, 2002). B. KLASIFIKASI ASMA 1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi : a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam
rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau
setelah mendapat pengobatan b. Status asmatikus Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001).
status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi
sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan
biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001). c. Asthmatic Emergency Yakni asma yang dapat menyebabkan
kematian 2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008) a. Asma ekstrinsik Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum
yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat. b. Asma
intrinsik Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan
kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan. 3. Menurut Global Initiative for Asthma
(GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu: 1) Asma Intermiten (asma jarang) § gejala kurang dari
seminggu § serangan singkat § gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan § FEV 1 atau PEV > 80% § PEF atau FEV 1 variabilitas 20% –
30% 2) Asma mild persistent (asma persisten ringan) § gejala lebih dari sekali seminggu § serangan mengganggu aktivitas dan tidur § gejala
pada malam hari > 2 kali sebulan § FEV 1 atau PEV > 80% § PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30% 3) Asma moderate persistent (asma
persisten sedang) § gejala setiap hari § serangan mengganggu aktivitas dan tidur § gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu § FEV 1 tau
PEV 60% – 80% § PEF atau FEV 1 variabilitas > 30% 4) Asma severe persistent (asma persisten berat) § gejala setiap hari § serangan terus
menerus § gejala pada malam hari setiap hari § terjadi pembatasan aktivitas fisik § FEV 1 atau PEF = 60% § PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006) a. Serangan asma
ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring
sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi, c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop, d. Serangan asma
dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi. Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan
derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat
mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian
C. ETIOLOGI ASMA Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah
fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. 1. Adapun
rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2002). a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik
yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang. b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak
berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan. c. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-
alergik 2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma : a. Pemicu Asma (Trigger) Pemicu asma
mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap
menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala dan
bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu
singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya
pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan
emosi, dan olahraga yang berlebihan. b. Penyebab Asma (Inducer) Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma
jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya
penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup
masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006). 3. Sedangkan Lewis et al.
(2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah: a. Faktor predisposisi Genetik Faktor
yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma
Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi
1) Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang
mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin). c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak
dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen
utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan
terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga
berakibat respon alergen berupa asma. 2) Olahraga Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya
kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya:
jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing.
Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan. 3) Infeksi bakteri pada saluran napas Infeksi bakteri pada
saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan
mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial. 4) Stres Stres / gangguan emosi dapat
menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi
masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. 5) Gangguan pada sinus Hampir 30% kasus
asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran
mukus. 6) Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
D. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA 1. ANATOMI LAPORAN PENDAHULUAN ASMA Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA Gambar 2. Anatomi keadaan normal dan Asma Bronkhial Organ Pernapasan a. Hidung Hidung atau naso
atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. b. Faring Faring atau tekak
merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah
terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus). c. Laring Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara
dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. d. Trakea Trakea atau batang tenggorokan merupakan
lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm
dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos. e. Bronkus Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang
sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli. f. Paru-paru Paru-paru
merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah
dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) Paru-paru dibagi
dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh
lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-
cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-
0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas. 2. FISIOLOGI ASMA Proses terjadi pernapasan LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA Gambar 3 Proses pernapasan Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta
menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam
darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk
kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke
seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran
adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan
(ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari
alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui
traktus urogenitalis dan kulit. Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-
paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke
trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring,
maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring. Terbagi dalam 2 bagian yaitu
inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur,
berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat
pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau
mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap
kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus
frenikus lalu mengerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta)
menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura
akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. Ekspirasi, pada suatu saat otot-
otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau
pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Pernapasan dada, pada waktu seseorang
bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada
orang-orang muda dan pada perempuan. Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,
maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang
disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki. 3. PATOFISIOLOGI ASMA Tiga unsur
yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan
eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan
volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat
elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini
berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat
hiperventilasi. Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi
tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul
spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti
dan pembengkakan ruang iterstisium paru. Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu
alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya
adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara. Gambar 4. Patofisiologi asma Pathway Asma
PathwayAsma Pathway Asma E. MANIFESTASI KLINIS ASMA Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan
demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi : 1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium. 2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma. 3. Asma tingkat III Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan
tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan
dihentikan asma akan kambuh. 4. Asma tingkat IV Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan
sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus b. Sianosis c. Silent Chest d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi 5. Asma tingkat V Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas 2. Chronic persisten bronhitis 3. Bronchitis
4. Pneumonia 5. Emphysema 6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang
disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002). Asma G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum Pada pemeriksaan sputum ditemukan : § Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
§ Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus § Terdapatnya Creole yang merupakan
fragmen dari epitel bronkus § Terdapatnya neutrofil eosinofil 2. Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil
meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma § Gas analisa darah Terdapat hasil aliran darah
yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk § Kadang –kadang pada
darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi § Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi § Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat
IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan. § Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor
alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik. 3. Foto rontgen Pada umumnya, pemeriksaan
foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah: § Bila disertai
dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah § Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah. § Bila
terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru. 4. Pemeriksaan faal paru § Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3
penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
§ Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat. 5. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan
disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni : § Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah
jarum jam § Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB § Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan
VES atau terjadinya relatif ST depresi. H. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan
non farmakologik dan pengobatan farmakologik. 1. Penobatan non farmakologik a. Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan
pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar
dan berkonsoltasi pada tim kesehatan. b. Menghindari faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada. 2. Pengobatan farmakologik a) Agonis beta Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ). b) Metil Xantin Golongan
metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari. c) Kortikosteroid Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian
steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat. d) Kromolin Kromolin
merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari. e) Ketotifen Efek kerja sama dengan
kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral. f) Iprutropioum bromide (Atroven) Atroven adalah
antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator. 3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus a. Infus RL :
D5 = 3 : 1 tiap 24 jam b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam. d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena. f. Antibiotik spektrum luas. PROSES KEPERAWATAN ASMA A. PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ASMA 1. Pengkajian Primer Asma a. Airway § Peningkatan sekresi pernafasan § Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing § Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. § Menggunakan otot aksesoris pernafasan
§ Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis c. Circulation § Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi § Sakit kepala § Gangguan
tingkat kesadaran : ansietas, gelisah § Papiledema § Urin output meurun d. Dissability Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat
status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil. 2. Pengkajian Sekunder Asma a. Anamnesis Anamnesis pada
penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada
sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran. Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma
bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak,
Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk
waktu yang lama. b. Pemeriksaan Fisik Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan : 1) Status kesehatan
umum Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien. 2) Integumen Dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. 3) Thorak a) Inspeksi Dada di inspeksi
terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan
serta frekwensi peranfasan. b) Palpasi. Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. c) Perkusi Pada perkusi
didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. d) Auskultasi. Terdapat suara vesikuler yang
meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing. c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental.
Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder. 2) Frekuensi pernapasan
meningkat 3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi. 4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi
kering dan wheezing. 5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih. 6) Pada pasien yang
sesaknya hebat mungkin ditemukan: § Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi
terdengar hipersonor. § Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus),
sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung. 7) Pada keadaan yang lebih berat dapat
ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis. d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat 2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan: § takhikardi makin hebat disertai
dehidrasi. § Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih. 3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung. Asma B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler – alveolar Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses
penyakit. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor
pencetus asma. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
tubuh Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif . C.
RENCANA KEPERAWATAN ASMA RENCANA KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)
INTERVENSI (NIC) 1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan
bronchospasme. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Respiratory status : Ventilation v Respiratory status
: Airway patency v Aspiration Control, Dengan kriteria hasil : v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) v Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas NIC : Airway Management · Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu · Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi · Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan · Pasang
mayo bila perlu · Lakukan fisioterapi dada jika perlu · Keluarkan sekret dengan batuk atau suction · Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan · Lakukan suction pada mayo · Berikan bronkodilator bila perlu · Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab · Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. · Monitor respirasi dan status O2 2 Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
v Respiratory Status : Gas exchange v Respiratory Status : ventilation v Vital Sign Status Dengan kriteria hasil : v Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat v Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips) v Tanda tanda vital dalam rentang normal NIC : Airway Management · Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu · Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi · Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
· Pasang mayo bila perlu · Lakukan fisioterapi dada jika perlu · Keluarkan sekret dengan batuk atau suction · Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara tambahan · Lakukan suction pada mayo · Berika bronkodilator bial perlu · Barikan pelembab udara
· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. · Monitor respirasi dan status O2 Respiratory Monitoring · Monitor rata –
rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi · Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal · Monitor suara nafas, seperti dengkur · Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot · Catat lokasi trakea · Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) · Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan · Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama · Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya 3 Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan
bronkus Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Respiratory status : Ventilation v Respiratory status : Airway
patency v Vital sign Status Dengan Kriteria Hasil : v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) v Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan) NIC : Airway Management · Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
· Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi · Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan · Pasang mayo
bila perlu · Lakukan fisioterapi dada jika perlu · Keluarkan sekret dengan batuk atau suction · Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan · Lakukan suction pada mayo · Berikan bronkodilator bila perlu · Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. · Monitor respirasi dan status O2 Terapi Oksigen § Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea § Pertahankan jalan nafas yang paten § Atur peralatan oksigenasi § Monitor aliran oksigen § Pertahankan posisi pasien § Observasi
adanya tanda tanda hipoventilasi § Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring § Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§ Catat adanya fluktuasi tekanan darah § Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri § Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan § Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas § Monitor kualitas dari nadi § Monitor frekuensi dan irama pernapasan
§ Monitor suara paru § Monitor pola pernapasan abnormal § Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit § Monitor sianosis perifer § Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) § Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 4 Nyeri akut; ulu
hati berhubungan dengan proses penyakit. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Pain Level, v Pain control,
v Comfort level Dengan Kriteria Hasil : v Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan) v Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri v Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) v Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang v Tanda vital dalam rentang normal NIC : Pain
Management § Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan § Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien § Kaji
kultur yang mempengaruhi respon nyeri § Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau § Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau § Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan § Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan § Kurangi faktor presipitasi nyeri § Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter personal) § Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi § Ajarkan tentang teknik non
farmakologi § Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri § Evaluasi keefektifan kontrol nyeri § Tingkatkan istirahat § Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil § Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration § Tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat § Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi § Cek riwayat
alergi § Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu § Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri § Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal § Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur § Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali § Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat § Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping) 5 Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Anxiety control v Coping v Impulse control Dengan Kriteria Hasil :
v Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas v Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol
cemas v Vital sign dalam batas normal v Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) · Gunakan pendekatan yang menenangkan · Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
pelaku pasien · Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur · Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
· Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut · Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
· Dorong keluarga untuk menemani anak · Lakukan back / neck rub · Dengarkan dengan penuh perhatian · Identifikasi tingkat
kecemasan · Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan · Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi · Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi · Barikan obat untuk mengurangi kecemasan 6 Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Nutritional Status : food and Fluid Intake v Nutritional Status : nutrient Intake v Weight control
Dengan Kriteria Hasil : v Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan v Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan v Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi v Tidk ada tanda tanda malnutrisi v Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan v Tidak terjadi
penurunan berat badan yang berarti NIC : Nutrition Management § Kaji adanya alergi makanan § Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. § Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe § Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
dan vitamin C § Berikan substansi gula § Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi § Berikan makanan
yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) § Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. § Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori § Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi § Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition
Monitoring § BB pasien dalam batas normal § Monitor adanya penurunan berat badan § Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
§ Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan § Monitor lingkungan selama makan § Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan § Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi § Monitor turgor kulit § Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah § Monitor
mual dan muntah § Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht § Monitor makanan kesukaan § Monitor pertumbuhan dan perkembangan
§ Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva § Monitor kalori dan intake nuntrisi § Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral. § Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet 7 Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Kowlwdge : disease process v Kowledge : health Behavior Dengan
Kriteria Hasil : v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan v Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar v Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya NIC : Teaching : disease Process v Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
v Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. v Gambarkan tanda
dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat v Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat v Identifikasi
kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat v Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat v Hindari harapan yang
kosong v Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat v Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit v Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan v Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan v Eksplorasi
kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat v Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
v Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat 8
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Energy conservation v Activity tolerance v Self Care : ADLs Dengan Kriteria Hasil :
v Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR v Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara
mandiri NIC : Activity Therapy v Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat. v Bantu klien
untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan v Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social v Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan v Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek v Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai v Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang v Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas v Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
v Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan v Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual 9 Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Self care : Activity of Daily
Living (ADLs) Dengan Kriteria Hasil : v Klien terbebas dari bau badan v Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
v Dapat melakukan ADLS dengan bantuan NIC : Self Care assistane : ADLs § Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
§ Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. § Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk melakukan self-care. § Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
§ Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. § Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. § Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan. § Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 10 Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Immune Status v Risk control Dengan Kriteria Hasil : v Klien bebas
dari tanda dan gejala infeksi v Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi v Jumlah leukosit dalam batas normal v Menunjukkan
perilaku hidup sehat NIC : Infection Control (Kontrol infeksi) · Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain · Pertahankan teknik isolasi
· Batasi pengunjung bila perlu · Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien · Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan · Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
· Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung · Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat · Ganti letak IV
perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum · Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
· Tingkatkan intake nutrisi · Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) · Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal · Monitor hitung granulosit, WBC · Monitor kerentanan terhadap infeksi · Batasi pengunjung · Saring
pengunjung terhadap penyakit menular · Partahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko · Pertahankan teknik isolasi k/p
· Berikan perawatan kulit pada area epidema · Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase · Inspeksi
kondisi luka / insisi bedah · Dorong masukkan nutrisi yang cukup · Dorong masukan cairan · Dorong istirahat · Instruksikan
pasien untuk minum antibiotik sesuai resep · Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi · Ajarkan cara menghindari infeksi
· Laporkan kecurigaan infeksi · Laporkan kultur positif DAFTAR PUSTAKA Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru
untuk Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for
Asthma Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .
Jakarta: EGC Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing
Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh
Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika Santosa, Budi. 2007.
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma,
JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto Share this
article : Share374 Artikel Terkait : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap Title: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA; Written by wiwing
setiono; Rating: 5 dari 5 Diposkan oleh wiwing setiono Jam 6:37 AM Label: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap 3 Comments 10
Comments nt.fb admin wiwing setiono Newer Post Older Post Home Subscribe to: Post Comments (Atom) Popular Posts LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA) LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS Blog Archive ► 2017 (1) ▼ 2014 (47)
► March (11) ► February (3) ▼ January (33) LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU/ KANKER
PARU LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA INFEKSI NOSOKOMIAL LAPORAN PENDAHULUAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
LAPORAN PENDAHULUAN NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK... LAPORAN PENDAHULUAN MASTEKTOMI LAPORAN PENDAHULUAN
CA MAMMAE (CARSINOMA MAMMAE)/ ... LAPORAN PENDAHULUAN HIDROSEFALUS LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM LAPORAN
PENDAHULUAN VERTIGO LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR LAPORAN PENDAHULUAN ASMA LAPORAN
PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTIROID LAPORAN PENDAHULUAN BPH (BENIGNA PROSTAT
HIPERPLAS... LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM) DENGAN U... PITTING EDEMA
LAPORAN PENDAHULUAN HEPATITIS PENGKAJIAN NEUROLOGI (SARAF KRANIAL, GLASGOW COMA ... LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIK LAPORAN PENDAHULUAN DERMATITIS LAPORAN PENDAHULUAN PPOK LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI
PLEURA LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA SGB (SINDROMA GUILLAIN BARRE) DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA versi 2 DIAGNOSA
KEPERAWATAN NANDA versi 1 INDUKSI PERSALINAN LAPORAN PENDAHULUAN BRONKITIS CONTOH DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
DISCHARGE PLANNING... DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA versi 3 ► 2013 (43) Author Benksquarz wiwing setiono wiwing setiono.skep.ns
Hak Cipta Oleh LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LENGKAP Homepage RSS Search: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA
HOMEALL ARTICLE ( DAFTAR ISI )PRIVACY AND POLICYABOUT MEMOTTO Thursday, January 23, 2014 LAPORAN PENDAHULUAN ASMA
Browse » Home » Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap » LAPORAN PENDAHULUAN ASMA LAPORAN PENDAHULUAN ASMA
A. PENGERTIAN ASMA § Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat
hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012) § Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat
terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang
dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011) § Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,
sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008) § Istilah asma berasal dari kata
Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008)
mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara
episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-
sebab lain sudah disingkirkan § Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai
gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan. § Asma adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan
yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh (Abidin, 2002). B. KLASIFIKASI ASMA 1. Berdasarkan kegawatan
asma, maka asma dapat dibagi menjadi : a. Asma bronkhiale Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon
yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas
diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan b. Status asmatikus Yakni suatu asma yang
refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung
memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan
ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun
makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner &
Suddarth, 2001). c. Asthmatic Emergency Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian 2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo
2008) a. Asma ekstrinsik Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan
tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat. b. Asma intrinsik Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu
yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan
aktivitas olahraga yang berlebihan. 3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi
4 (empat) yaitu: 1) Asma Intermiten (asma jarang) § gejala kurang dari seminggu § serangan singkat § gejala pada malam hari < 2 kali dalam
sebulan § FEV 1 atau PEV > 80% § PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30% 2) Asma mild persistent (asma persisten ringan) § gejala lebih dari
sekali seminggu § serangan mengganggu aktivitas dan tidur § gejala pada malam hari > 2 kali sebulan § FEV 1 atau PEV > 80% § PEF atau
FEV 1 variabilitas < 20% – 30% 3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang) § gejala setiap hari § serangan mengganggu aktivitas
dan tidur § gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu § FEV 1 tau PEV 60% – 80% § PEF atau FEV 1 variabilitas > 30% 4) Asma severe
persistent (asma persisten berat) § gejala setiap hari § serangan terus menerus § gejala pada malam hari setiap hari § terjadi pembatasan
aktivitas fisik § FEV 1 atau PEF = 60% § PEF atau FEV variabilitas > 30% 4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006) a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa
berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi, b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan
mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop, d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar
mengi dan timbul bradikardi. Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat)
dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian C. ETIOLOGI ASMA Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum
diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka
terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. 1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002). a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-
serbuk, bulu-bulu binatang. b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius,
latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. c. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik 2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger) Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak
menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi
asma jenis intrinsik. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek
dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau
sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok,
infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan. b. Penyebab Asma (Inducer) Penyebab asma dapat menyebabkan
peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab
asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui
mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth,
2006). 3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi Genetik Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang
jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan. b. Faktor presipitasi 1) Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: a) Inhalan, yang masuk melalui saluran
pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan
(seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan Pada beberapa orang yang menderita asma
respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor
Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma. 2) Olahraga Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya
terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya
bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini
menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial. 4) Stres Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati. 5) Gangguan pada sinus Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik
dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus. 6) Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan
yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau. D. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA
1. ANATOMI LAPORAN PENDAHULUAN ASMA Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan LAPORAN PENDAHULUAN ASMA Gambar 2. Anatomi
keadaan normal dan Asma Bronkhial Organ Pernapasan a. Hidung Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. b. Faring Faring atau tekak merupakan tempat
persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan
ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang
bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan
lubang laring dan ke belakang lubang esofagus). c. Laring Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal
tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. d. Trakea Trakea atau batang tenggorokan merupakan
lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm
dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos. e. Bronkus Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang
sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli. f. Paru-paru Paru-paru
merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah
dan CO2 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan) Paru-paru dibagi
dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh
lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-
cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-
0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat
tampuk paru-paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru. Kedua
pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas. 2. FISIOLOGI ASMA Proses terjadi pernapasan LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA Gambar 3 Proses pernapasan Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta
menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam
darah dan CO2 dikeluarkan dari darah secara osmosis. Kemudian CO2 dikeluarkan melalui traktus respiratorius (jalan pernapasan) dan masuk
kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena pulmonalis kemudian massuk ke serambi kiri jantung (atrium sinistra) menuju ke aorta kemudian ke
seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel- sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran
adalah CO2 dan dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan
(ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari
alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan melalui
traktus urogenitalis dan kulit. Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi perjalanan panjang menuju paru-
paru (sampai alveoli). Pada laring terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan, sehingga makanan tidak masuk ke
trakhea, sedangkan waktu bernapas epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring,
maka akan mendapat serangan batuk, hal tersebut untuk mencoba mengeluarkan makanan tersebt dari laring. Terbagi dalam 2 bagian yaitu
inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur,
berirama, dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Refleks bernapas ini diatur oleh pusat
pernapasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat, atau
mempercepat napasnya, ini berarti bahwa refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan sangat peka terhadap
kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat rangsangan dari nervus
frenikus lalu mengerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta)
menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura
akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar. Ekspirasi, pada suatu saat otot-
otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Jadi proses respirasi atau
pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru. Pernapasan dada, pada waktu seseorang
bernapas, rangka dada terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada rangka dada yang lunak, yaitu pada
orang-orang muda dan pada perempuan. Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,
maka ini dinamakan pernapasan perut. Kebanyakan pada orang tua, Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang
disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan banyak ditemukan pada laki-laki. 3. PATOFISIOLOGI ASMA Tiga unsur
yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan
eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan
volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat
elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini
berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2 akibat
hiperventilasi. Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi
tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul
spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti
dan pembengkakan ruang iterstisium paru. Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu
alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya
adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara. Gambar 4. Patofisiologi asma Pathway Asma
PathwayAsma Pathway Asma E. MANIFESTASI KLINIS ASMA Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan
demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi : 1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi
paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium. 2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma. 3. Asma tingkat III Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan
tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan
dihentikan asma akan kambuh. 4. Asma tingkat IV Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan
sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus b. Sianosis c. Silent Chest d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi 5. Asma tingkat V Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas 2. Chronic persisten bronhitis 3. Bronchitis
4. Pneumonia 5. Emphysema 6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang
disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002). Asma G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum Pada pemeriksaan sputum ditemukan : § Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
§ Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus § Terdapatnya Creole yang merupakan
fragmen dari epitel bronkus § Terdapatnya neutrofil eosinofil 2. Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil
meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma § Gas analisa darah Terdapat hasil aliran darah
yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk § Kadang –kadang pada
darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi § Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi § Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat
IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan. § Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor
alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik. 3. Foto rontgen Pada umumnya, pemeriksaan
foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah: § Bila disertai
dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah § Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah. § Bila
terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru. 4. Pemeriksaan faal paru § Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3
penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
§ Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat. 5. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan
disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni : § Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah
jarum jam § Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB § Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan
VES atau terjadinya relatif ST depresi. H. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan
non farmakologik dan pengobatan farmakologik. 1. Penobatan non farmakologik a. Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan
pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar
dan berkonsoltasi pada tim kesehatan. b. Menghindari faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan
fibrasi dada. 2. Pengobatan farmakologik a) Agonis beta Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ). b) Metil Xantin Golongan
metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari. c) Kortikosteroid Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian
steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat. d) Kromolin Kromolin
merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari. e) Ketotifen Efek kerja sama dengan
kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral. f) Iprutropioum bromide (Atroven) Atroven adalah
antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator. 3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus a. Infus RL :
D5 = 3 : 1 tiap 24 jam b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20
menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam. d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena. f. Antibiotik spektrum luas. PROSES KEPERAWATAN ASMA A. PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ASMA 1. Pengkajian Primer Asma a. Airway § Peningkatan sekresi pernafasan § Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing § Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. § Menggunakan otot aksesoris pernafasan
§ Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis c. Circulation § Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi § Sakit kepala § Gangguan
tingkat kesadaran : ansietas, gelisah § Papiledema § Urin output meurun d. Dissability Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat
status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil. 2. Pengkajian Sekunder Asma a. Anamnesis Anamnesis pada
penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada
sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran. Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma
bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak,
Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk
waktu yang lama. b. Pemeriksaan Fisik Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan : 1) Status kesehatan
umum Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien. 2) Integumen Dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. 3) Thorak a) Inspeksi Dada di inspeksi
terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan
serta frekwensi peranfasan. b) Palpasi. Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. c) Perkusi Pada perkusi
didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. d) Auskultasi. Terdapat suara vesikuler yang
meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing. c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental.
Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder. 2) Frekuensi pernapasan
meningkat 3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi. 4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi
kering dan wheezing. 5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih. 6) Pada pasien yang
sesaknya hebat mungkin ditemukan: § Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi
terdengar hipersonor. § Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus),
sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung. 7) Pada keadaan yang lebih berat dapat
ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis. d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat 2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan: § takhikardi makin hebat disertai
dehidrasi. § Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih
daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih. 3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung. Asma B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler – alveolar Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses
penyakit. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor
pencetus asma. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
tubuh Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif . C.
RENCANA KEPERAWATAN ASMA RENCANA KEPERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC)
INTERVENSI (NIC) 1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan
bronchospasme. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Respiratory status : Ventilation v Respiratory status
: Airway patency v Aspiration Control, Dengan kriteria hasil : v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) v Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas NIC : Airway Management · Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu · Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi · Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan · Pasang
mayo bila perlu · Lakukan fisioterapi dada jika perlu · Keluarkan sekret dengan batuk atau suction · Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan · Lakukan suction pada mayo · Berikan bronkodilator bila perlu · Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab · Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. · Monitor respirasi dan status O2 2 Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
v Respiratory Status : Gas exchange v Respiratory Status : ventilation v Vital Sign Status Dengan kriteria hasil : v Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat v Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan v Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips) v Tanda tanda vital dalam rentang normal NIC : Airway Management · Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu · Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi · Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
· Pasang mayo bila perlu · Lakukan fisioterapi dada jika perlu · Keluarkan sekret dengan batuk atau suction · Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara tambahan · Lakukan suction pada mayo · Berika bronkodilator bial perlu · Barikan pelembab udara
· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. · Monitor respirasi dan status O2 Respiratory Monitoring · Monitor rata –
rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi · Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal · Monitor suara nafas, seperti dengkur · Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot · Catat lokasi trakea · Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) · Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan · Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama · Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya 3 Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan
bronkus Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Respiratory status : Ventilation v Respiratory status : Airway
patency v Vital sign Status Dengan Kriteria Hasil : v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) v Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan) NIC : Airway Management · Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
· Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi · Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan · Pasang mayo
bila perlu · Lakukan fisioterapi dada jika perlu · Keluarkan sekret dengan batuk atau suction · Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan · Lakukan suction pada mayo · Berikan bronkodilator bila perlu · Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. · Monitor respirasi dan status O2 Terapi Oksigen § Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea § Pertahankan jalan nafas yang paten § Atur peralatan oksigenasi § Monitor aliran oksigen § Pertahankan posisi pasien § Observasi
adanya tanda tanda hipoventilasi § Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring § Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
§ Catat adanya fluktuasi tekanan darah § Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri § Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan § Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas § Monitor kualitas dari nadi § Monitor frekuensi dan irama pernapasan
§ Monitor suara paru § Monitor pola pernapasan abnormal § Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit § Monitor sianosis perifer § Monitor
adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) § Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 4 Nyeri akut; ulu
hati berhubungan dengan proses penyakit. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Pain Level, v Pain control,
v Comfort level Dengan Kriteria Hasil : v Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan) v Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri v Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) v Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang v Tanda vital dalam rentang normal NIC : Pain
Management § Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
§ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan § Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien § Kaji
kultur yang mempengaruhi respon nyeri § Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau § Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau § Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan § Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan § Kurangi faktor presipitasi nyeri § Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter personal) § Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi § Ajarkan tentang teknik non
farmakologi § Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri § Evaluasi keefektifan kontrol nyeri § Tingkatkan istirahat § Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil § Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration § Tentukan
lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat § Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi § Cek riwayat
alergi § Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu § Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri § Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal § Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri
secara teratur § Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali § Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat § Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping) 5 Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Anxiety control v Coping v Impulse control Dengan Kriteria Hasil :
v Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas v Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol
cemas v Vital sign dalam batas normal v Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) · Gunakan pendekatan yang menenangkan · Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
pelaku pasien · Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur · Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
· Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut · Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
· Dorong keluarga untuk menemani anak · Lakukan back / neck rub · Dengarkan dengan penuh perhatian · Identifikasi tingkat
kecemasan · Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan · Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi · Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi · Barikan obat untuk mengurangi kecemasan 6 Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Nutritional Status : food and Fluid Intake v Nutritional Status : nutrient Intake v Weight control
Dengan Kriteria Hasil : v Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan v Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan v Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi v Tidk ada tanda tanda malnutrisi v Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan v Tidak terjadi
penurunan berat badan yang berarti NIC : Nutrition Management § Kaji adanya alergi makanan § Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. § Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe § Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
dan vitamin C § Berikan substansi gula § Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi § Berikan makanan
yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) § Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. § Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori § Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi § Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition
Monitoring § BB pasien dalam batas normal § Monitor adanya penurunan berat badan § Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
§ Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan § Monitor lingkungan selama makan § Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama
jam makan § Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi § Monitor turgor kulit § Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah § Monitor
mual dan muntah § Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht § Monitor makanan kesukaan § Monitor pertumbuhan dan perkembangan
§ Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva § Monitor kalori dan intake nuntrisi § Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oral. § Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet 7 Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Kowlwdge : disease process v Kowledge : health Behavior Dengan
Kriteria Hasil : v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan v Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar v Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya NIC : Teaching : disease Process v Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
v Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. v Gambarkan tanda
dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat v Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat v Identifikasi
kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat v Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat v Hindari harapan yang
kosong v Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat v Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit v Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan v Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan v Eksplorasi
kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat v Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
v Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat 8
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Energy conservation v Activity tolerance v Self Care : ADLs Dengan Kriteria Hasil :
v Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR v Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara
mandiri NIC : Activity Therapy v Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat. v Bantu klien
untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan v Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi
dan social v Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan v Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek v Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai v Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang v Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas v Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
v Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan v Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual 9 Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Self care : Activity of Daily
Living (ADLs) Dengan Kriteria Hasil : v Klien terbebas dari bau badan v Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
v Dapat melakukan ADLS dengan bantuan NIC : Self Care assistane : ADLs § Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
§ Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. § Sediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk melakukan self-care. § Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
§ Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. § Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya. § Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan. § Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 10 Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : v Immune Status v Risk control Dengan Kriteria Hasil : v Klien bebas
dari tanda dan gejala infeksi v Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi v Jumlah leukosit dalam batas normal v Menunjukkan
perilaku hidup sehat NIC : Infection Control (Kontrol infeksi) · Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain · Pertahankan teknik isolasi
· Batasi pengunjung bila perlu · Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien · Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan · Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
· Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung · Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat · Ganti letak IV
perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum · Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
· Tingkatkan intake nutrisi · Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) · Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal · Monitor hitung granulosit, WBC · Monitor kerentanan terhadap infeksi · Batasi pengunjung · Saring
pengunjung terhadap penyakit menular · Partahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko · Pertahankan teknik isolasi k/p
· Berikan perawatan kulit pada area epidema · Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase · Inspeksi
kondisi luka / insisi bedah · Dorong masukkan nutrisi yang cukup · Dorong masukan cairan · Dorong istirahat · Instruksikan
pasien untuk minum antibiotik sesuai resep · Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi · Ajarkan cara menghindari infeksi
· Laporkan kecurigaan infeksi · Laporkan kultur positif DAFTAR PUSTAKA Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru
untuk Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for
Asthma Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .
Jakarta: EGC Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing
Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh
Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika Santosa, Budi. 2007.
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma,
JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto Share this
article : Share374 Artikel Terkait : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap Title: LAPORAN PENDAHULUAN ASMA; Written by wiwing
setiono; Rating: 5 dari 5 Diposkan oleh wiwing setiono Jam 6:37 AM Label: Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap 3 Comments 10
Comments nt.fb admin wiwing setiono Newer Post Older Post Home Subscribe to: Post Comments (Atom) Popular Posts LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS LAPORAN PENDAHULUAN SC (SECTIO CAESARIA) LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS Blog Archive ► 2017 (1) ▼ 2014 (47)
► March (11) ► February (3) ▼ January (33) LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU/ KANKER
PARU LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA INFEKSI NOSOKOMIAL LAPORAN PENDAHULUAN KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)
LAPORAN PENDAHULUAN NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK... LAPORAN PENDAHULUAN MASTEKTOMI LAPORAN PENDAHULUAN
CA MAMMAE (CARSINOMA MAMMAE)/ ... LAPORAN PENDAHULUAN HIDROSEFALUS LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM LAPORAN
PENDAHULUAN VERTIGO LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR LAPORAN PENDAHULUAN ASMA LAPORAN
PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTIROID LAPORAN PENDAHULUAN BPH (BENIGNA PROSTAT
HIPERPLAS... LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM) DENGAN U... PITTING EDEMA
LAPORAN PENDAHULUAN HEPATITIS PENGKAJIAN NEUROLOGI (SARAF KRANIAL, GLASGOW COMA ... LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIK LAPORAN PENDAHULUAN DERMATITIS LAPORAN PENDAHULUAN PPOK LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI
PLEURA LAPORAN PENDAHULUAN DEMENSIA SGB (SINDROMA GUILLAIN BARRE) DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA versi 2 DIAGNOSA
KEPERAWATAN NANDA versi 1 INDUKSI PERSALINAN LAPORAN PENDAHULUAN BRONKITIS CONTOH DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN
DISCHARGE PLANNING... DIAGNOSA KEPERAWATAN NANDA versi 3 ► 2013 (43) Author Benksquarz wiwing setiono wiwing setiono.skep.ns
Hak Cipta Oleh LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN LENGKAP ShareThis Copy and Paste Share to Facebook , Number of
shares47 Share to Twitter Share to Print Share to Email More AddThis Share options , Number of shares374 Share to Facebook , Number of
shares47 Share to Twitter Share to Print Share to Email More AddThis Share options , Number of shares374
Share to Facebook
, Number of shares47
Share to TwitterShare to PrintShare to EmailMore AddThis Share options
, Number of shares374

Anda mungkin juga menyukai