Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH

Konsep Perawatan Anak dan Asuhan Keperawatan


dengan Penyakit Kronis/Terminal (HIV)
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatam Anak 2 yang
dibina oleh Ns.Feriana Ira Handian, S.Kep.,M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Deshinta Maharani 2014314201021
Erlina Puspita Putri 201431420193
Astura Ollong

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG
TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Segala puji atas kebesaran tuhan maha esa yang telah menciptakan alam semesta
dalam suatu keteraturan hingga dari lisan terpetik berjuta rasa syukur kehadirat ALLAH
SWT. Karena atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nyalah sehingga kami diberikan
kesempatan dan kesehatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Konsep
perawatan anak dan asuhan keperawatan dengan penyakit kronis (HIV)” yang
merupakan tugas kami dalam mata kuliah Keperawatan Anak 2. Shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang diutus ke permukaan
bumi ini menuntun manusia dari lembah kebiadaban menuju ke puncak peradaban seperti
sekarang ini.
Kami menyadari sepenuhnya,dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari
tantangan dan hambatan. Namun berkat usaha dan motivasi dari pihak-pihak langsung
maupun tidak langsung yang memperlancar jalannya penyusunan makalah ini sehingga
makalah ini dapat kami susun seperti sekarang ini. Olehnya itu, secara mendalam kami
ucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan motivasi yang diberikan sehingga
Penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati kami menyadari bahwa hanya kepada
ALLAH SWT jugalah kita menyerahkan segalanya. Semoga makalah ini dapat menjadi
referensi dan tambahan materi pembelajaran bagi kita semua, Aamiin Yaa Robb.

Malang,
22 Sep 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Judul.....................................................................................1
Kata Pengantar....................................................................................2
Daftar Isi..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................5
1.2 Rumusan masalah...............................................................................................6
1.3 Tujuan.................................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi....................................................................................................5
2.2 Etiologi................................................................................................8
2.3 Manifestasi klinis dan Penatalaksanaan.......................................................................9
2.4 Klasifikasi/Prognosis….........................16
2.5 Asuhan kepetawatan….............................18

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian Keperawatan..........................................................................................21
3.2 diagnosa Keperawatan................................................................................................26
3.3 Intervensi Keperawatan….....................................28
3.4 Implementasi Keperawatan…........................................31
3.5 Evaluasi Keperawatan….........................33

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pengertian defisit nutrisi pada anak HIV/AIDS..................................................23
4.2 Penyebab defisit nutrisi pada anak HIV/AIDS....................................................23
4.3 Tanda dan gejala defisit nutrisi pada anak HIV/AIDS......................................24
4.4 Patofisiologi defisit nutrisi pada anak HIV/AIDS...............................................25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................28

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006:3), pola penularan


HIV pada pasangan seksual berubah pada saat ditemukan kasus seorang ibu yang
sedang hamil diketahui telah terinfeksi HIV. Bayi yang dilahirkan ternyata juga
positif terinfeksi HIV. Ini menjadi awal dari penambahan pola penularan HIV/AIDS
dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Hal serupa digambarkan dari hasil survey pada
tahun 2000 dikalangan ibu hamil di Provinsi Riau dan Papua yang memperoleh angka
kejadian infeksi HIV 0,35% dan 0,25%. Sedangkan hasil tes suka rela pada ibu hamil
di DKI Jakarta ditemukan infeksi HIV sebesar 2,86%. Berbagai data tersebut
membuktikan bahwa epidemi AIDS telah masuk kedalam keluarga yang selama ini
dianggap tidak mungkin tertular infeksi.
Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500 anak yang
dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HIV. Sampai tahun 2006, diprediksi 4.360 anak
terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2320
anak yang terinfeksi HIV. Anak yang didiagnosis HIV juga.
akan menyebabkan terjadinya trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang
tua harus menghadapi masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih
sayang,dan sebagainya dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak (Nurs dan
Kurniawan, 2013:161).
Hal tersebut menyebabkan beban negara bertambah dikarenakan orang
yangterinfeksi HIV telah masuk kedalam tahap AIDS, yang ditularkan akibat
hubungan Heteroseksual sebesar 36,23%. Permasalahan bukan hanya sekedar pada
pemberian terapi anti retroviral (ART), tetapi juga harus memperhatikan permasalahn
pencegahan penularan walaupun sudah mendapat ART (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia 2006:7). Berdasarkan uraian masalah di atas maka, perlu
dikakukan pembahasan tentang penularan HIV/AIDS pada Anak, sehingga hal ini
dapat menjadi upaya promotif dan preventif.

4
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang , maka dapat dirumuskan masalah
"Bagimanakah Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Anak yang sudah terinveksi
HIV sejak di dalam kandungan ?”.
1.3 Tujuan penelitian studi kasus
1. Tujuan umum
Mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada anak penderita HIV sejak
didalam kandungan.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui proses penularan HIV pada Anak.
b. Mengetahui cara Diagnosis HIV/AIDS pada Anak.
c. Mengetahui cara pencegahan HIV/AIDS pada anak.
d. Mengetahui penatalaksanan HIV/AIDS pada Anak.
e. Mengetahui pandangan Islam tentang HIV/AIDS pada Anak.

1.4 Manfaat penelitian


1. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah, sebagai berikut:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan atau mengembangkan
ilmu keperawatan anak khususnya asuhan keperawatan asma pada anak
penderita HIV.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber data bagi
peneliti berikutnya khususnya yang terkait dengan asuhan keperawatan.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah , sebagai berikut :
a. Bagi perawat diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada anak penderita HIV.
b. Bagi management diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bagan bagi
kepala ruangan dalam melakukan monitoring atau suvervasi tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan pada anak penderita HIV.
c. Bagi keluarga sebagai media informasi keluarga tentang penularan penyakit
HIV.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi.
Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa
peringatan atau mengikuti priode sakit yang panjang.Terkadang kematian
menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua. Kondisi Terminal adalah:
Suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan
proses penurunan fisik , psikososial dan spiritual bagi individu. (Carpenito , 2018
). Pasien Terminal adalah : Pasien –psien yang dirawat , yang sudah jelas bahwa
mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk.
(P.J.M. Stevens, dkk ,hal 282)
Pendampingan dalam proses kematian adalah Suatu pendampingan dalam
kehidupan , karena mati itu termasuk bagian dari kehidupan . Manusia dilahirkan
,hidup beberapa tahun , dan akhirnya mati. Manusia akan menerima bahwa itu
adalah kehidupan, dan itu memang akan terjadi, kematian adalah akhir dari
kehidupan ( P.J.M. Stevens, dkk, 282). Penyakit yang tidak dapat disembuhkan
dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang
bervariasi. (Stuard & Sundeen, 2018).
Pasien Terminal adalah : Pasien–pasien yang dirawat, yang sudah jelas
bahwa mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin
memburuk. (P.J.M. Stevens, dkk ,hal 282) Bisa dikatakan Penyakit terminal
adalah lanjutan dari penyakit kronik/ penyakit akut yang sifatnya tidak bisa
disembuhkan dan mengarah pada kematian. Pasien terminal illness adalah pasien
yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium
lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan
lagi. Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa pasien terminal illness adalah
orang-orang sakit yang diagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat
disembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah kematian.

6
2.2 Etiologi

Etiologi infeksi HIV adalah human immunodeficiency virus (HIV), yang


merupakan kelompok Retrovirus dalam famili Retroviridae, genus Lentivirus.
HIV adalah virus ribonucleic acid (RNA) sense positif, untai tunggal, diploid, dan
berkapsul. HIV memiliki perantara DNA yang merupakan genom virus
terintegrasi (provirus) yang menetap di dalam DNA host.
Spesies Virus HIV
HIV dibedakan menjadi 2 spesies, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang masing-
masing terdiri lagi dari beberapa subtipe. HIV-1 adalah spesies HIV yang paling
umum ditemukan di seluruh dunia, sedangkan HIV-2 memiliki predominansi di
daerah Afrika Barat. Dibandingkan infeksi HIV-2, infeksi HIV-1 memiliki risiko
transmisi yang lebih tinggi, viral load yang lebih tinggi, dan lebih cepat
berprogresi menjadi AIDS.
HIV memiliki 3 gen spesifik yaitu gag, pol, dan env yang secara berurutan
mengkodekan antigen, polimerase, dan kapsul virus. Secara genetik, HIV-1 dan
HIV-2 memiliki kesamaan superfisial, namun masing-masing memiliki gen yang
unik dengan proses replikasi yang berbeda. HIV-1 memiliki gen tambahan tat,
rev, nef, vif, vpu, dan vpr; sedangkan HIV-2 memiliki gen tambahan tat, rev, nef,
vif, vpx, dan vpr.
Transmisi HIV
HIV dapat ditransmisikan secara seksual maupun nonseksual, dan secara
vertikal dari ibu ke bayi.
Transmisi Seksual
Transmisi seksual terjadi melalui hubungan seksual, baik anal maupun
vaginal pada laki-laki seks dengan laki-laki maupun heteroseksual. Seks oral juga
dapat berisiko mentransmisikan virus jika ada luka terbuka di genital atau mulut
seperti sariawan, gusi berdarah, atau luka genital akibat infeksi menular seksual
(IMS).
Transmisi Nonseksual

7
Transmisi nonseksual terjadi melalui kontak darah yang terinfeksi dengan
mukosa, jaringan yang luka, atau injeksi langsung ke aliran darah. HIV dapat
bertahan hidup sampai 42 hari di dalam jarum suntik yang telah digunakan.
Transmisi Vertikal
Transmisi vertikal dari ibu ke bayi dapat terjadi intrauterin, intrapartum,
atau pasca-natal (saat menyusui). Transmisi intrauterin terjadi melalui penyebaran
hematogen melewati plasenta atau ascending infection ke cairan dan membran
amnion.
Transmisi intrapartum terjadi melalui kontak mukokutan antara bayi
dengan darah ibu, cairan amnion, dan sekret servikovaginal saat melewati jalan
lahir. Transmisi intrapartum juga dapat terjadi melalui ascending infection dari
serviks serta transfusi fetal maternal saat uterus berkontraksi intrapartum.
Transmisi pasca-natal terutama terjadi pada hari–hari pertama laktasi saat
kolostrum diproduksi. Kolostrum dilaporkan memiliki jumlah virus tertinggi
dibandingkan produksi air susu ibu (ASI) selanjutnya, meskipun begitu risiko
transmisi HIV melalui ASI tetap ada sampai pemberian ASI dihentikan.

2.3 Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan


Riwayat kelahiran: termasuk riwayat ibu, termasuk riwayat antiretroviral ibu,
jumlah CD4 dan viral load pada saat melahirkan, dan penyakit ibu yang signifikan
yang terjadi selama kehamilan atau kondisi kronis yang sudah ada sebelumnya.
Paparan obat intrauterin terhadap obat resep dan nonresep lainnya, serta alkohol,
tembakau, dan obat-obatan terlarang, juga harus disertakan. Jika tersedia, usia
kehamilan bayi saat lahir; parameter lahir, seperti berat badan, panjang badan, dan
lingkar kepala; dan rute pengiriman harus didokumentasikan. Hasil pemeriksaan
neonatus juga merupakan informasi historis yang berguna.
Riwayat medis: Karena potensinya untuk mengakibatkan masalah kesehatan yang
berkelanjutan bagi anak, semua penyakit, termasuk masalah pernapasan, infeksi,
metabolisme, neurologis, ginjal, dan jantung, harus dimasukkan dalam riwayat medis.
Untuk penyakit kronis, tanggal onset harus dicatat, dan untuk penyakit episodik,
tanggal onset dan resolusi berguna jika tersedia. Selain itu, tanggal dan alasan rawat
inap juga merupakan komponen penting dari riwayat kesehatan. Dokumentasikan
klasifikasi CDC dan rute penularan (misalnya, perinatal, pelecehan seksual, dll.).
8
Riwayat pembedahan: Semua prosedur pembedahan, baik ekstensif atau kecil, dan
hasilnya harus dicatat selama riwayat kesehatan awal dan asupan.
Riwayat pengobatan: Riwayat pengobatan yang rinci, termasuk inisiasi dan
penghentian semua obat, sangat penting. Obat-obatan kronis dan episodik, termasuk
yang digunakan untuk infeksi, profilaksis HIV, suplementasi nutrisi, atau kondisi
kronis seperti asma atau dermatitis, bersama dengan alergi obat, termasuk dalam
riwayat pengobatan pediatrik yang menyeluruh.
Penyakit dan imunisasi pada masa kanak-kanak: Selama anamnesis awal, penting
untuk memperoleh informasi yang akurat tentang penyakit masa kanak-kanak, seperti
varisela, termasuk tanggal penyakit dan deskripsi perjalanan penyakit. Catatan
imunisasi yang paling mutakhir juga harus diperoleh untuk menentukan apakah
jadwal imunisasi lanjutan diperlukan.
Riwayat keluarga: Jika memungkinkan, riwayat kesehatan keluarga yang
terperinci harus diperoleh untuk menentukan risiko anak terhadap kondisi fisik dan
mental tertentu yang diturunkan. Status HIV orang tua dan saudara kandung harus
ditentukan. Opsi pengujian harus disediakan jika berisiko dan belum diuji.
Riwayat psikososial: Setiap riwayat penyalahgunaan zat dan masalah perumahan
atau keuangan harus ditanyakan. Penentuan yang jelas dari konstelasi keluarga,
anggota rumah tangga, dan anggota kunci yang terlibat dari keluarga besar atau
komunitas juga harus diidentifikasi. Setiap riwayat sekolah atau masalah perilaku
harus diidentifikasi. Selain itu, keterlibatan dalam pelayanan sosial atau penempatan
panti asuhan harus diperhatikan.
Riwayat nutrisi: Pengukuran berat dan tinggi badan harus didokumentasikan
untuk menilai pertumbuhan. Selain itu, riwayat diet terperinci dan preferensi
makanan, serta informasi alergi makanan, dapat menginformasikan intervensi terkait
diet dan kepatuhan di masa mendatang
a) Tinjauan umum: Tinjauan menyeluruh terhadap sistem harus diselesaikan
pada setiap kunjungan dengan catatan permulaan dan perjalanan masalah
sejauh ini. Perhatian khusus harus diberikan pada masalah-masalah baru,
masalah-masalah yang berhubungan dengan demam, dan masalah-masalah
yang tidak merespon seperti yang diharapkan terhadap terapi-terapi yang
diresepkan. Parameter pertumbuhan harus ditinjau secara teratur. Berikan

9
perhatian khusus pada kurva pertumbuhan abnormal untuk tinggi dan berat
badan.
b) Kulit: Catat semua keluhan dermatologis, termasuk ruam, perubahan
warna kulit, ulserasi, gatal, atau memar.
c) Kepala: Masalah kulit kepala, termasuk area rambut rontok, bersisik,
mengelupas, mengalir, dan pembengkakan harus diperhatikan.
d) Mata: Setiap riwayat gangguan penglihatan, sakit mata, sekret, floaters,
atau trauma harus dicatat.
e) Telinga: Gangguan pendengaran, termasuk berkurangnya pendengaran
atau tinitus, serta nyeri atau keluarnya cairan dari telinga, harus
diperhatikan.
f) Hidung dan sinus: Informasi tentang kuantitas dan kualitas sekret hidung,
serta nyeri atau nyeri sinus, membantu dalam diagnosis proses infeksi
saluran napas atas dan harus dicatat dalam tinjauan sistem.
g) Mulut dan tenggorokan: Riwayat yang signifikan untuk masalah mulut,
seperti perdarahan, nyeri, ulserasi, lesi, sekret, air liur, sulit atau nyeri
menelan, dan masalah dengan gigi dan penurunan asupan oral tampaknya
terkait dengan salah satu faktor ini, dapat menunjukkan proses penyakit
terkait HIV yang serius pada bayi dan anak-anak.
h) Pernapasan: Karakteristik dan durasi gejala pernapasan, termasuk mengi,
batuk, produksi sputum, sesak napas, nyeri dada, dan paparan orang lain
dengan gejala serupa, sering dilaporkan di antara bayi dan anak-anak
dengan Infeksi HIV dan mungkin mewakili penyakit umum pada masa
kanak-kanak atau penyakit terkait HIV yang lebih serius.
i) Kardiovaskular: Riwayat pucat, sianosis, sesak napas, murmur, edema,
atau detak jantung tidak teratur, jika diidentifikasi, harus
didokumentasikan dan dalam beberapa kasus diikuti dengan pemeriksaan
kardiologi terperinci.
j) Gastrointestinal: Catatan di bagian review sistem adalah laporan nyeri
perut, kembung, atau kram. Mual, muntah, diare, dan riwayat yang
mendahului timbulnya gejala juga harus dicatat. Frekuensi gejala, faktor
yang memperburuk dan meringankan, serta kualitas dan kuantitas tinja,

1
juga harus diperhatikan. Paparan kepada anggota keluarga atau anak-anak
lain dengan keluhan serupa juga penting.
k) Genitourinari: Gejala dan keluhan penting yang sering konsisten dengan
infeksi genitourinari atau masalah ginjal termasuk riwayat urgensi,
frekuensi, nyeri saat buang air kecil, nyeri punggung bawah, atau urin
berbau tajam atau berubah warna, termasuk urin yang mengandung darah.
l) Ginekologi: Bila sesuai usia, riwayat menstruasi dan onset dan norma
(durasi, nyeri, pembekuan) harus dipastikan. Riwayat kehamilan, termasuk
kelahiran hidup, keguguran, dan aborsi, mungkin juga relevan untuk
wanita remaja. Setiap riwayat keputihan, nyeri, atau lesi juga harus
didokumentasikan.
m) Muskuloskeletal: Nyeri otot, nyeri dan kram, nyeri sendi, kekakuan,
pembengkakan, riwayat trauma, dan setiap kejadian dan aktivitas yang
mendahului atau memperburuk gejala harus dicatat.
n) Neurologis: Perubahan neurologis, termasuk perubahan tingkat kesadaran,
kegagalan untuk memperoleh atau kehilangan tonggak perkembangan,
atau perubahan fungsi neurologis umum, sering merupakan tanda-tanda
perkembangan penyakit HIV atau proses infeksi. Onset dan gejala spesifik
yang diidentifikasi dalam tinjauan sistem (misalnya, ataksia, kehilangan
memori, kejang) membantu dengan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut
dari keluhan ini.
o) Penilaian nutrisi: Setiap riwayat defisiensi nutrisi yang signifikan,
gangguan makan, keracunan timbal, masalah diet lainnya, termasuk
masalah dengan asupan makanan, dan penarikan kembali diet terkandung
dalam komponen tinjauan ini.
p) Psikiatri dan emosional: Masalah signifikan yang terungkap dalam bagian
tinjauan sistem ini dapat mencakup gejala depresi, perilaku bertingkah di
rumah atau di sekolah, hubungan interpersonal dengan anggota keluarga
dan teman sebaya, kinerja sekolah, dan pengetahuan tentang diagnosis
HIV.

Pemeriksaan fisik: Secara umum, kecuali ada alasan yang sangat spesifik
untuk kunjungan layanan kesehatan, bayi dan anak dengan infeksi HIV harus

1
menjalani pemeriksaan fisik lengkap pada setiap kunjungan layanan kesehatan.
Pendekatan ini membantu pemantauan masalah yang sedang berlangsung dan
memungkinkan diagnosis dini masalah kesehatan baru saat muncul.
 Umum: Parameter pertumbuhan dan tanda-tanda vital merupakan
komponen penting dari setiap pemeriksaan karena seringkali
merupakan indikator pertama dari masalah HIV dan non-HIV yang
mendasari yang signifikan.
 Pertumbuhan dan perkembangan: Skrining awal pertumbuhan dan
perkembangan diindikasikan untuk setiap bayi dan anak yang
memasuki layanan HIV. Penilaian ini dapat dilakukan oleh spesialis
perkembangan atau oleh penyedia yang terlatih dalam administrasi tes,
seperti Tes Skrining Perkembangan Denver, untuk menetapkan dasar
perkembangan yang dapat digunakan untuk membandingkan penilaian
di masa depan.
 Pemeriksaan neurologis: Karena HIV adalah penyakit yang secara
khusus dapat mempengaruhi fungsi neurologis bayi dan anak-anak,
pemeriksaan neurologis yang komprehensif diperlukan pada
kunjungan awal. Perhatian khusus harus diberikan pada saraf kranial,
refleks, dan status perkembangan untuk menentukan sejauh mana
masalah neurologis saat ini dan untuk memberikan perbandingan untuk
penilaian di masa depan.
 Pemeriksaan mulut dan tenggorokan: Masalah mulut dan kesehatan
mulut dapat berdampak signifikan pada pertumbuhan dan
kesejahteraan bayi dan anak dengan infeksi HIV. Temuan penting
termasuk lesi seperti ulkus aphthous dan sariawan, karies gigi, dan lesi
herpes.
 Evaluasi kardiovaskular: Kardiomiopati terkait HIV dapat terjadi pada
bayi dan anak dengan infeksi HIV; oleh karena itu, temuan termasuk
murmur jantung dan kelainan denyut jantung, ritme, atau tekanan
darah memerlukan evaluasi lebih lanjut oleh praktisi kardiologi
terlatih.

1
 Pemeriksaan pernapasan: Pneumonia virus dan bakteri, serta asma,
bronkiektasis, dan pneumonitis interstisial limfoid (LIP), dapat
menjadi penyebab penurunan fungsi pernapasan pada bayi dan anak
dengan HIV. Temuan batuk, mengi, sesak napas, aerasi yang buruk,
dan kresek mungkin merupakan indikasi penyakit terkait HIV. LIP
melibatkan infiltrasi limfoid difus dari parenkim paru. Sel-sel inflamasi
direkrut ke dalam interstitium paru, dinding alveolar, dan jaringan
perialveolar, menghasilkan alveolitis. Gejala mungkin tidak ada atau
ringan. Gejala yang parah termasuk dispnea, kelelahan, takipnea,
batuk, mengi, sianosis, dan jari tabuh.
 Pemeriksaan perut: bayi dan anak yang terinfeksi HIV harus dinilai
untuk nyeri perut, massa, dan organomegali. Gejala-gejala ini mungkin
menunjukkan penyakit terkait HIV yang semakin parah.
 Pemeriksaan muskuloskeletal: Tonus dan massa otot, serta rentang
gerak dan nyeri tekan atau pembengkakan sendi, harus dievaluasi pada
setiap kunjungan. Lipodistrofi dapat disebabkan oleh infeksi HIV
dan/atau terapi antiretroviral. Indikator umum adalah pengecilan lemak
wajah dan ekstremitas atau penumpukan lemak di perut, payudara, atau
dorsum leher (punuk kerbau).
 Pemeriksaan kulit: Bayi dan anak dengan infeksi HIV rentan terhadap
berbagai jenis masalah dermatologis, termasuk tinea, herpes zoster,
eksim, infeksi kulit stafilokokus, ruam akibat reaksi obat yang
merugikan, moluskom, papiloma, dan berbagai eksantema virus.

Evaluasi laboratorium dan diagnostik: Kunjungan awal memberikan


kesempatan untuk mendapatkan profil laboratorium dasar yang komprehensif,
serta menentukan status imunologi dan virologi serta riwayat pajanan agen
infeksi.
 Profil imunologis: Jumlah dan persentase CD4+ T-limfosit harus
diperoleh pada awal dan dibandingkan dengan norma spesifik usia
untuk menilai derajat gangguan imun dan risiko infeksi
oportunistik anak. Pengukuran dasar juga memungkinkan penilaian
efektivitas perubahan rejimen terapeutik.

1
 HIV RNA PCR (viral load): Diperoleh pada awal untuk
dibandingkan dengan nilai selanjutnya untuk menentukan
kebutuhan dan efektivitas rejimen antiretroviral terapeutik. Viral
load yang tidak terdeteksi dapat mengindikasikan perkembangan
resistensi virus dan/atau kurangnya kepatuhan terhadap
pengobatan.
 Hitung darah lengkap (CBC) dengan diferensial dan trombosit:
CBC dengan diferensial dan trombosit dilakukan pada kunjungan
awal untuk menyaring anemia, neutropenia, trombositopenia, dan
kelainan hematologi lain yang mungkin terkait HIV atau
pengobatan.
 Panel kimia komprehensif: Kimia darah berguna dalam
mengidentifikasi kelainan pankreas, hati, ginjal, jantung, dan
elektrolit pada bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV.
 Urinalisis (UA): Skrining UA direkomendasikan pada awal untuk
mengidentifikasi infeksi tanpa gejala dan kelainan lain, seperti
proteinuria atau glukosuria, yang mungkin mengindikasikan proses
penyakit terkait HIV dan non-HIV lainnya. Selanjutnya, UA
tahunan direkomendasikan (Laufer & Scott, 2000). Obat
antiretroviral tertentu mungkin memerlukan skrining yang lebih
sering.
 Tes kulit tuberkulin (TST): TST direkomendasikan untuk anak-
anak pada atau sebelum usia 9-12 bulan dan setiap tahun
setelahnya. Karena peningkatan risiko pengembangan TB aktif
(TB) pada orang koinfeksi TB dan HIV, ini adalah tes skrining
awal yang penting yang harus diulang setiap tahun atau lebih
sering jika pertanyaan tentang pajanan muncul.
 Toksoplasmosis: Bayi terpajan HIV perinatal yang lahir dari
wanita seropositif toksoplasmosis harus dievaluasi untuk
toksoplasmosis kongenital. Beberapa ahli menyarankan titer
antibodi toksoplasmosis awal untuk semua anak terinfeksi HIV
yang berusia lebih dari 18 bulan. Namun, di Amerika Serikat,

1
skrining rutin untuk anak kecil adalah tidak direkomendasikan
karena prevalensinya yang rendah. Di sisi lain, remaja dan orang
dewasa yang terinfeksi HIV berisiko lebih tinggi untuk tertular
penyakit toksoplasmosis daripada bayi atau anak-anak dan harus
menjalani tes serologis. Pengujian tahunan harus dipertimbangkan
pada orang dengan gangguan kekebalan yang parah (Subauste,
2006; USPHS/ISDA, 2002). Orang yang kekurangan antibodi IgG
terhadap toksoplasmosis harus menerima konseling pencegahan
mengenai perilaku berisiko tinggi (misalnya, mencuci tangan
dengan baik setelah mengganti kotak pasir atau bersentuhan
dengan tanah, memastikan semua daging dimasak dengan baik dan
buah-buahan dan sayuran dicuci dengan baik sebelum dikonsumsi).
 Cytomegalovirus (CMV): Bayi terpajan HIV perinatal yang juga
terpajan CMV harus dievaluasi untuk CMV kongenital. Beberapa
ahli menyarankan titer antibodi CMV awal untuk semua anak
terinfeksi HIV yang berusia lebih dari 18 bulan. Titer CMV awal
harus diperoleh untuk semua orang yang terinfeksi HIV yang
berusia lebih dari 18 bulan. Pengujian tahunan harus
dipertimbangkan pada mereka dengan gangguan kekebalan yang
parah.
 Tes serologi varisela: Titer varisela berguna dalam menetapkan
potensi kekebalan anak terhadap penyakit anak yang umum ini.
Karena varicella dapat memiliki gejala sisa yang parah pada anak
yang terinfeksi HIV, pengetahuan tentang status kekebalan sangat
penting dalam mengidentifikasi anak-anak yang paling berisiko
untuk penyakit varicella. Tes serologi komersial mungkin tidak
cukup sensitif untuk menunjukkan antibodi yang diinduksi vaksin
(yaitu, mungkin tidak mengambil antibodi yang sebenarnya ada).
 Tes skrining sifilis–rapid plasma reagin (RPR): Tes ini
direkomendasikan pada awal untuk individu yang aktif secara
seksual. Pertimbangan harus diberikan untuk menguji bayi dengan

1
status sifilis ibu yang tidak diketahui. Anak-anak yang mengalami
pelecehan seksual juga harus diskrining.
 Panel lipid awal: Tingginya insiden peningkatan kolesterol LDL
dan trigliserida pada anak-anak yang menggunakan jenis terapi
antiretroviral tertentu memerlukan penilaian awal. Bayi dan anak-
anak yang berisiko harus memiliki panel lipid yang diulang setiap
6 bulan atau sesuai kebutuhan.

2.4 Klasifikasi/Prognosis
Prognosis infeksi HIV ditentukan oleh diagnosis dini dan pengobatan
pemeliharaan dengan terapi antiretroviral (ARV). Pasien yang didiagnosis lebih
dini dapat segera memulai terapi ARV untuk meningkatkan kualitas hidup secara
keseluruhan, menurunkan risiko komplikasi, dan memperpanjang kesintasan
hidup pasien.
1. Komplikasi
Komplikasi infeksi HIV dapat terjadi akibat infeksi oportunistik yang
serius, munculnya sekuele, dan superinfeksi HIV.

2. Infeksi Oportunistik
Secara umum, semua pasien dengan infeksi HIV memiliki risiko infeksi
oportunistik selama 6 bulan pertama terapi ARV. Pasien dengan jumlah CD4
rendah yang persisten berisiko tinggi untuk terjadi infeksi oportunistik walaupun
sudah memulai terapi dan viral load tersupresi dengan efektif. Infeksi oportunistik
yang pernah dilaporkan terjadi di antaranya:
- Kandidiasis esofagus, bronkus, trakea, paru-paru
- Kanker serviks
- Coccidioidomycosis, disseminated atau extrapulmonary
- Cryptococcosis dengan manifestasi ekstrapulmoner
- Cryptosporidiosis dengan manifestasi intestinal kronik (>1 bulan)
- Infeksi cytomegalovirus, termasuk cytomegalovirus retinitis dengan
gangguan penglihatan
- Herpes simpleks dengan ulkus kronik >1 bulan

1
- Masih banyak infeksi oportunistik lain yang dapat terjadi pada pasien
HIV, seperti sarkoma Kaposi, Burkitt limfoma, immunoblastic
Lymphoma, pneumocystis pneumonia, hingga toxoplasmosis otak.
- Infeksi oportunistik yang sering terjadi di Indonesia adalah
tuberkulosis (TB), kandidiasis oral, diare, pneumocystis pneumonia
dan pruritic papular eruption.
3. Sekuele Infeksi HIV
Infeksi HIV itu sendiri dapat menyebabkan sekuele, antara lain dementia
atau ensefalopati yang berkaitan dengan AIDS. Pasien juga bisa mengalami
HIV wasting syndrome yang ditandai dengan diare kronik dan penurunan
berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
4. Superinfeksi HIV

Superinfeksi HIV dapat terjadi ketika seseorang yang terinfeksi HIV


mendapatkan HIV lagi dengan strain atau subtipe yang berbeda. Superinfeksi
HIV dapat menyebabkan progresi penyakit yang lebih cepat.
5. Prognosis
Prognosis infeksi HIV pada pasien yang tidak mendapat terapi
adalah sangat buruk dengan tingkat mortalitas lebih dari 90%. Rerata
waktu dari infeksi sampai kematian adalah 8-10 tahun. Angka tersebut
bervariasi pada setiap individu. Meski demikian, dengan inisiasi cepat dari
terapi antiretroviral, prognosis bisa meningkat signifikan.
Infeksi HIV dapat berprogresi menjadi AIDS dalam waktu 15
tahun atau lebih. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat progresi
infeksi HIV antara lain kesehatan mental, penyalahgunaan zat,
superinfeksi dengan strain HIV lain, status nutrisi, dan usia. Kesintasan
hidup pasien yang telah berprogresi menjadi AIDS dan tidak diobati yaitu
<2 tahun.

2.5 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi
data (informasi) yang sistematis dan bersinambungan. Pengkajian harus
17
dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, social,
maupun spiritual pasien (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). Pada anak
dengan defisit nutrisi dalam kategori fisiologis dengan subkategori nutrisi dan
cairan, perawat harus mengkaji data mayor dan minor yang tercantum dalam
buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2016). Keluhan utama dari
defisit nutrisi seperti tidak nafsu makan, mual atau muntah, makan hanya sedikit
atau kurang dari porsi yang disediakan, kelemahan fisik, penurunan berat
badan, kesulitan menelan (Tarwoto & Wartonah, 2015).

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk megidentifikasi respon klien individu, keluarga
atau komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI DPP
PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan dalam masalah ini adalah defisit nutrisi.
Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (SDKI DPP PPNI, 2016).
Diagnosis dan evaluasi bayi yang terpajan HIV sebuah. Semua bayi yang
lahir dari ibu dengan infeksi HIV akan memiliki antibodi HIV yang didapat
secara transplasenta (Nielsen & Bryson, 2000; Working Group on Antiretroviral
Therapy and Medical Management of HIV-Infected Children, 2001).
 Antibodi yang didapat dari ibu dapat hadir hingga usia 18 bulan
(Kelompok Kerja Terapi Antiretroviral dan Manajemen Medis Anak
Terinfeksi HIV, 2001).
 Diagnosis HIV pada bayi harus dibuat dengan menggunakan tes
virologi yang mengidentifikasi keberadaan antigen HIV (Nielsen &
Bryson, 2000).
 Reaksi rantai polimerase HIV (PCR) memiliki sensitivitas 90% pada 3
bulan dan hampir 100% pada usia 6 bulan (Nielsen & Bryson, 2000).
 Diagnosis dugaan infeksi HIV dapat dibuat pada satu PCR HIV positif
dan diagnosis definitif dengan tes konfirmasi pada sampel darah yang

1
berbeda (Working Group on Antiretroviral Therapy and Management
of Children with HIV Infection, 1998).
 HIV dapat disingkirkan secara wajar dengan dua hasil PCR HIV negatif
pada sampel yang berbeda jika keduanya diperoleh setelah usia 1 bulan
dan yang kedua setelah usia 4 bulan; beberapa dokter juga
menggunakan ELISA negatif yang dikonfirmasi pada usia - 18 bulan
(Kelompok Kerja Terapi Antiretroviral dan Manajemen Anak dengan
Infeksi HIV, 1998).
 Anak-anak - usia 18 bulan dapat didiagnosis dengan ELISA HIV positif
dan konfirmasi Western blot (Working Group onAntiretroviral Therapy
and Management of Children with HIV Infection, 1998).
 AIDS dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis dalam hubungannya
dengan bukti laboratorium disfungsi humoral dan imunitas seluler
menggunakan 1994 Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
Pediatric HIV Classification System (CDC, 1994).

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilain klinis untuk mencapai
peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien (SIKI DPP PPNI,
2018). Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien,
keluarga atau komunitas sebagai respons terhadap intervensi keperawatan

4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Tujuan dari implementasi keperawatan yaitu membantu klien
memenuhi tujuan dan hasil yang diharapkan ; meningkatkan kesejahteraan ;
mencegah sakit dan penyakit ; memulihkan kesehatan ; dan memfasilitasi
koping terhadap perubahan fungsi. Aktivitas yang dilakukan pada
implementasi yaitu melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan

1
untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudia
mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan
respon klien terhadap lingkungan tersebut.(Kozier et al., 2010).

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah menilai atau menghargai yang merupakan fase
kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Evaluasi yang dilakukan
ketika atau segera setelah mengimplementasikan program keperawatan.
Tujuan dari evaluasi keperawatan untuk menentukan apakah melanjutkan,
memodifikasi atau mengakhiri rencana asuhan. (Kozier et al., 2010).

2
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian keperawatan

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data

(informasi) yang sistematis dan bersinambungan. Pengkajian harus dilakukan

secara komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, social, maupun

spiritual pasien (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). Pada anak dengan defisit

nutrisi dalam kategori fisiologis dengan subkategori nutrisi dan cairan, perawat

harus mengkaji data mayor dan minor yang tercantum dalam buku Standar

Diagnosa Keperawatan Indonesia (2016). Keluhan utama dari defisit nutrisi seperti

tidak nafsu makan, mual atau muntah, makan hanya sedikit atau kurang dari porsi

yang disediakan, kelemahan fisik, penurunan berat badan, kesulitan menelan

(Tarwoto & Wartonah, 2015).

Teori pengkajian pada anak HIV/AIDS menurut (Rekawati, Nursalam,

2013) yaitu :

a. Identitas

1) Pengkajian identitas anak berisi tentang : nama, anak yang ke, tanggal

lahir/umur, jenis kelamin, dan agama.

2
2) Pengkajian identitas orang tua berisi tentang : nama, umur, pekerjaan,

pendidikan,agama, dan alamat.

b. Alasan dirawat

1) Keluhan utama seperti perasaan tidak enak badan, lesu, pusing, nyeri kepala

dan kurang bersemangat, serta nafsu makan menurun (teutama pada saat masa

inkubasi).

2) Riwayat penyakit

a) Apakah anak pernah mengalami sakit sebelumnya.

b) Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang bersifat menular dan

menurun.

c. Riwayat anak

1) Perawatan anak dalam masa kandungan.

2) Perawatan pada waktu kelahiran.

d. Riwayat imunisasi

Tabel 1
Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar

Usia Vaksin
0 – 7 hari
Hep B 0 (HB 0)
1 bulan
BCG, Polio 1
2 bulan
DPT, HB, Hib 1, Polio 2
3 bulan
DPT, HB, Hib 2, Polio 3
4 bulan
DPT, HB, Hib 3, Polio 4, IPV
9 bulan
Campak
(Sumber : Hadianti et al., 2015)

Tabel 2
Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Batita

Usia Vaksin
18 bulan
DPT/HB/Hib
24 bulan
Campak
(Sumber : Hadianti et al., 2015)

2
Tabel 3

Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Sekolah

Usia Vaksin
1 SD DT, Campak
2 SD TD
3 SD TD
(Sumber : (Hadianti et al., 2015)

e. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual dalam kehidupan sehari-hari

1) Bernafas : bagaimana suara nafas anak, ada tidaknya kesulitan bernafas yang

dialami oleh anak, serta keluhan lain yang dirasakan anak.

2) Pola nutrisi (makan dan minum) : tanyakan pada pasien atau keluarga berapa

kali makan dan minum dalam satu hari.

3) Eliminasi (BAB/BAK) : kaji pola BAB dan BAK pad anak. Pada BAB tinjau

konsistensi, warna, bau, dan ada atau tidaknya darah. Pada BAK tinjau

volume, warna, bau.

4) Aktifitas : kaji permainan yang paling disukai pada anak, dan kapan waktu

bermainnya.

5) Rekreasi : kemana dan kapan biasanya anak diajak berekreasi.

6) Istirahat dan tidur : kaji pola tidur anak pada siang dan malam hari, dan berapa

lama. Ada tidaknya kesulitan tidur yang dialami oleh anak.

7) Kebersihan diri : kaji berapa kali anak mandi dalam 1 hari, ada membantu atau

tidak. Bagaiman dengn kebersihan kuku atau rambut.

8) Pengaturan suhu tubuh : Suhu anak diukur apakah normal, hipotermi ataukah

mengalami Hipertermia.

2
9) Rasa nyaman : kaji kondisi dan keadaan anak saat mengobrol dengan orang

lain.

10) Rasa aman : kaji lingkungan tempat anak bermain, apakah sudah aman dari

benda-benda tajam dan berbahaya. Bagaimana pengawasan orang tua ketika

anak sedang bermain.

11) Belajar (anak dan orang tua) : kaji pengetahuan orang tua dalam merawat dan

mendidik anak.

12) Prestasi : kaji bagaimana pencapaian dan kemampuan anak mengenai tingkah

laku social, gerak motoric harus, bahasa, dan perkembangan motoric kasar.

13) Hubungan sosial anak : kaji bagimana hubungan anak dengan orang tua,

keluarga lain serta teman-temannya. Siapakah orang yang paling dekat dengan

anak.

14) Melaksanakan ibadah (kebiasaan, bantuan yang diperlukan terutama saat anak

sakit) : apa agama yang dianut dan bagaimana pelaksanaan ibadah yang

dilakukan oleh anak.

f. Penyakit yang pernah diderita : kaji jenis penyakit, akut / kronis / menular /

tidak, umur saat sakit, lamanya, dan pertolongan.

g. Kesehatan lingkungan : kaji bagaimana keadaan lingkungan tempat tinggal

anak mengenai ketersediaan air bersih dan sanitasi/ventilasi rumah.

h. Pertumbuhan dan perkembangan (0-6 tahun)

Mengkaji keadaan perkembangan anak usia 1 bulan – 72 bulan, dapat dilakukan

dengan menggunakan Kuisioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP), untuk

menilai dalam 4 sektor perkembangan pada anak yang meliputi : motoric kasar,

motoric halus, bicara / bahasa dan sosialisasi / kemandirian (Kementerian

2
kesehetan RI, 2016). Interprestasi hasil KPSP dapat dihitung dengan cara

menghitung jumlah „Ya‟, yaitu dengan cara :

1) Jumlah jawaban „Ya‟ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan tahap

perkembangannya.

2) Jumlah jawaban „Ya‟ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan.

3) Jumlaj jawaban „Ya‟ = 6 atau kurang, perkembangan meragukan.

i. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum yang meliputi suhu, nadi, pernafasan, tekanan darah, warna

kulit, tonus otot, turgor kulit, udema.

2) Pemeriksaan head to toe

a) Mulut, terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan

pecahpecah. Lidah tertutup selaput kotor yang biasanya berwarna putih,

sementara ujung tepi lidah berwarna kemerahan.

b) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisanya terjadi

konstipasi, atau diare dan bahkan bisa saja normal, kulit teraba hangat dan

kemerahan.

k. Antropometri (ukuran pertumbuhan)

Pengukuran antopometri meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,

lingkar dada, dan lingkar lengan.

l. Pemeriksaan penunjang

1) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal.

2) Biakan empedu basil salmonella thyphosa dapat ditemukan dalam darah

pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam

urine dan faeces.

2
3) Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yng diperlukan

ialah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebih

menunjukkan kenaikan yang progresif.

m. Hasil observasi

Tuliskan respon umum anak dengan keluarganya serta hal-hal baru yang

diberikan kepadanya, bentk interaksi kepada orang lain, cara anak

mengungkapkan keinginannya, serta kontradiksi prilaku yang mungkin

ditunjukan anak.

3.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan

untuk megidentifikasi respon klien individu, keluarga atau komunitas terhadap

situasi yang berkaitan dengan kesehatan (SDKI DPP PPNI, 2016). Diagnosa

keperawatan dalam masalah ini adalah defisit nutrisi. Defisit nutrisi adalah asupan

nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (SDKI DPP PPNI,

2016)

Diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data menurut (SDKI DPP PPNI,

2016)ada tiga yaitu :

a. Aktual : diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi

kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klen mengalami

masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan

divalidasi pada klien.

2
b. Resiko : diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi

kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan klien berisiko

mengalami masalah kesehatan. Tidak dittemukan tanda/gejala mayor dan

minor pada klen, namun klien memiliki factor risiko mengalami masalah

kesehatan.

c. Promosi Kesehatan : diagnosis ini menggambarkan adanya keinginan dan

motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tinkat yang lebih

atau optimal.(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)

Perumusan diagnosis keperawatan disesuaikan dengan jenis diagnosis

keperawatan. Terdapat dua metode perumusan diagnosis, yaitu :

a. Penulisan tiga bagian (Three Part)

Metode penulisan ini terdiri atas masalah, penyebab dan tanda/gejala. Metode

penulisan ini hanya dilakukan pada diagnosis actual, dengan formulasi sebagai

berikut :

Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan dengan Tanda/gejala .

b. Penulisan dua bagian (Two Part)

Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis risiko dan diagnosis promosi

kesehatan, dengan formulasi sebagai berikut :

1) Diagnosis risiko

Masalah dibuktikan dengan Faktor Risiko

2) Diagnosis promosi kesehatan

Masalah dibuktikan dengan Tanda/gejala

2
Tabel 4

Diagnosa Keperawatan pada Anak Terinfeksi HIV/AIDS dengan Defisit Nutrisi

Masalah Penyebab Gejala dan Tanda


Defisit Nutrisi Kategori : 1. Ketidakmampuan Gejala dan Tanda Mayor
fisiologi Subkategori : menelan makanan Subjektif :
nutrisi dan cairan 2. Ketidakmampuan Tidak tersedia
Definisi : asupan nutrisi tidak mencerna makanan Objektif :
cukup untuk memenuhi ketidakmampuan 1. Berat badan menurun
kebutuhan metabolisme mengabsorbsi nutrient minimal 10% di bawah
3. Peningkatan rentang ideal
kebutuhan metabolime Gejala dan Tanda Minor
4. Factor ekonomi Subjektif :
(mis. Finansial tidak 1. Cepat kenyang setelah
mencukupi) makan
5. Factor psikologi 2. Kram/nyeri abdomen
(mis. Stress, 3. Nafsu makan menurun
keengganan untuk Objektif :
makan) 1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membrane mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebih

(Sumber : SDKI DPP PPNI, 2016) 8. Diare

3.3 Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat

yang didasarkan pada pengetahuan dan penilain klinis untuk mencapai

peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien (SIKI DPP PPNI, 2018).

Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi

dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien, keluarga atau

komunitas

2
sebagai respons terhadap intervensi keperawatan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,

2019).

Intervensi keperawatan yang dapat dilaksanakan pada anak terinfeksi

HIV/AIDS dengan masalah defisit nurisi adalah :

Tabel 5
Intervensi Keperawatan pada Anak Terinfeksi HIV/AIDS dengan Defisit Nutrisi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Keperawatan (SIKI)
Keperawatan Hasil (SLKI)
1 2 3
Defisit Nutrisi Setelah diberikan asuhan
Manajemen Nutrisi
keperawatan selama 1 x 45 1. Observasi
menit diharapkan status a. Identifikasi status nutrisi
nutrisi membaik dengan b. Identitifikasi alergi dan intoleransi makanan
kriteria hasil : c. Identifikasi makanan yang disukai
1. Porsi makanan yang d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
dihabiskan meningkat e. Identifikasi perlunya penggunaan selang
2. Kekuatan otot nasogastric
pengunyah meningkat f. Monitor asupan makana
3. Kekuatan otot g. Monitor berat badan
menelan meningkat h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Serum albumin 2. Terapeutik
meningkat a. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
5. Verbalisasi keinginan perlu
untuk meningkatkan b. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
nutrisi meningkat Piramida makanan)
6. Pengetahuan tentang c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
pilihan makanan yang yang sesuai
sehat meningkat d. Berikan makanan yang tinggi serat untuk
7. Pengetahuan tentang mencegah konstipasi
standard asupan e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
nutrisi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika perlu
g. Hentikan pemnerian makanan melalui selang
nasogastric jika asupan oral dapat ditoleransi
3. Edukasi

2
1 2 3
yang tepat meningkat a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
8. Penyiapan dan
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
penyimpanan
4. Kolaborasi
makanan yang aman a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
meningkat makan (mis. Pereda nyeri,antiemetic), jika
9. Penyiapan dan perlu
penyimpanan b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
minuman yang aman jumlah kalori dan jenis nutrient yang
meningkat dibutuhkan, jika perlu
10. Sikap terhadap
Promosi Berat Badan
makanan/minuman 1. Observasi
sesuai dengan tujuan a. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
kesehatan b. Monitor adanya mual dan muntah
11. Perasaan cepat c. Monitor jumlah kalori yang dikonsumi sehari-
kenyang menurun hari
12. Nyeri abdomen d. Monitor berat badan
menurun e. Monitor albumin,limfosit, dan elektrolit serum
13. Sariawan menurun 2. Terapeutik
14. Rambut rontok a. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
menurun makan, jika perlu
15. Diare menurun b. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
16. Berat badan membaik pasien (mis. Makanan dengantekstur halus,
17. Indeks massa tubuh makanan yang di blender, makanan cair yang
(IMT) membaik diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total
18. Frekuensi makanan
parenteral nutrition sesuai indikasi)
membaik
c. Hidangkan makanan secara menarik
19. Nafsu makan
d. Berikan suplemen, jika perlu
membaik
e. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
20. Bising usus membaik
peningkatan yang dicapai
21. Tebal lipatan kulit
3. Edukasi
trisep membaik
a. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,
22. Membrane mukosa
namun tetap terjangkau
membaik
b. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan

(Sumber : (SDKI DPP PPDNI, 2016), (SLKI DPP PPNI, 2018), (SIKI DPP PPNI, 2018)

3
3.4 Implementasi keperawatan

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi

keperawatan. Tujuan dari implementasi keperawatan yaitu membantu klien

memenuhi tujuan dan hasil yang diharapkan ; meningkatkan kesejahteraan ;

mencegah sakit dan penyakit ; memulihkan kesehatan ; dan memfasilitasi koping

terhadap perubahan fungsi. Aktivitas yang dilakukan pada implementasi yaitu

melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang

disusun dalam tahap perencanaan dan kemudia mengakhiri tahap implementasi

dengan mencatat tindakan keperawatan dan respon klien terhadap lingkungan

tersebut.(Kozier et al., 2010). Implementasi yang dapat dilakukan sesuai dengan

intervensi, yaitu :

Tabel 6
Implementasi Keperawatan pada Anak Terinfeksi HIV/AIDS dengan Defisit
Nutrisi
Diagnosa
Intervensi Keperawatan (SIKI)
Keperawatan
1 2
Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi
1. Observasi
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identitifikasi alergi dan intoleransi makanan
c. Identifikasi makanan yang disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
f. Monitor asupan makana
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
d. Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi

3
1 2
e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen makanan, jika perlU
g. Hentikan pemnerian makanan melalui selang nasogastric jika asupan
oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri,antiemetic), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Promosi Berat Badan
1. Observasi
a. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
b. Monitor adanya mual dan muntah
c. Monitor jumlah kalori yang dikonsumi sehari-hari
d. Monitor berat badan
e. Monitor albumin,limfosit, dan elektrolit serum
2. Terapeutik
a. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu
b. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien (mis. Makanan
dengantekstur halus, makanan yang di blender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total parenteral nutrition
sesuai indikasi)
c. Hidangkan makanan secara menarik
d. Berikan suplemen, jika perlu
e. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk peningkatan yang dicapai
3. Edukasi
a. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
b. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

(Sumber : SIKI DPP PPNI, 2018)

3
3.5 Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah menilai atau menghargai yang merupakan fase kelima dan

fase terakhir proses keperawatan. Evaluasi yang dilakukan ketika atau segera

setelah mengimplementasikan program keperawatan. Tujuan dari evaluasi

keperawatan untuk menentukan apakah melanjutkan, memodifikasi atau

mengakhiri rencana asuhan. (Kozier et al., 2010)

Menurut (Kozier et al., 2010) evaluasi keperawatan yang sering digunakan

adalah format SOAP akronim untuk data subyektif, data obyektif, pengkajian, dan

perencanaan. Subyektif adalah data yang terdiri atas informasu yang diperoleh dari

pernyataan klien. Obyektif adalah data yang terdiri atas informasi yang diukur atau

diobservasi melalui indra (mis. Tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium,

dan sinar-x). Pengkajian adalah interpretasi atau kesimpulan yang ditarik tentang

data subyektif dan obyektif. Rencana adalah rencana asuhan yang dirancang untuk

menyelesaikan masalah yang ditetapkan. Hasil yang diharapkan dari asuhan

keperawatan pada anak HIV/AIDS dengan defisit nutrisi yaitu berikut:

Tabel 7
Evaluasi Keperawatan pada Anak Terinfeksi sHIV/AIDS dengan Defisit Nutrisi

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi


1 2 3
1. Defisit Nutrisi S : Data dari respon pasien secara verbal
O:
a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b. Kekuatan otot pengunyah meningkat
c. Kekuatan otot menelan meningkat
d. Serum albumin meningkat
e. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
meningkat Pengetahuan tentang pilihan makanan
1 2 3

3
yang sehat meningkat

3
f. Pengetahuan tentang standard asupan nutrisi
yang tepat meningkat
g. Penyiapan dan penyimpanan mkanan yang aman
meningkat
h. Penyiapan dan penyimpanan
i. minuman yang aman meningkat
j. Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan
tujuan kesehatan
k. Perasaan cepat kenyang menurun
l. Nyeri abdomen menurun
m. Sariawan menurun
n. Rambut rontok menurun
o. Diare menurun
p. Berat badan membaik
q. Indeks massa tubuh (IMT) membaik
r. Frekuensi makanan membaik
s. Nafsu makan membaik
t. Bising usus membaik
u. Tebal lipatan kulit trisep membaik
v. Membrane mukosa membaik
A:
a. Tujuan tercapai apabila respon pasien sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil
b. Tujuan belum tercapai apabila respon pasien tidak
sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan

P:
a. Pertahankan kondisi pasien apabila tujuan tercapai
b. Lanjutkan intervensi apabila terdapat tujuan
yang belum mampu dicapai oleh pasien

3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN HIV-AIDS

PENGKAJIAN
I. Identitas Klien :
Nama/nama panggilan : An. A.
Tempat tanggal lahir/usia : Poasia, 27 Mei 2005/ 6 bulan 8 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14
Tanggal masuk : 18 Mei 2011
Tanggal pengkajian : 19 Mei 2011
Diagnosa Medik : HIV-AIDS

II. Identitas Orang Tua


1. Ayah
a. N a m a : Tn. T.L.
b. U m u r : 27 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Buruh Pabrik
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14
2. Ibu
a. N a m a : Ny. R
b. U s i a : 25 tahun
c. Pendidikan : SMP
d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e. A g a m a : Islam
f. Alamat : BTN Kendari Permai Blok J No.14

8
3. Identitas Saudara Kandung
No. N am a Usia Hubungan Status Kesehatan
1. - - - -

III. Keluhan Utama


Orangtua klien mengeluhkan bayinya mengalami diare disertai dengan
demam.

IV. Riwayat Kesehatan.


1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Diare dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Mula-mula intensitas BAB kurang, dan sejak 2
hari yang lalu diare semakin parah diserta dengan demam, terdapat bercak-bercak terasa
gatal pada kulit, diare diikuti dengan batuk, sesak dan klien tidak mau menyusu. Dengan
alasan tersebut orang tua klien membawa klien ke RS untuk di periksa.
2. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak 0-5 tahun)

1) Prenatal Care
 Pemeriksaan kehamilan 3 kali
 Keluhan selama hamil Ngidam, kadang-kadang demam dan lemas
 Riwayat terkena sinar tidak ada
 Kenaikan berat badan selama kehamilan 2 kg
 Imunisasi 2 kali
 Golongan darah Ibu : lupa /golongan darah ayah : A

2) N a t a l
 Tempat melahirkan di Puskesmas oleh bidan
 Lama dan jenis persalinan : Spontan/normal
 Penolong persalinan Dokter Kebidanan
 Tidak ada komplikasi selama persalinan ataupun setelah persalinan (sedikit perdarahan
daerah vagina).

3) Post Natal

9
 Kondisi Bayi : BB lahir 2 kg, PB 45 cm
 Pada saat lahir kondisi anak baik
 (untuk semua usia)
 Penyakit yang pernah dialami demam setelah imunisasi
 Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada
 Imunisasi belum lengkap
 Alergi belum nampak
 Perkembangan anak dibanding saudara-saudara : Anak pertama

VI. Riwayat Kesehatan Keluarga


Anggota keluarga : Ibu klien positif HIV

VI. Riwayat Imunisasi


Waktu Reaksi setelah
No. Jenis Imunisasi Pemberian pemberian
1. BCG 1 bulan Demam
2. DPT Lupa Demam
3. Polio - -
4. Campak - -
5. Hepatitis lupa lupa

VII. Riwayat Tumbuh Kembang


a. Pertumbuhan Fisik
1. Berat Badan : BB lahir 2 kg, BB masuk RS : 5 kg.
2. Tinggi Badan : PB lahir 45 cm, PB masuk RS : 50 Cm
3. Waktu tumbuh gigi pertama : belum
b. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat :
1. Berguling : 5 bulan
2. Duduk : belum
3. Merangkak : belum
4. Berdiri : belum

1
5. Berjalan : belum
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : lupa
7. Bicara pertama kali : belum
8. Berpakaian tanpa bantuan : masih di bantu ibunya
secara penuh
VIII. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
1. Pertama kali di susui : satu jam setelah lahir
2. Cara Pemberian : Setiap Kali menangis dan tanpa menangis
3. Lama Pemberin : 15-20 manit
4. Diberikan sampai usia : sampai saat ini

b. Pemberian Susu Formula : SGM


Tidak pernah diberikan susu formula hanya ASI
c. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini :
Us i a Jenis Nutrisi Lama Pemberian
0 - saat ini Asi Masih berlangsung saat ini

IX. Riwayat Psiko Sosial


 Anak tinggal di rumah sendiri
 Lingkungan berada di tepi kota
 Rumah tidak ada fasilitas lengkap
 Di Rumah tidak ada tangga yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, anak
bebas bermain di luar dengan teman-temannya
 Hubungan antar anggota kelurga baik
 Pengasuh anak adalah orang tua

X. Riwayat spiritual
1. Anggota Keluarga tidak taat melaksanakan ibadah
2. Kegiatan keagamaan : jarang mengikuti kegiatan keagamaan

XI. Reaksi Hospitalisasi

1
a. Pengalaman Keluarga tentang Sakit dan rawat inap
1. Orang tua membawa anaknya ke RS karena khawatir dan cemas tentang keadaan
anaknya yang demam terus
2. Dokter menceritakan sebagaian kecil kondisi anaknya dan kelihatannya orang
tua belum mengerti hal ini dibuktikan dengan ekspresi wajah orang tua dan
pertanyaan yang timbul sekitar keadaan anaknya
3. Orang tua saat masuk di RS sangat merasa khwatir dengan keadaan anaknya dan selalu
menanyakan kondisi anaknya
4. Orang tua selalu menjaga anaknya bergantian antara ayah, ibu dan dan keluarga yang
lain.
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat Inap
1. Anak belum mampu berbicara

XII. Aktivitas Sehari-hari


a. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat sakit
Keinginan Menyusu Baik Kurang
Frekwensi Menyusui 7 kali Tidak pernah

b. Cairan
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Jenis minuman ASI Tidak ada
Frekwensi minum Setiap kali haus Sering
Kebutuhan cairan Tidak diketahui Tergantung
Cara pemberian ASI Infuse

c. Eliminasi (BAB & BAK)


Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Tempat pembuangan Kain sarung Popok
Frekwensi/waktu
BAK= sering BAB BAK = sering,
Konsistensi = 2 x sehari BAB = 4-6x

1
Kesulitan Sering encer sehari
Obat pencahar Tidak ada Encer
Tidak pernah Tidak ada
digunakan
d. Istirahat/Tidur
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Jam tidur
Siang 12.00 – 14.00 Jam 14.00-15.00
Malam Jam 20.00- 06.00 Jam 21.00-7.30
Pola tidur Tidur dilaksanakan Tidur
pada siang dan dilaksanakan pada
Kebiasaan sebelum tidur malam hari siang dan malam
Kesulitan tidur Menyusu hari
Menyusu
Gelisah
Sering terbangun
karena popoknya
basah oleh feses.

e. Olahraga
Tidak dikaji
f. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum sakit Saat sakit
Mandi
Cara Dikerjakan oleh Tidak pernah
orang tua mandi hanya dilap
frekwensi badan
alat mandi 2 x sehari 1 x sehari/melap
Cuci rambut Sabun badan
frekwensi Kadang-kadang Pake air hangat
Cara Tidak menentu belum pernah
Gunting kuku Dikerjakan oleh dilakukan

1
frekwensi orang tua

Cara Setiap kali kuku


terlihat panjang belum pernah
4. Gosok gigi
Di kerjakan oleh dilakukan
orang tua
Frekwensi
Cara
Setiap kali mandi
Dikerjakan oleh Belum pernah
orang tua dilakukan

g. Aktifitas/mobilitas fisik
Tidak dikaji
h. Rekreasi
Tidak dikaji

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum klien : Lemah, gelisah dan batuk sesak
 Ekspresi wajah biasa kadang tersenyum dan cengeng bila diajak bermain.
 Berpakaian bersih karena selalu dijaga oleh ibunya.

b. Tanda-tanda vital:
 Suhu : 38,5 º C
 Nadi : 120x/m
 Pernafasan : 28x / m
 TD : 95/60 mmHg
c. Antropometri
 - Panjang badan : 50 cm
 - Berat badan : 5 kg
 - Lingkaran lengan atas : tidak dikaji
 - lingkaran kepala : tidak dikaji
 - lingkaran dada : tidak di kaji

1
 - Lingkaran perut : tidak dikaji
 - Skin fold : tidak dikaj

d. Head To Toe
 Kulit :
Pucat dan turgo kulit jelek dipenuhi dengan bercak-bercak dan gatal
 Kepal dan leher :
I: Normal tidak ada kerontokan rambut, warna hitam dan tidak ada
Peradangan.
P: Normal, tidak ada benjolan dikepala
P: -
A: -
 Kuku : Jari tabuh
 Mata / penglihatan :
Sklera pucat dan nampak kelopak mata cekung
 Hidung :
Tidak ada Peradangan, tidak ada reaksi alergi, tidak ada polip, dan fxungsi penciuman
normal
 Telinga :
Bentuk simetris kanan/kiri, tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan
 Mulut dan gigi
Terjadi peradangan pada rongga mulut dan mukosa, terjadi Peradangan dan
perdarahan pada gigi ,gangguan menelan(-), bibir dan mukosa mulut klien nampak
kering dan bibir pecah-pecah
 Leher: Terjadi peradangan pada eksofagus.
 Dada :
I : Dada terlihat normal, Tidak ada kelainan gerakan dada
P: Terdapat nyeri tekan pada epigastrium, Tidak nampak adanya pembesaran hati
P: nada sonor
A: Tidak terdengar adanya bunyi nafas tambahan
Tidak ada retraksi dinding dada (+).
 Abdomen :
1
I : Nampak normal, simetris kiri kanan
P: Turgor jelek ,tidak ada massa, terdapat nyeri tekan pada bagian
kanan bawah
P : Bunyi timpany (+). Kembung (-)
A: terdengar bunyi peningkatan peristaltic/ bising usus dan tidak ada krepitasi abdomen.
 Perineum dan genitalia
Pada alat genital terdapat bintik-bintik radang
 Ekstremitas : klien tidak mampu mengerakkan extremitas atas dan extremitas bawah
tonus otot lemah akibat tidak ada energi karena diare dan proses penyakit
I: Bentuk kaki simetris, tidak terdapat gejala / tanda oedema. Jumlah
jari lengkap.terdapat keterbatasan gerak ekstremitas bawah
P: Akral hangat, terdapat keterbatasan gerak ekstremitas atas.
P: reflek tendon kurang
A: -

o Skala kekuatan otot 3 3


3 3
e. Sistem Pernafasan
 Hidung : Simetris, pernafasan cuping hidung : ada, secret : ada
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe di sub mandibula.
Dada :
o Bentuk dada : Normal
o Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan tranversal : 1 : 1
 Gerakan dada : simetris, tidak terdapat retraksi

Suara nafas tambahan : ronki


o Tidak ada clubbling finger

f. Sistem kardiovaskuler :
 Conjungtiva : Tidak anemia, bibir : pucat/cyanosis, arteri carotis : berisi reguler , tekanan
vena jugularis : tidak meninggi
 Ukuran Jantung : tidak ada pembesaran
 Suara jantung : Tidak ada bunyi abnormal
1
 Capillary refilling time > 2 detik

g. Sistem pencernaan:
 Mulut : terjadi peradangan pada mukosa mulut
 Abdomen : distensi abdomen, peristaltic meningkat > 25x/mnt akibat adanya virus yang
menyerang usus
 Gaster : nafsu makan menurun, mules, mual muntah, minum normal,
 Anus : terdapat bintik dan meradang gatal
h. Sistem indra
1. Mata : agak cekung
2. Hidung : Penciuman kurang baik,
3. Telinga
o Keadaan daun telinga : kanal auditorius kurang bersih akibat benyebaran penyakit
o Fungsi pendengaran kesan baik
i. Sistem Saraf
2. Fungsi serebral:
 Status mental : Orientasi masih tergantung orang tua
 Bicara : -
 Kesadaran : Eyes (membuka mata spontan) = 4, motorik (bergerak mengikuti perintah) =
6, verbal (bicara normal) = 5
3. Fungsi kranial :
Saat pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dari Nervus I – Nervus XII.
4. Fungsi motorik : Klien nampak lemah, seluruh aktifitasnya dibantu oleh orang tua
5. Fungsi sensorik : suhu, nyeri, getaran, posisi, diskriminasi (terkesan terganggu)
6. Fungsi cerebellum : Koordinasi, keseimbangan kesan normal
7. Refleks : bisip, trisep, patela dan babinski terkesan normal.

j. Sistem Muskulo Skeletal


1. Kepala : Betuk kurang baik, sedikit nyeri
2. Vertebrae: Tidak ditemukan skoliosis, lordosis, kiposis, ROM pasif, klien malas
bergerak, aktifitas utama klien adalah berbaring di tempat tidur.
3. Lutut : tidak bengkak, tidak kaku, gerakan aktif, kemampuan jalan baik

1
4. Tangan tidak bengkak, gerakan dan ROM aktif

k. Sistem integumen
 warna kulit pucat dan terdapat bintik-bintik dengan gatal, turgor menurun > 2 dt,
 suhu meningkat 39 derajat celsius, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill
time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.

l. Sistem endokrin
 Kelenjar tiroid tidak nampak, teraba tidak ada pembesaran
 Suhu tubuh tidak tetap, keringat normal,
 Tidak ada riwayat diabetes

m. Sistem Perkemihan
 Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam), frekuensi berkurang.
 Tidak ditemukan odema
 Tidak ditemukan adanya nokturia, disuria , dan kencing batu

n. Sistem Reproduksi
Alat genetalia termasuk glans penis dan orificium uretra eksterna merah dan gatal

o. Sistem Imun
 Klien tidak ada riwayat alergi
 Imunisasi lengkap
 Penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca tidak ada
 Riwayat transfusi darah tidak ada

XIII. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan


1. 6 tahun ke atas
a. Perkembangan kognitif : Klien mampu bekerja sama dengan orang lain hal ini
dibuktikan dengan klien sering bermain bola bersama teman-temannya waktu sebelum
sakit.
b. Perkembangan motorik : klien mampu menggunakan sepeda dengan sendirinya

1
XIV. Terapi Saat ini :
 Infus RL 20 tts/m
 Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV, sebagai pengganti vaksin
poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin virus polio yang tidak aktif (IPV)
Keperawatan :
 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu
azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA
virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
 Mengatasi dampak psikososial
 Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan prosedur
yang dilakukan oleh tenaga medis
 Hasil Laboratorium tanggal 28 Maret 2011: Tidak dikaji

XV. Klasifikasi Data


Data Subjektif
 Keluarga klien mengatakan anaknya batuk-batuk dan sesak
 Keluarga klien mangatakan anaknya demam terus-menerus
 Keluarga klien mengatakan muncul bercak-bercak di tubuh anaknya
 Keluarga klien mengatakan, klien tidak mau makan/malas makan
 Ibu klien mengatakan anaknya susah menelan akibat luka-luka pada mulutnya
 Keluarga klien mengatakan anaknya sering buang air besar dan encer
 Keluarga klien mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya, maka dari itu
anaknya di bawa ke RS.

Data Objektif
 Klien selama di RS nampak batuk terus dan gelisah nampak sesak sesak
 Klien nampak teraba panas dengan suhu 39 0C, Nadi : 120x/m, P : 28x /m dan TD :
95/60 mmHg
 Nampak terlihat bercak-bercak dan klien selalu menangis menggaruk badannya yang gatal.
 Klien nampak cengeng bila ingin disusui, berat badan klien turun dari 5 kg menjdi 4 kg.
1
 Klien nampak selalu mengeluh ingin BAB dan diRS terhitung 4-5/hari
 Kulit klien nampak kering, nampak cekung pada mata
 Keluarga klien nampak gelisah dan selalu menanyakan kondisi anaknya.

XVI. Analisa Data
No Data Etilogi Masalah
1 DS : Bersihan jalan
Ibu klien mengatakan nafas tidak efektif
Kandidiasis
anaknya batuk-batuk dan
sesak
DO :
Klien selama di RS Menginfeksi
nampak batuk terus dan bronkus
gelisah nampak sesak
sesak Aktivitas bronkus
Tanda-tanda vital: berkurang
Suhu : 38,5 º C
Nadi : 120x/m
Pernafasan : 28x / m Penumpukan sekret
TD : 95/60 mmHg

Batuk inefektif
2 DS : Hipertermi
Ibu klien mangatakan Kuman
anaknya demam terus- mengeluarkan
menerus endotoksin
DO :
Klien nampak teraba panas
dengan suhu 38,5 Merangsang
0
C, Nadi : 120x/m, pengeluaran zat

P : 28x / m dn TD : 95/60 pirogen oleh

mmHg leukosit pada

2
jaringan yg
meradang

Melepas zat IL-1,

prostaglandin E2
(pirogen leukosi &
pirogen endokrin

Mencapai
hipotalamus (set
point)
3 DS : Perubahan nutrisi
kandidiasis
ibu klien mengatakan, kurang dari
klien tidak mau kebutuhan tubuh
makan/malas makan
Lesi oral
Ibu klien mengatakan
anaknya susah menelan
akibat luka-luka pada
mulutnya
DO : Ketidakmampuan
menyusu
Klien nampak cengeng
bila inbin diberi makan
dan porsi makannya tidak
habis serta BB turun Perubahan indra
menjadi 20 kg dari pengecap
25kg.Inter

Menurunkan
keinginan menyusu
5 DS : Kerusakan
Timbul jamur dan
Ibu klien mengatakan integritas kulit

2
2
muncul bercak-bercak di bintik-bintik
tubuh anaknya
DO :
Nampak terlihat bercak- Lesi kulit
bercak dan klien selalu
menangis menggaruk
badannya yang gatal Dermatitis
6 DS : Cemas
Keluarga klien
AIDS
mengatakan sangat
khawatir dengan kondisi
anaknya, maka dari itu
Gelisah
anaknya di bawa ke RS.
DO :
Keluarga klien nampak Merasa ketakutan
gelisah dan selalu akan penyakit
menanyakan kondisi anaknya
anaknya.

Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan factor : tidak
akuratnya pemasukan nutrisi sebagai factor sekunder HIV pada system
pembuangan (GI)
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor kehilangan yang
berlebihan (diare berat , berkeringat , muntah)
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor penurunan respon
imun , kerusakan kulit.
4. Kekurangan volume cairan tubuh b/h output yang berlebihan

2
BAB IV
PEMBAHASAN

Konsep Defisit Nutrisi pada Anak HIV/AIDS


4.1 Pengertian defisit nutrisi pada anak HIV/AIDS

Defisit nutrisi adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (SDKI DPP PPNI, 2016). Defisit nutrisi adalah suatu keadaan ketika
individu yang tidak puasa mengalami atau berisiko mengalami penurunan berat
badan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat atau metabolisme
nutrient yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito, 2013).
4.2 Penyebab defisit nutrisi pada anak HIV/AIDS

Penurunan berat badan yang drastis berkaitan dengan kekurangan nutrisi atau
gizi. Penyebab kurang gizi bersifat multifaktoral, antara lain hilangnya nafsu
makan, gangguan penyerapan sari makanan pada saluran pencernaan, hilangnya
cairan tubuh akibat muntah dan diare, dan (Nursalam, Susilaningrum, &
Utami,2008).

Penyebab defisit nutrisi menurut (SDKI DPP PPNI, 2016) yaitu :

a. Ketidakmampuan menelan makanan

Masuknya nutrisi yang adekuat atau sesuai kebutuhan dipengaruhi oleh


kemampuan pemilihan bahan dan cara persiapan makanan, pengetahuan, gangguan
menelan, kenyamanan saat makan, anoreksia, mual dan muntah atau kelebihan
intake kalori. Intake nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh menimbulkan
kekurangan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Pada pasien HIV/AIDS disebabkan oleh asupan gizi yang tidak adekuat
karena berkurangnya nafsu makan yang disebabkan oleh kesulitan dalam menelan
makanan akibat dari infeksi seperti sariawan atau esofagitis yang disebabkan oleh
jamur Candidasp., infeksi oportunistik umumnya, demam efek samping obat-
obatan berupa perasaan mual dan muntah, atau depresi.

2
b. Ketidakmampuan mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrient

Kemampuan mencerna dan mengabsorpsi makanan dipengaruhi oleh


adekuatnya fungsi organ pencernaan. Adanya peradangan saluran cerna dapat juga
menimbulkan tidak adekuatnya kebutuhan nutrisi (Tarwoto & Wartonah, 2015)
Pada pasien HIV/AIDS terjadi perubahan mekanisme kerja traktus digestivus,
interaksi obat dengan zat gizi. Hal ini menyebabkan malabsorbsi karbohidrat dan
lemak sehingga mempengaruhi vitamin larut dalam lemak seperti vitamin A dan E,
yang penting dalam system kekebalan tubuh.

c. Peningkatan kebutuhan metabolisme

Meningkatnya kebutuhan nutrisi tubuh pada kondisi terrtentu dapat


memengaruhi stastus nutrisi seperti pada penyakit AIDS. (Tarwoto &
Wartonah,2015)

d. Faktor ekonomi

Kemiskinan menimbulkan daya beli makanan menjadi berkurang dengan


demikian intake makanan juga otomatis berkurang. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
juga akan terganggu. (Tarwoto & Wartonah, 2015)
e. Faktor psikologis

Respon stress pada individu berbeda, ada individu yang mengalami stress
akan meningkatkan nafsu makan, namun juga sebaliknya tidak nafsu makan.

4.3 Tanda dan gejala defisit nutrisi pada anak HIV/AIDS

Menurut (SDKI DPP PPNI, 2016) tanda dan gejala pada defisit nutrisi dibagi
menjadi :
a. Tanda gejala mayor yaitu :
1) Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal b. Tanda
gelaja minor yaitu :

2
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Kram/nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
4) Bising usus hiperaktif
5) Otot pengunyah lemah
6) Otot menelan lemah
7) Membrane mukosa pucat
8) Sariawan
9) Serum albumin turun
10) Rambut rontok berlebih
11) Diare

Secara spesifik tanda gejala defisit nutrisi pada pasien HIV/AIDS umumnya
mengalami penurunan nafsu makan. Penurunan nafsu makan ditandai dengan
penurunan berat badan lebih dari 10 % sehingga pada keadaan yang berat ODHA
akan tampak kurus kering (Depkes RI, 2003 dalam (Nursalam & Kurniawati,
2009)

4.4 Patofisiologi defisit nutrisi pada anak HIV/AIDS

Perjalanan klinis orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dari tahap terinfeksi


HIV sampai dengan tahap AIDS, sejalan dengan adanya penurunan derajat
imunitas dari pasien, terutama imunitas sekunder serta menunjukkan gambaran
penyakit yang kronis. Penurunan imunitas biasanya diikuti dengan adanya
peningkatan resiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta penyakit
keganasan (Nursalam & Kurniawati, 2009)
Perjalanan alamiah penyakit HIV pada umumnya terdiri dari 3 tahap yaitu,
tahap infeksi primer, tahap asimptomatik dan tahap simptomatik, dan AIDS. Pada
tahap infeksi primer, terjadi repilkasi virus HIV secara cepat diikuti dengan kadar
CD4+ penderita yang menurun, sehinnga pada tahap tersebut respon imun tubuh
juga akan berusaha melawan virus HIV dengan mekanisme imunitas seluler dan
humoral. (Nursalam & Kurniawati, 2009). Tahap selanjutnya adalah tahap

2
asimptomatik, dimana pada tahap ini, di dalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi
tubuh tidak menunjukkan gejala apa pun, keadaan ini dapat berlangsung rata-rata
selama 5-10 tahun (Nursalam et al., 2008).
Pasien HIV/AIDS pada umumnya mengalami penurunan nafsu makan. Hal
ini bisa disebabkan karena pengaruh obat ARV dan kesulitan menelan akibat
infeksi jamur kandida pada mulut. Penderita HIV/AIDS juga menderita diare yang
menyebabkan dehidrasi, absorbsi makanan yang buruk sehingga terjadi penurunan
berat badan secara signifikan. Saat diare juga terjadi hilangnya zat gizi dalam
tubuh seperti vitamin dan mineral sehingga harus diberikan asupan zat gizi yang
tepat. Terjadinya demam yang lama sehingga menyebabkan kehilangan kalori dan
cairan. (Nursalam & Kurniawati, 2009)

Kurang gizi dapat menurunkan kapasitas fungsional, memberikan


kontribusi tidak berfungsinya kekebalan dan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Memburuknya status gizi pada pasien bersifat multifaktor, terutama
disebabkan oleh kurangnya asupan makanan, gangguan absorbsi dan metabolisme
zat gizi, infeksi oportunistik, serta kurangnya aktivitas fisik.(Kementerian
Kesehatan RI, 2010)

2
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. HIV/AIDS yang terjadi pada anak dapat karena penularan dari ibu saat
kehamilan, ataupun saat kelahiran selain itu, HIV pada anak juga dapat terjadi
akibat pelecehan seksual pada anak.
2. Diagnosis HIV pada anak dengan pemeriksaan darah untuk mendeteksi virus
HIV pada anak, dapat dilakukan 2 kali yaitu sebelum dan setelah umur 18
bulan.Salah satu pencegahan penularan HIV pada anak akibat transmisi maternal
yaitu dengan sectio caesaria.
3. Penatalaksanaan kasus HIV pada Anak, tidak hanya pengaturan ART, namun
juga faktor Nutrisi harus diperhatikan mengiingat anak adalah fase
pertumbuhan.
4. Kasus HIV pada anak, menurut Kajian dalam Islam dapat dikategorikan sebuah
takdir dari penipta, sehingga perlu kesabaran.

5.2 Saran
Transmisi penularan HIV pada anak disominasi akibat penularan dari ibu ke
anak, sehingga untuk memutuskan mata rantai HIV pada anak, peranan berbagai tim
kesehatan sangat mengingat anak sebagai generasi lanjutan yang sangat diperlukan
untuk berlangsungnya proses regenerasi, sehingga tim kesehatan terkhususnya, harus
memberikan perhatian khusus pada kasus tersebut. Salah satu upaya nyata adalah
memberikan edukasi kepada masyarakat luas, terutama ibu hamil agar malakukan
pemeriksaan deteksi HIV. Dan mengkonsumsi ART apabila positif HIV. Serta Sectio
Caesaria saat partus.

2
DAFTAR PUSAKA

Swanson, Barbara.2009, ANAC‟s Core Curiculum for HIV/AIDS nursing: Chicago,


Illinois, Malloy, Inc.

Widnyana, Putra."Aspek Khusus pada Pasien Paliatif Anak".2018,142.

Ghraha, Gusgus."Perawatan Paliatif Pada Anak dengan HIV/Aids sebagai Korban


Transmisi Infeksi Vertikal: Literatur Riview. 2019.

https://ejurnal.universitas-bth.ac.id/index.php/P3M_JKBTH/article/view/505

Anda mungkin juga menyukai