Anda di halaman 1dari 41

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Cacar atau yang disebut sebagai 'Herpes' oleh kalangan medis
adalah penyakit radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-
gelembung berisi air secara berkelompok.Virus herpes simpleks merupakan
virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain mempunyai karakteristik
melakukan replikasi didalam inti sel dan membentuk intranuclear inclusion
body. Herpes merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Herpes dapat juga ditularkan dari ibu keanaknya selama kehamilan dan
kelahiran, dan melalui darah serta jaringan tubuh. Herpes dapat berdampak
kematian, sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan, sosial maupun
ekonomi berbagai negara (WHO, 2007).
Menurut WHO pada Tahun2009 4% kematian para ibu di negara yang
sedang berkembang berkaitan dengan penyakit Herpes diperkiraan telah
menginfeksi 20 juta orang di seluruh dunia. Pada tahun 2009 WHO
memperkirakan bahwa Herpes telah menyebabkan kematian lebih dari 15 juta
orang sejak ditemukan penyakit Herpes. Dengan demikian, penyakit ini
merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. Herpes
diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada
tahun 2007 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.
Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga
memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber
daya manusia di sana.
Menurut laporan United Nations Population Fund 2009, Herpes banyak
menjangkiti remaja putri. Diperkirakan diseluruh dunia yang terjangkit
penyakit Herpes 7,3 wanita muda dan 4,5 juta pria muda. Laporan itu juga
menyebutkan bahwa sebagian kasus baru Herpes menyerang remaja usia 15-
24 tahun. Dilaporkan bahwa setiap 50 detik, satu orang remaja terinfeksi
Herpes.Setiap hari sekitar 6000 orang berusia 15-24 tahun tercatat sebagai
penderita baru. Sebanyak 87 % hidup di Negara miskin dan berkembang. Di

1
Indonesia tahun 2008,infeksi herpes sebanyak 37,4 %.Dikota Surabaya
prevalensi infeksi Herpes 19,8%.Peningkatan ini terbukti sejak tahun 2003
meningkat 15,4% sedangkan pada tahun 2004 terus menunjukkan
peningkatan 18,9%, sementara pada tahun 2009 meningkat menjadi 22,1%.
Kecendrungan meningkatnya penyebaran penyakit ini disebabkan
perilakuseksual yang bergonta-ganti pasangan, dan adanya hubungan seksual
pranikah dan diluar nikah yang cukup tinggi.Kebanyakan penderita adalah
remaja usia 15-29 tahun, tetapi ada juga bayi yang tertular karena tertular dari
ibunya. Tingginya kasus penyakit Herpes khususnya pada kelompok usia
remaja salah satu penyebabnya adalah pergaulan bebas. Sekarang ini
dikalangan remaja pergaulan bebas semakin meningkat terutama di kota-kota
besar.
Herpes disebabkan oleh HSV ditularkan melalui kontak langsung.
Infeksi HSV terjadi melalui inokulasi virus ke dalam permukaan mukosa
(misalnya:Orofaring, serviks, konjungtiva) atau melalui suatu lesi kecil di
kulit.HSV-1 ditularkan terutama melalui kontak dengan air liur yang
terinfeksi virus, sedangkan HSV-2 ditularkan secara seksual atau infeksi
melalui kontak pada jalan lahir seorang ibu untuk bayinya yang lahir. Proses
terjadiya herpes yaitu melalui fase pertamaya itu infeksi primer dimulai 2
sampai 20 hari setelah mengalami kontak. Individu dengan riwayat lesi oral
dan antibodi HSV tipe 1 cenderung untuk menderita infeksi HSV tipe 2 yang
tidak begitu berat. Infeksi primer dapat menimbulkan lesi atau gejala yang
ringan atau tidak sama sekali. Akan tetapi, pada wanita , infeksi herpes
genitalis primer secara khas ditunjukkan oleh adanya vesikel multipel npada
labia mayora dan minora , menyebar pada perineum dan paha, yang kemudian
berlanjut menjadi tukak yang sangat nyeri.HSV mempunyai kemampuan
untuk reaktivasi melalui beberapa rangsangan (misalnya:demam, trauma,
stress enosonal, sinar matahri, dan menstruasi). HSV-1 dapat aktiv kembali
dan lebih sering pada bagian oral daripada genitalia. Sementara itu, HSV-2
dapat aktif kembali dan lebih seringpada bagian oral daripada genitalia.

2
Sementara itu, HSV-2 dapat aktiv kembali 9-10 kali lebih sering di
daerah genital daripada di daerah orolabial. Reaktivasi lebih umum dan parah
terjadi pada individu drngan kondisi peurunan fungsi imun.
Peningkatan prevalensi penderita herpes genetalis dapatdiatasidengan
health education tentang bahaya PMS dan komplikasinya, pentingnya
mematuhi pengobatan yang diberikan, cara penularan PMS dan perlunya
pengobatan untuk pasangan seks tetapnya, dan cara-cara menghindari infeksi
PMS di masa datang. Selain itu untuk wanita hamil dengan infeksi herpes
genitalis harus melaksanakan kultur virus tiap minggu dari serviks dan
genitalia eksterna sebagai jalan lahir. Persalinan secara sectio caesaria
direkomendasikan untuk mencegah infeksi bayi baru lahir.Herpes genitalis
merupakan salah satu penyakit menular seksual yang masih sering di jumpai
di Indonesia. Setiap orang dewasa mempunyai kesempatan untuk terjangkit
penyakit ini dan penularannya pun sangat mudah, yaitu kontak langsung atau
melalui hubungan seksual.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi Herpes simpleks, dan Herpes Zoster ?
2. Apa Saja Klasifikasi Herpes ?
3. Bagaimana Pathway Penyakit Herpes ?
4. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Teori Pada Herpes ?
5. Bagaimanakah Aplikasi Kasus Pada Herpes ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apakah Definisi Herpes
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Klasifikasi Herpes
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Pathway Penyakit Herpes
4. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Teori Pada
Herpes
5. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Aplikasi Kasus Pada Herpes ?

3
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Herpes


Herpes adalah ruam kulit disebabkan oleh virus, ditandai dengan
gelembung-gelembung kecil berisi getah bening, letaknya berkumpul-
kumpul, serta lekas kering. (KBBI)
Beberapa definisi dari herpes adalah sebagai berikut :
a. Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes
simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa
pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
b. Herpes zoster (shingles, cacar monyet) merupakan kelainan inflamatorik
viral di mana virus penyebabnya menimbulkan erupsi vesikular yang
terasa nyeri di sepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih
ganglion posteior. (Muttaqin dan Sari, 2011)
2.2 Klasifikasi Herpes
2.2.1 Herpes Simplex
1. Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai
dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko,
2010).
Herpes simpleks adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi
atau lepuh pada serviks, vagina, dan genitalia eksterna. Herpes
simpleks adalah suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada
kulit,selaput lender, dan sistem saraf.
2. Etiologi
Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes
simpleks:

4
a. Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV 1)
Penyakit kulit/selaput lendir yang dirimbulkan biasanya
disebut herpes saja, atau dengan anama lain herpes labialis,
herpesfebrilis. Bianya penderita terinfeksi virus ini pada usia
kanak-kanak melalui udara dan sebagian kecil malalui kontak
langsung.
b. Virus Herpes Simpleks Tipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetai dapat
juga terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi
dan tenaga medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh
dibawah pusar, terutama daerah genitalia lesi ekstra genital
dapat pula terjadi akibat hubungan seksualorogenital
3. Patofisiologis Herpes Simpleks
Virus herpes simpleks disebarkan melalui kontak langsung
antara virus dengan mukosa atau setiap kerusakan dikulit. Virus
herpes simplekstidak dapat hidup diluar lingkungan yang lembab
dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak langsung kecil
kemungkinannya terjadi. Virus herpes simpleks memiliki
kemampuan untuk menginvasi beragam sel melalui fusi langsung
dengan membran sel. Pada infeksi aktif primer, virus menginvasi
sel pejamu dan cepat berkembang biak, menghancurkan sel pejamu
dan melepaskan lebih banyak virion untuk menginfeksi sel-sel
disekitarnya.pada infeksi aktif primer, irus menyebarkanmelalui
saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebarkan
limfadenopati.
Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang
menahan infeksi awal timbul fase laten. Selama masa ini virus
masuk kedalam sel-sel sensorik yang mempersarafi daerah yang
terinfeksi dan berimigrasi disepanjang akson untuk bersembunyi
didalam ganglion radiksdorsalis tempat virus berdiam tanpa
enimbulkan sitoksitasis atau gejala pada manusia.

5
4. Tingkatan Infeksi
1. Infeksi primer
Tempat predileksi HSV tipe I didaerah pinggang ke atas
terutama didaerah mulut dan hidung, sedangkan untuk HSV tipe
II mempunyai tempat predileksi didaerah genital. Infeksi ini
berlangsung lebih lama dan juga lebih berat, kira-kira 2-6
minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam,
anoreksia, dan juga ditemukan pembengkakan kelenjar getang
bening regional hingga terjadi penyembuhan secara spontan.
2. Fase laten
Pada fase ini penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi
HSV ditemukan dalam keadaan tidak aktiv pada ganglion
dorsalis.
3. Infeksi rekurens ( kambuhan )
Bila penderita sebelumnya pernah berkontak dengan virus
ini sebagai infeksi primer, kebanyakan penderita akan
mengalami infeksi kambuhan. Mekanisme pacu itu biasanya
berupa trauma fisik (demam, kurang tidur, hubungan seksual),
trauma psikis ( gangguan emosional, menstruasi), dan dapat pula
timbul akibat jenis makanan yang bis merangsang kekmbuhan,
seperti pedas, alkohol, makanan asin, kecut, dll.
Gejala klinis yang timbul mungkin sedikit lebih ringan
daripada infeksi primer dan berlangsung kurang lebihnya 7-10
hari.

5. Manifestasi Klinis
Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap:
infeksi primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer
herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan
hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes
simpleks virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke
bawah terutama daerah genital.Infeksi primer berlangsung lebih
lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala

6
sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan klinis
yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi
(Handoko, 2010).
Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis,
tetapi herpes simpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010).
Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang
semula tidak aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh
mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan seksual)
lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih
ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai
gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi
rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di
sekitarnya (Handoko, 2010).
6. Pemeriksaan Diagnostik
Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel
dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa
antibodi HSV dengan tes Tzanck denganpewarnaan Giemsa dapat
ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear
(Handoko, 2010).
Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau
kurang.Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan
lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek
kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau
dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue,
Wright, Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri
minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif
terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan
berukuran besar berwarna biru.

7
Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau
kultur. Tes serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) spesifik HSV tipe II dapat membedakan siapa yang
telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar menularkan
infeksi.
7. Komplikasi
Komplikasi herpes simpleks adalah herpes ensefalitis atau
meningitis tanpa ada kelainan kulit dahulu, vesikel yang menyebar
luas ke seluruh tubuh, ekzema herpeticum, jaringan parut, dan
eritema multiforme.
8. Penatalaksanaan
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa
salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil,
viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir
(zovirax).Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis
5x200mg per hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan
penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian parenteral
asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan
tujuan penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ
dalam (Handoko, 2010).
Pada terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau
famsiklovir. Jika pasien mengalami rekuren enam kali dalam
setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir 400 mg atau
valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk obat
oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil
diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV
disuntikkan asiklovir intra vena .
2.2.2 Herpes Zoster
1. Pengertian
Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang
merupakan reaktivasi virus variselo-zaster dari infeksi endogen

8
yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus ( Marwali, 2000).
Sedangkan menurut Sjaiful (2002), merupakan penyakit
neurodermal ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi
vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso pada daerah kulit
yang dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis.
Menurut Mansjoer A (2007) Herpes zoster (dampa,cacar
ular) adalah penyakit yang disebabkan infeksi virus varisela-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Dari tiga pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan,
herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang
merupakan reaktivasi virus variselo-zaster yang menyerang kulit
dan mukosa ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi
vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso.
2. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus
varicella zoster. Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan
oleh bahan organic, deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana
Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21 hari.
a. Faktor Resiko Herpes zoster.

1) Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia
ini akibat daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia
penderita herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang
nyeri.

2) Orang yang mengalami penurunan kekebalan


(immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya
lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari
immunocompromised.

9
3) Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.

4) Orang dengan transplantasi organ mayor seperti


transplantasi sumsum tulang.
3. Patofisiologi
Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus
varisells zoster) ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini
virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi
viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik.
Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang
sifat viremianya lebih luas dansimptomatik dengan penyebaran
virus ke kulit dan mukosa.
Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke
satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten
didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah
masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir,
tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah
titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi
herpes zoster.
4. Klasifikasi
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:
a. Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima
serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.Infeksi diawali
dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai
gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul.
Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan
sukar dibuka.

10
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.
(http://eyewiki.aao.org/Herpes_Zoster_Ophthalmicus)
b. Herpes zoster fasialis
Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster
yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut
saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.


(http://www.medeco.de/kieferchirurgie-
dentalatlas/viruserkrankungen-der-mundschleimhaut/)
c. Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.

11
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.
(http://www.medicinenet.com/image-
collection/herpes_zoster_picture/picture.htm)
d. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.


(http://www.medicinenet.com/image-
collection/herpes_zoster_picture/picture.htm)
e. Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.

12
f. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.


(http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2014/03/penyakit-herpes-
zoster.html)
5. Manifestasi Klinis
a. Gejala prodomal

1) Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang


berlangsung selama 1 – 4 hari.

2) Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala,


fatige, malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin (
penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan
kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung
terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi
selama erupsi kulit.

3) Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan,


sensitive terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata.
Kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan sensasi
penglihatan dan lain – lain.

13
b. Timbul erupsi kulit

1) Kadang terjadi limfadenopati regional

2) Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas


pada daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik.
Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh, yang tersering di
daerah ganglion torakalis.

3) Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian


terbentuk papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi
berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah
menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam
7–10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2–3 minggu
kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga
menghilang

4) Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang–
kadang sampai hari ke-7

5) Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula


hiperpigmentasi dan jaringan parut (pitted scar)

6) Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan


mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic


ini untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps
Zooster :

a. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat


membedakan herpes zoster dan herpes simplex.

b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk


membedakan diagnosis herpes virus

c. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit

14
d. Pemeriksaan histopatologik

e. Pemerikasaan mikroskop electron

f. Kultur virus

g. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)

h. Deteksi antibody terhadap infeksi virus:

1) Virologi: Mikroskop cahaya, Pemeriksaan antigen langsung


(imunofluoresensi), PCR, Kultur Virus,

2) Serologi : ELISA, Western Blot Test, Biokit HSV-II.

7. Komplikasi
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada
kebanyakan orang. Bila timbul komplikasi, hal-hal berikut dapat
terjadi:
1. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling
umum. Nyeri saraf (neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap
bertahan setelah lepuhan kulit menghilang.
2. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri
sehingga kulit sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini
terjadi maka Anda mungkin perlu antibiotik.

3. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan


peradangan sebagian atau seluruh bagian mata yang
mengancam penglihatan.

4. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena


dampak adalah saraf motorik dan saraf sensorik yang sensitif.
Hal ini dapat menimbulkan kelemahan (palsy) pada otot-otot
yang dikontrol oleh saraf.

5. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-


zoster, atau penyebaran virus ke seluruh tubuh. Ini adalah
komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi.

15
8. Penatalaksanaan Medis
Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa
minggu. Biasanya pengobatan hanya diperlukan untuk meredakan
nyeri dan mengeringkan inflamasi.
1. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak
kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah.

2. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan


larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3
x sehari selama 20 menit.

3. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah


rasa nyeri. Nyeri ini kadang-kadang sangat keras. Parasetamol
dapat digunakan untuk meredakan sakit. Jika tidak cukup
membantu, silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk
meresepkan analgesik yang lebih kuat.
4. Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah
terbentuk ruam akan mempersingkat durasi terbentuknya ruam
dan meringankan rasa sakit. Apabila gelembung telah pecah,
maka penggunaan antivirus tidak efektif lagi.

5. Steroid. Steroid membantu mengurangi peradangan dan


mempercepat penyembuhan lepuhan. Namun, penggunaan
steroid untuk herpes zoster masih kontroversial. Steroid juga
tidak mencegah neuralgia pasca herpes.
9. Pathway

HSV-1 , HSV-2 dan zoster

Virus masuk melalui permukaan


kulit dan secret genital

Masuk ke sel epitel


mukosa/permukaan kulit dan
melebur dalam membran sel
16
Terjadi Replikasi di
dalam sel

Menghasilkan
banyak Virion
MK :
 Kerusakan Integritas
Kulit
Virion masuk ke dalam  Resiko infeksi -
inti sel neuron dan ganglia Gangguan citra
sensoris dan menginfeksi tubuh

MK : Sel melepas virus Timbul Vesikula


 ketidakefektifan baru sebelum selnya dan Ulkus
pola seksual mati

Sistem imunitas Demam, myalgia,


Menularkan melalui malaise, anorexia
permukaan kulit terangsang dan
dan secret mukosa merespon

MK :
MK :
 Hipertermia
Nyeri
 Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

2.3 Asuhan Keperawatan Teori


2.3.1 Pengkajian
1. Biodata
Dapat terjadi pada semua orang di semua umur. Sering terjadi
pada remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin, dapat terjadi pada
pria dan wanita. Pekerjaan, berisiko tinggi pada penjaja seks
komersial
2. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.

17
3. Riwayat penyakit sekarang
Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien. Pada
beberapa kasus, timbul lesi/vesikel berkelompok pada penderita
yang mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan
suhu tubuh atau pada penderita yang megalami trauma fisik
maupun psikis. Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama
pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi
yang luas.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami
penyakit herpes simpleks atau memiliki riwayat penyakit seperti
ini.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
6. Riwayat Psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada
pada bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya
mengalami gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra
tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran,
atau identitas diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah: Menolak
untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh, Menarik
diri dari kontak social, Kemampuan untuk mengurus diri
berkurang
7. Pemeriksaan Fisik Pada Klien dengan, herpes simplek, herpes
zoster
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya
lesi, dan daya tahan tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses
peradangan , dapat terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam
dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit,
ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri
,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi
sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu

18
diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan
daerah anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu
diperhatikan adalah labia mayor dan minor, klitoris, introitus
vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran /
luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional,
periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar limfe regional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon
individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau melalui respon
perilaku. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan denyut
jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah;
pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau
marah. Lakukan pengukuran nyeri dengan menggunakan skala
nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala
yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa
menggunakan skala wajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia;
libatkan anak dalam pemilihan.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Tzanck smear: preparat diambil daridiscraping dasar vesikel
yang masih baru, kemudiandiberi pewarna. Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated
giant cells, pemeriksaan ini sensifitasnya sekiat 84%, tes ini
dapat membedakan anata irus varicella zoster dengan herpes
simpleks virus
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibodi : pemeriksaan
digunakan untuk membedakan diagnosis herpes virus
c. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di kulit
d. Kultur virus
e. Pemeriksaan histopatologis
f. Elektromikroskop: untuk melihat morfologi virus

19
2.3.2 Diagnosa keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ( terjadinya
infeksi)
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi)
yang disebabkan virus
4. Ganguan citra tubuh berhubungan dengan adanya ulkus

2.3.3 Intervensi keperawatan


SDKI SLKI SIKI
NO
KODE DX KEP TUJUAN HASIL
1 D.0130 Hipertermia L.14134 I.15506 (Manajemen
berhubungan (Termogulasi) Hipertermia)
dengan Tujuan: Observasi:
proses 1. Menggigil dari 1. Monitor suhu
penyakit ( 2 (cukup tubuh
terjadinya mengingkat) Terapeutik :
infeksi) menjadi 5 1. Longgarkan atau
(munurun) lepaskan pakaian
2. Suhu tubuh dari 2. Berikan
2 (cukup cairan oral
memburuk) Kolaborasi:
menjadi 4 1. Kolaborasi
(cukup pemberian cairan
membaik) dan elektrolit
3. Suhu kulit dari intravena
2 ( cukup I.03121 (Pemantauan
memburuk) Cairan)
menjadi 4 Observasi:
(cukup 1. Monitor frekuensi
membaik) dan kekuatan nadi
L. 03028 (Status 2. Monitor tekanan

20
Cairan) darah
Tujuan: Teraputik:
1. Frekuensi nadi 1. Atur intervsl wsktu
dari 2 (cukup pemantauan sesuai
memburul) dengan kondisi
menjaadai 4 pasien
(cukup
membaik)
2. Tekanan darah
dari 2 (cukup
memburuk)
menjadi 4
(cukup
membaik)
2 D.0129 Gangguan L.14125 (Integritas I.11353 (Perawatan
integritas Kulit) Integritas Kulit)
kulit Tujuan: Terapeutik:
berhubungan 1. Kerusakan 1. Ubah posisi tiap 2
dengan lapisan kulit ajam jika tirah
adanya ulkus dari 2 (cukup baring
meningkat) Edukasi:
menjadi 5 1. Anjurkan
(menurun) meningkatkan
2. Kemerahan dari asupan nutrisi
2 (cuckup 2. Anjurkan
meningkat) meningkatkan
menjadi 5 asupan buah dan
(menurun) sayur
L. 14130 I 14564 (Perawatan
(Penyembuhan Luka)
Luka) Observasi:
Tujuan: 1. Monitor

21
1. Peradangan luka karakteristik luka
dari 2 (cukup 2. Monitor tanda-
meningkat) tanda infeksi
menjadi 5 Terapeutik:
(menurun) 1. Berikan salep yang
2. Infeksi dari dari sesuai
2 (cukup 2. Berikan suplemen
meningkat) vitamin dan
menjadi 5 mineral
(menurun) Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri

3 D.0077 Nyeri akut L.08066 (Tingkat I 08238 (Manajemen


berhubungan Nyeri) Nyeri)
dengan agen Tujuan: Observasi:
cedera 1. Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi,
biologis dari 2 (cukup karakteristik,
(infeksi) yang meningkat) durasi, frekuensi,
disebabkan menjadi 4 kualitas, intensitas
virus (cukup nyeri
menurun) 2. Identifikasi sakala
2. Meringis dari 2 nyeri
(cukup 3. Identifikasi faktor
meningkat) meperberat dan
menjadi 5 memperingan nyeri
(menurun) Terapeutik:
3. Kesulitan tidur 1. Berikan teknik
dari 2 (cukup nonfarmakologis

22
meningkat) untuk mengurangi
menjadi 5 rasa nyeri
(menurun) 2. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4 D.0083 Ganguan L.09067 (Citra I.09305 (Promosi
citra tubuh Tubuh) Citra Tubuh)
berhubungan Tujuan: Observasi:
dengan 1. Melihat bagian 1. Monitor frekuensi
adanya ulkus tubuh dari 2 pernyataan kritik
(cukup terhadapmdiri
menurun) snediri
menjadi 4 ( Teraperutik:
cukup 1. Diskusi perubahan
meningkat) tubuh dan
2. Menyentuh fungsinya
bagian tubuh 2. Diskusikan
dari 2 (cukup perbedaan
menurun) penampilan fisik
menjadi 4 ( tehadap harga diri
cukup
meningkat

23
Edukasi:
1. Jelaskan kepada
keluarga tentang
perawatan
perubahan citra
tubuh

24
BAB 3

APLIKASI KASUS

3.1 Aplikasi kasus


Ny. R umur 30 tahun, beralamatkan di Tenggela, Telaga, Gorontalo.
Pada tanggal 10 Mei pukul 09.00 pagi pasien datang kerumah sakit dengan
diantar oleh suaminya. Ny. R mengeluh adanya rasa tidak nyaman pada
daerah vagina dan terkadang disertai panas dan gatal. Sebelumnya Ny. R
mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. R mengeluh nyeri terasa terbakar di
daerah genetalia dan kulitnya, nyeri yang dirasakan Ny. R muncul saat
beraktivitas. Ibu mengatakan pekerjaan beliau dan suaminya sebagai guru di
sebuah sekolah dasar. Dari hasil observasi adanya lepuhan yang bergerombol
dan dikelilingi oleh daerah kemerahan membentuk sebuah gelembung cair
pada daerah genetalia, keadaan umum ibu lemas, kesadaran Composmentis,
status emosional stabil, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 kali/menit,
pernafasan 24 kali/menit, suhu 38,60C, terdapat vesikel yang multipel di
daerah mulut dan kulit genetalia. Leukosit < 4000/mmk
1. Pengkajian
Tanggal MRS :10-05-2018
Sumber informasi : Klien dan Keluarga
Ruang / kelas: Cendrawasih/I
Tgl Pengkajian : 10-05-2018
Dx Medis : Herpes Simplex
a. Identitas
Nama : Ny. R
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Gorontalo/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Desa Tenggela, Telaga, Gorontalo
Keluhan Utama : Gatal dan nyeri pada daerah kemaluan

25
b. Data penanggung Jawab
Nama Ibu : Tn. T
Umur : 34 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Ny. R mengeluh adanya rasa tidak nyaman pada daerah vagina
dan terkadang disertai panas dan gatal
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. R mengeluh adanya rasa tidak nyaman pada daerah vagina
dan terkadang disertai panas dan gatal. Sebelumnya Ny. R
mengalami gatal-gatal selama 4 hari. Ny. R mengeluh nyeri
terasa terbakar di daerah genetalia dan kulitnya. nyeri yang
dirasakan Ny. R muncul saat beraktivitas
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Ny.R mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit
yang sama
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang pernah menderita sakit yang dialami
pasien saat ini, dan tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi serta
penyakit jantung.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan TTV
Kesadaran : Composmentis
Keadaan Umum : Lemas
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
RR : 24 kali/menit
Suhu : 38,6ºC

26
2) Pemeriksaan B1 – B6
a) B1 (Breathing)
Paru – paru
(1) Inspeksi : Simetris
(2) Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri
(3) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
(4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( - )
b) B2 (Blood)
Jantung
(1)Inspeksi : Simetris
(2)Palpasi : Normal
(3)Perkusi : Normal
(4)Auskultasi : Normal (S1 S2 tunggal)
c) B3 (Brain)
Kesadaran composmentis (GCS : 4-5-6)
d) B4 (Bladder)
Frekuensi BAK tidak menentu, tidak ada nyeri tekan di area
bladder, ada gelembung cair dan kemerahan di daerah
kemaluan.B5 (Bowel)
(1)Inspeksi : Datar
(2)Palpasi : Supel, tidak ada massa
(3)Perkusi : Timpani
(4)Auskultasi : Bising usus (-)
e) B6 (Bone)
Tidak ditemukan lesi atau odem pada ekstrimitas atas
maupun bawah. Kulit lembab, Turgor baik, tidak terdapat
pitting edema, tidak ada hiperpigmentasi.
f) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab : Leukosit < 4000/mmk

27
e. Analisa Data

Tgl/jam Data (DS/DO) Etiologi Masalah


10 Mei DS: Karena agens Nyeri akut
2018/09.00 Ny. R mengatakan gatal- cedera bilogis
WIB gatal selama 4 hari dan nyeri (infeksi) yang
di daerah genetalia dan disebabkan virus
kulitnya, nyeri dirasakan
saat beraktivitas.
DO:
P: lepuhan bergerombol dan
dikelilingi oleh daerah
kemerahan membentuk
sebuah gelembung cair
Q: nyeri seperti di bakar
R: nyeri dirasakan di daerah
genetalia
S: nyeri yang dirasakan
pasien skala 3
T: nyeri dirasakan saat
beraktivitas
10 Mei DS : Karena penyakit Hipertermia
2018/09.00 Ny. R mengalami gatal-gatal
WIB selama 4 hari disertai panas
DO :
Dari hasil observasi keadaan
umum ibu lemas, kesadaran
Compos Mentis, status
emosional stabil, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi
82 kali/menit, pernafasan 24

28
kali/menit, suhu 38,60C
10 Mei DS : Defisit imunologis Gangguan
2018/09.00 Ny. R mengeluh adanya rasa Integritas Kulit
WIB tidak nyaman pada daerah
vagina disertai panas dan
gatal
DO :
1) Terdapat vesikel yang
multipel di daerah mulut dan
kulit genetalia.
2) Leukosit <4000/mmk

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi) yang
disebabkan virus
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ( terjadinya
infeksi)
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus
3. Intervensi
SDKI SLKI SIKI
NO
KODE DX KEP TUJUAN HASIL
1 D.0077 Nyeri akut L.08066 (Tingkat I 08238 (Manajemen
berhubungan Nyeri) Nyeri)
dengan agen Tujuan: Observasi:
cedera biologis 1. Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi,
dari 2 (cukup karakteristik, durasi,
meningkat) frekuensi, kualitas,
menjadi 4 intensitas nyeri
(cukup menurun) 2. Identifikasi sakala
2. Meringis dari 2 nyeri
(cukup 3. Identifikasi faktor
meningkat) meperberat dan

29
menjadi 5 memperingan nyeri
(menurun) Terapeutik:
3. Kesulitan tidur 1. Berikan teknik
dari 2 (cukup nonfarmakologis
meningkat) untuk mengurangi
menjadi 5 rasa nyeri
(menurun) 2. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
2 D.0130 Hipertermi L.14134 I.15506 (Manajemen
berhubungan (Termogulasi) Hipertermia)
dengan proses Tujuan: Observasi:
penyakit 1. Menggigil dari 2 1. Monitor suhu tubuh
(terjadinya (cukup Terapeutik :
infeksi) mengingkat) 1. Longgarkan atau
menjadi 5 lepaskan pakaian
(munurun) 2. Berikan cairan oral
2. Suhu tubuh dari 2 Kolaborasi:
(cukup 1. Kolaborasi pemberian
memburuk) cairan dan elektrolit
menjadi 4 (cukup intravena
membaik) I.03121 (Pemantauan
3. Suhu kulit dari 2 Cairan)

30
( cukup Observasi:
memburuk) 1. Monitor frekuensi dan
menjadi 4 (cukup kekuatan nadi
membaik) 2. Monitor tekanan
L. 03028 (Status darah
Cairan) Teraputik:
Tujuan: 1. Atur interval waktu
1. Frekuensi nadi pemantauan sesuai
dari 2 (cukup dengan kondisi pasien
memburul)
menjaadai 4
(cukup membaik)
2. Tekanan darah
dari 2 (cukup
memburuk)
menjadi 4 (cukup
membaik)
3 D.0129 Gangguan L.14125 (Integritas I.11353 (Perawatan
integritas kulit Kulit) Integritas Kulit)
berhubungan Tujuan: Terapeutik:
dengan adanya 1. Kerusakan 1. Ubah posisi tiap 2
ulkus lapisan kulit dari ajam jika tirah baring
2 (cukup Edukasi:
meningkat) 1. Anjurkan
menjadi 5 meningkatkan asupan
(menurun) nutrisi
2. Kemerahan dari 2 2. Anjurkan
(cuckup meningkatkan asupan
meningkat) buah dan sayur
menjadi 5 I 14564 (Perawatan Luka)
(menurun) Observasi:
L. 14130 1. Monitor karakteristik

31
(Penyembuhan Luka) luka
Tujuan: 2. Monitor tanda-tanda
1. Peradangan luka infeksi
dari 2 (cukup Terapeutik:
meningkat) 1. Berikan salep yang
menjadi 5 sesuai
(menurun) 2. Berikan suplemen
2. Infeksi dari dari vitamin dan mineral
2 (cukup Edukasi:
meningkat) 1. Jelaskan tanda dan
menjadi 5 gejala infeksi
(menurun) 2. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri

2. Implementasi dan Evaluasi


NO
Tgl/jam Implementasi Evaluasi Ttd
DX
1 10-05- 1. Memonitor tanda- S =
2018 tanda vital 1. px mengatakan sudah
10.15 tidak gatal-gatal lagi
2. memberikan 2. px mengatakan nyeri
teknik di daerah genetalia
dan kulitnya sudah
nonfarmakologis
menghilang
untuk mengurangi 3. px mengatakan sudah
rasa nyeri ( mis, tidak nyeri saat
beraktivitas
teknik bernafas O=
dengan relaksasi) 1. wajah pasien tidak
merasakan nyeri lagi
3. Menganjurkan
2. Luka Herpes pasien
memonitor nyeri
mulai mengecil
secara mandiri
3. Pasien bisaistirahat

32
dengan nyaman
4. Px sudah bisa
beraktivitas dengan
nyaman
P: lepuhan bergerombol dan
dikelilingi oleh daerah
kemerahan membentuk
sebuah gelembung cair
berkurang
Q: nyeri seperti di bakar
berkurang
R: nyeri dirasakan di daerah
genetalia
S: nyeri yang dirasakan
pasien skala 2
T: nyeri dirasakan saat
beraktivitas berkurang
A = Masalah Teratasi
P = Intervensi Dihentikan
2 11-05- 1. memonitor S=
2018 tanda-tanda vital 1. Px mengatakan sudah
08.30 tidak gatal gatal lagi
2. Mengganti 2. Px mengatakan
dengan pakaian tubuhnya sudah tidak
demam
yang lebih tipis
O=
3. Memberikan
pemberian cairan 1. Px tampak sudah tidak
lemas lagi
dan elektrolit 2. Suhu tubuh sudah
intravena turun
3. Px sudah bisa
tersenyum kembali
4. TD : 110/80 mmHg
5. Nadi : 81 kali/menit
6. RR : 24 kali/menit

33
7. Suhu : 36,5ºC
A = Masalah Teratasi
P = Interensi Dihentikan
3 12-05- 1. memonitor tanda- S =
2018 tanda vital 1. px mengatakan daerah
08.30 vagina sudah tidak
2. mengubah posisi terasa gatal dan panas
tiap 2 jam jika 2. px mengatakan sudah
bisa nyaman dalam
tirah baring
beraktivitas
3. menganjurkan
O=
meningkatkan
1. px sudah terlihat tidak
asupan nutrisi banyak menggaruk
4. memonitor akibat gatal
2. wajah px terlihat
karakteristik luka
sudah tidak meringis
dan tanda-tanda akibat panas dan gatal
infeksi 3. TD: 110/80 mmHg
4. Nadi : 83 kali/menit
5. memberikan 5. RR : 24 kali/menit
salep yang sesuai 6. Suhu : 36ºC
6. mengajarkan A = Masalah Teratasi
prosedur P = Interensi Dihentikan
perawatan luka
secara mandiri

34
BAB 4

REVIEW JURNAL

4.1 Jurnal 1
JUDUL :
Manifestasi Klinis dan Manajemen Keratitis Herpes Simpleks di RS. Dr.
M. Djamil pada Januari 2012 – Desember 2013
METODE :
Penelitian dilakuka Manifestasi Klinis dan Manajemen Keratitis Herpes
Simpleks di RS. Dr. M. Djamil pada Januari 2012 – Desember 2013n di poliklinik
dan bangsal mata RSUP DR. M. DJAMIL Padang. Waktu penelitian bulan
januari 2012 – Desember 2013. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif
dimana data dikumpulkan dari pasien baru yang terinfeksi virus herpes simplex
pada mata, yang datang ke poliklinik mata RS. DR. M. Djamil Padang serta di
follow up kondisi terakhir pasien setelah pemberian obat dari bulan januari 2012
sampai dengan Desember 2013. Pasien yang berkunjung ke poliklinik mata yang
sudah ditetapkan oleh sub bagian infeksi imunologi sebagai penderita infeksi
HSV pada mata dengan kriteria:
- Terdapat defek pada kornea.
- Pemeriksaan penunjang laboratorium pewarnaan Giemsa MN > PMN.
- Sensibilitas kornea yang menurun.
PEMBAHASAN :
Dari hasil penelitian yang dilakukan selama 2 tahun di poliklinik
mata RS.Dr.M.Djamil Padang dari bulan Januari 2012- Desember 2013
didapatkan 52 mata yang didiagnosis sebagai keratitis herpes simpleks.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala klinis seperti adanya
infiltrat pada kornea, sensibilitas kornea yang menurun, ditambah dengan
pemeriksaan penunjang laboratorium pewarnaan Giemsa dan Papanicolou.
Pada penelitian ini, didapatkan kelompok umur 31-40 tahun merupakan
kelompok umur terbanyak yang datang ke poliklinik mata dengan infeksi
HSV yaitu 14 orang (26,9%), hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
mengatakan bahwa studi epidemiologi menemukan sebagian besar
penderita HSV sering mengenai usia pertengahan. Penelitian yang

35
dilakukan oleh Raju dkk pada Departement Ophthalmology of Calicut
Medical College dari Januari 2008-Juni 2009, didapatkan jumlah penderita
wanita lebih banyak 5% dari pada laki-laki, dengan kelompok umur 40-50
tahun (26,7%) diikuti oleh kelompok umur 20-40 tahun (20%). Dari
literatur dikatakan bahwa virus Herpes Simpleks ditransmisikan melalui
kontak dengan sekret lesi terinfeksi yang dipengaruhi oleh umur dan
aktivitas dalam penyebarannya. Disebutkan juga bahwa populasi yang
terinfeksi herpes simpleks di negara berkembang banyak mengenai
masyarakat golongan sosial ekonomi rendah, 70-80% pada dewasa muda.
Pada penelitian ini diagnosa yang paling banyak ditemukan adalah
keratitis stromal yaitu 22 mata (37,9%), diikuti keratitis epitelail 18 mata
(31%), keratitis yang mengenai ≥ 2 lapisan kornea 11 mata (18,9%) dan
keratouveitis 4 mata (6,8%). Dari penelitian Raju dkk, dari total 45 pasien
didapatkan keratitis epitelial 53,4%, keratitis stromal 26,7% dan
endotelitis 17,8%.5 Dilihat dari perjalanan penyakit yang timbul, dimana
pada awalnya muncul kelainan pada daerah epitel yang apabila tidak
diterapi secara cepat akan menimbulkan kelainan yang lebih dalam dari
lapisan kornea atau timbul komplikasi lain akibat penanganan yang
terlambat atau terapi yang tidak tepat. Infeksi herpes simpleks primer
seringkali asimptomatis (>90% kasus). Banyak pasien terdeteksi memiliki
serum antibodi HSV yang diperoleh dari sekret tubuh tanpa ada riwayat
infeksi herpes sebelumnya.
Saat ini dipakai beberapa teknik pemeriksaan lain dalam
mendeteksi infeksi virus herpes simpleks. Immunoflourescence Assay
(IFA) dapat mendeteksi antigen HSV-1, Polymerase Chain Reaction
(PCR) mendeteksi DNA HSV-1 dan kultur virus. Penelitian yang
dilakukan oleh Badawy dan Soltan di Mansoura University tahun 2008,
didapatkan bahwa PCR memiliki sensitivitas yang lebih tinggi (100%)
dibandingkan IFA (70%). Oleh karena itu, kombinasi IFA dan PCR lebih
dipilih dalam menegakkan diagnosis pasien suspek keratitis herpes
simpleks dengan ditemukannya Multinucleated Giant Cell pada
pewarnaan Giemsa.

36
Keratitis herpes epitelial merupakan self limited disease, namun
beberapa ahli mencoba menggunakan pengobatan antiviral topikal dan oral
seperti Acyclovir, dan secara signifikan meningkatkan hasil pengobatan,
dengan meminimalkan kerusakan stroma dan timbulnya jaringan parut.
Terapi yang paling banyak diberikan adalah Antiviral Acyclovir , banyak
dipakai karena Acyclovir mempunyai efek toksik yang lebih rendah dari
pada jenis antiviral lainnya. Debridemant jaringan epitel yang terinfeksi
dapat dilakukan dengan steril cotton tip applicator secara gentle dan hati-
hati untuk menghindari kerusakan membran basalis serta mencegah
perluasan sel epitel yang terinfeksi ke jaringan yang masih sehat. Selain itu
dengan membuang jaringan yang terinfeksi dapat mengurangi jumlah
antigen virus yang berada pada stroma. Bila epitelisasi belum terbentuk,
hati-hati pemberian kortikosteroid topikal.9
Penggunaan kortikosteroid topikal memberikan keuntungan pada
keratitis stromal. Tujuan pemberian kortikosteroid topikal adalah untuk
mencegah infiltrasi seluler, opasifikasi dan sikatrik, menghambat
neovaskularisasi dan mencegah pengeluaran enzim toksik. Namun, juga
harus dipertimbangkan komplikasi yang mungkin timbul akibat
kortikosteroid topikal, terutama efek ketergantungan steroid dan
inflammatory rebound . Oleh karena itu, jika memungkinkan, pemberian
kortikosteroid topikal dapat ditunda pada kasus inflamasi stroma ringan
atau bukan di visual axis. Pasien keratouvetis diterapi dengan Acyclovir
oral 400 mg, 5 x sehari selama 10 minggu, dan kortikosteroid topikal.
Setelah diberikan terapi dan dilakukan follow up pada pasien , berdasarkan
pada visus kondisi terakhir ditentukan perbaikan terjadi sebanyak 39,6%
kasus, menetap sebanyak 25,8%, perburukan 10,3% dan loss case
didapatkan sebanyak 24,1% karena pasien tidak datang lagi ke poliklinik.
Terapi surigikal dilakukan terhadap 2 pasien yaitu dengan Amniotic
Membrane Transplantation (AMT). Tindakan ini dipilih karena sesuai
literatur, amniotic membrane mampu mengurangi inflamasi dan membantu
penyembuhan keratitis HSV dengan cara mengurangi jumlah sel inflamasi
pada kornea. Penelitian yang dilakukan terhadap hewan percobaan dengan

37
keratitis herpes , dilakukan transplantasi membran amnion (AMT),
didapatkan hasil bahwa AMT dapat mereduksi limfosit T dan menginduksi
apoptosis limfosit pada kornea sehingga ditemukan penurunan yang
signifikan dari sel-sel inflamasi
4.2 Jurnal 2
JUDUL :
Identifikasi Virus Herpes Simpleks Pada Anak Dengan Ensefalitis: Studi
Pendahuluan.
HASIL DAN PEMBAHASAN :
Metode penelitian ini bersifat prospektif dan deskriptif. Penelitian
dilaksanakan di instalasi rawat inap anak RSUP M. Djamil padang dari
bulan Agustus hingga Desember 2016. Semua pasien ensefalitis yang
dirawat pada periode tersebut diambil sebagai subjek kriteria inklusi
adalah : persetujuan orang tua (informed consen) dan keadaan pasien yang
memungkinkan untuk tindakan pungsi lumbal.
Ensefalitis harus dicurigai pada anak yang datang dengan
kombinasi gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis ( misalnya
penurunan kesadaran, kejang, sakit kepala, atau tanda neurologis lokal )
bersamaan dengan tanda-tanda infeksi ( misalnya demam, ruam, tanda
infeksi lokal ). Ensefalitis juga perlu dipertimbangkan pada perubahan
kronis dari tanda dan gejala neurologis dan pada anak dengan ensefalopati
tanpa demam. Gejala klinis dari ensefalitis herpes simpleks ( EHS ) berupa
perubahan kesadaran, demam, sakit kepala, perubahan prilaku, kejang,
muntah, hemiparesis dan hilangnya daya ingat. Pada penelitian ini semua
pasien mengeluhkan adanya demam. Kejang juga hampir selalu
didapatkan, penurunan kesadaran, hemiparesis, afasia, gangguan
koordinasi, nyeri kepala batuk, sesak nafas, dan berak-berak encer.
Pemeriksaan penunjang yang dijalani menggunakan analisis CSS
untuk menentukan ada tidaknya inflamasi dan menetapkan etiologi
penyebab. Pada penelitian ini ditemukan CSS yang jernih dengan jumlah
sel bervariasi antara 1 sampai 37 sel per mm3, sedangkan hitung protein
tidak bisa dilakukan karena keterbatasan fasilitas laboratorium di rumah

38
sakit. Lalu menggunakan EEG, EEG berguna dalam menilai keterlibatan
otak pada stadium awal ensefaliti, khususnya pada anak yag tidak jelas
apakah gejala tersebut akibat kelainan organik atau psikiatri, selain itu
dapat membantu mengidentifikasi kejang subklinis atau status non-
konvulsif. Pada penelitian ini tidak didapatkan gambaran periodic
lateralising epileptiform discharge yang khas untuk ensefalitis herpes
simpleks. Setelah itu CT scan kepala lebih mudah didapatkan dan dapat
mengeksklusikan diagnosis banding yang muncul degan gejala demam,
khususnya apabila dengan menggunakan kontras. Untuk MRI lebih
sensitif dibandingkan dengan CT scan untuk menentukan ensefalitas, MRI
merupakan modal pilihan dan harus dilakukan idealnya dalam 48 jam
setelah munculnya gejala untuk mendapatkan diagnosis dan tatalaksana
sendiri. Gambaran CT sacan dan MRI pada pasien di penelitian ini tidak
menunjukan khas adanya infeksi virus, kebanyakan ditemukan gambaran
CT yang normal, edema aerebri maupun brain atrofi.
Sejak berkembangnya pemeriksaan PCR, diagnosis infeksi
sususnan syaraf pusat teah menjadi lebih sensitif dan spesifik. PCR
mampu untuk mendeteksi kuantitas DNA atau RNA virus yang terdapat
pada cairan atau jaringan tubuh. Dan semua subjek penelitian tidak
teridentifikasikan adanya virus herpes simpleks pada pemeriksaan PCR
terhadap cairan serebrospinal.terdapat beberapa laporan tentang hasil PCR
herpes simpleks yang negatif pada kasus yang kemudian terbukti
menderita ensefalitis herpes simpleks. Faktor-faktor yang diduga dapat
memberikan hasil PCR yang negatif pada kasus ini adalah: pengiriman
sampel pada awal perjalanan penyakit ( 1-4 hari ), volume cairan CSS
yang terlalu sedikit, dan viral load yang terlalu rendah. Jadi untuk
penelitian pada kasus ini tidak adanya ensefalitis herpes simpleks yang
dapat terdeteksi, dibutuhkan studi lebih lanjut dengan subjek yang lebih
besar dan periode penelitian yang lebih panjang.

39
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes
simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada
daerah dekat mukokutan. Sedangkan Herpes zoster (shingles, cacar
monyet) merupakan kelainan inflamatorik viral di mana virus
penyebabnya menimbulkan erupsi vesikular yang terasa nyeri di sepanjang
distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posteior. Herpes
mempunyai beberapa klasifikasi yakni herpes simpleks dan herpes zoster.
Berdasarkan struktur antigeniknya dikenal 2 tipe virus herpes
simpleks yaitu Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV 1), dan Virus Herpes
Simpleks Tipe II (HSV II). Untuk herpes zoster ada beberapa tipe yaitu
Herpes zoster oftalmikus, Herpes zoster fasialis, Herpes zoster brakialis,
Herpes zoster torakalis, Herpes zoster lumbalis, dan Herpes zoster sakralis.
5.2 Saran
Perawat ataupun mahasiswa keperawatan harus banyak membaca
dan memperbanyak referensi untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman tentang Herpes

40
DAFTAR PUSTAKA

Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu


Kesehatan Kulit Dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara.
Harahap, Marwali.2000.Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates: Jakarta
Handoko, Ronny P.,2010. Herpes Simpleks. Dalam : Djuanda, A.,Hamzah,M.dkk.
Ilmu Penyakit kulit dan kelamin.Edisi Keenam. Jakarta: FKUI
Lestari,R.,&Putra,A.E.2017.Identifikasi Virus Herpes Simpleks Pada Anak
Dengan Ensefalitas:Sebuah Studi Pendahuluan.Jurnal Kesehatan
Andalas.vol 40(2):90-99
Press, University Airlangga. 2009. Atlas Penyakit Kulit &Kelamin/Departemen
SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press.
Rustam,R.2013. manifestasi Keratitis Herpes Simpleks di RS.Dr,M,Djamil pada
Januari 2012-Desember 2103. Jurnal Kesehatan Andalas: 37-41
Sari Kumala dan Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta: Salemba
Siregar, R.S. 2002. Atlas Berwarna Saripasti Penyakit Kulit E/2. Jakarta: EGC.
Susanto, Clevere R. 2013. Penyakit Kulit dan Kelamin. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
DPP PPNI : Jakarta Selatan
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, DPP
PPNI : Jakarta Selatan
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
DPP PPNI : Jakarta Selatan
Yatim, Faisal. 2007. Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya
Jilid 2. Jakarta: Pustaka Obor Popular

41

Anda mungkin juga menyukai